• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN DAYA DUKUNG WADUK UNTUK BUDIDAYA IKAN (STUDI KASUS : BENDUNGAN CENGKLIK)

N/A
N/A
Fajar Prihambodo

Academic year: 2023

Membagikan "KAJIAN DAYA DUKUNG WADUK UNTUK BUDIDAYA IKAN (STUDI KASUS : BENDUNGAN CENGKLIK)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS KAJIAN DAYA DUKUNG WADUK UNTUK BUDIDAYA IKAN (STUDI KASUS : BENDUNGAN CENGKLIK)

Conference Paper · September 2017

CITATIONS

0

READS

4,637 7 authors, including:

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

water resources developmentView project Runi Asmaranto

Brawijaya University 72PUBLICATIONS   75CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Runi Asmaranto on 28 September 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

(2)

1

STUDI KASUS

KAJIAN DAYA DUKUNG WADUK UNTUK BUDIDAYA IKAN (STUDI KASUS : BENDUNGAN CENGKLIK)

Runi Asmaranto1*, Antonius Suryono2

1Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2Satker Operasi dan Pemeliharaan SDA BBWS Bengawan Solo

*runi_asmaranto@ub.ac.id Intisari

Waduk adalah suatu badan air yang dibentuk atau dimodifikasi oleh manusia dengan cara membendung sungai untuk tujuan tertentu dan dapat dikontrol dalam penggunaannya. Selain fungsi utama sebagai sarana irigasi seluas 1.578 ha, Waduk Cengklik juga dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata dan budidaya perikanan.

Namun, pada 29 Desember 2015 banyak ikan yang berada di waduk tersebut mati.

Ikan yang dibudidayakan mati diduga akibat keracunan air waduk yang tercemar limbah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi pencemaran Waduk Cengklik sekarang ini dan bagaimana zonasi waduk untuk daya dukung budidaya keramba jaring apung yang semakin berkembang. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis deskriptif berdasarkan hasil pengujian kualitatif dan kuantitatif data primer yang berupa kualitas air Waduk Cengklik. Metode penelitian yang dilakukan melalui 4 tahapan yaitu persiapan, pengumpulan data, analisis data, analisa hasil dan pembahasan dan pengambilan kesimpulan. Diharapkan hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai kajian pengelolaan zonasi Waduk dan penanganan permasalahan pencemaran Waduk yang kini sedang berlangsung.

Kata Kunci: Waduk Cengklik, Zonasi Waduk, Keramba Jaring Apung PENDAHULUAN

Waduk Cengklik terletak di Desa Ngargorejo, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah dimana awalnya (pada masa Pemerintah Hindu Belanda Tahun 1923) dibangun untuk memenuhi kebutuhan air industri Pabrik Gula Colo Madu, namun mulai tahun 1998 pemanfaatan airnya telah dikembangkan untuk keperluan irigasi dengan menambah suplesi air dari Kali Pepe dengan membangun Bendung Watuleter berikut saluran suplesinya, dengan volume efektif sebesar dengan volume efektif sebesar 9,773 juta m3 dan luas genangan 10,69 km2 (Anonim, 2012).

Selain fungsi utama sebagai sarana irigasi seluas 1.578 ha, Waduk Cengklik juga dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata dan budidaya perikanan. Namun, pada 29 Desember 2015 banyak ikan yang berada di waduk tersebut mati diduga akibat keracunan air waduk yang tercemar limbah. Menurut Maryanto, Ketua Kelompok Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung Desa Ngargorejo Ngemplak Boyolali, pencemaran air waduk lebih disebabkan penggunaan pupuk kimia berlebihan dari sawah milik petani yang kemudian terbawa air hujan menuju waduk. Sehingga, bisa diduga ikan di waduk tersebut mati dikarenakan kekurangan oksigen. Permasalahan eutrofikasi menjadi penyebab utama menurunnya kualitas air sehingga mengganggu peruntukannya

(3)

2

sehingga kematian massal ikan dapat terjadi akibat penurunan kualitas air serta kurang diperhatikannya daya dukung perairan.

Berdasarkan permasalahan diatas maka sangat penting untuk mengkaji kondisi pencemaran Waduk Cengklik sekarang ini dan bagaimana zonasi waduk untuk daya dukung budidaya keramba jaring apung yang semakin berkembang.

Kajian Pustaka

Eutrofikasi adalah proses pengayaan nutrien pada suatu perairan yang disebabkan oleh peningkatan pemasukan nutrien penyebab eutrofikasi N dan P yang memacu timbulnya perubahan ekosistem yang ditandai dengan melimpahnya spesies algae dan makrofita akuatik (Machbub, 2010). Nutrien sebagai penyebab eutrofikasi di danau dan waduk dapat berasal dari 2 sumber yaitu dari daerah aliran sungai (DAS) dan dari perairan waduk itu sendiri. Bahan pencemar berupa nutrien masuk ke waduk melalui runoff. Runoff yang melewati daerah pemukiman dan pertanian mengandung fosfor yang tinggi akibat dari peningkatan penggunaan pupuk pertanian yang dapat sebagai penyebab eutrofikasi di sungai dan waduk (Udawatta, etal.2004).

