• Tidak ada hasil yang ditemukan

K5 TEKNIK MEMBUAT KONTEN PENYULUHAN

N/A
N/A
faiza marsya

Academic year: 2024

Membagikan "K5 TEKNIK MEMBUAT KONTEN PENYULUHAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK MEMBUAT KONTEN PENYULUHAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Bimbingan dan Penyuluhan Media Massa

Dosen Pengampu:

Dr. Taufik Hidayat, M.Si.

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Bintang Anugrah 11210520000030 Hanan Sarah Az-Zahra 11210520000035 Hilalah Zahirah 11210520000036 Ida Septiana Sari 11210520000037 Muhammad Ubaidillah 11210520000083 Muhammad Hizkil Hilaludin 112105200000100

Shabilla Noor 11210520000087 Sheyla Aulia 11210520000088

7B

PROGAM STUDI BIMIBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2023 M / 1445 H

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “KONSEP-KONSEP TERKAIT EVALUASI PROGRAM PENYULUHAN” ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Dr. Taufik Hidayat, M.Si, pada Bidang Studi Dakwah dan Komunikasi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada , Dr. Taufik Hidayat, M.Si., pada Bidang Studi Dakwah dan Rekayasa Sosial. yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

(3)

3 DAFTAR ISI

BAB I ... 4

PENDAHULUAN ... 4

A. LATAR BELAKANG ... 4

B. RUMUSAN MASALAH ... 4

BAB II ... 5

PEMBAHASAN ... 5

A. Menentukan Topik Relevan dan Menarik ... 5

B. Cara merancang Pesan yang Efektif ... 7

C. Teknik Story Telling dalam Penyuluhan ... 9

D. Pemilhan Bahasa yang sesuai dengan Audiens ... 13

KESIMPULAN ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 17

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Teknik membuat konten penyuluhan memegang peran penting dalam menyampaikan informasi secara efektif kepada audiens yang menjadi sasaran.

Penyuluhan biasanya bertujuan untuk memberikan edukasi atau meningkatkan kesadaran mengenai suatu topik, sehingga konten harus dirancang sedemikian rupa agar mudah dipahami dan menarik perhatian. Proses pembuatan konten penyuluhan melibatkan pemahaman mendalam terhadap karakteristik audiens, tujuan yang ingin dicapai, serta media yang digunakan, baik itu dalam bentuk tulisan, audio, visual, atau kombinasi dari semuanya.

Dalam teknik penyusunan konten penyuluhan, pendekatan yang interaktif dan relevan sangat penting. Menyajikan informasi dalam bentuk visual menarik seperti infografis, video pendek, atau gambar dapat membantu meningkatkan daya serap informasi. Selain itu, penyusunan pesan harus sederhana, jelas, dan langsung pada intinya. Penggunaan bahasa yang mudah dimengerti dan menghindari istilah teknis yang kompleks juga merupakan strategi efektif dalam memastikan bahwa informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh berbagai kalangan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana caramenentukan topik relevan dan merarik?

2. Bagaimana cara merancang pesan yang efektif?

3. Bagaimana Teknik Story Telling dalam penyuluhan?

4. Bagaimana Pemilihan Bahasa yang Sesuai dengan Audiens?

(5)

5 BAB II

PEMBAHASAN A. Menentukan Topik Relevan dan Menarik

Menentukan topik yang relevan dan menarik dalam penyuluhan adalah langkah penting untuk menjamin audiens tetap terlibat dan mendapatkan manfaat dari materi yang disampaikan. Dalam konteks penyuluhan edukatif, penggunaan aplikasi yang interaktif seperti Canva dapat meningkatkan daya tarik konten. Menurut Darmawan, Syamsiah, dan tim (2024), pengenalan aplikasi Canva kepada guru-guru TK dalam membuat video pembelajaran interaktif telah berhasil meningkatkan minat peserta didik, dan konsep ini juga dapat diterapkan dalam konten penyuluhan.

