TUGAS AKHIR
HALAMAN JUDUL
KAJIAN PERKEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN MELALUI ANALISIS CITRA SATELIT DI KABUPATEN BANTUL
Disusun oleh:
ARDIAN RIDWAN
610016085
PROGRAM STUDI WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
TAHUN 2021
acc maju sidang TA 20092021
Lulu Mari Fitria, S.T., M.Sc.
ACC Sidang TA
ii
HALAMAN PERSETUJUAN TUGAS AKHIR
KAJIAN PERKEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN MELALUI ANALISIS CITRA SATELIT DI KABUPATEN BANTUL
Yogyakarta, Agustus 2021
Mengetahui Diperiksa Oleh
Dosen pembimbing I Dosen Pembimbing II
Lulu Mari Fitria, S.T., M.Sc. Yunastiawan Eka P, S.T., M.Sc.
NIK. 1973 0267 NIK. 1973 0322
Disusun Oleh Ardian Ridwan
610016085
ABSTRAK
Perkembangan kota dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas yang ada di dalamnya. Keterbatasan luas lahan yang ada di kota akan menyebabkan perkembangan mengarah ke daerah pinggiran kota.
Perubahan penggunaan lahan akan mengalami peningkatan tiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk terutama di sekitaran Kota Yogyakarta.
Kabupaten Bantul merupakan daerah yang memiliki dinamika perubahan penggunaan lahan yang tinggi. Kabupaten Bantul terdapat permasalahan mengenai terjadinya penurunan kemampuan lahan atau degradasi lingkungan. Salah satu penyebab degradasi lingkungan yaitu alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian yang menyebabkan menurunnya produktivitas pertanian. Citra penginderaan jauh digunakan untuk mengidentifikasi perkembangan permukiman di Kabupaten Bantul. Tujuan penelitian ini untuk menganalis perkembangan permukiman dari tahun 2010 - 2020 dengan citra satelit di Kabupaten Bantul.
Kata kunci: alih fungsi lahan, perkembangan permukiman, citra penginderaan jauh
iv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah ...2
1.3 Tujuan Penelitian ...3
1.4 Sasaran Penelitian ...3
1.5 Ruang Lingkup ...3
1.6 Kerangka Pikir ...6
1.7 Hasil yang di harapkan...7
1.8 Sistematika Pra TA ...7
1.9 Metodologi penelitian ...9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...11
2.1 Permukiman ...11
2.2 Perumahan ...11
2.3 Perkembangan Permukiman ...12
2.4 Perkembangan Kota ...13
2.5 Perkembangan Permukiman ...13
2.6 Faktor-Faktor Penyebab Perkembangan Kota ...14
2.7 Permukiman di Daerah Pinggiran Kota ...14
2.8 Sistem Informasi Geografis ...15
2.9 Citra Landsat ...17
2.10 Penggunaan Lahan ...19
2.11 Interpretasi citra satelit ...19
BAB III GAMBARAN UMUM ...21
3.1 Kabupaten Bantul...21
3.2 Kondisi fisik ...22
3.3 Kondisi penduduk ...24
3.4 Kondisi Ekonomi ...27
3.5 Kondisi Sarana dan Prasarana ...30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...34
4.1 Pra-Pemrosesan Data ...34
4.2 Mengidentifikasi Perkembangan Permukiman Di Kabupaten Bantul ...36
4.3 Mengidentifikasi Kecenderungan Arah Perkembangan Permukiman ...46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...63
5.1 Kesimpulan ...63
5.2 Saran ...63
DAFTAR PUSTAKA ...64
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. 1 Contoh deteksi permukiman ...5
Gambar I. 2 Lokasi Penelitian ...6
Gambar I. 3 Kerangka berpikir ...7
Gambar III. 1 Peta Kabupaten Bantul ...22
Gambar III. 2 Peta penggunaan lahan Kabupaten Bantul ...24
Gambar IV. 1 Citra tahun 2010...34
Gambar IV. 2 Citra tahun 2020...35
Gambar IV. 3 Penggunaan lahan tahun 2010 ...38
Gambar IV. 4 Penggunaan lahan tahun 2020 ...41
Gambar IV. 5 Grafik perkembangan penggunaan lahan ...43
Gambar IV. 6 Peta perkembangan permukiman ...45
Gambar IV. 7 Foto kondisi lapangan ...47
Gambar IV. 8 Peta pusat-pusat kegiatan di Kabupaten Bantul ...51
Gambar IV. 9 Peta jumlah penduduk Kabupaten Bantul tahun 2020 ...53
Gambar IV. 10 Peta Overlay arah perkembangan ...60 Gambar IV. 11 Peta arah perkembangan permukiman di Kabupaten BantulError! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
Tabel I. 1 Kebutuhan data ...9
Tabel II. 1 Karakteristik Saluran pada Sensor OLI ...18
Tabel II. 2 Karakteristik Saluran pada Sensor TIRS...18
Tabel III. 1 Peta Kabupaten Bantul...22
Tabel III. 2 Penggunaan lahan Kabupaten Bantul 2018 ...24
Tabel III. 3 Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul Tahun 2019 ...25
Tabel III. 4 Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantul Tahun 2019 ...25
Tabel III. 5 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bantul Tahun 2019 ...26
Tabel III. 6 Luas Pertanian Kabupaten Bantul Tahun 2017 ...28
Tabel III. 7 Hasil Produksi Pertanian Kabupaten Bantul ...28
Tabel III. 8 Sarana Pendidikan ...30
Tabel III. 9 Sarana Kesehatan ...31
Tabel III. 10 Sarana Peribadatan ...31
Tabel III. 11 Sarana Ekonomi ...32
Tabel III. 12 Jumlah Angkutan ...33
Tabel IV. 1 Luas penggunaan lahan tiap kecamatan tahun 2010 ...36
Tabel IV. 2 Luas penggunaan lahan tiap kecamatan tahun 2020 ...39
Tabel IV. 3 Luas penggunaan lahan tahun 2010 dan 2020 ...42
Tabel IV. 4 Perkembangan permukiman tiap kecamatan ...42
Tabel IV. 5 Pusat kegiatan baru yang terdapat di Kabupaten Bantul ...49
Tabel IV. 6 Jumlah penduduk Kabupaten Bantul Tahun 2020 ...52
Tabel IV. 7 Kecamatan yang mengalami perkembangan ...54
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan kota dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas yang ada di dalamnya (Dwiyanto & Sariffuddin, 2013). Meningkatnya jumlah penduduk serta aktivitasnya berdampak kepada kebutuhan akan lahan yang semakin besar.
Keterbatasan luas lahan yang ada di kota akan menyebabkan perkembangan mengarah ke daerah pinggiran kota. Hal ini yang membuat daerah pinggiran kota merupakan daerah yang mengalami dinamika dalam perkembangannya, terutama dinamika dalam penggunaan lahan.
Dinamika penggunaan lahan di wilayah kota dikarenakan adanya kebutuhan lahan untuk permukiman serta sarana dan prasarana penunjang aktivitas penduduk (Putra dan Wisnu, 2016).
Perubahan penggunaan lahan akan mengalami peningkatan tiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk terutama di sekitaran Kota Yogyakarta. Selain itu, arah perkembangan Kota Yogyakarta yang mengarah ke utara dan timur ikut mempengaruhi daerah pinggiran seperti Kabupaten Sleman dan Bantul. Menurut Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul Tahun 2020, di Kabupaten Bantul terdapat permasalahan mengenai terjadinya penurunan kemampuan lahan atau degradasi lingkungan. Salah satu penyebab degradasi lingkungan yaitu alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian yang menyebabkan menurunnya produktivitas pertanian. Sebagian besar alih fungsi lahan di Kabupaten Bantul berada di Kecamatan Sewon, Kasihan, dan Banguntapan yang merupakan daerah Aglomerasi Perkotaan Kota Yogyakarta. Pentingnya mengetahui seberapa besar kebutuhan perumahan untuk penduduk di masa yang akan datang yaitu untuk mengantisipasi kebutuhan perumahan masyarakat di wilayah itu. Selain itu perlu dilakukan perencanaan untuk mengantisipasi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi permukiman yang akan terjadi di Kabupaten Bantul. Pemukiman sebagai suatu kebutuhan dasar hidup manusia yang harus dipenuhi, hal ini akan mengakibatkan semakin luasnya lahan yang dijadikan pemukiman masyarakat pada suatu wilayah.
Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bantul terhitung dari tahun 2010-2019 yaitu dari 911.503 jiwa (30%) dan tahun 2019 1.006.692 jiwa (70%) dengan wilayah peningkatan penduduk paling banyak yaitu Kecamatan Banguntapan berjumlah 145.956 jiwa, dan yang paling sedikit berada di Kecamatan Srandakan dengan jumlah 29.414 jiwa.
(BPS Kabupaten Bantul).
Kabupaten Bantul merupakan daerah yang memiliki dinamika perubahan penggunaan lahan yang tinggi. Dan rencana pembangunan kampus baru UIN kalijaga yogyakarta kampus 2 itu mencakup lahan 70 hektar tanah di Dusun Kembang Putihan Kecamatan Pajangan di kawasan sejarah Goa Selarong. Dari total jumlah itu masi 25 hektar yang belum dibayar (Gatra.com). Menurut artikel Gatra.com, berbagai faktor berakumulasi menjadi pemicu (driving force) terjadinya konversi lahan khususnya dari lahan pertanian dan non pertanian. Harini (2007) mengidentifikasi enam faktor yang menentukan perkembangan Kabupaten Bantul dan menjadi pemicu terjadinya konversi lahan sawah.
Faktor yang dimaksud adalah ketersediaan fasilitas umum, aksesibilitas, karakteristik lahan, karakteristik kepemilikan lahan, inisiatif pengembangan perumahan oleh developer dan kebijakan pemerintah. Pertumbuhan penduduk yang berakibat pada meningkatnya kepadatan juga berdampak pada meningkatnya kebutuhan lahan khusunya untuk permukiman. Hal ini juga menjadi faktor utama yang memicu terjadinya konversi lahan khususnya dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian (Harini, 2007). Berdasarkan fenomena tersebut maka perlu dilakukan sebuah penelitian mengenai perkembangan permukiman di Kabupaten Bantul dengan dibantu citra penginderaan jauh.
1.2 Rumusan Masalah
Kabupaten Bantul merupakan daerah yang memiliki dinamika perubahan penggunaan lahan yang tinggi mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan. Perubahan lahan tersebut dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Akibatnya Kabupaten Bantul sebagai wilayah pinggiran mengalami perubahan fungsi lahan. Perubahan pemanfaatan lahan pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Bantul terjadi sangat cepat. Diperkirakan setiap tahun perubahan fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian seluas 40 hektar dan 100 hektar (Merdeka, Kompas dalam Purba 2016), sehingga perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui perkembangan permukiman di Kabupaten Bantul. Laju jumlah penduduk kabupaten Bantul pada tahun 2010 yaitu 911.503 jiwa dan tahun 2018 1.006.692 jiwa, laju pertumbuhan penduduk per tahun 1,23 % dan persentase penduduk dari tahun 2010-2018 (100%), (BPS Kabupaten Bantul). Laju jumlah penduduk 2010 3.457.491 jiwa dan tahun 2019 3.842.932 jiwa laju pertumbuhan penduduk per tahun dari tahun 2010-2019 1.03- 1.18% persentase penduduk tahun 2010-2019 100%. (BPS Provinsi D.I Yogyakarta).
Di Kabupaten Bantul sendiri dari tahun 2010 luas pertanian mencapai 168.554.801 Ha 32,76% dan luas permukiman 125.464.433 Ha 24,39% pada tahun 2019 luas pertanian mencapai 350.225.561 Ha 52,70% dan luas permukiman 630.342.332 Ha 70.65%.
Bagaimana kondisi perubahan lahan permukiman di Kabupaten Bantul di Tahun 2010-2020?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalis perkembangan permukiman dari tahun 2010 - 2020 dengan citra satelit di Kabupaten Bantul.
1.4 Sasaran Penelitian
Dalam mendukung pencapaian tujuan penelitian ini, yaitu menganalisis persebaran permukiman dan perkembangan permukiman di Kabupaten Bantul dari Tahun 2010- 2020.
1. Mengidentifikasi perkembangan permukiman di Kabupaten Bantul 2. Mengidentifikasi kecenderungan arah perkembangan permukiman
1.5 Ruang Lingkup
1.5.1 Ruang lingkup materi
Kedalaman materi yang di bahas dalam penelitian ini yaitu:
Menurut Yunus tahun 1999 perkembangan permukiman dari waktu ke waktu, sejalan dengan selalu meningkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya tuntutan kebutuhan kehidupan. Telah mengakibatkan meningkatnya kegiatan penduduk perkotaan dan hal tersebut berakibat pada meningkatnya kebutuhan ruang kekotaan yang besar.
Variabel untuk mendeteksi permukiman melalui citra satelit menggunakan pada unsur interpretasi yaitu pola dan ukuran (Umam, 2013). Dalam mendeteksi permukiman dari citra penginderaan jauh ditunjukkan dengan rona terang, ukurannya mengikuti banyak tidaknya permukiman.
Analisis arah perkembangan permukiman menggunakan analisis Overlay untuk melihat arah perkembangan permukiman dari tahun 2010-2020. Sebelum dilakukan Overlay, tahapan yang dilakukan adalah melakukan interpretasi digital dengan dibantu software ArcGIS dan memanfaatkan Citra Landsat untuk membedakan kawasan permukiman dan kawasan non-permukiman dari tahun 2010, dan tahun 2020 selanjutnya dilakukan metode Overlay, fungsi Overlay adalah menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut. Overlay
merupakan proses penyatuan data dari lapisan Layer yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik. Hasil dari metode overlay adalah melihat perkembangan permukiman dari tahun 2010-2020.
Citra satelit adalah gambaran permukaan bumi hasil perekaman satelit yang berada di luar angkasa berjarak ratusan kilometer dari paras bumi. Satelit yang dimaksud di sini sendiri yaitu satelit penginderaan jauh, yang berdasarkan misinya dibagi menjadi dua jenis yakni satelit observasi bumi atau banyak juga yang menyebutnya sebagai satelit sumber daya alam serta satelit cuaca/meteorologi. Citra yang digunakan penelitian ini adalah citra Landsat 8 yang di peroleh dari Website USGS.
Peningkatan lahan terbangun yang terdiri dari kawasan industri, kawasan perumahan dan permukiman, kawasan pendidikan yang berpotensi terjadinya dari alih fungsi lahan.
Kabuapaten Bantul mengalami perubahan lahan non-terbangun menjadi lahan terbangun sebesar 15,85% dari luas wilayahnya. Kecamatan Banguntapan, Sewon, Kasihan, Dlingo dan Imogiri merupakan kecamatan yang paling tinggi mengalami ekspansi 9 lahan, berkisar 1-1,5% dari luas wilayah Kabupaten Bantul. Ketersedian lahan yang masih melimpah di Kecamatan Dlingo dan Imogiri menyebabkan wilayah tersebut terjadi ekspansi lahan. Sedangkan untuk Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan Factor kedekatan dengan pusat ibukota provinsi yang menyebabkan terjadinya ekspansi lain.
Untuk kecamatan lainya perubahan lahan non-terbangun menjadi lahan terbangun hanya berkisar antara 0.3-1% dari luas wilayah Kabupaten Bantul.
