• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal - Magister Hukum Udayana - OJS Unud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Jurnal - Magister Hukum Udayana - OJS Unud"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN PEMERINTAH DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PELARANGAN UPACARA KEMATIAN

DI SETRA BANJAR YANGAPI

Oleh :

Ni Made Ariswandani1 Abstrak

The dispute of death ceremony disallowance in Setra Banjar Yangapi is a dispute arising from the imposition of Kasepekang customary sanction against villagers who are considered to have committed adat violations. The dispute arose from the commencement of process of expansion of Dalem Yangapi Pakraman Village.

The aim of this research is to find out the effect caused by the implementation of one of Balinese customary sanction and its relevance to national law and local government efforts in resolving the dispute by maintaining the tranquility of the village members. At mediation level on dispute settlement pursuant to the Regional Regulation of Bali Province No. 6 of 1986 on the Standing, Functions and Roles of Indigenous Villages as a Unity of Customary Law Community in the Level I Territory of Bali Province, it is not clearly stipulated in this regulation, it only states that the Governor assisted by MPLA dan BPPLA will become a mediator and then replaced by the Regional Regulation of Bali Province No. 3 of 2001 on Pakraman Village and MDP reserves the right as mediator, but in reality the local government and its staff are mediators in the settlement of adat disputes. The results of this research indicate that the dispute settlement process was initially conducted through mediation proceedings, but because mediation did not succeed, one party chose to perform the death ceremony by cremation while maintaining and without reducing the meaning of ceremony performed by the village members.

Keywords : The role government, Death ceremony disallowance.

Abstrak

Sengketa pelarangan upacara kematan d Setra Banjar Yangap merupakan sengketa yang tmbul sebaga akbat dterapkannya sanks adat kasepekang terhadap warga desa yang danggap melakukan pelanggaran adat. Sengketa tersebut muncul sejak dmulanya proses pemekaran Desa Pakraman Dalem Yangap. Tujuan peneltan n adalah untuk mengetahu akbat yang dtmbulkan penerapan salah satu sanks adat Bal serta relevans nya terhadap hukum nasonal dan upaya-upaya pemerntah daerah dalam menyelesakan sengketa adat dengan berusaha tetap menjaga ketentraman warga desa. Pada tngkat medas penyelesaan sengketa berdasarkan Peraturan Daerah Propns Bal Nomor 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungs dan Peranan Desa Adat sebaga Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Propns Daerah Tngkat I Bal pada peraturan n tdak dsebutkan secara jelas hanya menyebutkan Gubernur dbantu oleh

1 Lawyer kantor Bal Tr Semaya, Denpasar, Bal, e-mal : [email protected]

(2)

MPLA dan BPPLA yang menjad medator kemudan dgant dengan Peraturan Daerah Propns Bal Nomor 3 Tahun 2001 tentang desa pakraman dan MDP yang memlk hak sebaga medator, tetap pada kenyataannya pemerntah daerah beserta jajarannya yang menjad medator dalam penyelesaan sengketa adat. Hasl peneltan n menunjukkan bahwa proses penyelesaan sengketa pada awalnya dlakukan melalu proses medas, tetap karena medas tdak berhasl maka salah satu phak memlh untuk melakukan upacara kematan dengan melalu kremas dengan tetap tdak mengurang makna suatu upacara yang dlaksanakan oleh warga desa.

Kata kunc: peranan pemerintah, pelarangan upacara kematian.

I. PENDAHULUAN

Bal merupakan salah satu tempat tujuan utama para wsatawan bak nternasonal maupun lokal. Bal dkenal tdak hanya dar kendahan alamnya tetap dar kesenan dan kebudayaannya. Salah satu kebudayaan Bal yang unk adalah upacara kematan yang lebh dkenal dengan sebutan ngaben. Masyarakat umum mengenal ngaben merupakan upacara pembakaran mayat d mana pelaksanaannya melbatkan seluruh masyarakat desa. Ngaben adalah sebutan lan Palebon yang memlk art menjadkan prathiwi (abu) untuk menjadkan tanah. Terdapat dua cara palebon yatu dengan cara membakar dan dengan cara menanam ke dalam tanah.2

Pada beberapa tahun belakangan n terjad beberapa sengketa adat pelarangan upacara kematan d setra (kuburan) mlk desa pakraman yang ada d Bal. Pada umumnya sengketa pelarangan upacara kematan

2 I Nyoman Snggn Wkarman, 2002, Ngaben upacara dari tingkat sederhana sampai utama, Paramta, Surabaya. hlm.

16.

tersebut merupakan sengketa yang tmbul akbat djatuhkannya sanks kasepekang kepada warga desa yang melakukan pelanggaran atau warga yang danggap menentang desa adat.