Pemanfaatan media sosial juga menjadi salah satu cara efektif dalam menentukan dan menyebarluaskan topik penyuluhan. Media sosial menyediakan platform yang luas bagi penyuluh untuk menjangkau lebih banyak audiens. Safitri dan Effendi (2024) menunjukkan bahwa optimalisasi media sosial untuk pemasaran produk UMKM halal food di Karanganyar sangat efektif dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap produk tersebut. Prinsip yang sama dapat diterapkan untuk penyuluhan umum, terutama yang menyasar komunitas yang lebih luas.

Maka dengan demikian, pemilihan media yang tepat juga menjadi kunci untuk menyampaikan pesan penyuluhan dengan lebih efektif. Sunaryo, Febrianta, dan kolega (2024) menemukan bahwa film dapat menjadi alat promosi yang efektif dalam penyuluhan kesehatan. Film memberikan gambaran visual yang lebih mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat. Penyuluh dapat memanfaatkan film sebagai media utama atau pendukung dalam menyampaikan pesan kesehatan kepada audiens.

Konten dakwah di media sosial juga bisa menjadi contoh bagaimana menyusun topik yang menarik dan relevan dalam penyuluhan. Azhar dan Azzahra (2024) menjelaskan strategi yang digunakan oleh Surau Televisi Official dalam mengunggah konten dakwah di Instagram. Konten-konten tersebut dioptimalkan untuk menarik perhatian audiens dengan menggunakan gaya bahasa yang ringan, visual menarik, dan topik yang aktual. Strategi ini bisa diterapkan dalam penyuluhan untuk memastikan pesan tersampaikan dengan cara yang menarik dan sesuai dengan tren saat ini.

Dalam memilih topik penyuluhan, penting juga untuk memperhatikan segmentasi audiens berdasarkan usia. Penelitian Rakhma, Desilawati, dan kolega

(6)

(2024) menunjukkan bahwa edukasi terkait penggunaan gadget pada anak-anak sekolah dasar perlu disesuaikan dengan cara penyampaian yang sederhana dan visual yang menarik. Hal ini membuktikan bahwa segmentasi audiens berdasarkan usia mempengaruhi cara penyampaian topik agar lebih efektif diterima oleh kelompok sasaran.

Selain mempertimbangkan media, konten penyuluhan yang baik harus mampu memberikan solusi praktis terhadap permasalahan yang dihadapi oleh audiens. Dalam konteks pemasaran produk UMKM halal food, Safitri dan Effendi (2024) menekankan pentingnya memberikan panduan yang mudah dipahami oleh pelaku usaha agar mereka bisa mengimplementasikan strategi tersebut secara langsung. Prinsip ini juga berlaku dalam penyuluhan umum, di mana topik yang disampaikan sebaiknya tidak hanya informatif tetapi juga aplikatif.

Aspek visual dalam penyuluhan, seperti yang dijelaskan oleh Darmawan et al.

(2024), sangat penting dalam menjaga perhatian audiens. Dalam pembelajaran interaktif yang menggunakan Canva, visualisasi yang menarik dapat membantu audiens lebih mudah memahami pesan yang disampaikan. Dalam penyuluhan, penggunaan visual yang tepat dapat mempermudah penyampaian informasi yang kompleks.

Pemilihan media film untuk penyuluhan juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama dalam isu-isu kesehatan. Film yang berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dapat memperkuat pesan dengan memberikan contoh-contoh visual yang dekat dengan kehidupan sehari-hari audiens. Sunaryo et al. (2024) menekankan pentingnya menggunakan media yang relatable untuk meningkatkan efektivitas penyuluhan.

Dalam konteks media sosial, Azhar dan Azzahra (2024) juga menekankan pentingnya konten yang konsisten dan relevan dengan audiens. Konten dakwah di Instagram yang mereka teliti menunjukkan bahwa unggahan yang memiliki tema dan waktu publikasi yang konsisten dapat menjaga keterlibatan audiens. Hal ini bisa diterapkan dalam penyuluhan dengan memilih topik yang berkelanjutan dan selalu relevan dengan kondisi sosial masyarakat.