Jenis satelit yang digunakan yaitu satelit Landsat perekaman tahun 2010-2020 dan diambil melalui web USGS (United States Geological Survey).
Gambar 1.1. merupakan contoh untuk mendeteksi lahan permukiman dari citra satelit :
Gambar I. 1 Contoh deteksi permukiman 1.5.2. Ruang lingkup studi
Ruang lingkup wilayah mencakup wilayah Kabupaten Bantul. Adapun batas-batas administrasi kabupaten Bantul adalah sebagai berikut :
Sebelah timur : Kabupaten Gunung Kidul Sebelah barat : Kabupaten Kulonprogo
Sebelah utara : Kabupaten Sleman dan kota Yogyakarta Sebelah selatan : Samudera Indonesia
Dari gambaran batas wilayah diatas untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 1.2 dibawah ini :
Gambar I. 2 Lokasi Penelitian 1.6 Kerangka Pikir
Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian dengan melakukan analisis yang berkaitan dengan penelitian ini. Berikut merupakan kerangka pemikiran yang bisa dilihat pada bagan di bawah ini. Keterbaruan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, terletak pada lokasi penelitian. Penelitian ini mengkaji seluruh Kabupaten Bantul dengan periode waktu yang diteliti kurun waktu 10 tahun. Selain menganalisis perkembangan lahan permukiman, penelitian juga akan menganalisis arah perkembangan lahan permukiman di Kabupaten Bantul.
Gambar I. 3 Kerangka berpikir
1.7 Hasil yang di harapkan
Melihat perkembangan permukiman dari tahun 2010-2020 melalui Interpretasi Citra/penginderaan jauh.
1.8 Sistematika Pra TA 1. Bab I Pendahuluan
Dalam bagian pendahuluan memuat penjelasan mengenai latar belakang penulisan atau pemilihan topik tugas akhir, rumusan permasalahan, tujuan dan sasran studi, ruang lingkup, kerangka pemikiran, dan sistematika Pra TA.
2. Bab II Pendahuluan
Tinjauan pustaka berisi teori/konsep/rumus yang terdapat dalam literatur tertentu, yang relevan dengan topik terpilih. Tinjauan pustaka juga mejelaskan penelitian atau tulisan lain yang pernah dilakukan, yang relevan dengan judul. Jumlah sumber disesuaikan dengan kebutuhan dan kecukupan materi. Tinjauan pustaka diberi judul yang relevan dengan topik TA.
3. Bab II Gambar Umum
Merupakan pemaparan tentang kondisi obyek atau wilayah studi, yang diuraikan menurut kerangka makro maupun yang berkaitan dengan tujuan studi. Hal-hal yang dikemukakan merupakan data-data yang dikumpulkan selama penelitian. Gambaran umum diberi judul sesuai dengan topik.
4. Bab IV Metode Penelitian
Bagian ini berisi penjelasan tentang pendekatan studi yang digunakan, tahapan studi, jangka waktu pelaksanaan, wilaya studi, kebutuhan data, cara memperoleh data, alat analisis dan akhir diharapkan. Bagian ini juga menjelaskan keterkaitan anatara analisis yang satu dengan dengan analisis yang lain jika meliputi lebih dari satu analisa.
1.9 Metodologi penelitian 1.9.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dilakukan agar selama kegiatan penelitian dapat terarah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG). Penggunaan pendekatan tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai perubahan penggunaan lahan dengan memanfaatkan Citra Landsat, proses perolehan informasi diperoleh dengan cara deteksi dan pengukuran berbagai perubahan yang terdapat pada lahan dimana informasi pada suatu lokasi yang sama dari tiga citra yang berbeda waktu perekamannya.
1.9.2 Data
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dengan memanfaatkan dua citra Landsat yang berbeda waktu perekamannya, yaitu perekaman tahun 2010-2020. Citra Landsat tersebut diperoleh di laman https://www.usgs.gov/. Citra Landsat digunakan dalam penelitian ini dikarenakan website tersebut aksesnya terbuka dan dapat didownload secara gratis. Selain itu, Citra Landsat dianggap mampu membedakan lahan permukiman dengan non-permukiman dengan resolusi spasial 30 meter. Batas administrasi dari Kabupaten Bantul dan batas-batas administrasi kecamatan diperoleh dari laman https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web. Sehingga kedua data tersebut digunakan dalam mendukung penelitian ini.
1.9.3 Kebutuhan Data
Kebutuhan data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel I. 1 Kebutuhan data
No Sasaran Data Jenis Data Manfaat Sumber
Data 1 Mengidentifikasi
perkembangan permukiman di Kabupaten Bantul
Citra tahun 2010-2020
Peta perubahan permukiman tahun 2010 dan 2020
Untuk mengetahui perubahan
permukiman
USGS
2 Mengidentifikasi kecenderungan arah
perkembangan permukiman di Kabupaten Bantul
Citra tahun 2010-2020
Peta
perkembangan permukiman di kabupaten Bantul
Untuk mengetahui arah
perkembangan permukiman
USGS
1.9.4 Metode Analisis
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis Overlay sebelum dilakukan Overlay tahapan yang dilakukan adalah melakukan interpretasi digital dengan dibantu software arcgis dan memanfaatkan citra landsat untuk membedakan kawasan permukiman dan kawasan pertanian dari tahun 2010-2020. Digitasi peta, prosesnya yaitu pembedaan lahan permukiman dan non permukiman menggunakan metode unsupervised dengan cara digitasi lahan permukiman dan non permukiman,selanjutnya data lahan permukiman dan permukiman dikonversi dalam bentuk poligon. Setelah itu data permukiman dilakukan metode overlay dengan memanfaatkan tools interset untuk melihat perkembangan permukiman dari tahun 2010-2020.
1.9.5 Jadwal Penelitian
Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal dikeluarkannya ijin penelitian dalam kurun waktu kurang lebih 4 (empat) bulan, satu bulan pertama penyusunan proposal sampai perijinan, satu bulan kedua pengumpulan dan pengelompokkan data literatur, satu bulan ketiga observasi lapangan, satu bulan keempat mencatat maupun meneliti serta mengolah data yang didapat di lapangan, satu bulan terakhir untuk menganalisa data dilapangan dengan teori yang ada kemudian pembuatan laporan akhir.
Tabel IV. 2 Jadwal Penelitian
Maret April Mei Juni Juli
Ujian Proposal Perbaikan Ujian Proposal
Survey Lapangan
Pengolahan Data Hasil Lapangan Penulisan Skripsi Ujian Skripsi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permukiman
Berdasarkan Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, definisi rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Permasalahan perkotaan menunjukkan bahwa akibat dari pertumbuhan kota yang cukup tinggi serta kenyataan akan terbatasnya ruang kota, membawa dampak dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah keterbatasan papan atau permukiman sehingga menimbulkan adanya permukiman kumuh di perkotaan. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kemampuan pengelola kota akan menentukan kualitas pemukiman yang terwujud.
Menurut Budiharjo (2006: 61-67), masalah permukiman manusia merupakan masalah yang pelik, karena begitu banyaknya faktor-faktor yang saling berkaitan tumpang tindih di dalamnya. Permukiman sebagai wadah kehidupan manusia bukan hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja, tetapi juga aspek-aspek sosial, ekonomi, dan budaya dari para penghuninya.
2.2 Perumahan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.
Perumahan merupakan salah satu bentuk sarana hunian yang memiliki kaitan yang sangat erat dengan masyarakatnya. Hal ini berarti perumahan di suatu lokasi sedikit banyak mencerminkan karakteristik masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut. (Abrams, 1664 dalam Santoso, 2015). Perumahan dapat diartikan sebagai suatu cerminan dari diri pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam suatu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya dan dapat juga mencerminkan paraf hidup, kesejahteraan, kepribadian, dan peradaban manusia penghuninya, masyarakat ataupun suatu bangsa. (Yudhohusodo, 1991 dalam Santoso, 2015).