Landasan Teori

Sumitomo dan Nemerow (1970) (dalam Lampiran II Kepmen LH No.115 Tahun 2003), mengusulkan suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna untuk suatu peruntukan. Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan Indeks Kualitas Air (Water Quality Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai.

Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Sedangkan berdasarkan PP No 82 Tahun 2001 pada pasal 8 skema klasifikasi mutu air sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Mutu Peruntukan air berdasarkan Klasifikasi Mutu Air Mutu Air Air Baku

Minum

Sapras Rekreasi Air

Peternakan Pertanaman

Kelas 1    

Kelas 2 X   

Kelas 3 X x  

Kelas 4 X x x 

Sedangkan Status Pencemaran berdasarkan nilai Indek Pencemaran adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003):

0 ≤ IP ≤ 1,0 : Memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < IP ≤ 5,0 : Cemar Ringan

5,0 < IP ≤ 10 : Cemar Sedang IP > 10 : Cemar Berat

Keterangan :

 diperbolehkan x tidak diperbolehkan

(4)

3

METODOLOGI STUDI

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis deskriptif berdasarkan hasil pengujian kualitatif dan kuantitatif data primer yang berupa kualitas air Waduk Cengklik. Metode penelitian yang dilakukan melalui 4 tahapan yaitu persiapan, pengumpulan data, analisis data, analisa hasil dan pembahasan dan pengambilan kesimpulan.

Penentuan Titik Sampling Di Waduk

Pengambilan sampel di waduk dimaksudkan untuk untuk mengkaji alokasi beban pencemar yang masuk ke waduk yang berasal dari kegiatan manusia di daerah tangkapan air. Parameter utama yang diukur adalah konsentrasi TP dan TN serta debit sungai. Adapun lokasi pengambilan sampel tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Koordinat Titik Sampling di waduk Tahun 2016

No Lokasi Sampling

Koordinat Kedalaman

(m) 1 Inlet 1 S 07°29’ 54,77” E 110°43’29,45” - 2 Inlet 2 S 07°29’ 58,61” E 110°43’38,13” - 3 Waduk S 07°30’ 9,73” E 110°43’31,71” 0,94 4 Waduk S 07°30’ 21,45” E 110°43’23,13” 0,90 5 Waduk S 07°30’ 28,55” E 110°43’30,39” 1,50 6 Waduk S 07°30’ 41,68” E 110°43’33,81” 2,90 7 Waduk S 07°30’ 45,11” E 110°43’56,39” 4,40 8 Dekat Outlet S 07°31’ 0,55” E 110°43’57,65” 4,69 9 Dekat Outlet S 07°31’ 0,71” E 110°43’47,4” 1,97 10 Waduk S 07°30’ 54,28” E 110°43’38,99” 0,30 11 Th 2014 S 07°31' 2.33“ E 110°43'48.97" 3 12 Th 2015 S 07°31' 2.33“ E 110°43'48.97" 3

HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN Hidrologi DAS Waduk Cengklik

Berdasarkan kondisi hidrologi, jaringan sungai pada waduk Cengklik saling berkesinambungan dari daerah hulu menuju daerah hilir menyatu kemudian bermuara kedalam bangunan Waduk Cengklik dengan membentuk pola aliran (drainage patern) menyerupai bentuk cabang ranting pohon (dendritic patern). Pola tersebut bila dikaitkan dengan sistem aliran sungai (drainage system) dapat mempercepat gerakan limpasan air dan mempermudah terjadinya erosi tanah pada DAS waduk Cengklik seluas 10,96 km2. Ada beberapa inflow selain air hujan yang masuk ke Waduk Cengklik diantaranya adalah Kali Senting 1 dan Senting 2 yang terletak di sebelah utara waduk cengklik. Aliran Kali Senting 1 dan 2 ini bertemu menjadi satu sebelum masuk ke waduk, dengan debit normal sekitar 200 liter/detik. Kemudian aliran Kali Njati 1 dan Njati 2 masuk ke waduk dengan debit sekitar 250 liter/detik. Inflow lain berasal dari suplesi Dam Kali Botak yang dialirkan melalui pintu pengatur menuju waduk.