Fleksibilitas topik juga diperlukan dalam penyuluhan, terutama dalam merespons perubahan tren atau kebutuhan masyarakat. Safitri et al. (2024) menekankan bahwa media sosial sebagai platform penyuluhan memungkinkan penyuluh untuk

(7)

7 dengan cepat menyesuaikan topik sesuai dengan perkembangan terbaru, yang pada akhirnya meningkatkan efektivitas penyuluhan.

Seperti yang disampaikan oleh Rakhma et al. (2024), memahami segmentasi audiens, terutama anak-anak, sangat penting untuk memastikan pesan penyuluhan diterima dengan baik. Edukasi mengenai penggunaan gadget yang mereka lakukan memberikan bukti bahwa topik yang dipilih harus disesuaikan dengan kelompok umur dan cara penyampaian yang menarik bagi mereka.

B. Cara merancang Pesan yang Efektif

Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan komunikator. Pesan yang disampaikan harus memenuhi syarat seperti: harus dipersiapkan dengan baik sesuai kebutuhan; menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak; pesan tersebut harus menarik minat serta menimbulkan kepuasan audiens (Widjaja, 1993:15).

Ciri-ciri pesan yang efektif menurut (Hoirun Nisa , 2016) yakni: dari segi bahasa menggunakan istilah yang diartikan sama oleh kedua belah pihak; pesan yang dipertukarkan harus spesifik; pesan harus berkembang secara logis tidak boleh terpotong- potong; pesan tersebut harus objektif, akurat dan actual; pesan disampaikan secara ringkas. Semua hal tersebut diupayakan untuk menghindari terjadinya miskomunikasi.

Komunikator yang piawai selalu menggunakan contoh sesuai kondisi audiens, tujuannya agar pesan yang disampaikan betul-betul dapat dimengerti dan dipahami. Cara merancang pesan yang efektif:

1. Pesan yang hendak disampaikan harus disusun secara sistematis.

Untuk menyusun sebuah pesan, baik berupa pidato maupun percakapan, maka harus mengikuti urutan-urutan, misalkan dalam bentuk tulisan, maka ada pengantar, pernyataan, argumen, dan kesimpulan. Sedangkan dalam retorika, urutan-urutannya sebagaimana saran Aristoteles dikembangkan menjadi enam macam, yaitu urutan deduktif, induktif, krono-logis, logis, spesial, dan topikal. Dalam hal ini, penulis memilih urutan topikal, yaitu bahwa pesan komunikasi hendak-nya disusun berdasarkan topik pembicaraan, dimulai dari yang penting kepada yang kurang penting, dari yang mudah kepada yang sukar, dari hal-hal yang dikenal ke hal-hal yang asing. Allan H. Monroe membuat teknik penyusunan pesan yang kemudian disebut “motivated sequence” (T. Suprapto : 1994, 42) dan ini merupakan teknik penyusunan pesan paling terkenal dan paling awal ia lakukan, yaitu :

(8)

a. Attention (perhatian).

b. Need (kebutuhan).

c. Satisfaction (kepuasan).

d. Visualization (visualisasi), dan e. Action (tindakan).

Menurut pendapat Monroe tersebut, jika kita ingin mempengaruhi orang lain, maka terlebih dahulu merebut perhatiannya, kemudian membangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk pada orang tersebut bagaimana cara memuaskan kebutuhan tersebut, kemudian berikan gambaran dalam fikirannya mengenai keuntungan dan kerugian yang akan ia peroleh apabila menerapkan atau tidak menerapkan gagasan kita, pada akhirnya berilah dorongan kepadanya agar ia mau mengambil tindakan. Motivated Sequence yang diperkenalkan Monroe itu dapat pula dipergunakan untuk menyusun sebuah naskah produksi.

2. Pesan yang disampaikan komunikator harus mampu menarik perhatian komunikan.

Dalam bukunya How Communication Works?, Wilbur Shramm juga mengetengahkan apa yang disebut sebagai the condition of success in communication. Disitu Schramm menjelaskan tentang bagaimana seharusnya seorang komunikator menyiapkan pesan komunikasi yang efektif. Menurutnya, pesan yang menarik adalah pesan yang memiliki keterkaitan dengan sesuatu yang dibutuhkan komunikan sekaligus memberikan cara-cara untuk mendapatkan kebutuhan tersebut. Jika pesan tidak terkait dengan kebutuhan komunikan, terlebih tidak memberikan cara bagaimana mendapatkan kebutuhan yang dimaksudkan, maka pesan yang disampaikan komunikator itu dianggap tidak penting, dan karena dianggap tidak penting maka komunikan tidak akan memperhatikan pesan tersebut.