Penjatuhan sanks-sanks adat d Bal datur pada bagan Pamidanda d dalam awig-awig yang merupakan salah satu perwujudan hukum adat Bal.3 Peraturan Daerah No 3 Tahun 2001 pasal 1 angka 11 menyebutkan Awig-awig merupakan aturan yang dbuat oleh krama desa pakraman sebaga pedoman dalam pelaksanaan Tri Hita Karana sesua dengan Desa Mawacara dan Dharma agama d Desa Pakraman/Banjar Pakraman masng- masng.4 Adapun tujuan darpada djatuhkannya saks kepada warga desa adalah untuk mengembalkan kesembangan ketga hubungan yang d sebut Tri Hita Karana yatu hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama dan hubungan

3 I Ketut Sudantra, Wayan P. Wnda dan Putu Dyatmkawat, 2011, Penuntun Penyuratan Awig-Awig, Udayana Unversty Press, Denpasar. hlm. 7.

4 I Wayan Surpha, 2006, Seputar Desa Pakraman dan Adat Bali, Pustaka Bal Post, Denpasar, hlm. 260

(3)

dengan lngkungan. Konsep sanks kasepekang tdak djelaskan secara rnc dalam awig-awig, melankan hanya dsebutkan sebaga salah satu sanks adat yang dapat dterapkan pada desa pakraman. Menurut Kot Cantka, phak yang djatuh sanks kasepekang adalah mereka yang tdak dladen pelaksanaan kegatan suka dan duka dengan tdak dberkan nformas, tdak mendapat suara kentongan dan tdak dznkan kut dalam pelaksanaan persembahyangan yang dlaksanakan oleh desa adat serta tdak dberkan bantuan gotongan dalam penguburan.

Walaupun demkan warga yang mendapatkan sanks tetap berhak

Penjelasan d atas menegaskan bahwa walaupun seorang warga desa telah djatuhkan sanks kasepekang namun sesungguhnya mash memlk hak untuk menggunakan fasltas yang ada d desa pakraman sepert kuburan dan pura. Jad pelarangan upacara kematan d setra tdak ada pengaturannya dalam awig-awig desa pakraman.

Dalam hal warga desa danggap melakukan pelanggaran, maka melalu paruman desa sanks adat akan djatuhkan kepada warga yang melakukan pelanggaran. Adapun jumlah kasus pelarangan penguburan d Bal Tahun 2001-2013 dapat dlhat d bawah n:

Eksstens Sanks Adat Kasepekang Dalam Awig-Awig Dalam Katan Dengan Penjatuhan Sanks Adat Kasepekang d Desa Pakraman, Kerta Patrika Jurnal Ilmah Fakultas Hukum Unverstas Udayana, Vol. 34 No 1 Eds Januar 2010, hlm. 52.

No Kabupaten Latar belakang Sengketa Adat Jumlah

1 Tabanan a. Tanah Setra Desa Pakraman Cekik dengan Desa Pakraman Gablogan

Kecamatan Selemadeg 1

b.Pemekaran Desa Pakraman Dalem Yangapi Kecamatan Kediri 4 c.Pemekaran Banjar Pangkung Karung dari Pakraman Bedha Kecamatan

Kerambitan 1

2 Jembrana - -

3 Kota Denpasar - -

4 Bangli - -

5 Karangasem - -

6 Buleleng - -

7 Klungkung Perebutan pura dalem, setra dan pura prajepati Desa Kemoning dengan Desa

Budaga Kecamatan Semarapura 1

8 Badung - -

9 Gianyar a. Perebutan Pura Khayangan Tiga Desa Pakraman Getas Kawan dengan desa Pakraman Dharmasanmata Kecamatan Blahbatuh

1

b. Sengketa tanah laba pura Banjar Pakudui Kangin dengan Banjar Pakudui

Kawan Desa Kedisan Kecamatan Tegallalang 1

c. Tidak melakukan kewajiban sebagai warga desa Desa Pejeng Kecamatan

Tampaksiring 1

d. Tidakmelaksanakan kewajiban sebagai warga desa Desa Bukian Kecamatan

Payangan 1

untuk melaksanakan persembahyangan d pura serta melakukan upacara penguburan d kuburan (setra) mlk desa, tetap tanpa adanya bantuan dar warga desa adat yang lan.5

5 Anak Agung Istr Ar Atu Dew, 2010,

Sengketa Adat Upacara Kematian Desa Pakraman di Bali Tahun 2001-2013

Sumber : Majels Madya Kabupaten Tabanan, Majels Madya Kabupaten Jembrana, Majels Madya Kabupaten Kabupaten Kota Denpasar, Majels Madya Kabupaten Bangl, Majels Madya Karangasem, Majels Madya Buleleng, Majels Madya Klungkung, Majels Madya Ganyar dan Majels Madya Badung pada tanggal 23 November 2016.