Geologi Regional

Berdasarkan peta geologi Lembar Jawa bagian tengah geologi DAS waduk Cengklik digolongkan kedalam formasi Qhv (holocene volcanics) yaitu: Batuan Gunung Api Holosen yang terdiri dari bermacam-macam batuan hasil erupsi beberapa gunungapi strato, berupa breksi gunungapi, aglomerat, lahar, lava, tuf, lapili dan bom. Umumnya

Gambar 1. Skema Lokasi Sampling

(5)

4

bersusunan andesit sampai basal, hasil erupsi gunungapi: Ciremai, Slamet, Sundoro, Sumbing, Jembangan, Merapi, Tidar, Dieng, Merbabu dan Lawu. Formasi ini berumur pada jaman kuarter yang disusun oleh busur gunungapi dari lajur gunung api tengah (Amin. TC dkk, 1999)

Penggunaan lahan

Penggunaan lahan Daerah Tangkapan Air di Waduk Cengklik sudah didominasi oleh permukiman (60,78%) sisanya sawah dan air waduk. Dari luas total sebesar 1.093,26 ha terlihat bahwa luas areal permukiman sebesar 664,47 ha, sedangkan areal sawah 299,27 ha.

Melihat dominasi penggunaan lahan oleh permukiman sudah diprediksi bahwa beban pencemaran di waduk cukup besar.

Hasil Pengujian Kualitas Air Waduk

Data kualitas air yang digunakan dalam studi ini di peroleh dari hasil pengujian sampel yang diambil pada bulan Juli tahun 2016 sebagaimana terlihat pada Tabel 3.

Analisis Status Mutu Air berdasarkan Nilai Indeks Pencemaran

Analisis didasarkan standar kriteria mutu air yang diatur pada PP No. 82 Tahun 2001 yang disertai dengan lampiran kriteria Mutu Air berdasarkan kelasnya. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Hasil perhitungan masing-masing titik pengamatan kualitas air dan analisis berdasarkan kelas mutu air dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel. 3. Rekapitulasi Hasil Pengujian Kualitas Air Waduk Cengklik Bulan Juli 2016

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10

7°29'54,77''S 7°29'58,61''S 7°30'9,73''S 7°30'21,45''S 7°30'28,55''S 7°30'41,68''S 7°30'45,11''S 7°31'0,55''S 7°31'0,71''S 7°30'54,28''S 110°43'29,45''T 110°43'38,13''T 110°43'31,71''T 110°43'23,13''T 110°43'30,39''T 110°43'33,81''T 110°43'56,39''T 110°43'57,65''T 110°43'47,40''T 110°43'38,99''T

