• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar - SIMAKIP

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar - SIMAKIP"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

Penelitian Ari Indriani dan Dwi Erna Novianti memberikan gambaran literasi matematika siswa sekolah dasar Indonesia. Menurut De Lenge yang dikutip dalam Nurkamilah et al (2018), literasi matematika mencakup tiga kategori struktural fenomena yang meliputi literasi spasial, numerasi dan literasi kuantitatif. Terkait kemampuan literasi matematika tingkat 3 (soal nomor 3 dan soal nomor 4) ditemukan bahwa siswa lebih banyak menjawab soal nomor 4 dengan benar karena siswa mampu melaksanakan prosedur mengerjakan soal dengan baik dan menyelesaikan soal. masalah.

Literasi matematika siswa SD N 3 Kunduran tergolong baik karena siswa dapat memecahkan masalah dengan menggali informasi dalam soal dan menerapkan strategi sederhana. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Halim (2016) dimana matematika merupakan dasar dari perkembangan iptek dan masyarakat dengan segala keunikan kecerdasan individunya (multiple intelligences) harus memiliki kemampuan literasi matematika yang memadai. Hal ini sesuai dengan penelitian Syawahid dan Susilahudin (2017) yang mengatakan bahwa literasi matematika juga merupakan komponen penting untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika dengan memperhatikan gaya belajar siswa.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas V SD Negeri 3 Kunduran memiliki kemampuan literasi matematika yang baik.

Tabel 2. Hasil Pembahasan Soal
Tabel 2. Hasil Pembahasan Soal

The Effect of Contextual-Based Thematic Teaching Materials towards Student Learning Activity

Ari Metalin Ika Puspita 1,

Pengaruh Bahan Ajar Tematik Berbasis Kontekstual terhadap Aktivitas Belajar Siswa

JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

Salah satunya adalah bahan ajar yang dikaitkan dengan lingkungan belajar siswa atau disebut berbasis kontekstual. Keterkaitan bahan ajar tematik dengan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam menggunakan bahan ajar tematik berbasis kontekstual, peneliti melihat aktivitas siswa selama menggunakan bahan ajar.

Pengulangan nilai aktivitas belajar siswa saat menggunakan bahan ajar pada saat uji lapangan di SDN I Campurdarat disajikan pada Tabel 2 di bawah ini. Hasil pengolahan data dalam penelitian ini berdasarkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran ketika menggunakan bahan ajar tematik berbasis kontekstual. Tentang nilai keaktifan siswa ketika menggunakan bahan ajar berbasis kontekstual, jika ada dua contoh yang saling lepas.

Berdasarkan Tabel 3, hasil uji normalitas dengan menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data aktivitas belajar siswa sebelum menggunakan bahan ajar tematik berbasis kontekstual tidak berdistribusi normal karena nilai signifikansinya di bawah lt; 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kegiatan pembelajaran sebelum dan sesudah penggunaan bahan ajar tematik berbasis kontekstual. Bahan ajar tematik berbasis konteks merupakan bahan ajar yang memuat materi pembelajaran yang saling terintegrasi satu sama lain.

Pengaruh bahan ajar tematik berbasis konteks jika dikaitkan dengan aktivitas belajar siswa adalah bahan ajar tersebut mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan ajar ini sangat cocok digunakan dalam proses pembelajaran untuk menunjang aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Materi pembelajaran tematik berbasis kontekstual ini sebaiknya dijadikan sebagai materi pendukung dalam proses pembelajaran agar mahasiswa memiliki acuan yang berbeda dalam memahami materi pembelajaran yang disajikan.

Tabel 1. Nilai Aktivitas Siswa SDN I Campurdarat
Tabel 1. Nilai Aktivitas Siswa SDN I Campurdarat

The Influence of Brain Based Learning Model to Mathematical Creative Thinking Skills of Student

Pengaruh Model Brain Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

Belajar matematika tidak hanya sekedar menghafal atau menerapkan rumus-rumus matematika yang sudah dikenal, tetapi membutuhkan kemampuan berpikir kreatif untuk memecahkan masalah dalam kehidupan. Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: mengetahui ada atau tidaknya “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Otak terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Pada Pembelajaran Matematika Kelas V SD” atau tidak. Dari Gambar 2 di atas terlihat bahwa sebagian besar siswa mencapai skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara 2 1 - 2 8 sebanyak 20 siswa skor.