(4)

Berdasarkan tabel d atas dapat djelaskan bahwa jumlah terbanyak sengketa upacara kematan terjad d wlayah Kabupaten Tabanan yatu terdapat 6 sengketa sedangkan Kabupaten Ganyar menjad urutan yang kedua yatu terdapat 4 sengketa dan Kabupaten Klungkung hanya terdapat 1 sengketa saja. Jka dlhat dar latar belakang sengketa maka pemekaran Desa Pakraman Dalem Yangap yang palng banyak menmbulkan sengketa pelarangan upacara kematan yatu terdapat 4 sengketa, sedangkan sengketa adat yang lannya hanya menmbulkan satu sengketa saja. Fakta tersebut yang menjad alasan bahwa penyelesaan sengketa pelarangan upacara kematan tersebut menjad menark untuk dkaj.

Penjelasan latar belakang tersebut d atas dapat dbuat suatu rumusan masalah yatu

1. Apakah pelarangan upacara kematan d setra mlk desa pakraman bertentangan dengan ketentuan hukum nasonal?

2. Bagamanakah upaya-upaya pemerntah dalam penyelesaan sengketa pelarangan upacara kematan tersebut?

Beberapa peneltan hukum terkat dengan penyelesaan sengketa adat yang berupa jurnal telah dlakukan beberapa phak. Pertama, peneltan yang dlaksanakan oleh I Nyoman Ad Susla, I Ketut Wrta Gradh dan A.A.

Gde Oka Parwata. (2013) berjudul

“Penyelesaan Sengketa Adat d Bal Stud Kasus Sengketa Tanah Setra Antara Desa Pakraman Cekk Dengan Desa Pakraman Gablogan Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan”.

Peneltan n mengkaj tentang penyelesaan sengketa adat tanah setra. Perbedaannya dengan peneltan penuls adalah peneltan I Nyoman Ad Susla, I Ketut Wrta Gradh dan A.A. Gde Oka Parwata menelt tentang penyelesaan sengketa tanah setra yang dselesakan melalu medas dan faktor-faktor yang mempengaruh penyelesaan sengketa adat tersebut.

Peneltan penuls adalah tentang penyelesaan sengketa adat pelarangan upacara kematan d setra. Kedua, Peneltan dlakukan oleh I Made Dedy Pryanto dan kawan-kawan (2012)7 yang berjudul “Penyelesaan Sengketa Perebutan Tanah Kuburan (Setra) Desa Pakraman Padang Samban dan Desa Pakraman Kerobokan”. Peneltan n mengkaj tentang status tanah kuburan (setra) serta metode penyelesaan

6 I Nyoman Ad Susla, I Ketut Wrta Gradh dan A.A. Gde Oka Parwata, 2013, “ Penyelesaan Sengketa Adat d Bal Stud Kasus Sengketa Tanah Setra Antara Desa Pakraman Cekk Dengan Desa Pakraman Gablogan Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan”, avalable URL:

ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/

article/download/5293/4050.

7 I Made Dedy Pryanto dkk, 2013, “Peny- elesaan Sengketa Perebutan Tanah Kuburan (Setra) Desa Pakraman Padang Samban dan Desa Pakraman Kerobokan”, avalable URL : erepo. unud.ac.d/…/ID1_19840411200812 100320091311949 artkel-format-deal-penye lesaan-sengketa-perebutan-tanah-kuburan- Mcrosoft Word.

(5)

sengketa perebutan tanah kuburan.

Peneltan yang dlakukan oleh Dedy Pryanto, dkk n sama sekal tdak menynggung penyelesaan sengketa pelarangan upacara kematan.

Secara umum tujuan peneltan n adalah untuk menelt penyelesaan sengketa pelarangan upacara kematan dalam proses pemekaran Desa Pakraman Dalem Yangap, sedangkan tujuan khususnya adalah pertama, untuk mengetahu apakah pelarangan upacara kematan n sesua atau tdak dengan ketentuan hukum nasonal, kedua, untuk mengetahu upaya- upaya pemerntah dalam penyelesaan sengketa pelarangan upacara kematan.

II. METODE PENELITIAN Peneltan n merupakan peneltan hukum emprs (nondoctrinal research)8 yang oleh Soerjono Soekanto9 dsebut peneltan hukum sosologs. Peneltan n bersfat deskrptf analts karena menggambarkan dan mengkaj secara krts fakta-fakta hukum terkat dengan penyelesaan sengketa pelarangan upacara kematan dalam proses pemekaran Desa Pakraman Dalem Yangap.

Data yang dgunakan dalam peneltan n adalah data prmer dan data sekunder. Data prmer dperoleh

8 E. Jones,1962,Cureent Trends In Legal Research, Expert, Journal of Legal Education, hlm. 37

9 Bambang Sunggono, 2010, Metodologi Penelitian Hukum, Rajagrafndo Persada, Jakarta. hlm 42

dar peneltan lapangan sedangkan data sekunder dperoleh dar peneltan kepustakaan. Teknk pengumpulan data yang dgunakan dalam peneltan n adalah teknk stud dokumen untuk mengumpulkan data sekunder sedangkan untuk pengumpulan data prmer dlakukan dengan teknk wawancara.

