Sulistya Ekawati, M.Si (P3SEKPI) Editor (Managing Editor): Dana Apriyanto, S.Hut., M.Si., M.T (P3SEKPI) Reviewer Awal: Yanto Rochmayanto, S.Hut., M.Si (P3SEKPI) Editor Bagian (Bagian Redaksi): 1. Bambang Supriyanto, M.Sc (Sosioekonomi, kebijakan publik, perubahan iklim dan konservasi sumber daya alam, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan) 8. Tuti Herawati, S.hut., M.Si ( Analisis Kebijakan, Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial) 13. Hidrologi dan Konservasi Tanah, Puslitbang LHK Makasar) 14.
Kata Kunci: Konservasi; aktor; Kawasan Burung dan Keanekaragaman Penting; pegunungan di Jawa Barat; pihak yang berkepentingan. Peramalan Kunjungan Wisatawan dan Daya Dukung Resor Bee Jay Bakau Probolinggo Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. Prakiraan Kunjungan Wisatawan dan Daya Dukung Bee Jay Bakau Resort Probolinggo Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol.
MAMPUKAH ANGGARAN MENGENDALIKAN DEFORESTASI DI KAWASAN KONSERVASI?
- PENDAHULUAN
- METODE PENELITIAN A. Lokasi
- Model Empirik
- Data, Sumber Data, dan Variabel
- HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Deskriptif
- Hasil Empirik
- Pembahasan
- KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
- Saran
Hipotesis penelitian ini adalah anggaran pengelolaan cagar alam yang diberikan pemerintah, baik untuk perlindungan maupun pemberdayaan masyarakat, berdampak pada penurunan laju deforestasi di kawasan alam, khususnya di taman nasional. Penelitian dilakukan di 43 taman nasional di 114 kabupaten/kota di Indonesia dengan sebaran seperti terlihat pada Gambar 1. Apakah deforestasi di kawasan konservasi alam dapat dikendalikan dengan pengendalian anggaran. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah luas deforestasi dalam hektar pada taman nasional di kabupaten/kota Indonesia.
Untuk mengetahui luasan deforestasi taman nasional di kabupaten/kota, peta deforestasi kawasan hutan ditumpangkan pada peta kawasan konservasi dan peta pemerintah daerah. Variabel anggaran merupakan persentase realisasi anggaran kegiatan perlindungan dan anggaran pemberdayaan masyarakat lokal dari total anggaran kegiatan (tidak termasuk anggaran dukungan pengelolaan) pada masing-masing taman nasional. Hasil yang sama juga menunjukkan jumlah aparat keamanan (polisi hutan) di taman nasional berkorelasi negatif.
POSISI DAN RELASI AKTOR DALAM INISIASI PERLUASAN TAPAK KONSERVASI BERBASIS “IMPORTANT BIRD AND DIVERSITY
AREAS” DI PEGUNUNGAN JAWA BAGIAN BARAT
- METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian
- Pengumpulan Data
- Analisis Data
- HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pendekatan Lanskap Berbasis IBAs
- Posisi dan Relasi Aktor di Tiap Klaster Pada setiap aktor di masing-masing
- Pola Relasi Aktor-aktor
Sebagai kawasan yang bersifat interadministratif dan multifungsi, keberadaan berbagai aktor dalam satu kawasan IBA tentu menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi upaya perluasan jejak konservasi di pegunungan Jawa Barat. Posisi dan hubungan para aktor dinilai mempengaruhi upaya perluasan jejak konservasi di wilayah pegunungan di Jawa Barat, khususnya terhadap kebijakan (Schusser et al., 2016). Hasil kajian diharapkan dapat memenuhi dua tujuan, yaitu memetakan pelaku konservasi dan mengkaji potensi sinergi antar pelaku untuk memperluas jejak konservasi di wilayah studi.
Kedudukan dan hubungan antar aktor dalam inisiasi perluasan lokasi konservasi..(Yopie Christian, Adi Widyanto, Andriansyah, & .Desmiwati). Hal ini menjadi masukan penting bagi lembaga yang ingin memulai perluasan jaringan dan situs konservasi dengan melibatkan banyak aktor di tingkat situs (Chevalier &. Kajian ini masih bersifat eksploratif, yaitu sebatas menggali potensi untuk memperluas kawasan konservasi. situs berdasarkan pola hubungan antar aktor di lima wilayah IBA.