Pengembangan wilayah secara umum masih kurang menyentuh dan memperhatikan karakteristik khas daerah rurban (rural-urban). Daerah ini umumnya berada pada pinggiran perkotaan, yang terpengaruh oleh karakter kota (baik fisik maupun non fisik) dan di sisi lain juga masih memiliki karakter desa. Tanpa perhatian yang khusus dalam pengembangannya, wilayah ini akan semakin menerima implikasi problematika kota yang kompleks dan
semakin pudar potensi asalnya. Kampung Nitiprayan adalah salah satu pinggiran kota yang mengkhawatirkan perkembangan lingkungan dan pembangunannya.
2.3 Perkembangan Permukiman
Menurut Doxiadis dalam Kuswartojo, T., & Salim, S. (1997), permukiman merupakan sebuah system yang terdiri dari lima unsur, yaitu: Alam, masyarakat, manusia, lindungan dan jaringan. Bagian permukiman yang disebut wadah tersebut merupakan paduan tiga unsur: Alam (tanah, air, udara), lindungan (shell) dan jaringan (networks), sedangkan isinya adalah manusia dan masyarakat. Alam merupakan unsur dasar dan di alam itulah ciptakan lindungan (rumah, gedung dan lainnya) sebagai tempat manusia tinggal serta menjalankan fungsi lainnya.
Jaringan, seperti misalnya jalan dan jaringan utilitas merupakan unsur yang memfasilitasi hubungan antar sesama maupun antar unsur yang satu dengan yang lain.
Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa permukiman adalah paduan antara unsur manusia dengan masyarakatnya, alam dan unsur buatan sebagaimana digambarkan Doxiadis melalui ekistiknya (Kuswartojo, T., & Salim, S. (1997): Untuk menjawab sebagian isu perkembangan permukiman dan pendekatan terkini penyelenggaraan permukiman Heinz Frick (2006) menegaskan bahwa rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan dalam arti fisik, melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat.
Secara garis besar, rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia, yaitu: (American Public Health association. Basic Principles of Healthful Housing. New York 1960. dikutip dari Heinz: 2006)
1. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia:
a. Dapat memberi perlindungan terhadap gangguan-gangguan cuaca atau keadaan iklim yang kurang sesuai dengan kondisi hidup manusia, misalnya panas, dingin, angin hujan, dan udara yang lembab
b. Dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan rumah tangga sehari-hari, antara lain: a. Kegiatan kerja yang ringan misalnya memasak, menjahit, belajar, dan menulis b. Kegiatan rutin untuk memenuhi kesehatan jasmani bagi kelangsungan hidup, yakni antara lain: mandi, makan, tidur. c. Dapat digunakan sebagai tempat istirahat yang tenang di waktu lelah atau sakit.
2. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusia. Rumah yang memberi perasaan aman dan tentram bagi seluruh keluarga sehingga mereka dapat betah berkumpul
dan hidup bersama, dan dapat mengembangkan karakter kepribadian yang sehat
3. Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit. Rumah yang dapat menjauhkan segala gangguan kesehatan bagi penghuninya.
4. Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar. Rumah harus kuat dan stabil sehingga dapat memberi perlindungan terhadap gangguan keamanan yang disebabkan bencana alam, kerusuhan atau perampokan.
2.4 Perkembangan Kota
Sesuai dengan perkembangan penduduk perkotaan yang senantiasa mengalami peningkatan, maka tuntutan akan kebutuhan kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi juga terus mengalami peningkatan, yang semuanya itu mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang perkotaan yang lebih besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota (Fringe Area). Gejala penjalaran areal kota ini disebut sebagai
“Invasion” dan proses perembetan kenampakan fisik kota ke arah luar disebut sebagai
“Urban sprawl” (Northam dalam Yunus, 1994). Secara garis besar menurut Northam dalam Yunus (1994) penjalaran fisik kota dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut : a) Penjalaran fisik kota yang mempunyai sifat rata pada bagian luar, cenderung lambat dan menunjukkan morfologi kota yang kompak disebut sebagai perkembangan konsentris (Concentric Development).
b) Penjalaran fisik kota yang mengikuti pola jaringan jalan dan menunjukkan penjalaran yang tidak sama pada setiap bagian perkembangan kota disebut dengan perkembangan fisik memanjang/linier (Ribbon/linear/axial development).
c) Penjalaran fisik kota yang tidak mengikuti pola tertentu disebut sebagai perkembangan yang meloncat (Leap frog/checher board development).
2.5 Perkembangan Permukiman
Perkembangan permukiman yang terjadi pada setiap bagian kota berbeda satu sama lain. Hal tersebut dipengaruhi oleh karakteristik kehidupan masyarakat, potensi sumber daya dan kesempatan kerja yang tersedia, kondisi fisik alami serta ketersediaan fasilitas kota.
Pemanfaatan lahan untuk perumahan dan permukiman di daerah perkotaan mempunyai proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan jenis pemanfaatan lainnya. Permukiman dibangun dengan maksud untuk mengatur manusia berkehidupan di dalam ruang alam dan berinteraksi dengan alam dalam rangka mencapai kemajuan kehidupannya. Dalam
pemanfaatan lahan, kawasan permukiman merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional dan merupakan unsur dari kebijakan sosial nasional (White, 1988). Aspek perkernbangan dan pengernbangan wilayah tidak dapat lepas dari adanya ikatan-ikatan ruang perkembangan wilayah secara geograris. Menurut Yunus (1981) proses perkembang,ini dalam arti luas tercermin. Chapin (dalam Soekonjono, 1998) mengemukakan ada 2 hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva menyebabkan perubahan penggunaan lahan yaitu: (1) Adanya perkembangan penduduk dan perekonomian, (2) Pengaruh sisterm aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan. “ Kajian perkembangan kawasan permukiman melalui analisis citra satelit di Kabupaten Bantul”.
2.6 Faktor-Faktor Penyebab Perkembangan Kota
Menurut Sujarto (1989) faktor-faktor perkembangan dan pertumbuhan yang bekerja pada suatu kota dapat mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu.
Ada tiga faktor utama yang sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota : a) Faktor manusia, yaitu menyangkut segisegi perkembangan penduduk kota baik karena kelahiran maupun karena migrasi ke kota. Segi-segi perkembangan tenaga kerja, perkembangan status sosial dan perkembangan kemampuan pengetahuan dan teknologi. b) Faktor kegiatan manusia, yaitu menyangkut segi-segi kegiatan kerja, kegiatan fungsional, kegiatan perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang lebih luas. c) Faktor pola pergerakan, yaitu sebagai akibat dari perkembangan yang disebabkan oleh kedua faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi kegiatannya akan menuntut pola perhubungan antara pusat-pusat kegiatan tersebut.
2.7 Permukiman di Daerah Pinggiran Kota
Bintarto (1977), mengemukakan bahwa permukiman dapat digambarkan sebagai suatu tempat atau daerah, dimana mereka membangun rumah-rumah, jalan-jalan dan sebagainya guna kepentingan mereka. Nursid Sumaatrmadja (1981, dalam Mawarsa, 2007), mengartikan permukiman sebagai bagian permukaan bumi yang dihuni manusia meliputi pula segala prasarana dan sarana yang menunjang kehidupan penduduk yang menjadi satu kesatu.
Permukiman yang menempati areal paling luas dalam pemanfaatan tata ruang mengalami perkembangan yang selaras dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola tertentu yang menciptakan bentuk dan struktur tata ruang yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Perkembangan permukiman pada bagian-bagian kota tidaklah sama, tergantung pada karakteristik kehidupan masyarakat, potensi sumberdaya (kesempatan kerja) yang tersedia, kondisi fisik alami serta fasilitas kota terutama berkaitan dengan transportasi dan komunikasi (Bintarto,1977). Kecenderungan alami perkembangan permukiman berlangsung secara bertahap kearah luar (mengalami pemekaran) dan polanya mengikuti prasarana transportasi (jaringan jalan) yang ada.