Lokas peneltan adalah Banjar Yangap Desa Adat Klac Kaja. Adapun alasan dalam menentukan tempat peneltan n adalah pertama, sengketa pelarangan upacara kematan n sebaga akbat dar proses pemekaran Desa Pakraman Dalem Yangap yang sebelumnya merupakan bagan dar Desa Adat Klac Kaja. Kedua, sengketa pelarangan upacara kematan terjad lebh dar sekal selama proses pemekaran desa tersebut. Pengolahan serta analss data prmer dan data sekunder menggunakan metode kualtatf.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi Masalah

Para phak yang bersengketa terdr dar dua kelompok yatu kelompok besar dan kelompok kecl.

Kelompok besar terdr dar 72 kepala keluarga yang berasal dar warga Banjar Tapesan dan sebagan besar warga Banjar Yangap sedangkan kelompok kecl terdr dar 27 kepala keluarga yang berasal dar sebagan kecl warga Banjar Yangap.

Jka dlhat dar letak wlayah maka dapat djelaskan bahwa Desa

(6)

Pakraman Dalem Yangap sebelum memsahkan dr merupakan bagan dar wlayah Banjar Adat Yangap, dmana Banjar Adat Yangap termasuk wlayah adat dar Desa Adat Klac Kaja.

Penjelasan d atas dapat dgambarkan sepert bagan d bawah n.

Sengketa berawal dar pembuatan awig-awig dan ketka menynggung masalah status tanah laba Pura Dalem terdapat beda pendapat. Terjadnya perbedaan pendapat antara para phak menyebabkan kelompok besar bertndak sebaga berkut

- membuat laporan yang dtujukan kepada Lurah Abantuwung bahwa tanah laba tersebut mlk Desa Tri Kahyangan

- rapat yang dlaksanakan dengan cara votng suara dengan

menandatanag surat perjanjan untuk mendukung adat serta mendatang rumah warga untuk dmntakan persetujuan dengan dserta ancaman.

- tanah laba pura djadkan hutan lndung. Hasl dar hutan tersebut

DESA ADAT KLACI KAJA

BANJAR ADAT

TAPESAN A = 130KK

BANJAR ADAT

YANGAPI B = 72 KK

BANJAR ADAT YANGAPI

KELOD C = 45 KK

BANJAR ADAT YANGAPI KAJA DIUBAH BANJAR

DALEM YANGAPI D = 27 KK

KELOMPOK BESAR KELOMPOK KECIL

Sumber Data : Hasl wawancara dengan I Ketut Sorog tanggal 20 Januar 2016, Data dolah penuls Ket : Kelompok Kecl mekar menjad Desa Pakraman Dalem Yangap

Banjar Adat di Lingkungan Desa Adat Klaci Kaja

akan djadkan baya bla terdapat upacara adat d pura dalem oleh kelompok kecl.

Tndakan-tndakan tersebut d atas tdak dsetuju oleh kelompok kecl.

Kasus lan yang muncul berupa upacara pengangkatan pemangku d prajapati, padahal d pura prajapati sudah ada pemangku. Hal n tdak dsetuju oleh kelompok kecl dtunjukkan dengan menghalang-halang kelompok besar dalam melaksanakan upacara tersebut.

Kasus lan adalah tndakan-tndakan

(7)

yang dterma oleh kelompok kecl selama pelaksanaan paruman berupa perlakuan tdak pantas sepert mengusr dar paruman, tdak memberkan menyatakan pendapat, suryak siu (bersorak berama-rama) beserta ancaman. Selanjutnya kelompok kecl djatuh saks kasepekang yatu d larang ke pura, dlarang kut kegatan subak dan mendapat perlakuan tdak menyenangkan dalam kehdupan sehar-har bak tu anak-anak maupun orang dewasa.

Pada tanggal 5 Desember 2000 terjad pengerusakan rumah dan warung kelompok kecl yang dlakukan oleh kelompok besar. Tanggal 14 Januar 2001 terjad kesepakatan berpsah, dmana kelompok kecl sementara dnamakan Banjar Yangap Kaja dan kelompok besar dnamakan Banjar Yangap Kelod. Hal n dpertegas dengan kesepakatan persembahyangan berglr d Pura Bala Banjar Yangap.

Tanggal 7 Maret 2001 terdapat kesepakatan bersatu kembal. Phak- phak yang bersengketa memlk pendapat yang berbeda tentang kesepakatan tersebut yatu phak kelompok besar menganggap dengan adanya kesepakatan tersebut kelompok kecl menyetuju segala kengnan dar kelompok besar. Hal tersebut membuat kelompok kecl menyatakan memsahkan dr menjad Desa Pakraman Dalem Yangap dan kelompok besar menyatakan penolakan atas pemekaran desa tersebut.