1 Temperatur ˚C 28.24 29.14 31.08 29.35 30.12 30.42 30.03 31.10

2 Ph 6-9 7.29 7.49 7.85 7.18 7.65 6.85 8.10 8.10

3 Residu terlarut mg/L TDS 1000 80 79 78 76 73 71 74 75

4 Residu tersuspensi * mg/L TSS 50 82 160 31 80 75 40 70 90

5 DO mg/L OT 4 6,3 4,6 5,0 4,4 6,0 4,9 4,9 5,0

6 Boron mg/L B 1 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001

7 Nitrat mg/L NO3 10 0,5 0,4 0,3 0,3 0,2 0,6 0,6 0,7

8 Nitrit* mg/L NO2 0,06 0,04 0,03 0,02 0,02 0,01 0,02 0,03 0,06

9 Amoniak mg/L NH3 ( - ) 0,27 0,43 0,31 0,23 0,22 0,16 0,20 0,34

10 Phospat* mg/L PO4 0,2 0,003 0,005 0,01 0,004 ≤ 0,0001 ≤ 0,0001 ≤ 0,001 0,006

11 Klorida * mg/L Cl ( - ) 8,2 7,8 7,8 7,8 7,3 7,3 7,3 7,8

12 Besi * mg/L Fe ( - ) 0,3 0,6 0,6 0,6 0,2 0,4 0,5 1,4

13 Mangan * mg/L Mn ( - ) 0,6 0,2 0,02 0,1 0,1 0,1 0,2 0,4

14 Natrium mg/L Na ( - ) 5,3 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0

15 COD* mg/L KOK 25 17,5 14,1 22,0 23,7 24,7 19,0 17,4 18,1

16 BOD * mg/L KOB 3 10,9 6,8 11,0 11,4 11,7 9,0 10,3 11,0

17 Deterjen * µg/L MBAS 200 27,1 91,2 222,6 164,6 88,7 222,4 87,6 95,4

18 Klorin bebas mg/L CL 2 0,03 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001

19 Minyak & Lemak µg/L M & L 1000 3000 3000 1000 2000 2000 2000 2000 2000

20 Nilai permanganat * mg/L KMnO4 ( - ) 23,3 23,6 22,1 22,4 22,0 22,7 21,8 23,6

21 Flourida mg/L F 1,5 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001 ≤ 0,001

22 Sulfida mg/L S 0,002 0,035 0,032 0,028 0,029 0,027 0,026 0,030 0,053

23 Sulfat * mg/L SO4 ( - ) 4,8 10,0 2,7 2,3 1,6 1,1 2,0 5,3

24 Sianida mg/L CN 0,02 0,011 0,007 0,008 0,007 0,011 0,006 0,008 0,011

25 Timbal mg/L Pb 0,03 0,08 0,08 0,04 0,04 0,03 0,1 0,005 0,04

26 Tembaga mg/L Cu 0,02 0,01 0,0005 0,03 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01

27 Nikel mg/L Ni ( - ) 0,08 0,1 0,1 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05

28 Krom total mg/L Cr ( - ) 0,03 0,01 0,02 0,07 0,03 0,01 0,06 0,02

29 Crom Heksavalen mg/L Cr6+ 0,05 ≤ 0,0001 0,05 ≤ 0,0001 ≤ 0,0001 ≤ 0,0001 ≤ 0,0001 0,03 0,01

30 Total Coliform JPT/100 mL 5000 2,8 x 10⁴ 9,3 x 10⁴ 7,5 x 10⁴ 2,4 x 10⁵ 1,5 x 10⁴ 9 x 10³ 7,5 x 10⁴ 3 x 10³

Keterangan :

Kadar maksimum berdasarkan Lampiran PP No.82 Tahun 2001, Kriteria Mutu Air Klas II.

Parameter sesuai dengan permintaan.

( - ) : tdk dipersyaratkan

* : Parameter sudah terakreditasi

REKAPITULASI HASIL PENGUJIAN KUALITAS AIR WADUK CENGKLIK BULAN JULI 2016

K E R I N G

K E R I N G

Lokasi Pengambilan No Parameter Satuan Kadar

Maksimum

(6)

5

Tabel 4. Hasil analisis Total Indeks Pencemaran (IP) dan status mutu air

Berdasarkan hasil analisis Tabel 4 diatas, terlihat bahwa kondisi waduk cengklik sudah dalam kategori cemar berat dan sedang untuk kelas mutu air I dan kelas II, artinya kondisi air permukaan Waduk Cengklik tidak layak untuk konsumsi air baku maupun air minum, karena terdapat beberapa faktor pemberat pencemaran seperti kadar BOD, COD, TSS, Total Coliform, kandungan Minyak Lemak, kadar timbal, Mangan, Sulfida, Nitrit dan Phospat, dimana nilai semua parameter tersebut diatas ambang batas kelas I maupun kelas II. Bahkan dari analisis data tahun 2014, 2015 dan tahun 2016, kualitas air berdasarkan status mutu Kelas I tercemar Berat antara 75 – 95 % , sisanya status tercemar Sedang dan tidak ada status cemar ringan untuk Kelas I. Sedangkan untuk Status Kelas II, Status Cemar Berat antara 50 – 60 % sisanya merupakan cemar sedang.

Sedangkan berdasarkan status Kelas IV terdapat kategori memenuhi (titik 10 dekat main dam), cemar ringan, cemar sedang dan cemar berat (titik P 6 di tengah waduk).

Analisis Kondisi Beberapa Parameter Kualitas Air Waduk Total Coliform

Besarnya kandungan total coliform diatas ambang maksimum 5000 JML/100 mL menunjukkan kepadatan permukiman disekitar waduk berperan terhadap pencemaran limbah domestik ke badan waduk. Data pengukuran total Coliform di waduk Cengklik berkisar antara 15.000 JML/100mL bahkan pengukuran bulan Juli 2016 mencapai 93.000 JML/100mL di titik P4 dan 240.000 JML/100mL pada titik P6. Kandungan bakteri coliform ini menunjukkan padatnya permukiman disekitar badan waduk dan di hulu DAS, dan buruknya sanitasi umum. Kemungkinan jumlah sarana sanitasi umum masih minim, dan banyak warga yang membuang limbah kotoran ke badan sungai masuk ke waduk.

Nitrit

Selain bakteri coliform yang tinggi, kadar nitrit di waduk Cengklik juga sudah hampir mencapai ambang maksimum 0,06 mg/L NO2. Nitrit merupakan ion-ion an-organik alami yang merupakan bagian dari sebuah siklus unsur Nitrogen di alam. Proses dimulai dari bahan/material yang mengandung Nitrogen oleh mikro-organisme diubah menjadi Amoniak (NH4), kemudian akan mengalami oksidasi menjadi Nitrit (NO2-).

Ikatan kimia Nitrit tersebut tidak stabil maka Nitrit tersebut akan mengalami oksidasi lagi menjadi Nitrat (NO3-) sehingga unsur ion Nitrat ini paling umum dijumpai pada air permukaan dan bawah tanah. Sumber unsur Nitrogen dapat berasal dari pelarutan mineral dalam batuan dan tanah, pupuk pada lahan pertanian, limbah-limbah yang dihasilkan oleh aktifitas manusia.

Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk

(7)

6

pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrat dan nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen, nitrat mengikat tiga atom oksigen sedangkan nitrit mengikat dua atom oksigen. Meningkatnya kandungan nitrit juga bisa disebabkan oleh sisa pakan ikan yang tidak dikonsumsi oleh ikan dimana di lokasi waduk Cengklik banyak tersebar Jaring Apung.

BOD dan COD

Meningkatnya nilai COD dan BOD diatas ambang batas juga menunjukkan tingkat pencemaran. BOD (Biochemical Oxygen Demand) artinya kebutuhan oksigen biokima yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri.

Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar BOD nya sedangkan DO akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika BOD nya di atas 3ppm, air dikatakan tercemar. COD (Chemical Oxygen Demand) sama dengan BOD, yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi kimia oleh bakteri. Meningkatnya kandungan bahan-bahan organik pada badan waduk merupakan salah satu penyebab meningkatnya kadar BOD dan COD.

Kandungan Logam

Di Waduk Cengklik kandungan logam Tembaga, Timbal, Besi, Sianida dan Sufida juga cukup tinggi. Dari hasil pengukuran bulan Juli 2016, kandungan logam ini diatas ambang baku mutu. Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya dan secara alamiah terdapat pada batu-batuan serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam industri misalnya sebagai zat tambahan bahan bakar, dan pigmen dalam cat yang merupakan penyebab peningkatan kadar Pb di lingkungan. Secara alamiah, Pb masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi dari batuan mineral. Sumber utama pemasukan logam menurut Wittman (1979) dalam Connel, D.

W. dan Miller, G. J. (1995) adalah berasal dari kegiatan pertambangan, cairan limbah rumah tangga, limbah dan buangan industri. Kerusakan batuan, bentukan tanah, aktivitas manusia dan meningkatnya penggunaan pupuk pertanian juga menyebabkan naiknya konsentrasi polutan logam di waduk (Palaniappan et al., 2009).

Logam berat dapat masuk ke lingkungan perairan dan mengalami akumulasi dalam rantai makanan. Akumulasi logam berat dalam ikan dapat mempengaruhi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya melalui biomagnifikasi. Untuk kepentingan biota perairan, kadar Pb sebesar 0,1-0,2 ppm telah dapat menyebabkan keracunan pada jenis ikan tertentu (Rodier dalam Thamzil et al., 1980) dan pada kadar 188 ppm dapat membunuh ikan-ikan. Indikasi kemungkinan adanya Pb diperairan waduk Cengklik diduga berasal dari residu bahan pestisida aktivitas pertanian yang mengandung logam Pb kemudian masuk melalui resapan ke dalam tanah. Pestisida cair dibuat dengan melarutkan bahan aktif dengan xylene, naftalene, dan kerosen. Residu logam berat Pb selain berasal dari pestisida, kemungkinan juga dapat berasal dari residu pupuk fosfat.

Keberadaan timbal juga dapat bersumber dari bahan bakar yang mengandung timbal pada kapal motor sebagai alat transportasi di sekitar waduk Cengklik.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, kadar maksimum yang diizinkan untuk logam Pb adalah 0,03 mg/L sedangkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 03725/B/SK/VII/89 kadar maksimum yang diizinkan untuk nilai logam Pb dalam biota konsumsi adalah 2,0 mg/kg dan Batas

(8)

7

Maksimum Cemaran Logam dalam Pangan dengan nilai Pb 300 ppb.

Kandungan TSS (Total Suspended Solid)

Dari hasil pengukuran kandunganTSS di Waduk Cengklik terlihat bahwa kandungan TSS cukup tinggi diatas ambang batas Kelas II yaitu 50 mg/L.

Status Trofik Waduk

Kondisi Waduk Cengklik sekarang bisa disimpulkan sekarang dalam status Eutrofik.

Eutrofik adalah status trofik air danau dan waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar oleh peningkatan kadar Nitrogen dan Fosfor. Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga, tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di air waduk juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan, akibatnya kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bisa berakibat makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Terganggunya ekosistem waduk cengklik tersebut juga diperkuat oleh fakta dilapangan bahwa terjadi beberapa kasus matinya ribuan ikan diwaduk pada tanggal 30 Desember 2015 yang diduga karena tercemar limbah pupuk sawah dan rumah tangga (Ismail, 2005). Selain itu kejadian sebelumya pada tanggal 22 oktober 2008 juga pernah mengalami kejadian serupa yaitu matinya ribuan ikan di waduk cengklik akibat pencemaran. (Kompas.com, 2008). Matinya ribuan ikan tersebut jelas sangat merugikan nelayan, namun perlu diingat bahwa beban pencemaran waduk cengklik bisa berasal dari pakan ikan yang berlimpah sehingga meningkatkan kandungan phospor di waduk. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya. Untuk itu perlu dilakukan pembatasan terhadap budidaya ikan diwaduk cengklik, berapa jumlah keramba yang ideal berdasarkan daya dukung budidaya perikanan di waduk.

Gambar 2. Pertumbuhan enceng gondok di depan maindam waduk Cengklik Analisa Daya Dukung Budidaya Perikanan KJA Waduk Cengklik

Jenis ikan yang dibudidayakan di Waduk Cengklik adalah ikan nila dan lele. Ikan-ikan tersebut umumnya dibudidayakan dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Ukuran dan bentuk KJA umumnya berukuran 6m x 6m dan tinggi jaring antara 4 – 5 m per petak. Di Waduk Cengklik jarang yang menggunakan jaring bertingkat mengingat kedalaman air waduk yang relatif dangkal, yaitu pada kondisi muka air sekitar +139,00

(9)

8

dimana pada elevasi kedalaman air waduk tinggal 5 meter pada palung terdalam.