Kedua grafik di atas dapat menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol masih tergolong rendah dibandingkan kelas eksperimen. Dari data penelitian diketahui bahwa skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis otak adalah 29,43 dengan standar deviasi 2,28. Sedangkan skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa yang tidak menggunakan model pembelajaran berbasis otak adalah 26,46 dengan standar deviasi 3,03.

Penelitian ini membuktikan bahwa ada pengaruh antara penggunaan model pembelajaran berbasis otak terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa kelas V SDN Pekayon 15 Jakarta. Berbeda dengan siswa yang tidak menggunakan model Brain Based Learning, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa lebih rendah, dan dalam proses pembelajaran siswa terlihat kurang bersemangat karena siswa hanya menjadi pendengar dan tidak dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran, sehingga kemampuan untuk membangun konsep dan pemahaman siswa sulit. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat ketika siswa mampu menyelesaikan soal yang diajukan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Brain Based Learning dapat memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis otak terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika. Diharapkan guru lebih menyadari pentingnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, sehingga meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika di kelas.

Gambar 2. Grafik Histogram dan Poligon Berpikir Kreatif Kelas Kontrol
Gambar 2. Grafik Histogram dan Poligon Berpikir Kreatif Kelas Kontrol

Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics

The difference between students' mathematical concept to understand ability using realistic mathematical education and problem solving. This study aimed to know the difference between students' mathematical concept understanding ability between the application of Realistic Mathematical Education and Problem Solving Approaches. One group was 1st experiment group which used realistic mathematical education approach and the other one was 2nd experiment group which used problem solving approach.

This study concluded that there was a difference in students' ability to understand math concepts between realistic math education and problem-solving approaches.

Education dan Pendekatan Problem Solving

Untuk itu diperlukan pendekatan yang tepat untuk membantu guru dalam meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan penerapan pendidikan matematika riil dan pemecahan masalah terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa di SDN Gedong 01 Jakarta Timur. Data penelitian merupakan data pemahaman konsep matematika siswa berupa data kuantitatif yang dikumpulkan melalui teknik tes.

Indikator pemahaman konsep matematika siswa dalam penelitian ini diadaptasi dari Klipatrick dan Findell dalam Chairani (2012), yaitu: (1) Menekankan kembali konsep; (2) Penyajian situasi matematis dengan berbagai cara pemecahan dan pengenalan perbedaan; (3) Berikan contoh dan bukan contoh konsep; (4) Kemampuan menghubungkan berbagai konsep (matematika internal dan eksternal); dan (5) Mengembangkan konsep yang telah dipelajari. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematika siswa adalah tes tertulis berbentuk essay. Hasil analisis setiap butir soal tes kemampuan memahami konsep matematika menyatakan bahwa instrumen tes valid, reliabilitas sangat baik, tingkat kesukaran (TK) mudah, sedang dan sukar, dan daya pembeda. tenaga listrik ( DP) cukup dan baik.

Data pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) dan pembelajaran dengan pendekatan Problem Solving sebelum pembelajaran dilaksanakan harus dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Secara visual persentase skor rata-rata pemahaman konsep matematika siswa berdasarkan indikator pemahaman konsep pada kedua kelompok disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan diagram persentase di atas, rata-rata persentase indikator ketercapaian adalah pemahaman konsep matematika siswa. diberikan pembelajaran melalui pendekatan RME (Realistic Mathematics) lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajarkan melalui pendekatan problem solving.

Rata-rata kinerja indikator pemahaman konsep matematika siswa yang dibelajarkan melalui pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) sebesar 81,23%, sedangkan rata-rata kinerja indikator pemahaman konsep matematika siswa yang mendapat Pembelajaran Pemecahan Masalah sebesar 65,6%. Siswa di kelas yang pembelajarannya menggunakan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) memiliki pemahaman konsep matematika yang lebih tinggi daripada siswa yang belajar melalui pendekatan pemecahan masalah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa cukup baik, namun masih lebih rendah dibandingkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME.