Tanggal 7 Januar 2002 terjad pembakaran terhadap rumah dan pengrusakan serta pembakaran terhadap pura dalem dan pura desa.

Pada tanggal 10 Desember 2007 pemekaran desa daku oleh Majels Desa Pakraman, wadah tunggal desa pakraman seluruh Bal. Hal tu terbukt dengan adanya putusan Majels Utama Desa Pakraman (MDP) No. 004/

Kpts/MDP Bal/XII/2007 tentang Pemekaran Desa Pakraman Dalem Yangap Kecamatan Kedr, Kabupaten Tabanan.

3.2 Pelarangan Upacara Kematian Bertentangan dengan Hukum Nasional

Jka dlhat dar hukum adat d Bal pelarangan pengabenan bukan merupakan salah satu sanks adat Bal, pengaturannya pun tdak ada datur dalam awig-awig. Pelarangan ngaben tmbul akbat penerapan dar sanks adat kasepekang tu sendr, dmana menurut I Made Wdnyana kasepekang merupakan sanks yang djatuhkan kepada warga desa dengan tdak mengajaknya berbcara oleh warga desa yang lan karena danggap melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan-aturan banjar/

desa.10 Jka dtnjau dar Hak Asas Manusa maka dapat dlhat beberapa ketentuan yang dapat djadkan landasan hukum untuk menganalss persoalan n Pasal 28 E angka (1)

10 I Made Wdnyana, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT Eresco, Bandung.

hlm 19

(8)

UUD 1945 menyebutkan bahwa setap orang bebas memeluk agama dan berbadat menurut agamanya, memlh penddkan dan pengajaran, memlh pekerjaan, memlh kewarganegaraan, memlh tempat tnggal d wlayah Negara dan mennggalkannya serta berhak kembal. Pasal 29 angka (2) UUD 1945 menyebutkan Negara menjamn kemerdekaan tap-tap penduduk untuk memeluk agamanya masng-masng dan untuk berbadat menurut agamanya dan kepercayaannya tu. Pada peraturan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asas Manusa Pasal 4 dan Pasal 22 pada ntnya menyebutkan setap orang memlk hak beragama, bebas memeluk agamanya masng- masng dan untuk berbadat menurut agamanya dan kepercayaannya tu.

Dar peraturan-peraturan tersebut d atas dapat dkatakan bahwa setap orang memlk hak untuk memlh keyaknan atau beragama dan melaksanakan badah sesua dengan keyaknannya masng-masng.

Dlhat dar Ktab Undang- Undang Hukum Pdana, justru perbuatan melarang atau menghalang- halang orang lan melakukan kegatan keagamaan, termasuk upacara kematan merupakan tndak pdana.

Pada Ktab Undang-Undang Hukum Pdana Pasal 175 dtentukan bahwa barangsapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan, merntang pertemuan agama umum yang dznkan atau upacara agama yang dznkan atau upacara penguburan

mayat, dpdana dengan pdana penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan. Upacara penguburan mayat dalam pasal 175 dapat djelaskan sebaga berkut :

a) Upacara yang dlaksanakan sewaktu mash ada d rumah b) Upacara dselenggarakan ketka

berada d perjalanan menuju ke makam

c) Maupun upacara yang dlakukan ketka telah berada d makam tempat penguburan.

Selanjutnya pada pasal 178 menyebutkan barangsapa dengan sengaja merntang atau menghalang- halang jalan yang dznkan untuk masuk ke suatu kuburan atau pembawaan mayat yang dznkan untuk masuk ke sesuatu kuburan, dpdana dengan pdana penjara selama- lamanya satu bulan dua mnggu atau dengan sebanyak -banyaknya serbu delapan ratus rupah. Pelaku yang melakukan perbuatan n agar dapat dtuntut harus ada unsur kesengajaan.

Ada beberapa unsur dar pasal tersebut yatu

1) Merntang atau menghalang- halang dmana perbuatan harus dlakukan dengan sengaja sehngga perjalanan para pengrng dan pengusungan mayat tu sendr menjad terhalang dan tdak bsa berlangsung. Hal d atas berbeda dengan menyusahkan, meskpun dengan susah payah, namun dengan perjalanan panjang

(9)

pengrng dan pengusungan jenazah mash dapat dlakukan.

2) Pembawaan mayat tersebut harus tdak dlarang maksudnya bahwa jenazah tersebut tu telah melalu pemerksaan oleh dokter pemerntah dan kematannya tu sudah dlaporkan pada pemerntah daerah d wlayahnya, bukan merupakan kematan dakbatkan oleh kejahatan yang tdak atau belum dtangan oleh phak yang berwajb atau pols.

3) Jalan yang dgunakan adalah jalan yang dznkan untuk berlalu-lntas, artnya bukan merupakan jalan melalu pekarangan seseorang.