Pola penyebaran permukiman di daerah pinggiran kota yang mempunyai sifat desa-kota ini pembentukkannya berakar dari pola campuran antara ciri perkotaan dan ciri pedesaan. Ada perbedaan mendasar antara pola permukiman di perkotaan dan di pedesaan. Wilayah permukiman di daerah perkotaan memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya, sebagian besar permukiman menghadap secara teratur kearah kerangka jalan yang ada dan sebagian besar terdiri dari bangunan permanen. Karakteristik permukiman di daerah pedesaan ditandai terutama oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah. Pola permukimannya cenderung berkelompok membentuk suatu perkampungan.
Sandy (1977, dalam Koestoer 1997) mengatakan bahwa pola permukiman yang masih sangat tradisioanal banyak mengikuti pola bentuk sungai, karena di daerah itu sungai dianggap sebagai sumber penghidupan dan jalur transportasi utama antar wilayah.
Permukiman di tepi kota dan permukiman desa dekat dengan kota membentuk pola yang spesifik di daerah pinggiran kota. Pada saat sifat kekotaan menjangkau daerah pedesaan di pinggiran kota, maka pola permukiman cenderung lebih teratur dari pola sebelumnya.
2.8 Sistem Informasi Geografis
Sistem informasi Goegrafis merupakan suatu yang mengorganisasi perangkat keras (Hardware), perangkat lunak (Software), dan data, serta dapat menggunakan system penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan (Purwadi.dalam Husein, 2006).
System informasi Geografi (GIS) adalah serangkaian system yang memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan analisis spasial. System ini memanfaatkan perangkat keras dan lunak computer untuk melakukan pengolahan data seperti : (Tor Bernhardsen, 1992 dalam Eko Budiyono, 2002).
1.Perolehan dan verivikasi 2.Kompilasi
3.Penyimpanan
4. Pembaruan dan perubahan
5. Manajemen dan pertukaran 6.Manipulasi
7.Penyajian 8.Analisis
Menurut DeMers (1997), salah satu ciri dari system Informasi Geografis adalah memiliki subsistem manipulasi dan analisis data yang dapat berfungsi sebagai pemodelan. Kemampuan pemodelan system secara interaktif mampu menampilkan hasil dari proses apabila suatu masukan diubah.
2.8.1 Kemampuan Sistem Geografis
System informasi geografis mempunyai kemampuan untuk menggabungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisis dan akhirnya memetakan hasilnya (Prahasta dalam Swastikayana, 2011).
2.8.2 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah seni dan ilmu untuk mendapatkan informasi tentang obyek, area atau fenomena melalui analisa terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah ataupun fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 2008). Alat yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah alat pengindera atau sensor. Pada umumnya, sensor dibawa oleh wahana baik berupa pesawat, balon udara, satelit maupun jenis wahana yang lainnya (Sutanto, 1987). Hasil perekaman oleh alat yang dibawa oleh suatu wahana ini selanjutnya disebut sebagai data penginderaan jauh. Lindgren, 1985 dalam Sutanto, 1987 mengungkapkan bahwa penginderaan jauh adalah berbagai teknik yang dikembangan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi, informasi ini khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi.
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penginderaan jauh terdiri atas 3 komponen utama yaitu objek yang diindera, sensor untuk merekam objek dan gelombang eletronik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi. Interaksi dari ketika komponen ini menghasilkan data penginderaan jauh yang selanjutnya melalui proses interpretasi dapat diketahui jenis objek area ataupun fenomena yang ada. Secara umum dapat dikatakan bahwa penginderaan jauh dapat berperan dalam mengurangi secara signifikan kegiatan survey terestrial dalam inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam. Kegiatan survey terestris dengan adanya teknologi ini hanya dilakukan untuk membuktikan suatu jenis objek atau fenomena yang ada di lapangan untuk disesuaikan dengan hasil analisa data.
2.8.3 Manfaat Sistem Informasi Geografi
Fungsi SIG adalah meningkatkan kemampuan mengalisis informasi spasial secara terpadu untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. SIG dapat memberikan informasi kepada pengambil keputusan untuk analisis dan penerapan database keruangan (Prahasta.dalam Swastikayana, 2011).
Dalam penelitian ini, SIG mampu memberikan kemudahan yang di inginkan.
Dengan SIG akan dimudahkan dalam melihat fenomena kebumian dengan lebih baik.
SIG mampu menyediakan keutuhan dalam penyimpanan, pemrosesan, dan penayangan data spasial digital bahkan integrasi data yang beragam, mulai dari citra satelit, foto udara, peta bahkan data statistic sehingga dapat menghasilkan sebuah system informasi berbasis SIG untuk pemetaan penggunaan lahan, persil bangunan, kawasan terbangun dan non terbangun dan informasi fisik di wilayah Kota Karawang jawa Barat beserta penjelasanya sebagai media informasi bagi masyarakat dan pemerintah.
2.9 Citra Landsat
Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) adalah instrumen dari satelit Landsat 8 yang diluncurkan pada Februari 2013. Satelit Landsat 8 dirancang diorbitkan pada orbit mendekati lingkaran sinkron matahari, pada ketinggian 705 km dengan inklinasi 98,2º, periode 99 menit, waktu liput ulang (resolusi temporal) 16 hari, waktu melintasi khatulistiwa (Local Time on Descending Node) nominal pada jam 10:00 sampai dengan 10:15 pagi. Satelit Landsat 8 dirancang membawa sensor pencitra OLI yang mempunyai 1 band inframerah dekat dan 7 band tampak reflektif, akan meliput panjang gelombang yang direfleksikan oleh objek-objek ada permukaan Bumi, dengan resolusi spasial yang sama dengan Landsat pendahulunya 30 m.
Sensor pencitra OLI mempunyai band-band spektral yang menyerupai sensor ETM+
(Enhanced Thermal Mapper plus) dari Landsat 7, akan tetapi sensor pencitra OLI ini mempunyai band-band yang baru yaitu, kanal 1: 443 nm untuk aerosol garis pantai dan band 9: 1375 nm untuk deteksi awan cirrus, namun tidak mempunyai band inframerah termal (Sitanggang, 2010). Ketersediaan band-band spektral reflektif dari sensor pencitra OLI pada Landsat 8 yang menyerupai band-band spektral reflektif ETM+ dari Landsat 7 memastikan kontinuitas data untuk deteksi dan pemantauan perubahan objek-objek pada permukaan bumi. Karakteristik saluran pada Landsat 8 OLI/TIRS dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel II. 1 Karakteristik Saluran pada Sensor OLI Band Spektral Panjang Gelombang Resolusi Spasial Band 1 - Coastal/Aerosol 0.433 – 0.453 mikrometer 30 m
Band 2 – Blue 0.450 – 0.515 mikrometer 30 m Band 3 – Green 0.525 – 0.600 mikrometer 30 m Band 4 – Red 0.630 – 0.680 mikrometer 30 m Band 5 - Near Infrared 0.845 – 0.885 mikrometer 30 m Band 6 - Short
Wavelength Infrared 1.560 – 1.660 mikrometer 30 m Band 7 - Short
Wavelength Infrared 2.100 – 2.300 mikrometer 30 m Band 8 – Panchromatic 0.500 – 0.680 mikrometer 30 m Band 9 – Cirrus 1.360 – 1.390 mikrometer 30 m
Sumber: http://landsat.usgs.gov/landsat8.php
Tabel II. 2 Karakteristik Saluran pada Sensor TIRS Band Spektral Panjang Gelombang Resolusi Spasial Band 10 - Long
Wavelength Infrared
10.30 – 11.30
mikrometer 100 m
Band 11 – Long Wavelength Infrared
11.50 – 12.50
mikrometer 100 m
Sumber: http://landsat.usgs.gov/landsat8.php
Kemampuan pencitraan multispektral telah lama menjadi pusat program satelit seri Landsat. Satelit-satelit seri Landsat membawa sensor-sensor yang mampu melakukan pendeteksian gelombang elektromagnetik yang direfleksikan dan radiasi elektromagnetik yang diemisikan dalam beragam panjang gelombang dari spektrum tampak dan inframerah termal. Dengan menggabungkan band-band spektral ini menjadi citra-citra berwarna, para pengguna mampu mengidentifikasi dan membedakan karakteristik dan kondisi-kondisi ciri-ciri penutup lahan, bahkan yang paling halus band-band multispektral data satelit seri Landsat dengan resolusi spasial 30 m adalah ideal untuk pendeteksian, pengukuran, dan untuk menganalisis perubahan-perubahan objek-objek pada permukaan bumi pada level yang rinci, dimana pengaruh alamiah dan aktifitas yang diakibatkan manusia, dapat diidentifikasi dan dinilai secara akurat (Sitanggang, 2010).
