• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kesejahteraan Keluarga dan Pemberdayaan Gender di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Kajian Kesejahteraan Keluarga dan Pemberdayaan Gender di Provinsi Nusa Tenggara Timur, "

Copied!
46
0
0

Teks penuh

One of the problems is related to the limitation that the poor database is not disaggregated by gender. Poverty reduction programs must have a multidimensional approach – they must be designed taking into account local norms and local community wisdom. Poverty reduction programs must be appropriate to the types of kinship in the community – such as the kabihu (family lineage system) in East Sumba District (East Nusa Tenggara Province); very close relations between extended families in Ogan Komering Ilir District (South Sumatera) and independent nuclear family subsistence system in Wonosobo District (Central Java).

Pendahuluan

  • Latar Belakang
  • Tujuan Penulisan
  • Manfaat Penulisan
  • Metode Penulisan

Menjelaskan program kesejahteraan keluarga dan gender dalam konteks pengentasan kemiskinan serta mekanisme pelibatan perempuan dalam program pengentasan kemiskinan. Memberikan rekomendasi mengenai pendekatan program pengentasan kemiskinan yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.

Gambaran Umum Permasalahan Kemiskinan dan Kesenjangan Gender

Potret Kehidupan Penduduk Miskin

Keluarga miskin melaporkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, kesulitan membeli pupuk untuk pertanian, kesulitan membeli buku dan kesulitan lainnya (terutama karena harga beras, minyak tanah dan minyak goreng semakin mahal). Permasalahan ekonomi dilaporkan oleh keluarga miskin dengan keluhan tidak mempunyai uang untuk membeli kebutuhan sehari-hari keluarga.

Masalah Kesenjangan Gender diI Tingkat Keluarga dan Masyarakat

  • Masalah Kesenjangan Gender Bidang Pendidikan, Ekonomi dan
  • Pembagian Peran Gender dalam Keluarga dan Masyarakat

Persentase siswa laki-laki yang putus sekolah lebih tinggi dibandingkan perempuan pada tingkat sekolah dasar dan menengah (NTT). Terkait gender dan pemenuhan kebutuhan hidup, diketahui terdapat kerjasama peran gender antara laki-laki dan perempuan pada tingkat keluarga dan masyarakat desa. Secara umum peran gender dalam keluarga adalah peran laki-laki yang mendominasi urusan publik dan peran perempuan yang mendominasi urusan rumah tangga.

Pembagian peran gender yang jelas dan kaku, laki-laki dalam urusan publik dan perempuan dalam urusan rumah tangga. Pembagian peran gender bersifat fleksibel; Secara umum, laki-laki terlibat dalam urusan publik dan perempuan dalam urusan rumah tangga, namun banyak perempuan yang memainkan peran ganda. Pembagian peran gender terbilang fleksibel meski cukup jelas dan tegas, yaitu laki-laki di urusan publik dan perempuan di urusan rumah tangga.

Pembagian peran gender yang jelas dan kaku, laki-laki dalam urusan publik dan perempuan dalam urusan rumah tangga. Pembagian peran gender agak fleksibel namun cukup jelas, laki-laki dalam urusan publik dan perempuan dalam urusan rumah tangga.

Gambar 1.  Masalah Kesenjangan Gender di Lokasi P3B (Daftar Pustaka 1,                       3-8, 11-17, 33-34, 39 & 41)
Gambar 1. Masalah Kesenjangan Gender di Lokasi P3B (Daftar Pustaka 1, 3-8, 11-17, 33-34, 39 & 41)