Apabla merntang upacara pada saat menuju ke kuburan atau pemakaman dan tdak merusak sarana upacara maka orang tu melanggar pasal 178 dan tdak melanggar pasal 175

Penjelasan aturan – aturan tersebut dapat dkatakan bahwa pelarangan pengabenan merupakan pelanggaran hak asas manusa karena danggap menghalang seseorang melakukan badah. Selan tu, tndakan tersebut merupakan pelanggaran pdana.

3.3. Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Adat Pelarangan Upacara Kematian

Dalam kasus d Desa Adat Klac Kaja penjatuhan sanks adat kasepekang dlaksanakan melalu paruman desa dan

sengketa adat pelarangan pengabenan dtmbulkan akbat sanks adat tersebut, dselesakan melalu medas.

Medas merupakan proses dama d mana phak-phak yang bersengketa menyerahkan penyelesaannya kepada phak medator.11 Menurut Wdnyana, terdapat 4 (empat) jens medator berdasarkan wewenangnya yatu12 1) Social Network Mediators

adalah medator yang berasal dar orang yang berpengaruh sepert tokoh agama dan tokoh adat dar masyarakat setempat.

2) Authoritative Media-tors merupakan seseorang yang memlk hubungan wewenang dengan Para phak dan memlk jabatan yang lebh tngg.

3) Independent Mediators merupakan medator yang sangat umum dtemukan dalam berbaga budaya atau trads pada suatu pengadlan ndependen yang dengan cara yang adl dan yang tdak memhak sebaga pembuat keputusan.

Dalam kasus Yangap, phak yang menjad medator adalah pemerntah daerah beserta jajarannya, sehngga dapat dkualfkaskan sebaga authoritative mediators. Pengaturan tentang medas tdak datur dengan jelas pada Peraturan Daerah Propns

11 I Made Wdnyana, 2007, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Jakarta, hlm 107 (dkutp : H. Pryatna Abdurrasyd, 2002, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT Fkahat Aneska bekerja sama dengan dengan Badan Arbtrase Nasonal Indonesa (BANI), hlm 34)

12 Ibd. hlm 110-111

(10)

Bal Nomor 6 Tahun 1986 tetap hanya menyebutkan pada Pasal 12 menyebutkan

1. Pembnaan Desa Adat dlakukan oleh Gubernur Kepala Daerah 2. Dalam melaksanakan fungs

sebaga tersebut ayat (1) Gubernur Kepala Daerah dbantu oleh Majels Pembna Lembaga Adat (MPLA) dan Badan Pelaksana Pembna Lembaga Adat (BPPLA).

Berdasarkan bahwa Gubernur yang merupakan kepala daerah jka melaksanakan pembnaan maka dbantu oleh MPLA dan BPPLA.

Kemudan d gantlah peraturan tersebut dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman yang daku menjad medator d sn adalah Majels Desa Pakraman untuk selanjutnya dsebut MDP yang merupakan suatu organsas yang beranggotakan seluruh desa pakraman d Bal. Sedangkan pada kenyataannya dalam proses penyelesaan sengketa yang menjad medator adalah pemerntah daerah dmana menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerntah Daerah Pasal 1 huruf b menyebutkan pemerntah daerah merupakan Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lan sebaga Badan Eksekutf Daerah. Selanjutnya Undang-Undang tersebut dgant dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerntahan Daerah Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa pemerntah

daerah adalah Gubernur, Bupat, atau Walkota, dan perangkat daerah sebaga unsur penyelenggara pemerntah daerah. Berdasarkan hal tersebut d atas menjelaskan bahwa Majels Desa Pakraman bukan termasuk pemerntah daerah karena tu medator dalam penyelesaan sengketa n pemerntah daerah yang dsebutkan pada Undang- Undang d atas. MDP belum menjad medator saat tu dkarenakan MDP baru dbentuk pada tahun 2014.

Sesungguhnya, aturan mengena sengketa adat datur pada Peraturan Daerah Propns Bal Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Pasal 16 angka 1b dnyatakan bahwa Majels Desa Pakraman mempunya tugas memberkan saran, usul dan pendapat kepada berbaga phak bak perorangan, kelompok/lembaga termasuk pemerntah tentang masalah- masalah Adat. Angka 2a menyebutkan Majels Desa Pakraman mempunya wewenang memusyawarahkan berbaga hal yang menyangkut masalah-masalah Adat dan agama untuk kepentngan Desa Pakraman.

Angka 2b menyebutkan sebaga penengah dalam kasus-kasus Adat yang tdak dapat dselesakan pada tngkat Desa.

Pada tanggal 7 Maret 2001 untuk pertama kalnya sengketa pelarangan penguburan terjad yatu penguburan N Wayan Sumert warga dar Kelompok Kecl. Pelarangan tu dlakukan oleh kelompok besar karena alasannya kelompok kecl sudah

(11)

dbebankan sanks adat kasepekang oleh desa adat. Jka kelompok kecl ngn melaksanakan pengabenan maka harus membayar penanjung batu sebesar Rp. 5 juta dan baya penguburan sebesar Rp. 2,5 juta dan kelompok kecl mau memnta maaf dengan muspa (sembahyang) bersama d Pura Kahyangan Klac Kaja.