Menurut informasi nelayan setempat, umumnya untuk keramba seorang nelayan yang memiliki jumlah keramba 12 kotak (satu kotak = 6m x 6m) maka dibutuhkan sekitar 55 sak pakan ikan (1 sak = 30 kg) untuk mencukupi kebutuhan pakan hingga 3 bulan (120 hari) masa pemeliharaan. Rata-rata dalam setahun mampu menebar benih ikan 3 kali dengan hasil panen yang bervariasi.

Tabel 5. Karakteristik Waduk dan Daya Dukung Budidaya Ikan KJA

Gambar 3. Zonasi Waduk dan elevasi minimum budidaya KJA

Daya dukung Waduk Cengklik tehadap budidaya KJA dihitung berdasarkan karakteristik morfologi dan hidrologi serta kualitas air waduk, serta potensi beban limbah pakan ikan. Perhitungan daya dukung menggunakan model seperti terurai berdasarkan Pedoman Menteri KLH. Unsur Phospor (P) merupakan parameter kunci dalam pemodelan dan perhitungan daya dukung waduk terhadap limbah yang masuk ke waduk (Machbub, 2010). Standar status eutrof untuk kadar unsur Total P adalah 100 ug/l atau mg/m3. Karena sumber beban limbah bukan hanya dari KJA, tetapi juga dari sumber lainnya maka perlu ditetapkan alokasi beban limbah Total P yang diizinkan,

NO MORFOMETRI WADUK DAN DD-KJA SATUAN KJA KJA KJA

ALT 1 ALT 2 ALT 1

1 MORFOLOGI WADUK

Elevasi MAW m 142,6 138,64 138,64

Area (A) ha 286,55 192,32 192,32

Volume (V) juta m3 9,36 2,58 2,58

Kedalaman Rerata (Z) m 8,6 4,64 4,64

Outflow (Qo) m3/sec 0,3917 0,3917 0,28125

Total Outflow (Qo) juta m3/tahun 12,35 12,35 8,87 Flushing rate (r) tahun-1 1,32 4,79 3,44 Waktu tinggal air Tw tahun 0,76 0,21 0,29 2 DAYA DUKUNG KJA

Total P Ikan, Pstd mg/m3 30 30 30

R, Proporsi P Larut 0,54 0,38 0,42

R 0,79 0,72 0,74

L, daya tampung P/luas gr P/m2 tahun 1,636 2,380 1,827 Beban Limbah La-Ikan ton P/tahun 4,688 4,577 3,513 PLI , P -Limbah ikan Kg P/ton ikan 21,500 21,500 21,500

Daya Dukung Ikan Ddik ton ikan/tahun 218,06 212,90 163,41 Data lapangan 57,08 ton

FCR ton pakan/ton ikan 2,250 2,250 2,250 Asumsi Kondisi Normal

Daya Dukung Pakan DDpk ton pakan/tahun 490,64 479,03 367,68 Data Lapangan 673,2 ton Daya Dukung - KJA petak 770,367 752,133 577,303 Data Lapangan 1057 petak Jumlah Nelayan (10 petak/orang) Orang 77 75 58

KETERANGAN

(10)

9

misalnya 30 mg/m3 (30% dari beban limbah P yang memenuhi standar eutrofik, selanjutnya disebut P30) atau 50 mg/m3 (50% dari beban limbah P selanjutnya disebut P50).

Jumlah produksi ikan dan jumlah konsumsi pakan di Waduk Cengklik ternyata melebihi daya dukung terhadap perikanan budidaya KJA dengan kedua alternatif tersebut.

Penggunaan pakan ikan 673,2 ton pakan/tahun jauh melebihi daya dukung pakan (DDPk) 490,64 ton pakan/tahun untuk alternartif 1 (Elevasi Muka Air Waduk kondisi normal NWL = + 142,6), dan 470,3 ton pakan/tahun untuk alternatif 2 (muka air minimum keramba + 138,6) dan 367,68 ton pakan/tahun untuk alternatif 3 (kondisi debit air pada tahun kering). Jumlah petak KJA saat ini juga melebihi daya dukung Keramba Jaring Apung ( DDKJA) yang seharusnya 770,37 petak (alternatif 1), 752,13 petak (alternatif 2), dan 577, 30 (alternatif 3) namun kenyataannya pada tahun 2016 jumlah petak 1057 petak dengan jumlah nelayan sebagai pemilik keramba sekitar 136 orang. Dari hasil wawancara pada kondisi sangat bagus nelayan di Waduk Cengklik bisa panen ikan sekitar 1 ton per nelayan (rerata 12 kotak keramba) untuk sekali musim panen. Tapi pada kondisi jelek, hanya bisa panen sekitar 2 kuintal ikan. Sedangkan menurut Bapak Maryanto (Kepala KJA Ngargorejo yang memiliki 10 keramba) bisa panen sekitar 6 kuintal/bulan pada kondisi baik sedangkan terjelek sekitar 3 kuintal/bulan (Bambang DM, 2015).