Program Kesejahteraan Keluarga Gender Dalam Rangka Penanggulangan

Mekanisme Pelibatan Perempuan Dalam Perencanaan Program Pembangunan

Kondisi Nyata Pelibatan Perempuan Dalam Perencanaan Program

Partisipasi perempuan secara umum hanya bersifat kuantitatif, belum melibatkan partisipasi di bidang perekonomian yang berbasis pada kompetensi talenta perempuan sebagai sumber daya manusia yang berkualitas. Kontribusi perempuan dalam bidang ekonomi sebagian besar masih pada tahap perjuangan untuk bertahan hidup dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, dan papan), belum pada tahap organisasi untuk meningkatkan kemandirian organisasi yang tercermin dari kemampuan mengorganisir diri. . untuk mengakses, memobilisasi dan mengelola sumber daya lokal yang tersedia untuk mengatasi masalah kemiskinan. Keterlibatan perempuan masih bersifat parsial dan masih dalam tahap awal dimana upaya terus dilakukan untuk bertahan dan berkelanjutan.

Kurang optimalnya aspirasi perempuan tercermin dari partisipasi perempuan yang masih rendah dan kreativitas yang masih rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya sumber daya manusia, kendala sosial budaya yang sudah ada sejak generasi sebelumnya, sulitnya topografi di beberapa daerah, dan belum optimalnya berfungsinya modal sosial dalam memfasilitasi kebutuhan dan keinginan perempuan. Masih terdapat kesenjangan yang besar antara ketersediaan program di tingkat pemerintah daerah untuk mengatasi kemiskinan dengan respon masyarakat, khususnya perempuan, dalam memanfaatkan program tersebut untuk mengatasi permasalahan kemiskinan.

Partisipasi dan akses perempuan terhadap UKM tinggi, namun mereka tidak mempunyai banyak kendali karena pengambilan keputusan bergantung pada suami, sehingga membuat mereka terlambat dalam mengambil keputusan di sisi bisnis. Akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi rendah, yaitu rendahnya akses terhadap modal, pendidikan, dan lain-lain.

Kondisi Nyata Upaya Pemerintah Daerah

Salah satu bukti bahwa program pengentasan kemiskinan masih terkesan sektoral dan tidak selaras adalah kurangnya kolaborasi antarlembaga dalam merancang dan mengumpulkan data kependudukan (dipilah berdasarkan gender) dan kebutuhan kependudukan yang holistik. Dengan demikian, terdapat kesulitan dalam mengetahui kebutuhan dan permasalahan gender yang ada di daerah sehingga berdampak pada perencanaan program yang belum sensitif gender dan pada akhirnya berdampak langsung pada kurang optimalnya peran perempuan dalam berpartisipasi dalam program pemerintah. Program pengentasan kemiskinan di daerah seperti PNPM-P2KP atau PNPM-PPK, dibandingkan dengan Musrenbang yang didanai APBD, memiliki struktur, pola kerja, dan penganggaran tersendiri. Faktanya, belum ada koordinasi dan sinergi antara kedua program tersebut di daerah.

Masih terbatasnya sumber daya manusia (baik masyarakat desa pada umumnya maupun perangkat desa), mengakibatkan rendahnya kemampuan aparat desa dalam mengusulkan program dan mengenali kebutuhannya. Selain itu, masih terbatasnya rasa solidaritas dari kelompok mampu, minimnya keterlibatan/partisipasi masyarakat terutama dari kelompok miskin, dan rendahnya keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan di tingkat desa, sehingga kebijakan yang direncanakan dan dilaksanakan kurang responsif terhadap permasalahan. kelompok miskin dan perempuan. Secara umum sumber daya manusia di suatu daerah, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki tingkat keterampilan yang berbeda-beda, mulai dari rendah, sedang, hingga tinggi.

Telah terdapat dukungan moril dan material dari para tetua, adat, tokoh agama dan perangkat desa/kecamatan dengan berbagai bentuk dan tingkat dukungan untuk merencanakan dan melaksanakan program pengentasan kemiskinan di daerah. Modal sosial di wilayah tersebut masih tinggi yang dilandasi oleh nilai-nilai kehidupan masyarakat yaitu kerukunan, kerukunan, saling menghormati yang berujung pada kedamaian dan kebahagiaan serta kesejahteraan bersama.