Kedua kelompok tersebut sempat berupaya menyelesakannya melalu medas d Kantor Bupat dengan moderator Sekretars Daerah Tabanan IGM Purnayasa pada Selasa, 6 Maret 2001 tetap belum ada kesepakatan dan pertemuan drencanakan akan dlanjutkan besok 7 Maret 2001. Pada awalnya rapat drencanakan dadakan d kantor Bupat, ternyata dadakan d Pura Kahyangan Klac Kaja atas kehendak para phak yang bersengketa.

Pada rapat tersebut turut hadr Bupat Tabanan ddampng Sekretars Daerah dan Ketua DPRD, Kapolsek Kedr beserta para phak yang bersengketa.

Adapun kesepakatan yang berhasl dbuat adalah yang pertama, kedua phak secara bersama-sama kembal bersatu sebaga warga adat Desa Adat Klac Kaja, kedua secara bersama- sama salng maaf memaafkan dengan jalan ngaturang upakara guru piduka d Pura Tri Khayangan Desa Adat Klac Kaja. Kesepakatan n merupakan penyelesaan dar sengketa pelarangan penguburan tersebut.

Kelompok besar beranggapan bahwa adanya kesepakatan tersebut memlk art bahwa kelompok kecl

menyetuju bahwa tanah laba pura merupakan mlk desa. Hal tersebut menyebabkan tmbulnya sengketa kedua pelarangan pengabenan yatu pengabenan I Made Moglong merupakan salah satu warga dar Kelompok Kecl, dmana sejak malam tanggal 2 Jun 2002 Setra Yangap telah dduduk oleh massa kelompok besar dengan tujuan untuk menggagalkan atau menghalang-halang upacara pengabenan tersebut. Kelompok besar sudah mengetahu bahwa akan dlaksanakan upacara pengabenan yang rencananya akan dlaksanakan pada tanggal 5 Jun 2002. Dengan tndakan tersebut kelompok kecl melaporkan kejadan tersebut kepada Gubernur Bal, Kapolda Bal, Bupat Tabanan, DAN RINDAM IX Udayana d Kedr, Ketua DPRD Kabupaten Tabanan, Camat Kedr, Kapolsek Kedr, Koraml Kedr dan Kepala Desa Abantuwung. Akhrnya tanggal 4 Jun 2002 dadakan rapat yang dhadr oleh Pemerntah Kabupaten Tabanan beserta jajarannya. Hasl rapat tersebut berupa Berta Acara yang salah satu snya adalah Upacara Pitra Yadnya baru dapat djnkan setelah har Mnggu tanggal 9 Jun 2002. Berdasarkan hasl rapat tersebut, akhrnya upacara pengabenan dlaksanakan pada tanggal 11 Jun 2002.

Selanjutnya dadakan kembal suatu rapat untuk menjaga agar sengketa pelarangan pengabenan tdak terjad lag. Rapat tersebut dadakan pada

(12)

tanggal 19 Jun 2002 dan dhadr oleh Ketua Badan Perwaklan Desa, Kepala Desa Abantuwung, Camat Kedr beserta para phak yang bersengketa dmana masng-masng phak dwakl oleh lma orang warga. Dalam rapat tersebut dbuatlah suatu kesepakatan tentang pemanfaatan Setra Yangap antara kelompok besar dan kelompok kecl dmana salah satu s kesepakatan tersebut adalah penggunaan Setra Yangap bsa dpergunakan secara bersama bak kelompok besar maupun kelompok kecl untuk membakar mayat, menanam (mengubur) dengan syarat harus melapor (mesadok) kepada Bendesa Adat Klac Kaja dan Bendesa Adat Klac Kaja wajb mengznkan.

Sengketa yang ketga terjad pelarangan pengabenan warga kelompok kecl yatu Men Tama dan pada akhrnya pada tanggal 12 Januar 2004 dapat dlaksanakan pengabenan dengan membayar penanjung batu 500 uang kepeng. Hal tersebut jelas sudah menyalah kesepakatan yang telah dbuat kedua belah phak.

Sengketa yang keempat terjad pada tanggal 31 Desember 2004, dmana drencanakan akan dlaksanakan pengabenan I Nyoman Bandr yatu warga dar kelompok kecl tetap gagal untuk dlaksanakan mengngat kelompok besar menjaga jalan menuju kuburan dpagar bambu dan d tembok batako. Kelompok Kecl ngn memaksakan untuk dlaksanakannya pengabenan dengan alasan bahwa kuburan tersebut mlk

bersama hal tersebut berdasarkan kesepakatan yang telah dbuat antara kedua belah phak yang pada ntnya menyebutkan kelompok kecl dapat memanfaatkan kuburan dengan terlebh dahulu masadok (membertahukan) kepada Bendesa Adat, tetap dbatalkan mengngat adanya pernyataan dar Kapolres Tabanan akan mempdanakan sapa pun yang melanggar melakukan perbuatan melanggar ketertban umum.