Dari hasil identifikasi posisi para aktor, dapat dipetakan pola hubungan antar aktor dan menunjukkan apakah peluang perluasan jejak konservasi dalam klaster didasarkan pada pola konfliktual atau kooperatif. 14 Pelajar yang bukan pemangku kepentingan Tidak muncul Tidak muncul Tidak muncul Tidak muncul 15 Dinas Kehutanan Tidak muncul Dominan Tidak muncul Dihormati Tidak muncul 16 Peternak besar Tidak muncul Marjinal Tidak muncul Tidak muncul Tidak muncul 17 Dinas PMD Tidak muncul Dianggap Tidak muncul Tidak muncul Tidak muncul 18 BPBD Tidak Terjadi Marginal Tidak Terjadi Tidak Terjadi 19 Balai Tahura Tidak Terjadi Kuat Tidak Terjadi Tidak Terjadi Tidak Terjadi 20 Polisi Tidak Terjadi Tidak Terjadi Marginal Tidak Terjadi Tidak Terjadi 21 PTPN VIII Tidak Terjadi Tidak Terjadi Tidak Terjadi Dihargai Tidak Terjadi Tidak Terjadi tidak terjadi Nasional Tidak muncul Tidak muncul Tidak muncul Dominan Sumber: Data primer, 2019.
Untuk itu, rencana perluasan kawasan konservasi di Bandung Utara terlebih dahulu harus membangun hubungan kerjasama dan menyamakan persepsi banyak pihak. Dari lima klaster kajian berdasarkan posisi dan hubungan aktor, peluang terbesar dukungan kolaborasi antar aktor dalam memperluas jejak konservasi berada di kawasan klaster Bandung Selatan, disusul oleh klaster Jawa Tengah, Garut, Grup Bandung Utara dan Grup Bogor. Memperhatikan pola input dan hubungan pemangku kepentingan pada lima klaster studi, Burung Indonesia menilai model pengelolaan berbasis lanskap kolaboratif yang bersifat antarwilayah dan multipihak dapat dijadikan model objek kajian di tingkat lokasi untuk menentukan suatu pola. untuk perluasan kawasan konservasi di wilayahnya.
Perlindungan kawasan ekosistem Posisi dan hubungan aktor dalam memprakarsai perluasan lokasi konservasi. (Yopie Christian, Adi Widyanto, Andriansyah, &. Desmiwati).
KRITERIA DAN INDIKATOR TINGKAT KESIAGAAN DESA DALAM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
- METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian
- Metode Penelitian
- HASIL DAN PEMBAHASAN
- Rancangan Struktur Kriteria Indikator Penelaahan terhadap kriteria dan indikator
- Penetapan Kriteria dan Indikator
- Klasifikasi Tingkat Kesiagaan Desa Instrumen KI DSA yang telah teruji
Desa-desa tersebut menjadi sasaran pemadaman kebakaran di tingkat lokasi, namun sejauh ini belum tersedia alat yang dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesiapan desa dalam menangani kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya. Penelitian tahap pertama berupa penyiapan instrumen yang terdiri dari kriteria dan indikator tingkat kesiapan desa dalam pengendalian karhutla dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan. Kriteria dan indikator tingkat kesiapsiagaan desa. (Kushartati Budiningsih, Irfan Malik Setiabudi, Elvida Yosefi Suryandari, Deden Djaenudin, & Mohamad Iqbal).
Pengembangan kriteria dan indikator tingkat kesiapsiagaan desa dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang disebut Kriteria Indikator Desa Siaga Kebakaran (KI DSA) menggunakan model penelitian dan pengembangan yang diadopsi dari model Borg & Gall... 1) persiapan, 2) validasi ahli dan pengujian praktisi, 3) pengujian unit, 4) penyempurnaan unit, dan 5) pengujian unit (Setyosari, 2015). Hingga saat ini, belum tersedia instrumen berupa kriteria dan indikator untuk menilai tingkat kesiapan desa dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Indeks kesiapan desa kemudian menjadi ukuran dalam menentukan klasifikasi desa yang mencerminkan tingkat kesiapan desa dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.