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

Dari hasil kajian penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Baku mutu air Waduk Cengklik sekarang ini maksimum memenuhi mutu kelas 3 sehingga peruntukannya sesuai digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, pertamanan dan peruntukan lain dengan syarat kualitas yang sama.

Dari hasil uji kualitas air, kondisi eksisting kualitas air waduk cengklik dapat dikategorikan sebagai Cemar Berat (kelas 1 dan Kelas 2), Cemar Ringan hingga Berat (Kelas 3) dan memenuhi hingga Sedang (Kelas 4).

2. Faktor Pemberat terhadap kondisi pencemaran ini berasalah dari luar dan dalam badan waduk. Limbah dari luar Waduk Cengklik berasal dari limbah pupuk pertanian, rumah tangga dan industri serta limbah dari aliran hulu DAS sedangkan limbah dari dalam badan waduk berasal pakan ikan KJA yang berlimpah.

3. Polutan yang banyak berasal dari luar waduk dan sangat kritis adalah pencemaran bakteri Coliform yang melebihi 5 kali ambang batas Kelas 2, hal ini disebabkan banyaknya limbah dari domestik (septiktank) yang masuk ke sungai mengalir ke badan waduk atau langsung ke badan waduk.

4. Gejala peningkatan polutan lainnya adalah meningkatnya Nitrit, Nitrat, Phospat yang dimungkinkan dari limbah pertanian dan domestik. Peningkatan kadar BOD dan COD di waduk Cengklik juga mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran di waduk, bahkan hasil pengukuran tahun 2014 dan 2015 sudah diatas ambang batas kelas II. Hal ini menunjukkan meningkatnya bahan organis di waduk sehingga oksigen yang diperlukan untuk reaksi kimia maupun oksidasi oleh bakteri semakin meningkat.

5. Kandungan kadar logam Tembaga, Timbal dan Besi di waduk cengklik juga

(11)

10

melebihi ambang batas kelas II, hal ini menunjukkan kemungkinan tercemarnya logam yang terakumulasi oleh ikan menjadi berbahaya jika dikonsumsi.

Meskipun kadar timbal dibeberapa titik masih dibawah 0,1 – 0,2 ppm, namun tren peningkatan pencemaran kadar timbal juga mengkawatirkan keberlanjutan budidaya perikanan di Waduk Cengklik. Keberadaan logam Pb berasal dari limbah domestik seperti detergen, makanan ikan, atau bahan bakar yang mengandung timbal pada kapal motor yang digunakan beberapa nelayan. Selain itu Kadar TSS (total suspended solid) waduk sudah diatas ambang II, hal ini menunjukkan banyaknya bahan-bahan organik yang tersuspensi.

Rekomendasi

Zonasi penempatan budidaya perikanan Keramba Jaring Apunh (KJA) pada badan air waduk adalah sebagai berikut:

1. Zonasi kawasan budidaya KJA tidak boleh mengganggu keberadaan dan fungsi bendungan. Sesuai dengan kondisi badan air Waduk Cengklik, maka zona KJA tidak boleh berada dekat intake waduk dan harus berjarak lebih dari 250 meter dari As bendungan. Hendaknya batas 250 meter dari as bendungan diberikan tanda pelampung tanda larangan untuk mempermudah pemantauan sebagai zona larangan untuk zona kawasan lindung operasi waduk. Budidaya KJA tidak boleh mengganggu atau menutup alur sungai yang masuk ke waduk (kali Senting, Kali Njati 1 dan Njati 2 maupun Saluran Suplesi Kali Butak) agar tidak menimbulkan pengendapan lumpur sungai dan pendangkalan.

2. Teknik budidaya KJA di Waduk Cengklik tidak cocok untuk tipe bertingkat, hal ini dikarenakan kedalaman waduk yang relatif dangkal pada kondisi NWL dengan elevasi + 142,0 m hanya didapatkan kedalaman air pada palung terdalam sebesar 8 meter. Sedangkan elevasi muka air waduk cengklik tidak pernah melimpas di atas spillway, dan muka air waduk rata-rata dilapangan berkisar pada elevasi + 139,00 atau kedalaman air 5 meter yang merupakan kedalaman minimal budidaya ikan sistem KJA.

3. Mengurangi bahan-bahan polutan yang masuk ke waduk utamanya dari sungai/

anak sungai yang berasal dari limbah domestik, industri, rumah sakit, utamanya yang mengandung limbah B3, dan limbah feses yang dibuang langsung ke badan sungai mengandung bakteri koliform cukup tinggi, dengan cara program sanitasi umum bagi masyarakat disekitar sempadan sungai, kerjasama instansi terkait masalah sanitasi dan penataan kawasan sempadan sungai/waduk.