Sebelumnya pada tanggal 30 Desember 2004 sesungguhnya telah dadakan rapat untuk menghndar hal-hal yang tdak dngnkan, dmana rapat tersebut melbatkan kedua belah phak yang bersengketa. Pada rapat tersebut yang menjad medator yatu seluruh Mupka Kecamatan Kedr, Polres Tabanan dwaklkan Kasat Intel dan Kasat Reskrm serta Kapolsek Kedr. Pada rapat tersebut belum mendapatkan kesepakatan kedua belah phak yang bersengketa, dmana kelompok kecl tetap ngn melaksanakan pengabenan sedangkan kelompok besar berskeras melarang untuk melaksanakan pengabenan.

Medas yang kedua dlakukan Sabtu, 1 Januar 2005 dmana Ketua Majels Madya Pakraman sebaga medator.

Medas tersebut berusaha memberkan solus untuk dapat menyelesakan sengketa n, tetap medas mengalam kegagalan.

Medas dlanjutkan pada tanggal 3 Januar 2005, dmana pada saat yang bersamaan Desa Adat Suralaga yang

(13)

merupakan desa yang bersebelahan dengan Banjar Yangap yang bernat bak memnjamkan tempat setra agar dapat melaksanakan upacara kematan, memberkan nformas bahwa warga desa yang mengznkan untuk dlaksanakannya pengabenan sebanyak 75 persen. Kelompok kecl pada akhrnya memlh untuk mengkremas d Mumbul dengan pertmbangan bahwa tdak mau menmbulkan masalah yang baru. Pada tanggal 5 Januar 2005 mayat I Nyoman Badr d kremas d Krematerum Yasa Setra Mandala Mumbul Jmbaran.

IV. KESIMPULAN

1. Sengketa upacara kematan merupakan suatu tndakan pelanggaran terhadap hukum nasonal yang berhubungan dengan pengaturan tentang kebebasan beragama.

2. Dalam menyelesakan sengketa pelarangan upacara kematan d Setra Banjar Yangap pemerntah daerah Kabupaten Tabanan dan jajarannya telah melakukan upaya-upaya medas selama beberapa kal telah mencapa beberapa kesepakatan tetap ternyata hanya kesepakatan semu yang tdak dapat menghentkan tmbulnya sengketa pelarangan upacara kematan selama proses pemekaran desa, sehngga salah satu phak yang bersengketa memlh untuk melakukan upacara kematan tersebut dengan cara mengkremas.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Snggn Wkarman, I Nyoman, 2002, Ngaben Upacara Dari Tingkat Sederhana Sampai Utama, Paramta, Surabaya.

Surpha, I Wayan, 2006, Seputar Desa Pakraman dan Adat Bal, Pustaka Bal Post, Denpasar.

Istr Ar Atu Dew, Anak Agung, 2010, Eksstens Sanks Adat Kasepekang Dalam Awg-Awg Dalam Katan Dengan Penjatuhan Sanks Adat Kasepekang d Desa Pakraman, Kerta Patrika Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Unverstas Udayana.

Jones, E., 1962, Cureent Trends In Legal Research, (Expert), Journal of Legal Education.

Wdnyana, I Made, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT Eresco, Bandung.

---, 2007, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Indonesa Busness Law Center (IBLC) bekerja sama dengan Kantor Hukum Gan Djemat &

Partners, Jakarta.

Sudantra, I Ketut, Wnda, Wayan P., dan Dyatmkawat, Putu., 2011, Penuntun Penyuratan Awig- Awig, Udayana Unversty Press, Denpasar.

Jurnal

Ad Susla, I Nyoman, Wrta Gradh, I Ketut dan Oka Parwata, A.A.

Gde, 2013, “Penyelesaan

(14)

Sengketa Adat d Bal Stud Kasus Sengketa Tanah Setra Antara Desa Pakraman Cekk Dengan Desa Pakraman Gablogan Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan”, avalable URL: ojs.unud.ac.id/index.

php/Kerthanegara/article/

download/5293/4050. Dakses tanggal 24 agustus 2017

Dedy Pryanto, I Made,. dkk, 2013,

“Penyelesaan Sengketa Perebutan Tanah Kuburan (Setra) Desa Pakraman Padang Samban dan Desa Pakraman Kerobokan”, avalable URL:

erepo.unud.ac.id/…/ID1_19 8404112008121003200913 1194 9artikel-format-ideal- p e n y e l e s a i a n - s e n g k e t a - perebutan-tanah-kuburan- Microsoft Word. Dakses tanggal 24 agustus 2017

Referensi

Dokumen terkait