Tabel 1. Desain Penelitian
Tabel 1. Desain Penelitian

Prima Mutia Sari ,  , Zulfadewina

Profil Penguasaan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Saat ini belum ada data yang menunjukkan tingkat pemahaman dan penguasaan keterampilan proses ilmiah calon guru sekolah dasar. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang dapat mengungkap profil penguasaan keterampilan proses ilmiah pada siswa calon guru sekolah dasar. Data-data tersebut penting sebagai tolak ukur sejauh mana calon guru SD telah menguasai keterampilan proses ilmiah.

Teknik pengumpulan data menggunakan tes tertulis, lembar observasi KPS, dan catatan lapangan. Selain itu, hasil perhitungan persentase penguasaan KPS mahasiswa PGSD untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada diagram di bawah ini. Kegiatan KPS siswa diambil dari lembar observasi siswa selama proses pembelajaran dan ujian praktek.

Selanjutnya berdasarkan analisis penguasaan masing-masing indikator keterampilan proses sains pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa indikator yang paling tinggi adalah penggunaan alat dan bahan. Kemampuan tersebut ditangkap dengan menggunakan tes keterampilan proses sains berupa pilihan ganda dan lembar observasi. Kemampuan menggunakan alat dan bahan dirangkum menggunakan tes keterampilan proses sains dan lembar observasi.

Kemampuan tersebut ditangkap dengan menggunakan tes keterampilan proses sains dan diperoleh hasil bahwa 38,4% siswa menguasai keterampilan menerapkan konsep atau prinsip. Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa profil penguasaan KPS mahasiswa LSM masih rendah. Penguasaan KPS tertinggi pada indikator penggunaan alat dan bahan dan terendah pada indikator komunikasi.

Tabel 1. Nilai minimum, Nilai Maksimum dan Rata-rata Penguasaan KPS
Tabel 1. Nilai minimum, Nilai Maksimum dan Rata-rata Penguasaan KPS

Kesalahan Siswa Menyelesaikan Permasalahan Higher Order Thinking pada Topik Segiempat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal HOTS (Higher Order Thinking Skills) pada mata pelajaran segi empat. Pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivisme adalah proses aktif dimana siswa membangun pengetahuan baru tentang matematika berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya. Pada materi bangun ruang empat terdapat sub pokok bahasan yaitu persegi, persegi panjang, belah ketupat, jajaran genjang, layang-layang, dan trapesium.

Namun berdasarkan pengalaman peneliti yang mengajar di SMP, peneliti menemukan bahwa kemampuan berpikir tinggi siswa belum terlihat dan seperti yang peneliti temukan, sekitar 60% siswa kelas VII. kelas tidak lulus ulangan harian pada topik segi empat. Sebagai upaya untuk memperbaiki dan memantau hasil tersebut, penting bagi peneliti untuk mencoba mendeskripsikan kesalahan siswa pada pokok bahasan segiempat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kesalahan apa saja yang dihadapi siswa SMP dalam menyelesaikan soal-soal keterampilan berpikir tingkat tinggi pada topik segiempat.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal keterampilan berpikir tingkat tinggi pada topik bangun datar segiempat di sekolah menengah. Siswa sebagai subjek penelitian dipilih berdasarkan hasil tes yaitu siswa yang lebih banyak melakukan kesalahan dan bervariasi dalam tema segiempat (lihat Tabel 1). Pada gambar 1 terlihat bahwa SP1 menjawab soal pertama yang dimulai dengan mencari keliling persegi panjang.

SP2 memecahkan masalah pertama dengan terlebih dahulu menghitung luas persegi panjang dan langsung mengurangkannya dari satuan lain yang diketahui. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal HOT menyebabkan rendahnya kemampuan literasi untuk soal cerita atau soal berbasis konteks. Umumnya, pembelajaran keliling dan ekstensif disajikan secara bersamaan, yang menyebabkan kebingungan di kalangan siswa.

Tabel 1. Hasil tes  Nom
Tabel 1. Hasil tes Nom

Gambar

Tabel 2. Hasil Pembahasan Soal
Gambar 1. Bentuk Jawaban Soal Nomor 1 (Level 4)
Gambar 2. Jawaban Soal Nomor 2 (Level 4)
Gambar 3. Jawaban Soal Nomor 3 (Level 3)
+7

Referensi

Dokumen terkait