4. Mengembalikan zona sempadan waduk berjarak minimal 50 meter dari muka air banjir MAB (elevasi + 143,5), memberikan perlindungan greent belt pada area sempadan dan batas patok yang jelas terhadap kepemilikan garis sempadan waduk.

Selain itu perlu mengendalikan pertumbuhan tempat usaha warung tanpa ijin di badan waduk sehingga mengganggu stabilitas keamanan waduk, estetika dan pencemaran air waduk.

5. Jumlah KJA dan konsumsi pakan ikan di Waduk Cengklik sudah melebihi alokasi beban limbah dan daya dukung waduk, sehingga jumlahnya harus dikurangi maksimal 770 petak pada kondisi muka air normal (+142,6) sedangkan pada elevasi rendah (+ 139,00) maksimal 577 petak, serta pengaturan letak/posisinya.

6. Tingginya konsumsi pakan ikan pertahun semakin memperburuk kualitas air waduk, diperlukan upaya untuk mengurangi/mengendalikan pertumbuhan keramba jaring apung. Pakan ikan yang tidak terserap meningkatkan kadar Nitrat dan

(12)

11

phospat jika dibiarkan mempercepat eutofikasi waduk dan pertumbuhan algae yang tidak terkendali, sehingga waduk kehilangan fungsinya karena estetika dan pencemaran. Selain itu kepemilikan KJA yang ada sekarang kebanyakan tanpa ijin, sehingga perlu diatur.

7. Mempertahankan aset Waduk Cengklik sebagaimana fungsinya mengingat sekarang ini sangat sulit untuk membangun bendungan baru, terkait dengan mahalnya studi feasibility study, SID, DED, land aquisition dan sertifikasi bendungan termasuk pelaksanaan dan sertifikasi operasi dan pemeliharaan, maka upaya untuk menjaga dan memelihara waduk yang masih berfungsi dengan baik merupakan kebutuhan yang sangat mendesak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada satuan kerja Operasi dan Pemeliharaan SDA Bengawan Solo, BBWS Bengawan Solo, serta masyarakat petani nelayan KJA Waduk Cengklik.

REFERENSI

Amin. TC, Ratman N. dan Gafoer S . 1999. Peta Geologi Lembar Jawa Bagian Tengah.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G). Bandung

Anonim, 2012. Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tindak Darutat Bendungan Cenglik. PT. Caturbina Guna Persada. Jakarta.

Bambang DM, 2015. Cuaca Panas Turunkan Produksi Ikan Waduk Cengklik.

AntaraNews.com(http://www.antaranews.com/berita/514913/cuaca-panas- turunkan-produksi-ikan-waduk-cengklik) [diakses pada tanggal 2 Juni 2017]

Connel, D. W. dan Miller, G. J. 1995. Kimia dan Otoksikologi Pencemaran. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia.

Darmono, 1995, Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, hal. 62, 96-97, Indonesia University Press, Jakarta.

Ismail, 2005. Waduk Cengklik Tercemar Limbah , Ribuan Ikan Keramba Mati (http://www.solopos.com/2015/12/30/perikanan-boyolali-waduk-cengklik- tercemar-limbah-ribuan-ikan-keramba-mati-675762) [diakses pada tanggal 30 Juni 2017].

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Jakarta.

Kompas.com, 2008 (http://regional.kompas.com/read/2008/10/22/21161517/6.Ton.Ikan.

Waduk. Cengklik.Mati.Mendadak). [diakses pada tanggal 30 Juni 2017].

Machbub, B 2010. Model Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemar Air Danau dan Waduk, Jurnal Sumber Daya Air, Vol.6(2) November 2010:103-204.

Palaniappan, P.L.R.M., N. Krishnakumar and M. Vadivelu. 2009. Bioaccumulation of lead and the influence of chelating agents in Catla catla fingerlings. Environ Chem Lett.,7: 51 – 54.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor. 27/PRT/M/2015.

Tentang Bendungan, Jakarta.

Thamzil, L., S. Suwirma dan S. Surtipanti 1980. Studi kandungan logam berat pada aliran Sungai Sunter. Majalah Baton Vol. XIII No. 3 : 41-58

Udawatta, R. P., P. P. Motavalli, and H. E. Garrett. 2004. Phosphorus loss and runoff characteristics in three adjacent agricultural watersheds with claypan soils. J.

Environ. Qual. 33:1709-1719.

View publication stats

Referensi

Dokumen terkait

• Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait Penyebutan benda dengan a, the, bentuk jamak (-s) dan Penggunaan kata penunjuk this,

KAJIAN PRINSIP ARSITEKTUR BERKELANJUTAN PADA BANGUNAN PERKANTORAN STUDI KASUS: MENARA BCA JAKARTA Syarif Hidayatulloh1, Anisa2 1&2Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas