• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN BUDAYA JAWA - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KAJIAN BUDAYA JAWA - Spada UNS"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BUDAYA

JAWA

(2)

A. Definisi kebudayaan

Budaya berasal dari bahasa Yunani “colore,

culture”, dalam bahasa Inggris disebut Culture.

1. Clifford Geertz

Kebudayaan adalah merupakan pengetahuan manusia yang diyakini kebenarannya oleh orang yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi- emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor dsb.

(3)

2. Koentjaraningrat

Budaya berasal dari kata buddhayah (Sansekerta) bentuk jamak dari buddhi

‘budi/akal’. Jadi kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.

Kebudayaan meliputi gagasan-gagasan , cara berpikir, ide-ide, yang menghasilkan norma- norma, adat istiadat, hukum dan kebiasaan- kebiasaan yang merupakan pedoman bagi tingkah laku dalam masyarakat

(4)

3. Budiono Herusatoto

Kebudayaan berasal dari kata budi dan daya a. budi:

- akal (“batin”) baik buruk, benar salah ditimbang- timbang ing batin

- tabiat, watak, akhlak, perangai (berbudi bawa leksana)

- kebaikan, perbuatan baik (budi luhur) -daya upaya, ikhtiar (angulir budi)

-Kecerdikan untuk mencari pemecahan masalah (hambudi daya)

(5)

b. Daya

- kekuatan, tenaga (dayaning batin) -pengaruh (daya pangaribawa)

-jalan/cara ikhtiar (daya upaya) -muslihat, tipu (hambudi daya)

Jadi budaya berarti kekuatan batin dalam daya upayanya menuju kebaikan/kesadaran batin menuju kebaikan

(6)

4. KBJ adl penyelidikan atau penelitian secara mendalam terhadap budaya yang merupakan kebiasaan dan selalu dilakukan oleh manusia atau masyarakat Jawa

(7)

B. Wujud kebudayaan

Wujud kebudayaan mencakup tiga hal yaitu

a. Sesuatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-

gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan (alam pikiran masyarakat yang berupa tulisan, karangan) b. Aktivitas kelakuan berpola dalam masyarakat

(sistem sosial masyarakat)

c. Hasil karya manusia (bentuk fisik, misalnya benda- benda, bangunan)

(8)

C. Isi Kebudayaan

a. Sistem religi perangkat dan upacara keagamaan b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan

c. Sistem pengetahuan d. Bahasa

e. Kesenian

f. Sistem mata pencaharian hidup g. Sistem teknologi dan peralatan

(9)

D. SUKU BANGSA JAWA

Orang-orang yang secara turun-temurun

menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai dialeknya dalam kehidupan sehari-hari;

bertempat tinggal di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY serta mereka yang berasal dari kedua daerah tersebut.

(10)

E. WILAYAH BUDAYA JAWA

a. Daerah Jawa Barat/tanah Pasundan/tatar Sunda

(sebelah barat sungai Cilosari dan Citanduy)suku bangsa Sunda

b. Daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur (sebelah timur kedua sungai di atas)tanah Jawa, meliputi daerah Banyumas, Kudus, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, Kediri.

c. Daerah pesisir dan ujung Timur (Cirebon, Tegal,

Pekalongan, Kudus, Demak, Gresik), Surabaya, Madura.

d. Wilayah budaya Jawa dewasa ini menyebar hampir

diseluruh pulau di wilayah Indonesia (penyebaran lewat transmigrasi, bekerja dll)

(11)

F.KEBUDAYAAN JAWA

Karkono berpendapat bahwa kebudayaan Jawa adl pancaran atau pengejawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita- cita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan lahir dan batin.

Kebudayaan Jawa sudah ada sejak jaman prasejarah. Kedatangan kebudayaan Hindu melahirkan kebudayaan Hindu-Jawa, Islam melahirkan Islam-Jawa,. Kedatangan bangsa barat melahirkan kebudayaan barat-Jawa yang cenderung materealistik, maka sekarang banyak manusia Jawa yang cenderung materealistik (mata dhuiten) karena pengaruh barat.