2.10 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (Land use) dapat diartikan sebagai campur tangan manusia terhadap lahan, baik secara menetap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual. Kualitas tanah merupakan kapasitas dari suatu tanah dalam suatu lahan untuk menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan manusia atau ekosistem alami dalam waktu yang lama (Plaster, 2003). Menurut Nazam dan Suriadi (2008), apabila tanah tidak mampu untuk memenuhi fungsinya akan mengakibatkan terganggunya kualitas tanah sehingga menimbulkan bertambah luasnya lahan kritis, menurunnya produktivitas tanah dan pencemaran lingkungan.
2.11 Interpretasi citra satelit
Interpretasi citra, gambar, atau foto adalah sebuah kegiatan menganalisis foto yang dihasilkan dari suatu alat dengan tujuan untuk mengidentifikasi suatu objek dan peran dari objek tersebut. Hal ini biasanya mengacu kepada penggunaan di dalam penginderaan jarak jauh (remote sensing). Prinsip utama dalam interpretasi citra yaitu lokasi, ukuran, bentuk, bayangan, warna, tekstur, pola, ketinggian, dan situasi. Semua elemen tersebut digunakan oleh pakar interpretasi citra yang dapat memperkirakan dengan cepat dan akurat. unsur- unsur interpretasi pada citra atau foto udara terdiri atas sembilan macam, yaitu sebagai berikut (Danoedoro 2012):
1. Rona dan Warna Rona (Tone), yaitu tingkat kegelapan atau kece- rahan suatu objek pada citra. Adapun Warna (Colour), yaitu wujud yang tampak pada mata dengan menggunakan spektrum tampak yang lebih sempit. Misalnya, warna biru, hijau, merah, dan warna yang lainnya.
2. Tekstur (Texture) adalah frekuensi perubahan rona pada citra yang dinyatakan dengan kasar, sedang, dan halus. Misalnya, hutan bertekstur kasar, semak belukar bertekstur sedang, sedangkan sawah bertekstur halus.
3. Bentuk (Shape) adalah konfigurasi atau kerangka gambar dari suatu objek yang mudah dikenali. Misalnya, persegi empat teratur dapat diidentifikasi sebagai komplek perkantoran, sedangkan bentuk persegi tidak teratur dapat diidentifikasi sebagai kompleks permukiman penduduk. Bentuk lainnya antara lain gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, dan U atau persegi panjang.
4. Ukuran (Size) adalah ciri objek berupa jarak, luas, lereng, dan volume. Ukuran objek pada citra dikalikan dengan skala menghasilkan jarak yang sebenarnya.
5. Pola (Pattern) adalah susunan keruangan yang dapat menandai bahwa suatu objek merupakan bentukan oleh manusia atau bentukan alamiah. Misalnya, pola garis teratur merupakan pola jalan, sedangkan pola garis yang berkelok- kelok merupakan sungai. Permukiman transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu ukuran rumah dan jaraknya seragam, serta selalu menghadap ke jalan. Kebun karet, kebun kelapa, dan kebun kopi mudah dibedakan dengan hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya.
6. Situs (Site) adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. Misalnya, permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir pantai, tanggul alam, atau sepanjang tepi jalan. Adapun persawahan banyak terdapat di daerah dataran rendah dan berdekatan dengan aliran sungai. Jadi, situs sawah berdekatan dengan situs sungai.
7. Bayangan (Shadow) adalah sifat yang menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap. Bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang penting dari beberapa objek yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih jelas. Misalnya, lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan, begitu juga cerobong asap dan menara, tampak lebih jelas dengan adanya bayangan. Foto-foto yang sangat condong biasanya memperlihatkan bayangan objek yang tergambar dengan jelas.
8. Asosiasi (Association) adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya. Misalnya, stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api.
Adapun permukiman penduduk berasosiasi dengan jalan.
9. Konvergensi Bukti adalah bukti-bukti yang mengarah kepada kebenaran, artinya semakin banyak unsur interpretasi yang digunakan dalam menginterpretasi suatu citra maka semakin besar kemungkinan kebenaran interpretasi yang dilakukan.
BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1 Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten yang sedang berkembang dengan sangat pesat. Banyaknya pembangunan perumahan, pertokoan, kawasan industry merupakan salah satu bentuk perkembangan suatu daerah. Pada saat ini untuk mendirikan suatu bangunan diperlukan berbagai macam syarat, diantaranya harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan. Sehubungan dengan itu, Pemerintah Kabupaten Bantul menyelenggarakan pelayanan public di Dinas Perizinan Kabupaten Bantul dalam rangka memudahkan masyarakat Kabupaten Bantul dalam mengurus suatu izin, terutama tentang prosedur pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Wilayah Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat, serta kawasan pantai di sebelah selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif membujur dari utara ke selatan. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07º44’04” - 08º00’27” LS dan 110º12’34” - 110º31’08” BT dengan batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman b. Sebelah Selatan : Samudra Hindia
c. Sebelah Barat : Kabupaten Kulon Progo d. Sebelah Timur : Kabupaten Gunungkidul
Gambar III. 1 Peta Kabupaten Bantul 3.2 Kondisi fisik
Apabila dilihat dari bentang alamnya, wilayah Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat, serta kawasan pantai di sebelah selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif membujur dari utara ke selatan. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 14º04'50" - 27º50'50" Lintang Selatan dan 110º10'41" - 110º34'40" Bujur Timur. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, di sebelah utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.
3.2.1 Kondisi Topografi
Topografi sebagai dataran rendah 40% dan lebih dari separuhnya (60%) daerah perbukitan yang kurang subur, secara garis besar terdiri dari:
a. Bagian Barat, adalah daerah landai yang kurang serta perbukitan yang membujur dari Utara ke Selatan seluas 89,86 km2 (17,73 % dari seluruh wilayah).
b. Bagian Tengah, adalah daerah datar dan landau merupakan daerah pertanian yang subur seluas 210.9 km2 (41,62%).
c. Bagian Timur, adalah daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian Barat, seluas 206,05 km2 (40,65%).
d. Bagian Selatan, adalah sebenarnya merupakan bagian dari daerah bagian Tengah dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikit berlaguna, terbentang di Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek.
3.2.2 Kondisi Penggunaan Lahan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul Tahun 2010-2030 rencana pola ruang Kabupaten Bantul terdiri atas:
1. Kawasan Lindung Kabupatem
Rencana pengembangan Kawasan Lindung Kabupaten meliputi:
a. Kawasan Lindung Kabupaten Penyebaran kawasan hutan lindung meliputu Desa Dlingo, Desa Mangunan, Desa Muntuk, Desa Jatimulyo, Desa Temuwuh, Desa Terong pada Kecamatan Dlingo, Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret, Desa Wukirsari Kecamatan Imogiri, dan Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan.
