KAJIAN KOMUNIKASI NONVERBAL: BERBICARA TANPA KATA DALAM BUKU BEYOND LANGUAGE KARYA DEENA R. LEVINE
DAN MARA B. ADELMAN
1Yoga Pratama, 2Alia Afiyati, 3Eka Yuniar, 4Agustinus Hariyana
1,2,3,4Universitas Darma Persada
Abstrak
Komunikasi nonverbal telah didefinisikan sebagai komunikasi tanpa kata. Ini mencakup perilaku yang tampak seperti ekspresi wajah, mata, sentuhan, dan nada suara, serta pesan yang kurang jelas seperti pakaian, postur, dan jarak spasial antara dua orang atau lebih. Semuanya berkomunikasi, termasuk objek material, ruang fisik, dan sistem waktu. Meskipun output verbal dapat dimatikan, nonverbal tidak bisa.
Bahkan diam pun berbicara. "Hal terpenting dalam komunikasi adalah mendengar apa yang tidak dikatakan." – Peter F. Drucker, Dalam berkomunikasi tidak semua bahasa di komunikasikan lewat berbicara, terkadang sesuatu diekspresikan dengan Bahasa tubuh atau gesture yang dapat membawa lebih banyak makna dan bobot daripada apa yang dikatakan, kata-kata itu sendiri. Disertai dengan senyuman atau cemberut, diucapkan dengan suara keras, memarahi atau lembut, isi komunikasi kita dibingkai oleh persepsi holistik kita tentang konteksnya. Komunikasi secara umum adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan yang memungkinkan manusia untuk berbagi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Meskipun kita biasanya mengidentifikasi komunikasi dengan ucapan, komunikasi terdiri dari dua dimensi - verbal dan nonverbal.
Kata Kunci: non verbal, komunikasi, holistic, berbicara, tanpa kata
Abstract
Nonverbal communication has been defined as communication without words. This includes visible behaviors such as facial expressions, eyes, touch, and tone of voice, as well as less obvious messages such as clothing, posture, and the spatial distance between two or more people. Everything communicates, including material objects, physical space, and time systems. Although verbal output can be turned off, but not in nonverbal. Even silence speaks. "The most important thing in communication is to hear what is not said." – Peter F. Drucker, In communicating not all languages are communicated through speaking, sometimes something is expressed with body language or gestures that can carry more meaning and weight than what is said, the words themselves. Accompanied by a smile or a frown, spoken aloud, scolding or soft, the content of our communication is framed by our holistic perception of its context. Communication in general is the process of sending and receiving messages that enable humans to share knowledge, attitudes, and skills. Although we usually identify communication with speech, communication consists of two dimensions - verbal and nonverbal.
Keywords: non-verbal, communication, holistic, speaking, without words.
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi verbal dan non verbal adalah dua bentuk komunikasi yang lazim digunakan. Verbal communication adalah bentuk komunikasi yang biasa digunakaan dalam bentuk lisan atau pun tulisan.
Di dalam pendidikan, salah satu ciri adanya proses kegiatan pendidikan yaitu adanya komunikasi yang terjadi dua arah, guru dan siswa atau dosen dengan mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Komunikasi merupakan landasan bagi berlangsungnya suatu proes belajar mengajar yang efektif (Surya, dalam Patama dan Suparman, 2019:19). Agus (2003) menjelaskan, Komunikasi diartikan sebagai pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan.
Komunikasi ini juga dapat dibedakan lagi ke dalam beberapa bentuk, pembagian komunikasi dari segi penyampaiannya ada komunikasi lisan maupun tertulis, dari beberapa sumber kini menambahkan komunikasi eletronik.
Komunikasi nonverbal adalah bahasa universal yang kita ucapkan, tafsirkan, dan tanggapi setiap hari, entah kita mengetahuinya atau tidak.
Apakah memberikan presentasi atau bercakap-cakap santai dengan seorang teman, memiliki pemahaman mendalam tentang bagaimana bahasa tubuh menggambarkan emosi dan ide bisa menjadi aset besar atau kelemahan yang mencolok. Menurut Ekman, komunikasi nonverbal bisa menjelaskan hal yang berkaitan dengan emosi dan ekspresi wajah,
mengemukakan bahwa perubahan bentuk wajah yang digunakan untuk mengekspresikan beberapa emosi, seperti kemarahan, rasa jijik, kebahagiaan, kesedihan, dan penghinaan, dapat diakui secara universal (2003).
Ketika anda bertanya kepada yang sedang depresi atau marah,
"Ada apa?", dan dia menjawab,
"Tidak apa-apa, saya baik-baik saja,"
Anda mungkin tidak akan mempercayainya. Saat orang yang sedang marah itu berkata, "Lupakan saja topik ini, saya tidak ingin membicarakannya lagi!" Anda tahu bahwa dia tidak berhenti berkomunikasi. Keheningan dan penarikannya terus menyampaikan makna emosional. (Levina & Mara R.
Adelman, 1982, h. 48).
Menurut Samovar dan Porter (2010) komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan pengguna lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima;
jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain.
.
B. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini metode digunakan adalah kualitatif dengan sumber data dokumentatif kepustakaan berupa data dalam buku Beyond Language karya Deena r. Levine dan Mara B. Adelman serta didukung oleh sumber kutipan sebagai secondary sources atau
sumber sekunder untuk mendapat informasi tentang kajian yang akan di Analisis. Metode kepustakaan adalah satu jenis metode penelitian kualitatif yang lokasi dan tempat penelitiannya dilakukan di pustaka, dokumen, arsip, dan lain sejenisnya.
Dalam ungkapan Nyoman Kutha Ratna metode kepustakaan merupakan metode penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan melalui tempat-tempat penyimpanan hasil penelitian, yaitu perpustakaan. (Prastowo, 2016) .
Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang lebih memerlukan olahan filosofis dan teoritis daripada uji empiris dilapangan. Karena sifatnya yang teoritis dan filosofis , penelitian kepustakaan lebih sering menggunakan pendekatan filosofis (philosophical approach) dibandingkan pendekatan yang lain.
Metode penelitian kepustakaan mencakup sumber data, pengumpulan data, dan analisis data.
Noeng Muhadjir (1996:169) C. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil
Peneliti menemukan Komunikasi nonverbal dalam Beyond Language karya Levine dan Adelman mengungkapkan makna atau emosi tanpa kata. Emosi universal seperti kegembiraan, ketakutan, dan kesedihan diekspresikan dengan cara non-verbal yang sama di seluruh dunia. Namun, perbedaan budaya yang dapat menyebabkan kebingungan di kalangan orang asing yang berbeda negara. Misalnya, perasaan persahabatan hadir dalam semua, dimana ekspresi mereka bervariasi. Ini mungkin dapat
diterima di beberapa Negara pria berpelukan dan wanita berpegangan tangan; di sisi lain Cara menunjukkan cinta ini mungkin mengejutkan (Levine & Adelman, 1982, h. 44).
Apa yang diterima di dalam suatu budaya mungkin berbeda dengan budaya lainnya. Salah satu yang berbeda adalah ketika menjentikkan jari untuk memanggil pelayan sesuai;
yang lain mungkin menganggap gerakan ini tidak sopan. Kita seringkali tidak menyadari bagaimana gerak tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, dan penggunaan komunikasi untuk menafsirkan dengan benar gaya komunikasi dari budaya lain dan itu perlu untuk menerapkan "silent language" untuk memahami budaya tersebut.(Levine
& Adelman, 1982, h. 44).
Menurut Levine dan Adelman (1982, h,45) dalam memahami komunikasi nonverbal atau berbicara tanpa kata bisa dilihat dari empat unsur berikut yaitu:
Pertama, Gesture Gestur mengacu pada gerakan tubuh tertentu yang membawa makna.
Tangan dapat membentuk suatu bentuk yang menyampaikan banyak arti atau makna: "Itu mahal",
"Kemarilah", "Pergi", dan "Tidak apa- apa" dapat diekspresikan secara nonverbal hanya dengan menggunakan tangan. Gestur untuk frasa ini mungkin berbeda di setiap bahasa. Sebagai anak-anak, kita meniru dan mempelajari gerakan nonverbal ini dan sering menggunakannya untuk mengiringi atau mengganti kata. Saat bepergian ke negara lain, pengunjung asing segera mengetahui bahwa tidak
semua gerak tubuh bersifat universal.
Kedua, Facial Expressions Ekspresi wajah membawa makna yang ditentukan oleh konteks dan hubungan. Misalnya, senyuman, yang biasanya merupakan ekspresi kesenangan, memiliki banyak fungsi.
Senyum seorang wanita pada seorang polisi yang hendak menilangnya tidak memiliki arti yang sama dengan senyum yang dia berikan kepada seorang anak kecil.
Senyum dapat menunjukkan kasih sayang, menyampaikan kesopanan, atau menyamarkan perasaan yang sebenarnya. Rasa sakit disampaikan dengan meringis, yang juga menandakan rasa jijik atau ketidaksetujuan. Kejutan, keterkejutan, atau ketidakpercayaan dapat ditunjukkan dengan mengangkat alis. Kedipan mata yang diberikan kepada seorang teman bisa berarti "Kamu dan aku punya rahasia" atau "Aku hanya bercanda."
Antara pria dan wanita, kedipan mata bisa jadi genit. Wajah kita dengan mudah mengungkapkan emosi dan sikap.
Ketiga, Eye Contact Kontak mata penting karena kontak mata yang tidak memadai atau berlebihan dapat menciptakan hambatan komunikasi. Ini penting dalam hubungan karena berfungsi untuk menunjukkan keintiman, perhatian, dan pengaruh. Seperti ekspresi wajah, tidak ada aturan khusus yang mengatur perilaku mata kecuali yang dianggap tidak sopan untuk menatap, terutama pada orang asing.
melakukan kontak mata, tersenyum, dan bahkan mungkin mengatakan
"Hai" lewat pandangan mata kepada
Orang asing. Pandangan sekilas seperti ini tidak berarti banyak; itu hanyalah cara untuk mengakui kehadiran orang lain. Dalam percakapan terlalu sedikit kontak mata dapat dilihat secara negatif karena menunjukkan kurangnya minat, kurangnya perhatian, atau bahkan ketidakpercayaan. Menurut Levine dan Adelman Hubungan antara ketidakpercayaan dan kurangnya kontak mata dinyatakan secara langsung dalam sebuah ungkapan bisa diartikan dengan,
"Jangan pernah mempercayai orang yang tidak bisa menatap matamu."
Keempat Space Secara tidak sadar, kita semua membawa serta apa yang disebut "body bubbles."
Gelembung-gelembung ini seperti dinding pemisah yang tak terlihat yang mendefinisikan ruang pribadi kita. Jumlah ruang berubah tergantung pada hubungan antarpribadi. Misalnya, kita biasanya lebih nyaman berdiri lebih dekat dengan anggota keluarga daripada orang asing. Kepribadian juga menentukan ukuran ruang ini.
Introvet sering lebih suka berinteraksi dengan orang lain pada jarak yang lebih jauh daripada ekstrovert. Gaya budaya juga penting. Majikan dan karyawan Jepang biasanya berdiri lebih jauh saat berbicara daripada rekan mereka sedangkan di Amerika.
Orang Amerika Latin dan Arab cenderung berdiri lebih dekat daripada orang Amerika ketika berbicara.
b. Pembahasan
Komunikasi nonverbal mengungkapkan makna atau
perasaan tanpa kata-kata. Emosi universal, seperti kebahagiaan, ketakutan, dan kesedihan, diekspresikan dengan cara nonverbal yang serupa di seluruh dunia.
Dari hasil kajian dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal bisa menjadi penguat komunikasi verbal.
seseorang akan lebih menerima pesan dengan jelas jika komunikasi verbal yang dilakukan oleh komunikator diikuti dengan komunikasi non verbal.
Bahkan terkadang orang lebih memilih menggunakan komunikasi non verbal daripada verbal.
Contohnya ketika seseorang kehilangan orang yang sangat dicintainya. Dia akan cenderung memilih mengekspresikan kesedihannya lewat air mata atau menangis daripada dengan kata- kata.
D. SIMPULAN DAN SARAN
Komunikasi lintas budaya yang berarti berkomunikasi dengan pihak yang berlatar budaya berbeda memerlukan toleransi yang sangat tinggi antara kedua belah pihak.
Kesalahpahaman antara individu yang berbeda budaya lebih sering terjadi ketika menggunakan komunikasi non verbal. Makna kode non verbal dalam suatu negara dapat berbeda dengan negara lain.
Karenanya diperlukan ketepatan pemilihan penggunaan komunikasi non verbal dalam komunikasi lintas budaya. Pemilihan komunikasi non verbal yang tepat memerlukan pemahaman makna
dari konteks dimana dan dengan siapa komunikasi itu berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, M. Hardjana. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal,Yogyakarta:Kanisi ushttp://allaylaa.blogspot.co.id/
2014/10/komunikasi-verbal- dan-komunikasi- non.html Deena R. Levina ; Mara R. Adelman,
Mara B. (1982). Beyond Language: Intercultural
Communication for English as a Second Language. New Jersey:
Prentice Hall.
Ekman, Paul. Emotion revealed. New York, New York: Henry Holt and Company, 2003. OCLC World Cat Permalink:
http://www.worldcat.org/oclc/
162126989
Prastowo, A. (2016). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Samovar, Larry A. & Edwin R Mc Daniel, Richard E. Porter. 2010.
Intercultural Communication A Reader Ninth Edition. Belmont:
Wadsworth.