Kriteria dan indikator tingkat kesiapsiagaan desa. (Kushartati Budiningsih, Irfan Malik Setiabudi, Elvida Yosefi Suryandari, Deden Djaenudin, & Mohamad Iqbal). Secara keseluruhan akan digunakan untuk menghitung nilai tingkat kesiapsiagaan desa dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Klasifikasi tingkat kesiapsiagaan desa Instrumen KI DSA yang diuji Instrumen KI DSA yang diuji selanjutnya digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat kesiapsiagaan desa dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan. Desa Tarung Manuah, Kalimantan Tengah, mempunyai tingkat kebijakan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang paling tinggi (3,57) dibandingkan desa sasaran lainnya.
Berdasarkan nilai indeks tertimbang (Tabel 3), ditentukan klasifikasi tingkat kesiapan suatu desa dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Alat KI-DSA tidak hanya digunakan untuk menilai tingkat kesiapan suatu desa dalam menangani kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya. Selain itu, kriteria 4 juga cukup dominan dan keberadaannya menjadi syarat mutlak bagi kesiapan desa dalam pengendalian karhutla.
Hal ini dikarenakan kriteria dan indikator yang digunakan mengandung aspek yang dinamis, sehingga tingkat kesiapan desa dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan dapat berubah seiring berjalannya waktu dan adanya intervensi pihak-pihak terkait di desa.
RESPON PENGELOLA HUTAN KOTA TARAKAN TERHADAP KELESTARIAN LINGKUNGAN
- PENDAHULUAN A. Latar Belakang
- Tujuan Penelitian
- METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian
- Kebijakan Pendukung Hutan Kota Tarakan
- Distribusi Penutup Lahan dan Luasan Hutan Kota Tarakan
- Tekanan (Pressure) pada Kawasan Hutan Kota Tarakan
- Keadaan/Kondisi (State) pada Kawasan Hutan Kota Tarakan
- Respon/Upaya Pengelolaan (Response) pada Kawasan Hutan Kota Tarakan
- Pola Pengelolaan Hutan Kota Berkelanjutan
Kondisi ini memerlukan respon dari para pihak khususnya masyarakat yang berada di kawasan hutan kota Tarakan. Tekanan terhadap hutan kota Tarakan adalah berbagai aktivitas yang dilakukan akibat adanya persepsi. Masyarakat pengguna (pemegang hak) di kawasan hutan Kota Tarakan menguasai lahan seluas 34,91 ha.
Masyarakat pengguna (pemegang hak) pada kawasan hutan kota pada umumnya tidak pernah terlibat atau berpartisipasi dalam pengelolaan hutan kota Tarakan. Persepsi pengguna lahan yang tinggal di kawasan Hutan Kota Tarakan secara umum rendah. Akibatnya lahan di kawasan tersebut dikuasai dan masyarakat pengguna tidak ikut serta dalam pengelolaan Hutan Kota Tarakan.
PERAMALAN KUNJUNGAN WISATAWAN DAN DAYA DUKUNG BEE JAY BAKAU RESORT PROBOLINGGO
- METODE PENELITIAN
- Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
- Winter
- Peramalan Kunjungan Wisatawan Ekowisata BJBR
- Peramalan Kunjungan Wisatawan Menggunakan ARIMA
- Peramalan Kunjungan Wisatawan Menggunakan Winter
- Daya Dukung Kawasan Ekowisata BJBR
- KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Prakiraan Kunjungan Wisatawan dan Daya Dukung..(Mochammad Fattah, Tiwi Nurjannati Utami, & Dwi Sofiati). bahwa kelebihan model ARIMA adalah: a) didasarkan pada teori probabilitas klasik dan matematika statistik, b) fleksibel untuk berbagai jenis data deret periodik. Oleh karena itu perlu adanya prakiraan kunjungan wisatawan ke BJBR untuk menjaga daya dukung kawasan BJBR. Tujuan penelitian adalah menganalisis prakiraan kunjungan wisatawan ke BJBR dan menganalisis daya dukung kawasan BJBR.