(12)

Dalam perkembangannya, kebudayaan Jawa masih tetap seperti dasar kelahirannya, merupakan kristalisasi pemikiran-pemikiran lama, yaitu:

a. Manusia Jawa berkeyakinan kepada Sang Maha Pencipta, penyebab dari segala kehidupan

b. Manusia Jawa berkeyakinan bahwa manusia adalah bagian dari kodrat alam semesta (makrokosmos), manusia dengan alam saling mempengaruhi.

c. Manusia Jawa rindu akan kondisi “tata tentrem karta raharja” yaitu suatu keadaan damai, sejahtera, aman, sentosa berdasar pada “kautamaning urip” (keutamaan hidup), sehingga manusia Jawa berkewajiban untuk memayu hayuning raga, sesama, bangsa dan Bawana.

(13)

MASYARAKAT JAWA

1. Struktur Masyarakat Jawa

Penggolongan Masyarakat Jawa Berdasarkan Kelompok Sosial- Ekonomi:

a. kaum priyayi

yaitu terdiri priyayi rendah (pegawai rendah dan intelektual), dan priyayi tinggi/priyagung (pejabat).

b. wong cilik

yaitu para petani di pedesaan dan orang-orang yang berpendapatan rendah di kota- kota.

(14)

Penggolongan Masyarakat Jawa Berdasarkan Kelompok Sosial- Keagamaan

a. kaum santri

yaitu orang Jawa yang hidupnya berusaha sesuai ajaran Islam (aktif).

b. kaum abangan

yaitu orang Jawa yang beragama Islam (pasif) sebagai pemilik tradisi budaya, dan non Islam, yaitu orang Jawa yang telah berpindah dari agama Islam ke agama lain

(15)

Penggolongan Masyarakat Jawa Secara Antropologis

a. Kaum priyayi

yaitu orang-orang Jawa ningrat yang masih memiliki katurunan atau keluarga kraton.

b. Kaum Santri

yaitu orang-orang Jawa Islam yang hidupnya lebih didominasi pengamalan agama Islam.

c. Kaum abangan

yaitu orang Jawa yang berasal dari kalangan bawah (bukan santri ataupun priyayi)

(16)

SISTEM KEKERABATAN ORANG JAWA

gantung siwur udheg-udheg

wareng canggah

buyut eyang orang tua

AKU putra wayah buyut canggah

wareng udheg-udheg gantung siwur

(17)

Perasaan Orang Jawa

a. Aji-ngajeni-respect: kepada orang yang lebih tinggi derajatnya harus menghormati b. Isin: perasaan yang dimiliki seseorang apabila ia merasa dirinya dirinya sangat

inferior terhadap orang lain (sangat rendah, buruk, dan tidak berguna)

c. Lingsem: perasaan dirinya jelek karena salah satu sebab (berusaha menghindar) d. Pakewet: perasaan superioritas kepada orang lain untuk

berkomunikasi/berhubungan.

e. Ajrih/wedi: keadaan asing, terutama dalam tindakan orang lain yang menyangkut dirinya

f. remen: telah kenal, sederajat, tak akan merugikan g. Tresna: sangat dekat, menurun

h. Gething: rasa benci kepada seseorang, karena sering merugikan, membuat malu, maksud tidak baik.

i. Ajrih: pangkal tolak mental seseorang

(18)

Konsep keharmonisan dalam masyarakat Jawa

a. Manut: menuruti/menyetujui kehendak orang lain

b. Rukun: solidaritas kelompok, identitas sosial c. Eling lan prihatin

d. Eling lan waspada

Konsep pembagian warisan e. Segendhong sepikul: 1:2

f. Gana-gini: suami istri sama, hasil bersama

(19)

BAHASA DAN

SASTRA

(20)

BAHASA

Secara geografis, bahasa Jawa merupakan bahasa yang dipakai di daerah-daerah di Jawa Tengah, DIY, dan JawaTimur. Di Jawa Timur khusus daerah Besuki sampai Prabalingga bagian utara memakai bahasa campuran, antara bahasa Jawa dan Madura. Poerwadarminta (1953: 1) juga mengatakan bahwa Bahasa Jawa dipakai di Banten dan Cirebon Utara. Selain itu Bahasa Jawa dipakai juga oleh para pendatang atau transmigran dari Jawa di kota-kota lain atau provinsi-provinsi lain di Indonesia, seperti: DKI, daerah Lampung, Sumatra Selatan, Kalimantan, Sulawesi dan Irian dsb. Di luar negara Indonesia, negara Suriname adalah negara yang juga menggunakan Bahasa Jawa(Sudaryanto: 3)

(21)