Oleh karenanya, sebelum menyampaikan pesan komunikasinya, komunikator hendaknya melakukan identifikasi kebutuhan yang diinginkan audience (komunikan). Disamping itu, komunikan juga akan tertarik dengan pesan-pesan yang memberikan solusi bagaimana cara memecahkan masalah yang sedang dialaminya.

Terlebih jika permasalahan tersebut pernah dialami langsung oleh komunikator, dan berhasil diatasinya. Maka solusi pemecahan masalah itu akan dianggap sebagai sesuatu yang penting dan menarik oleh komunikan. Disini perlu adanya upaya identifikasi permasalahan oleh komunikator sebelum menyampaikan pesan komunikasinya kepada audience. Pada ranah ini, komunikator seringkali mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi permasalahan di lapangan. Kesulitan

(9)

9 mengindentifikasi permasalahan itu disebabkan oleh faktor budaya, faktor psikologis, dan sebagainya.

3. Pesan harus mudah difahami oleh komunikan.

Dalam menyampaikan pesan ini biasanya dipengaruhi oleh faktor semantis, yakni menyangkut penggunaan bahasa sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaan komunikator kepada komunikan. Agar komunikasi berjalan lancar, maka gangguan semantic ini harus diperhatikan oleh komunikator, sebab jika terjadi kesalahan ucap atau kesalahan tulis, maka akan menimbulkan salah pengertian (mis- understanding), atau salah tafsir (mis-interpretation), yang pada gilirannya dapat menimbulkan salah komunikasi (mis-communication). Salah ucap seringkali disebabkan oleh terlalu cepatnya komunikator dalam menyampaikan pesan. Maksud komunikator ingin mengatakan “kedelai”, tapi yang terucap “keledai”, “demokrasi”

menjadi “demonstrasi”, “partisipasi” menjadi “partisisapi”. Terkadang, gangguan semantis bisa juga disebabkan oleh aspek antropologis, yaitu kata-kata yang sama bunyinya dan tulisannya, tetapi mempunyai makna yang berbeda, seperti “Atos”

bahasa Sunda brbeda dengan “Atos” bahasa Jawa. “Rampung” Sunda lain dengan

“Rampung” Jawa, dan sebagainya. Komunikator dalam menyampaikan pesannya terkadang menggunakan istilah-istilah yang mengandung pengertian konotatif (mengandung makna emosional atau evaluative disebabkan oleh latar belakang kehidupan dan pengalaman seseorang), sehingga menimbulkan salah tafsir pada diri komunikan. Agar komunikasi berjalan efektif, bahasa yang digunakan sebaiknya yang mengandung pengertian denotatif (mengandung makna seperti yang tercantum dalam kamus dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang yang memiliki kesamaan budaya dan bahasanya). Jika komunikator terpaksa menggunakan kata- kata konotatif, sebaiknya komunikator memberi penjelasan apa yang dimaksud sebenarnya, agar tidak menimbulkan salah tafsir. Komunikator harus mengucapkan pernyataannya dengan jelas dan tegas, memilih katakata yang tidak menimbulkan persepsi yang salah, dan disusun dalam kalimat-kalimat yang logis.

C. Teknik Story Telling dalam Penyuluhan

Storytelling atau seni bercerita adalah teknik yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi melalui narasi yang menarik. Dalam konteks penyuluhan, teknik ini menjadi salah satu metode yang paling efektif untuk menyampaikan materi kepada audiens. Tujuannya adalah memudahkan penyuluh untuk menjelaskan konsep yang kadang kompleks dengan cara yang lebih mudah dipahami

(10)

dan diingat. Storytelling dalam penyuluhan sangat relevan dalam berbagai bidang, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga lingkungan, dengan tujuan utama mempengaruhi perilaku audiens.

Teknik storytelling dalam penyuluhan merupakan metode yang efektif untuk menyampaikan informasi dengan cara yang menarik dan mudah dipahami oleh khalayak. Storytelling, atau seni bercerita, sudah digunakan sejak lama sebagai media komunikasi, dan kini semakin populer digunakan dalam berbagai konteks, termasuk penyuluhan di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, serta dalam kampanye sosial.

Storytelling mengubah penyampaian informasi yang cenderung monoton menjadi sebuah narasi yang hidup dan penuh emosi, yang dapat menyentuh perasaan pendengar atau peserta penyuluhan. Dengan storytelling, penyuluh dapat menyampaikan pesan yang kompleks dengan cara yang sederhana dan memudahkan audiens untuk mengingat informasi lebih lama. Teknik ini juga dapat membangun hubungan emosional antara penyuluh dan audiens, sehingga meningkatkan keterlibatan dan perhatian peserta.

Ada beberapa alasan mengapa teknik storytelling efektif digunakan dalam penyuluhan:

1. Meningkatkan Keterlibatan Emosional

Cerita memungkinkan audiens terlibat secara emosional. Cerita yang mengandung konflik, tokoh yang relatable, dan alur yang jelas membuat audiens lebih mudah merasakan emosi dari cerita tersebut, seperti kesedihan, kebahagiaan, atau keprihatinan. Rasa keterlibatan emosional ini sering kali mendorong audiens untuk mengambil tindakan setelah mendengar cerita tersebut. Studi menunjukkan bahwa emosi memainkan peran penting dalam memengaruhi perubahan perilaku (Heath & Heath, 2007).

2. Menyederhanakan Informasi Kompleks

Dalam penyuluhan, sering kali informasi yang disampaikan berisi data atau konsep yang sulit dipahami oleh khalayak awam. Dengan storytelling, konsep- konsep yang sulit tersebut dapat dijelaskan melalui analogi atau kisah nyata yang relevan. Sebagai contoh, untuk menjelaskan tentang pentingnya gizi pada anak, penyuluh bisa menggunakan cerita tentang seorang anak yang awalnya kurang gizi, namun setelah mendapatkan asupan yang tepat, tumbuh menjadi lebih sehat dan cerdas. Teknik ini membuat audiens lebih mudah memahami dan mengingat pesan inti yang ingin disampaikan (Haven, 2007).

3. Meningkatkan Daya Ingat Audiens

(11)

11 Informasi yang disampaikan melalui cerita cenderung lebih diingat oleh audiens dibandingkan dengan penyajian data mentah. Hal ini karena otak manusia secara alami lebih mampu menyimpan informasi yang disampaikan dalam bentuk naratif. Penelitian menunjukkan bahwa informasi yang dikemas dalam cerita lebih mudah diingat karena menyentuh aspek emosi dan melibatkan imajinasi pendengar (Zak, 2014). Dalam konteks penyuluhan kesehatan, misalnya, cerita tentang pengalaman seseorang yang sembuh dari penyakit setelah mengikuti anjuran dokter lebih mudah diingat daripada sekadar menyampaikan statistik kesembuhan.

4. Membangun Kepercayaan

Storytelling memungkinkan penyuluh membangun kepercayaan dengan audiens. Ketika seorang penyuluh menceritakan pengalaman pribadi atau kisah nyata yang relevan, audiens cenderung lebih percaya dan terhubung dengan pesan yang disampaikan. Kisah-kisah nyata yang berdasarkan pengalaman hidup sehari- hari, terutama yang melibatkan masalah yang umum dihadapi audiens, dapat memperkuat pesan penyuluhan dan membuatnya lebih meyakinkan (Simmons, 2006).

5. Memicu Perubahan Perilaku

Salah satu tujuan utama penyuluhan adalah mendorong perubahan perilaku pada audiens, misalnya dalam hal gaya hidup sehat atau perlindungan lingkungan.

Cerita yang kuat dapat memotivasi audiens untuk berubah. Misalnya, dalam penyuluhan tentang pentingnya menjaga kebersihan, penyuluh bisa menyampaikan cerita tentang seseorang yang hidup di lingkungan yang kotor dan mengalami masalah kesehatan, kemudian setelah menjaga kebersihan, kesehatannya membaik.

Cerita ini dapat menginspirasi audiens untuk melakukan perubahan serupa (Haven, 2007).

Agar storytelling dalam penyuluhan berhasil, ada beberapa elemen yang harus diperhatikan:

1. Pengenalan Tokoh

Cerita yang baik dimulai dengan pengenalan tokoh atau karakter yang relevan.

Tokoh ini bisa berupa orang nyata, diri penyuluh sendiri, atau tokoh fiktif. Penting agar audiens bisa merasa terhubung dengan tokoh tersebut, sehingga mereka dapat merasakan apa yang dialami oleh tokoh dalam cerita.

2. Konflik atau Masalah

(12)

Konflik atau masalah yang relevan adalah inti dari sebuah cerita yang menarik.

Konflik ini harus berkaitan langsung dengan tema penyuluhan, misalnya masalah kesehatan, lingkungan, atau sosial. Dengan menyajikan konflik, audiens akan lebih tertarik untuk mengetahui bagaimana konflik tersebut diselesaikan, sehingga pesan penyuluhan lebih efektif tersampaikan.

3. Resolusi yang Menginspirasi

Setelah konflik diperkenalkan, penyuluh harus memberikan resolusi atau solusi yang inspiratif. Resolusi ini biasanya mencerminkan tindakan yang dianjurkan dalam penyuluhan, misalnya mengadopsi perilaku sehat, menjaga kebersihan, atau mengikuti program yang ditawarkan.

4. Pesan Moral yang Jelas

Pesan moral harus menjadi penutup cerita yang kuat. Audiens harus bisa memahami dan merenungkan pesan moral dari cerita tersebut. Dalam penyuluhan, pesan moral ini adalah inti dari apa yang ingin disampaikan penyuluh, entah itu tentang pentingnya menjaga kesehatan, mengurangi polusi, atau memelihara hubungan sosial yang baik.

5. Emosi yang Menggerakkan

Emosi adalah elemen kunci dalam storytelling. Penyuluh harus mampu menggerakkan emosi audiens, karena emosi inilah yang mendorong perubahan.

Cerita yang penuh dengan emosi dapat memengaruhi audiens untuk bertindak, misalnya untuk lebih peduli terhadap kesehatan, lingkungan, atau masyarakat sekitar.

Selain menyusun cerita yang menarik, teknik penyampaian juga sangat penting. Penyuluh harus menguasai cara menyampaikan cerita agar audiens dapat terlibat penuh. Berikut beberapa teknik yang dapat digunakan:

1. Gunakan Bahasa yang Sederhana dan Jelas

Bahasa yang digunakan harus mudah dipahami oleh audiens. Penyuluh harus menghindari penggunaan istilah teknis yang rumit dan sebisa mungkin menggunakan bahasa yang sesuai dengan latar belakang audiens (Haven, 2007).

2. Manfaatkan Ekspresi dan Gestur

Ekspresi wajah dan gestur memainkan peran penting dalam menyampaikan emosi dalam cerita. Dengan menggunakan ekspresi yang tepat, penyuluh bisa menyampaikan pesan dengan lebih kuat, baik itu menyampaikan kebahagiaan, keprihatinan, atau motivasi.

(13)

13 3. Gunakan Alat Bantu Visual

Media visual seperti gambar, video, atau alat peraga dapat membantu memperjelas cerita dan membuat audiens lebih terlibat. Visualisasi ini membantu audiens memvisualisasikan cerita dan lebih memahami pesan yang disampaikan (Simmons, 2006).

4. Ajukan Pertanyaan dan Libatkan Audiens

Setelah menyampaikan cerita, penyuluh bisa melibatkan audiens dengan bertanya atau mengajak diskusi. Hal ini akan membuat audiens lebih aktif dan memberikan mereka kesempatan untuk merenungkan pesan dari cerita yang disampaikan.