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawwasan bawahannya yaitu kawasan resapan air
c. Kawasan perlindungan setempat adalah kawasan sempadan sungai, pantai, kawasan sekitar mata air, dan ruang terbuka hijau perkotaan kabupaten.
d. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya e. Kawasan rawan bencana
2. Kawasan Budidaya Kabupaten Rencana pengembangan kawasan budidaya Kabupaten terdiri atas:
a. Kawasan perutukan hutan rakyat b. Kawasan perutukan pertanian c. Kawasan peruntukan perikanan d. Kawasan peruntukan pertambangan e. Kawasan peruntunkan industri f. Kawasan peruntukan pariwisata g. Kawasan peruntukan permukiman h. Kawasan peruntukan lainnya
Tata Guna Lahan pada daerah Kabupaten Bantul dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel III. 1 Penggunaan lahan Kabupaten Bantul 2018 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Dalam Persen
1 Permukiman 3.927,61 7,75%
2 Sawah 15.879,40 31,33%
3 Tegalan 6.625,67 13,07%
4 Hutan 1.385 273%
5 Kebun Campuran 16.599,84 32,75%
Sumber: Dinas Tata Ruang Kabupaten Bantul
Gambar III. 2 Peta penggunaan lahan Kabupaten Bantul 3.3 Kondisi penduduk
3.3.1 Jumlah penduduk
Jumlah penduduk diperoleh dari Database kependudukan pada Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang bersumber dari Data Konsolidasi Kementerian Dalam Negeri Tahun 2019 Semester 2. Jumlah penduduk di Kabupaten Bantul tahun 2019 tercatat sebesar 949.325 jiwa. Hal ini berarti telah terjadi kenaikan sebesar 9.607 jiwa jika dibandingkan dengan data jumlah penduduk pada tahun sebelumnya. Apabila dilihat menurut kecamatan, Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Banguntapan.
Tabel III. 2 Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul Tahun 2019 Kecamatan
Jumlah
Penduduk Presentase
Srandakan 31.218 3,29
Sanden 31.972 3,37
Kretek 30.863 3,25
Pundong 35.908 3,78
Bambanglipuro 41.880 4,41
Pandak 52.013 5,48
Pajangan 36.040 3,80
Bantul 64.365 6,78
Jetis 58.549 6,17
Imogiri 63.542 6,69
Dlingo 39.537 4,16
Banguntapan 111.955 11,79
Pleret 48.170 5,07
Piyungan 52.333 5,51
Sewon 99.807 10,51
Kasihan 103.527 10,91
Sedayu 47.646 5,02
Jumlah 949.325 100
Sumber: BPS Kabupaten Bantul Tahun 2019 3.3.2 Kepadatan Penduduk
Rasio Kepadatan Penduduk yaitu angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya penduduk terhadap luas wilayah atau berapa banyaknya penduduk per kilometer persegi pada periode tertentu. kepadatan penduduk Kabupaten Bantul mengalami kenaikan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Bantul sebesar 1.854 jiwa per km². Sedangkan kepadatan penduduk pada tahun 2017 tercatat sebesar 1.829 jiwa per km². Artinya dalam satu tahun terakhir terjadi kenaikan kepadatan penduduk sebesar 1,37 persen.
Tabel III. 3 Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantul Tahun 2019
Kecamatan Jumlah
Penduduk
Luas Wilayah
Rasio Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Srandakan 31.218 18,32 1704,04
Sanden 31.972 23,16 1380,48
Kretek 30.863 26,77 1152,90
Pundong 35.908 23,68 1516,39
Bambanglipuro 41.880 22,70 1844,93
Pandak 52.013 24,30 2140,45
Pajangan 36.040 33,25 1083,91
Bantul 64.365 21,95 2932,35
Jetis 58.549 24,47 2392,68
Imogiri 63.542 54,49 1166,12
Dlingo 39.537 55,87 707,66
Banguntapan 111.955 28,48 3931,00
Pleret 48.170 22,97 2097,08
Piyungan 52.333 32,54 1608,27
Sewon 99.807 27,16 3674,78
Kasihan 103.527 32,38 3197,25
Sedayu 47.646 34,36 1386,67
Jumlah 949.325 506,85 1872,99
Sumber: BPS Kabupaten Bantul Tahun 2019 3.3.3 Pertumbuhan Penduduk
Kabupaten Bantul telah mengalami perkembangan dari sisi jumlah penduduk per wilayah. Seluruh kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Bantul, menurut data SIAK 2018 dan 2019 mencatat pertambahan penduduk dengan jumlah positif.
Kecamatan yang mencatat pertambahan penduduk positif paling tinggi adalah Kecamatan Banguntapan. Penambahan penduduk yang terjadi di Kecamatan Banguntapan sebesar 1.829 jiwa dari tahun 2018 menuju 2019. Kemudian berikutnya adalah Kecamatan Kasihan yang mencatat pertambahan penduduknya mencapai 1.325 jiwa. Urutan ketiga yang mencatat pertambahan penduduk positif tertinggi adalah Kecamatan Sewon sebesar 1.301 jiwa pada periode yang sama. Hanya tiga kecamatan tersebut yang mengalami pertambahan penduduk lebih dari 1.000 jiwa.
Tabel III. 4 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bantul Tahun 2019
Kecamatan
2018 2019 Perubahan
Jumlah
Penduduk dari 2018 - 2019 (jiwa) Jumlah
Penduduk Presentase Jumlah
Penduduk Presentase
Srandakan 31.164 3,32 31.218 3,29 54
Sanden 31.967 3,40 31.972 3,37 5
Kretek 30.855 3,28 30.863 3,25 8
Pundong 35.668 3,80 35.908 3,78 240
Bambanglipuro 41.621 4,43 41.880 4,41 259
Pandak 51.781 5,51 52.013 5,48 232
Pajangan 35.465 3,77 36.040 3,80 575
Bantul 63.669 6,78 64.365 6,78 696
Jetis 58.206 6,19 58.549 6,17 343
Imogiri 63.179 6,72 63.542 6,69 363
Dlingo 39.092 4,16 39.537 4,16 445
Banguntapan 110.126 11,72 111.955 11,79 1.829
Pleret 47.499 5,05 48.170 5,07 671
Piyungan 51.692 5,50 52.333 5,51 641
Sewon 98.506 10,48 99.807 10,51 1.301
Kasihan 102.175 10,87 103.527 10,91 1.352
Sedayu 47.053 5,01 47.646 5,02 593
Jumlah 939.718 100,00 949.325 100,00 9.607
Sumber: BPS Kabupaten Bantul Tahun 2019 3.4 Kondisi Ekonomi
3.4.1 Kondisi Pertanian
Kabupaten Bantul memiliki posisi yang strategis di DIY karena terletak di sebelah selatan dan tengah DIY. Tanah yang subur menjadikan Kabupaten Bantul sebagai salah satu wilayah agraris di DIY. Pemerintah Kabupaten Bantul berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil-hasil pertanian melalui pembangunan sarana irigasi yang memadai, penggunaan benih berlabel, dan pengelolaan hama terpadu. Masyarakat Bantul juga memiliki keunggulan dalam bercocok tanam dan mengolah hasil pangan. Dengan adanya lahan di sekitar pantai yang ditanami berbagai komoditas seperti cabai dan bawang merah serta banyaknya olahan hasil pangan yang sudah dipasarkan baik di tingkat nasional maupun internasional. Luas lahan sawah Kabupaten Bantul pada tahun 2017 menurut Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan tercatat 15.184 Ha, lahan bukan sawah tercatat 12.692 Ha dan lahan bukan pertanin tercatat seluas 22.324 Ha. Lahan bukan sawah meliputi tegal/kebun, lahan ditanami pohon/hutan rakyat dan lainnya. Sedangkan lahan bukan pertanian meliputi tanah untuk bangunan dan pekarangan, hutan Negara, lahan tidak ditanami/rawa dan tanah lainnya. Jumlah populasi ternak besar tahun 2017 tercatat jumlah sapi potong sebanyak 56.904 ekor, sapi perah sebanyak 80 ekor, kerbau 248 ekor, dan kuda 1.258 ekor. Sedangkan untuk ternak kecil pada tahun 2017 tercatat jumlah kambing sebanyak 87.195 ekor, domba 74.955 ekor dan babi 3.544 ekor. Adapun jumlah populasi unggas tahun 2017 tercatat jumlah ayam ras petelur sebanyak 792.862 ekor, ayam ras pedaging sebanyak 712.307 ekor, ayan buras sebanyak 841.103 ekor dan itik sebanyak 163.528 ekor. Sedangkan untuk jumlah produksi budidaya ikan kolam tahun 2017 tercatat sebesar 11.586.350 kg (Pemerintah Kabupaten Bantul Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu).