Tiga faktor yang menyebabkan masih tetap terpeliharanya bahasa Jawa

1. Tradisi kesusastraan Jawa yang sudah berurat dan berakar;

2. Pecinta-pecinta bahasa Jawa yang masih cukup

banyak dan masih giat mengusahakan agar bahasa Jawa tetap terpelihara, dan:

3. Penutur bahasa Jawa sebagaia bahasa ibu yang jumlahnya sangat besar.

(22)

PENYEBAB KERAPUHAN

UNGGAH-UNGGUH BAHASA JAWA

1. Sikap masyarakat Jawa terhadap unggah-ungguh bahasa Jawa itu sendiri;

2. Hadirnya situasi dwibahasa;

3. Kurangnya motivasi dan semangat yang kuat dalam diri para murid untuk mempelajari dan mempraktekkan unggah-ungguh bahasa Jawa secara intensif;

4. Kurang adanya keteladanan tokoh masyarakat yang terkait sebagai publik figure untuk menggunakan bahasa Krama yang baik dan benar.

5. Sebagian masyarakat Jawa sendiri ada yang menganggap bahwa sistem bahasa Jawa merupakan bahasa feodal, tidak demokratis;

6. Kurang tersedianya buku-buku bacaan dan majalah berbahasa Jawa;

7. Masih banyak orang yang mudah kagetan dan gumunan.

(23)

SASTRA

Kitab-kitab Jawa kuna golongan tua

1. Serat Tjanda-Karana 2. Serat Ramayana

3. Sang hyang Kamahayanikan 4. Brahmandapurana

5. Agastyaparwa 6. Uttarakanda 7. Adiparwa 8. Sabhaparwa

9. Wirataparwa 10.Ud-jogaparwa 11.Bhismaparwa

12.Asramawasanaparwa 13.Mosalaparwa

14.Prasthanikaparwa 15.Swargarohanaparwa 16.kundjarakarna

(24)

SERAT-SERAT DJAWI-KINA INGKANG MAWI SEKAR

1. Ardjunawiwaha 2. Kresnayana

3. Sumanasantaka 4. Smaradahana 5. Bhomakawya 6. Bharatajuddha 7. Hariwangsa 8. Gatotkatjasraja 9. Wrettasantjaja 10.lubdhaka

(25)

SERAT-SERAT DJAWI-KINA

INGKANG GOLONGAN ENEM

1. Brahmandapurana 2. Kundjarakarna

3. Nagarakretagama 4. Ardjunawiwaha

5. Sutasoma utawi purusada-santa 6. Parthajadnja

7. Niticastra

8. Nirathapakreta 9. Dharmacunya 10.Haricraya

(26)

THUKULIPUN

BASA DJAWI TENGAHAN

1. Tantu Panggelaran, gantjar

2. Tjalon Arang, gantjar

3. Tantri Kamandaka, gantjar

4. Korawacraya, gantjar

5. Serat Pararaton

(27)

KIDUNG BASA DJAWI TENGAHAN

1. Dewa-Rutji, mawi sekar

2. Serat Sudamala, mawi sekar

3. Serat Kidung Subrata, mawi sekar

4. Serat Pandji Angreni, mawi sekar

5. Serat Sri Tandjung, mawi sekar

(28)

DJAMAN ISLAM

1. Het boek van Bonang, gantjar

2. Een Javaans Geschrift uit de 16e eeuw, gantjar 3. Suluk Sukarsa, mawi sekar

4. Kodja-djadjahan, mawi sekar 5. Suluk Wudjil, mawi sekar

6. Suluk Malang Sumirang, mawi sekar 7. Serat Nitisruti, mawi sekar

8. Serat nitipradja, mawi sekar 9. Serat Sewaka, mawi sekar 10.Serat Menak, mawi sekar

11.Serat Rengganis, mawi sekar 12.Serat Manik-maja, mawi sekar 13.Serat Ambija, mawi sekar

14.Serat Kandha, mawi sekar

(29)

DJAMAN

SURAKARTA AWAL

1. Kjahi Jasadipura I lan II 2. Serat bratajuda

3. Serat Paniti-sastra

4. Serat ardjuna-sasra utawi Lokapala 5. Serat Darmasunja

6. Serat Dewa-rutji Djarwa 7. Serat Menak

8. Serat Ambia Jasadipura 9. Serat Tadjusalatin 10.Serat Tjebolek 11.Serat Babad Gijanti 12.Serat Sasanasunu 13.Serat Witjara Keras 14.Sinuhun P. B. IV 15.Kjahi Sindusastra

16.Kandjeng Pangeran Arja Kusumadilaga

17.Kangdjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (Sinuwun P. B V) 18.Raden Ng. Ranggawarsita

19.Paramayoga 20.Serat Djitapsara 21.Serat Pustaka-radja 22.Serat tjemporet 23.Serat Babad Prajut 24.Serat Babad Pakepung

(30)

Di zaman Surakarta awal, masalah kepustakaan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu jarwan dan yasan enggal. Jarwan maksudnya zaman pembangunan (kitab-kitab kuna yang digubah dengan sekar macapat), dan yasan enggal maksudnya zaman membuat karangan-karangan baru.

1. Kitab yang dikarang/disadur oleh Pakubuwana III Wiwaha-djarwa/Mintaraga (puisi) atau Arjuna Wiwaha

(31)

2. Kitab yang dikarang oleh Yasadipura I dan II (puisi)

serat Rama, Bharatayuda, panitisastra, arjunasasra, darmasunja, dewaruci jarwa, menak, ambiya, tajusalatin, cebolek, babad pakepung. Babad giyanti, sasanasunu, wicarakeras.

3. Kitab yang dikarang oleh sinuhun Pakubuwana IV Wulangreh, Wulang Sunu

4. Kitab yang disadur/dibangun Sindusastra

Kyai Sindusastra adalah juru tulis K.G.P Purbaya, dan setelah naik tahta bergelar Sinuwun Paku Buwana VII.

Ardjunasasrabau (puisi), Sugriwa Subali, Partayadnya (Parta Krama), sembadra larung, Srikandi Meguru Manah

(32)

5. Kitab yang disadur/dibangun Arya Kusumadilaga

K.P. Arya Kusumadilaga adalah putra KGPA Mangkubumi I di Surakarta (bukan Sri Sultan I).

Bale Sigala-gala, Djagalbilawa (puisi),Semar Djantur (puisi). Serat Partadawa, sastramiruda (pelajaran mendalang), kitab ini bersumber pada kitab kandha.

6. KGPA Anom (Sri Paduka PB V) Serat Centhini

(33)

7. Kitab-kitab yang dikarang Ranggawarsita

Jayengbaya, Witaradya, Paramayoga (puisi), Jitapsara (puisi), Pustakaraja (puisi), Cemporet (puisi), Aji Pamasa, Kalatidha, Jaka Lodhang, Sabdatama, Sabdajati, Wedharaga.

8. Kitab karya Mangkunegara IV

Wedhatama, Tripama, Nayakawarna, Serat Piwulang Warna-warni (Darmawasita, Siyatna), Wirawiyata, Salokatama

(34)

KESENIAN TRADISIONAL

Kesenian adalah salah satu penyangga

kebudayaan, dan berkembang menurut

kondisi dari kebudayaan itu. Kesenian

tidak pernah berdiri lepas dari

masyarakat. Sebagai salah satu bagian

yang penting dari kebudayaan, kesenian

merupakan kreativitas dari masyarakat

(Umar Kayam, 1981) dan pada dasarnya

semua bentuk kesenian dan dianggap

berasal dari ritual (kesukuan) kuna

(Jennifer Lindsay, 1991).

(35)

Kesenian tradisional: suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya.

Pengolahan didasarkan atas cita-cita masyarakat pendukungnya. Cita rasa disini mempunyai pengertian luas, termasuk “nilai kehidupan tradisi ”, pandangan hidup, pendekatan falsafah, rasa etis dan estetis serta ungkapan budaya lingkungan. Hasil kesenian tradisional biasanya diterima sebagai tradisi, pewaris yang dilimpahkan dari angkatan tua kepada angkatan muda.

(36)

Kesenian pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu kesenian tradisional dan kesenian modern.

a. Kesenian dianggap tradisional karena lahir pada masa Indonesia belum merdeka, menggunakan dialek atau bahasa daerah, dan punya identitas regional yang kuat, dan punya pola dramatik tertentu yang dapat diduga sebelumnya.

ciri khusus: berlakunya aturan-aturan yang ketat dalam prinsipnya dan adanya vokabuler yang merupakan bahan penyusunan wujud karya (Humardani, 1972), seperti orang membangun rumah harus ada pintu depan, pintu tengah, pintu samping, dan pintu belakang.