Teknik storytelling dalam penyuluhan adalah cara yang efektif untuk menyampaikan informasi dan memengaruhi perilaku audiens. Dengan cerita yang menarik, relevan, dan emosional, penyuluh dapat meningkatkan keterlibatan, pemahaman, dan daya ingat audiens. Elemen penting dalam storytelling seperti pengenalan tokoh, konflik, resolusi, dan pesan moral harus dirancang dengan baik agar cerita bisa menyampaikan pesan yang diinginkan.

Pada akhirnya, storytelling tidak hanya mengomunikasikan informasi, tetapi juga menggerakkan audiens untuk bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan.

D. Pemilhan Bahasa yang sesuai dengan Audiens 1. Penggunaan Media Massa

Sebelum suatu pesan disampaikan kepada khalayak, perlu dipertimbangkan tentang media atau saluran yang efektif. Didalam ilmu komunikasi dikenal dengan komunikasi langsung (face to face) dan media massa. Jika sasaran hanya terdiri dari beberapa orang saja dan lokasi juga dapat dijangkau, maka dapat digunakan media komunikasi langsung, jika sasaran nya banyak orang dan tersebar maka saluran nya bisa menggunakan media massa

2. Pemilihan bahasa yang sesuai dengan audienS

Pemilihan bahasa merupakan kunci keberhasilan dalam penyampaian pesan penyuluhan. Bahasa yang tepat akan membuat pesan lebih mudah dipahami, menarik minat, dan mendorong tindakan yang diinginkan, dan menggunakan cara pemilihan bahasa dalam materi penyuluhan sangatlah krusial untuk memastikan pesan yang disampaikan tersampaikan dengan efektif.

(14)

Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahasa:

1. Demografi: Kenali usia, jenis kelamin, pendidikan, dan latar belakang budaya audiens. Hal ini membantu dalam memilih istilah dan contoh yang relevan.

2. Usia.

• Anak-anak: Gunakan bahasa yang ceria, kalimat pendek, dan perumpamaan yang mudah dipahami. Libatkan unsur gambar atau video yang menarik.

• Remaja: Gunakan bahasa yang lebih santai namun tetap informatif. Libatkan isu-isu yang relevan dengan kehidupan remaja.

• Dewasa: Bahasa dapat lebih formal dan menggunakan gaya bahasa yang bervariasi.

3. Tingkat Pengetahuan: Sesuaikan bahasa dengan pemahaman audiens. Jika audiens awam, gunakan bahasa yang lebih sederhana.

4. Tingkat Pendidikan:

• Audiens dengan pendidikan rendah: Gunakan bahasa yang sederhana, hindari istilah teknis yang rumit, dan berikan contoh-contoh yang konkret.

• Audiens dengan pendidikan menengah: Bahasa dapat sedikit lebih kompleks, namun tetap hindari istilah yang terlalu spesifik. Gunakan analogi dan metafora untuk memperjelas konsep.

• Audiens dengan pendidikan tinggi: Bahasa dapat lebih teknis dan menggunakan istilah-istilah khusus yang relevan dengan bidang tersebut

5. Latar Belakang Budaya:

• Perbedaan budaya: Sesuaikan bahasa dengan nilai-nilai dan kebiasaan budaya audiens. Hindari penggunaan istilah atau ungkapan yang mungkin dianggap sensitif atau tidak relevan.

• Bahasa daerah: Jika audiens mayoritas menggunakan bahasa daerah, pertimbangkan untuk menggunakan bahasa daerah atau kombinasi bahasa daerah dan bahasa Indonesia.

Adapun tujuan pemilihan bahasa dalam penyuluhan

1. Informatif: Bahasa harus jelas, lugas, dan mudah dipahami.

2. Persuasif: Bahasa harus meyakinkan dan mampu menggugah emosi audiens.

(15)

15 3. Motivasi: Bahasa harus mampu memotivasi audiens untuk bertindak. Dengan memilih bahasa yang tepat, pesan penyuluhan akan lebih mudah dipahami dan diingat oleh audiens, sehingga tujuan penyuluhan dapat tercapai secara optimal.

(16)

KESIMPULAN

Penyuluhan yang efektif memerlukan pemilihan topik yang relevan, menarik, serta disesuaikan dengan audiens. Penggunaan media yang interaktif seperti Canva, film, dan platform media sosial dapat memperkuat penyampaian pesan dan meningkatkan keterlibatan audiens. Penyuluhan juga harus mengedepankan pesan yang disusun secara sistematis, menarik, dan mudah dipahami, sehingga dapat menghindari miskomunikasi serta mempengaruhi audiens untuk bertindak. Teknik storytelling dalam penyuluhan memberikan nilai tambah dalam memudahkan audiens memahami informasi kompleks dan membangun keterikatan emosional, sehingga meningkatkan daya ingat dan mendorong perubahan perilaku.

Storytelling juga mampu memperkuat pesan penyuluhan melalui narasi yang menggugah emosi, pengenalan tokoh yang relatable, serta konflik dan solusi yang relevan dengan tema penyuluhan.

(17)

17 DAFTAR PUSTAKA

Adinda Nur Azizah Rakhma et al., “Communication Outreach on Gadget Usage Education for Elementary School Children,” JOURNAL INCLUSIVE SOCIETY COMMUNITY SERVIES 2, no. 4 (2024): 10–16.

Agus Darmawan et al., “PKM Kelompok Guru-Guru TK Rambutan Tentang Pengenalan Aplikasi Canva Untuk Pembuatan Video Pembelajarn Interaktif,” jurnal ABDIMAS Indonesia 2, no. 2 (2024): 74–82.

Azhar and Azzahra, “Strategi Unggahan Konten Dakwah Salafi Di Instagram Surau Televisi Official.”

Darmawan et al., “PKM Kelompok Guru-Guru TK Rambutan Tentang Pengenalan Aplikasi Canva Untuk Pembuatan Video Pembelajarn Interaktif.”

Fatoni Yanuar Akhmad Budi Sunaryo, Adib Febrianta, and Indira Illiyana, “Potensi Penggunaan Film Sebagai Alat Promosi Penyuluhan Kesehatan Dalam Komunitas,”

Indonesian Journal of Applied Science and Technology 5, no. 2 (2024): 67–75.

Mulyawan, I., & Arsana, I. (2019). Strategi Komunikasi yang Efektif dalam Pendidikan Karakter.

Nurhadi, Z. F., & Kurniawan, A. W. (2018). Kajian tentang efektivitas pesan dalam komunikasi. Jurnal Komunikasi Universitas Garut: Hasil Pemikiran dan Penelitian, 3(1), 90-95.

Hartati, S. (2020). Bahasa dan Komunikasi dalam Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Andi.

Heath, C., & Heath, D. (2007). Made to Stick: Why Some Ideas Survive and Others Die.

Random House.

Haven, K. (2007). Story Proof: The Science Behind the Startling Power of Story. Libraries Unlimited.

Rakhma et al., “Communication Outreach on Gadget Usage Education for Elementary School Children.”

Safitri, Effendi, and Tarohman, “Penyuluhan Optimalisasi Media Sosial Untuk Pemasaran Produk UMKM Halal Food Di Karanganyar 2023.”

Simmons, A. (2006). The Story Factor: Inspiration, Influence, and Persuasion through the Art of Storytelling. Basic Books.

(18)

Saipul Azhar and Fatimah Azzahra, “Strategi Unggahan Konten Dakwah Salafi Di Instagram Surau Televisi Official,” Busyro: Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam 5, no. 2 (2024):

40–52.

Safitri, Effendi, and Tarohman, “Penyuluhan Optimalisasi Media Sosial Untuk Pemasaran Produk UMKM Halal Food Di Karanganyar 2023.”

Sunaryo, Febrianta, and Illiyana, “Potensi Penggunaan Film Sebagai Alat Promosi Penyuluhan Kesehatan Dalam Komunitas.”

Yuni Safitri, Arif Effendi, and Rifki Faradi Tarohman, “Penyuluhan Optimalisasi Media Sosial Untuk Pemasaran Produk UMKM Halal Food Di Karanganyar 2023,” BERDAYA:

Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Kepada Masyarakat 6, no. 3 (2024): 401–410.

Zak, P. J. (2014). Why Your Brain Loves Good Storytelling. Harvard Business Review.

Referensi

Dokumen terkait