Rekomendasi Pendekatan Program Peningkatan Kesejahteraan Keluarga dan

Pendekatan Penguatan Kelembagaan (Capacity Building) yang Bersinergi

Peningkatan koordinasi SKPD untuk sinergi program penanggulangan kemiskinan secara terpadu dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Meningkatkan peningkatan kapasitas di tingkat kabupaten/kelurahan dengan merancang program kerja pengentasan kemiskinan yang berpihak pada masyarakat miskin secara jelas, terukur, fokus dan terintegrasi. Terdapat kebutuhan untuk pelatihan dan bantuan berkelanjutan kepada pejabat daerah (kabupaten dan desa) mengenai program pengentasan kemiskinan yang bertarget gender, serta penyediaan brosur dan alat KIE oleh fasilitator dari pemerintah, sektor swasta, universitas dan LSM.

Perlunya mengembangkan program pengentasan kemiskinan yang terpadu dengan sasaran jangka pendek, menengah dan panjang. Masyarakat daerah mempunyai kesempatan untuk melakukan “audit sosial” terhadap program pengentasan kemiskinan di wilayahnya untuk menilai apakah kebijakan/program atau layanan sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perlu adanya nota kesepahaman antara legislatif dan eksekutif untuk menempatkan pengarusutamaan gender sebagai salah satu fokus program pengentasan kemiskinan.

Penyuluh dan pendamping harus memantau secara langsung perempuan dan masyarakat di tingkat desa dan kecamatan dengan mengacu pada program pengentasan kemiskinan yang sesuai dengan kondisi setempat. Mengembangkan koordinasi dan kemitraan antar instansi terkait di daerah untuk mendorong pengembangan kebijakan dan program pengentasan kemiskinan yang responsif gender.

Tabel 3. Matriks Rekomendasi Multidimensi Bagi Pemerintah Daerah Dalam Penyusunan Program Penanggulangan    Kemiskinan
Tabel 3. Matriks Rekomendasi Multidimensi Bagi Pemerintah Daerah Dalam Penyusunan Program Penanggulangan Kemiskinan

Pendekatan Perencanaan Program yang Sesuai dengan Kondisi Lokal

Mengingat kendala sosial budaya yang sangat kaku dan jelas/tidak ambigu, maka pemberdayaan perempuan dalam berbagai program pembangunan juga harus melibatkan para tetua dalam unit kabihnya. Mengingat sistem kekerabatan dalam keluarga inti memegang peranan yang sangat penting sebagai unit terkecil masyarakat, maka pendekatan programatik dapat memanfaatkan keluarga sebagai unit terkecil. Mengingat potensi sumber daya manusia di masyarakat yang bersedia melaksanakan program pembangunan, maka penekanan program perlindungan keluarga dan seksual diarahkan pada penguasaan teknologi panen melalui pengolahan pangan, peningkatan modal usaha, perluasan usaha, dan perluasan teknologi pemasaran dan informasi.

Mengingat adanya kesenjangan budaya dan nilai antara kelompok miskin dan kaya di masyarakat, maka perlu dipikirkan untuk mengadakan musyawarah khusus baik bagi kelompok miskin maupun kelompok perempuan untuk menentukan kebutuhan bersama dan program yang diinginkan. Mengingat sistem kekerabatan dalam keluarga besar memegang peranan yang sangat penting sebagai unit terkecil dalam masyarakat, maka pendekatan program dapat menggunakan unit keluarga besar sebagai unit terkecilnya. Mengingat kendala topografi dan infrastruktur yang cukup bermasalah, masih ada yang menggunakan transportasi sungai, maka program bidang kesehatan berupaya menggunakan strategi ganda, yaitu strategi.