(37)

b. Kesenian modern atau non tradisional yaitu suatu bentuk seni yang penggarapannya didasarkan pada cita rasa baru dikalangan masyarakat pendukungya, akibat pengaruh dari luar dan bahkan sering pula ada yang bersumber dari cita rasa “barat”.

(38)

CIRI-CIRI dan FUNGSI KESENIAN TRADISIONAL

Ciri-ciri

a. Seni yang pengaruh dan keberadaannya pada batas- batas wilayah tertentu dan jangkauannya terbatas pada budaya penunjang.

b. Seni yang sangat erat hubungannya dengan golongan ras, kesukuan, adat-istiadat maupun keagamaan.

c. Merupakan bagian dari satu “cosmos” kehidupan yang bulat tanpa terbagi-bagi dalam pengkotakan spesialisasi.

d. Karya seni bukan merupakan hasil kreativitas perseorangan, melainkan tercipta secara anonim bersamaan dengan sifat kolektif masyarakat pendukungnya.

(39)

e. Seni bersifat fungsional dalam arti tema dan bentuk-bentuk ungkapan dan penampilannya tidak terpisahkan dari kepentingan “cosmos”

yang menyeluruh itu.

f. Perubahannya sangat lamban juga ada suatu kemapanan yang mengakar.

(40)

Fungsi:

fungsi seni tradisi lebih menekankan pada persoalan kehidupan masyarakat di mana ia berada, sedangkan persoalan itu cenderung dari pada kehidupan yang sangat esensial, seperti nilai kemanusiaan maupun keagungan sang pencipta. Seni tradisi dalam perjalanan awal digunakan untuk upacara-upacara ritual keagamaan.

(41)

FUNGSI KESENIAN TRADISIONAL

a. Sebagai pemanggil kekuatan supranatural (gaib);

b. Memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh- roh jahat;

c. Pemujaan terhadap nenek moyang dengan menirukan kegagahan ataupun kesigapan;

d. Pelengkap upacara sehubungan dengan peristiwa tingkatan hidup seseorang;

e. Pelengkap upacara sehubungan dengan saat- saat tertentu dalam perputaran waktu.

f. Manifestasi daripada dorongan untuk mengungkapkan keindahan semata.

(42)

WAYANG PURWA

Emper, pendhapa, omah mburi, gandhok, senthong, pringgitan, umah mburi

1. Wayang: gambaran tentang suatu tokoh, boneka, atau boneka pertunjukkan wayang, berjalan berkali-kali, lalu lalang, tidak tetap, samar- samar, remang-remang (Sri Mulyono, 1982).

2. Wayang berkaitan dengan kata hyang, yang berarti leluhur. Akar kata hyang adalah yang, maksudnya bergerak berkali-kali, simpang siur, lalu lalang, melayang. Oleh karena itu, wayang dapat pula berarti suksma, roh, yang melayang, yang mengitar. Jadi makna dan arti hyang dapat dirinci menjadi 2, yaitu (1) suksma, roh, (2) orang telah meninggal (leluhur). Maka dari itu dalam perunjukkan wayang purwa menghasilkan bayangan (wayangan), sehingga dinamakan wayang atau shadow play atau pertunjukkan atau permainan bayangan.

(43)

ASAL MUASAL WAYANG

Dalam menentukan asal-muasal wayang sampai sekarang masih terjadi kerancuan, ada yang mangatakan dari Indonesia dan India.

Hazeu (1979) berpendapat bahwa asal-muasal wayang berasal dari Jawa asli, bukannya meniru atau mencontoh dari Hindu, dengan argumen:

1. nama-nama peralatan wayang semua adalah kata asli Jawa;

2. adanya wayang itu sudah semenjak sebelum bangsa Hindu datang ke Jawa.

(44)

3. struktur lakon wayang digubah menurut model yang amat tua;

4. cara bercerita ki dalang (tinggi rendah suaranya, bahasanya, dan ekspresi- ekspresinya) juga mengikuti tradisi yang amat tua;

5. desain teknis, gaya susunan lakon-lakon ini juga bersifat khas Jawa.

Referensi

Dokumen terkait

Journal of the Department of Agriculture, Journal of the Department of Agriculture, Western Australia, Series 4 Western Australia, Series 4 Volume 3 Number 1 January, 1962 Article 2