Persentase kenaikan kunjungan wisatawan terbesar tercatat pada periode Mei-Juni yaitu sebesar 339%, sedangkan persentase penurunan kunjungan wisatawan tertinggi tercatat pada periode April-Mei sebesar 65%. Petrevska (2012) menjelaskan bahwa perubahan jumlah kunjungan wisatawan dapat menyebabkan krisis keuangan, konflik dan epidemi. Hasil data diferensial jumlah kunjungan wisatawan pada Gambar 3 menunjukkan bahwa datanya berfluktuasi atau tidak membentuk tren, sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner.
Nilai orde pada I(d) merupakan hasil proses diferensiasi. 1,1,1) untuk memprediksi jumlah kunjungan wisatawan pada Tabel 3 memberikan nilai yang signifikan karena p-value < α-value (0,05). Dibandingkan dengan rata-rata jumlah kunjungan per bulan pada periode September 2018-Agustus 2019 yaitu sebanyak 12.744 pengunjung, nilai tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah kunjungan ke BJBR sebanyak 3.788 pengunjung (29,7%). Jumlah rata-rata kunjungan per bulan September 2018-Agustus 2019 adalah 12.744, dan rata-rata per hari ada 425 wisatawan.
Peramalan kunjungan wisatawan ekowisata BJBR dengan metode musim dingin menghasilkan nilai rata-rata sebesar 14.866 wisatawan per bulan atau rata-rata sebesar 496 wisatawan per hari, sedangkan nilai DDK sebesar 1.110 wisatawan per hari. Hasil kunjungan dan prakiraan nyata menunjukkan kunjungan wisatawan BJBR belum melebihi daya dukung kawasan. Pengelola BJBR sebaiknya mempertimbangkan strategi peningkatan kunjungan wisatawan dengan mempertimbangkan daya dukung kawasan melalui penguatan promosi.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan dan daya dukung kawasan BJBR.
JUDUL (Times New Roman, all caps, 14 pt, bold, centered)
PENDAHULUAN (12 pt, bold)
Pernyataan objektif, memuat pernyataan secara jelas dan ringkas mengenai hasil yang ingin dicapai dari rangkaian kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Hasil yang dicapai dijelaskan kaitannya dengan kegiatan yang dilakukan (khusus untuk kegiatan penelitian selanjutnya). Metode penelitian yang digunakan harus ditulis sesuai dengan metode ilmiah yaitu rasional, empiris dan sistematis.
Judul, deskripsi tabel dan gambar disediakan dengan terjemahan bahasa Inggris dalam huruf miring; atau sebaliknya. Penurunan persamaan matematika tidak boleh ditulis secara rinci, hanya bagian terpenting saja, metode yang digunakan dan hasil akhirnya. Kesimpulan bukan merupakan parafrase pembahasan dan bukan merupakan rangkuman, melainkan rangkuman singkat dalam bentuk kalimat lengkap (bukan dalam bentuk pointer).
Penurunan persamaan matematika tidak perlu ditulis secara detail, cukup ditulis bagian terpenting saja, metode yang digunakan, dan hasil akhirnya. spasi tunggal kosong 11 pt). Sumber rujukan primer dapat berupa: tulisan dalam karya ilmiah pada jurnal internasional dan nasional terakreditasi, hasil penelitian dalam bentuk disertasi, tesis atau tesis. Semua karya yang dikutip secara tertulis dalam sebuah karya tulis harus dicantumkan dalam daftar pustaka (dan sebaliknya).
Mengutip sumber pada judul buku atau laporan yang dicetak miring, misalnya: ... berdasarkan statistik daerah Kabupaten Pesawaran tahun 2013. Redaksi Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan menerima naskah ilmiah berupa hasil penelitian di bidang kehutanan. Kebijakan Kehutanan dan Lingkungan. Naskah juga diharapkan dapat dikutip oleh Journal of Forestry Social and Economic Research dan/atau Journal of Forestry Policy Analysis.
Naskah ilmiah yang dimuat dalam Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan belum tentu mencerminkan pandangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI).
JURNAL
ANALISIS KEBIJAKAN KEHUTANAN