Mengingat kendala topografi dan infrastruktur yang sangat problematis, maka program pendidikan diupayakan untuk mendukung penyelenggaraan SD-SMP satu atap dan SMP-SMA satu atap, serta peningkatan sekolah kejuruan di bidang teknologi dan ekonomi dan manajemen. Mengingat sosial budaya masyarakat yang belum terlalu kaku, maka penguatan peran perempuan dalam berbagai program pembangunan perlu lebih dioptimalkan dengan pendampingan yang intensif dan berkesinambungan serta sinergitas antar instansi terkait.

Kesimpulan

Rekomendasi penguatan kapasitas kelembagaan untuk meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender dalam program pengentasan kemiskinan adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman konsep gender dan kemiskinan di kalangan pejabat daerah agar benar-benar berkomitmen dalam memperjuangkan pengentasan kemiskinan berbasis gender. Lebih lanjut, setiap produk kebijakan daerah yang dihasilkan harus berpihak pada masyarakat miskin dan responsif gender, yaitu mencerminkan sinergi kinerja seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terdiri dari kantor, dinas, dan lembaga; penyiapan program pembangunan daerah berdasarkan tahapan tahapan Gender Analysis Pathway (GAP); Menyiapkan alokasi anggaran yang berpihak pada masyarakat miskin dan responsif gender; dan menyiapkan database regional yang dipilah berdasarkan gender. Strategi penguatan kapasitas kelembagaan (capacity building) yang dapat dilaksanakan antara lain dengan mengembangkan koordinasi dan kemitraan antar instansi terkait di daerah, meningkatkan jaringan kerja sama antar pemangku kepentingan, memberikan pelatihan jangka pendek dan menengah kepada pejabat pemerintah daerah, dan pelatihan kerangka pembangunan yang berperan sebagai agen. agen perubahan), meningkatkan strategi komunikasi, informasi dan pendidikan (KIE) yang pro masyarakat miskin dan berorientasi gender, dengan cara menyebarkan informasi kepada masyarakat, baik melalui media cetak (selebaran, buku saku) maupun melalui media TV dan radio serta internet.

Daftar Pustaka

Kalaupun ada kehadiran perempuan dalam Musrenbang, sebenarnya hal tersebut tidak mewakili perempuan, padahal secara formal PKK dipandang sebagai representasi kelompok perempuan. Oleh karena itu, perwakilan yang hadir di Musrenbang tidak serta merta (secara sengaja) merupakan suara keterwakilan perempuan formal. Partisipasi perempuan dirancang secara formal dan sistematis dalam perencanaan, mulai dari tingkat dusun, desa, hingga kecamatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.

Usulan kegiatan perempuan dijamin akan disahkan di tingkat desa dan kecamatan dengan keterlibatan langsung perwakilan resmi perempuan. Intisari dari petunjuk teknis PNPM-PPK (Juknis) dan diskusi kelompok terfokus antar dinas terkait di tingkat kabupaten. 3 Isu Gender: Faktor Kesenjangan Isu Gender (Identifikasi isu gender dalam proses perencanaan dengan memperhatikan 4 (empat) faktor kesenjangan yaitu: akses, kontrol, partisipasi dan manfaat).

4 Isu Gender: Penyebab Kesenjangan Internal (Identifikasi isu gender dalam institusi dan/atau budaya organisasi yang mungkin menyebabkan munculnya isu gender). 6 Kebijakan dan rencana aksi ke depan: (Reformulasi tujuan/Reformulasi tujuan kebijakan/program/kegiatan agar memperhatikan kesetaraan gender).

Gambar

Tabel 1.  Jumlah Penduduk Miskin di Tiga Propinsi Tahun 2005/2006
Gambar 1.  Masalah Kesenjangan Gender di Lokasi P3B (Daftar Pustaka 1,                       3-8, 11-17, 33-34, 39 & 41)
Gambar 2.   Tahapan Sosial Budaya Masyarakat Lokasi Proyek P3B *)  .
Gambar 3. Pelibatan Kelompok Perempuan dalam Perencanaan Program PNPM-PPK
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

According to the background of the study above, the research question is “Are there any significant differences in applying Kahoot, Quizizz and Google form as the media of exercise in