Tabel III. 5 Luas Pertanian Kabupaten Bantul Tahun 2017
Kecamatan
Luas Penggunaan Lahan menurut Kecamatan (Hektar)
Lahan Sawah Lahan Bukan Sawah
Lahan Bukan Pertanian
2017 2017 2017
Srandakan 463 124 1245
Sanden 988 173 1155
Kretek 886 536 1263
Pundong 847 178 810
Bambanglipuro 1129 394 746
Pandak 935 47 1459
Bantul 1002 7 1242
Jetis 1127 197 1123
Imogiri 1108 2147 2169
Dlingo 903 3971 713
Pleret 694 583 1020
Piyungan 1209 968 1077
Banguntapan 989 90 1769
Sewon 1167 33 1516
Kasihan 563 155 2520
Pajangan 273 1183 1868
Sedayu 901 1906 629
Jumlah 15184 12692 22324
Sumber: BPS Kabupaten Bantul 2017
Tabel III. 6 Hasil Produksi Pertanian Kabupaten Bantul No Jenis
Tanaman
Produksi (Ton) Rata-rata
Pertumbuhan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Padi Sawah 204.959 209.149 192.711 198.456 180.362 -2,99
Padi Ladang 396 215 136 685 231 63,74
Total Padi 205.355 209.364 192.847 199.141 180.593 -3,00
2 Jagung 23.304 19.077 22.671 28.934 25.394 4,02
3 Kedelai 3.987 2.203 2.501 2.784 1.35 -17,85
4 Kacang Tanah 4.082 3.335 4.192 6.016 3.448 2,06
5 Kacang Hijau 55 42 14 1 3 4,21
6 Ubi Kayu 35.236 34.865 29.327 28.903 24.573 -8,34
7 Ubi Jalar 248 649 940 2.755 425 78,76
Sumber: BPS Kabupaten Bantul
3.4.2 Kondisi Pariwisata
Kabupaten Bantul merupakan cerminan sempurna dari keterpaduan antara dunia modern dan budaya tradisional, tidak heran banyak wisatawan dari dalam dan luar negeri yang berkunjung di Kabupaten Bantul. Tercatat obyek wisata alam sebanyak 24 buah, objek wisata buatan sebanyak 35 buah, objek wisata kerajinan sebanyak 24 buah. Kabupaten Bantul memiliki daya tarik yang dapat memikat para wisatawan dengan tempat wisatanya yang sangat beragam dan juga keramahan masyarakat Bantul. Wisata alam di Kabupaten Bantul yang sangat dikenal oleh para wisatawan yaitu Pantai Parangtritis dan Pantai Parangkusumo dengan keunikannya terdapat gumuk pasir, Pantai Depok, Pantai Samas, Pantai Kwaru, Pantai Baru dan Pantai Pandansimo (Pemerintah Kabupaten Bantul Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu).
3.4.3 Kondisi Perikanan
Kegiatan perikanan yang terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Bantul berupa perikanan ikan tangkap dan perikanan budidaya (budidaya udang). Perikanan tangkap tersebar di wilayah pesisir Kabupaten Bantul, lokasi yang dikembangkan meliputi Pntai Depok, Samas, Kuwaru dan Pantai Pandansimo. Pemanfaatn sumberdaya ikan di Pantai Selatan, Kabupaten Bantul baru berkembang ditandai dengan penggunaan perahu motor pada tahun 1996. Jumlah sarana penangkapan ikan di wilayah penelitian meningkat pada musim ikan dengan banyaknya nelayan pendatang yang menangkap ikan terutama nelayan yang berasal dari Gombong dn Cilacap. Berdasarkan jenis sarana penangkapan yang terdapat di Pantai Selatan Kabupaten Bantul, maka kegiatan perikanannya termasuk dalam skala kecil (Balley et al., 1987).
Daerah penangkapan ikan di Pantai Selatan Kabupaten Bantul masih terbatas pada wilayah pantai berkisar ±10 km dari pantai ke laut atau kurang dari 4 mil. Perluasan daerah penangkapan ikan mencapai wilayah territorial tidak dapat dilakukan karena terbatasnya kemampuan sarana penangkapan ikan, disamping dibatasi oleh kondisi alam seperti gelombang besar. Kegiatan penangkapan ikan di Pantai Selatan Bantul sangat tergantung pada musim. Pada saat gelombang besar dan angina kencang yang terjadi pada akhir bulan Mei sampai akhir bulan Agustus kegiatan penangkapan ikan menurun atau bahkan tidak melakukan penangkapan ikan sama sekali. Selain bulan tersebut, para nelayan melakukan penangkapan ikan. Pada musim paceklik tersebut para nelayan melalukan aktivitas lain di luar sektor perikanan yaitu bertani. Jenis ikan yang ditangkap adalah ikan belanak, kakap, parang-parang, bawal, udang, selar, dan lain-lain.
3.5 Kondisi Sarana dan Prasarana 3.5.1 Kondisi Sarana Pendidikan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan formal maupun informal menjadi tujuan utama pemerintah Kabupaten Bantul. Hal ini bisa dibuktikan dengan prestasi yang ditorehkan pelajar Kabupaten Bantul di tingkat provinsi maupun nasional. Prestasi ini tidak bisa lepas dari peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu didukung oleh sejumlah Perguruan Tinggi yang ada di Kabupaten Bantul antara lain adalahah Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Univeristas Mercu Buana, Universitas PGRI, STMIK AKAKOM, STIKES Surya Global, Akademi Teknologi Kulit, dan lain-lain.
Tabel III. 7 Sarana Pendidikan
No Kecamatan Sarana Pendidikan
TK SD SMP SMA/SMK
1 Sragen 20 14 3 4
2 Sanden 26 16 5 3
3 Kretek 19 15 4 3
4 Pundong 23 18 3 2
5 Bambanglipuro 25 17 7 4
6 Pandak 37 23 6 2
7 Bantul 37 27 10 14
8 Jetis 27 21 4 3
9 Imogiri 33 22 5 4
10 Dlingo 17 22 7 3
11 Pleret 22 19 4 3
12 Piyungan 32 21 4 6
13 Banguntapan 59 32 8 6
14 Sewon 39 27 8 10
15 Kasihan 50 34 8 8
16 Pajangan 17 12 3 2
17 Sedayu 32 24 4 7
Jumlah 515 364 93 84
Sumber: BPS Kabupaten Bantul 2021
3.5.2 Kondisi Sarana Kesehatan
Pelayanan kesehatan di Kabupaten Bantul dilayani oleh instansi pemerintahan maupun pihak swasta,berikut tabel sarana kesehatan dan unitnya.
Tabel III. 8 Sarana Kesehatan
No Kecamatan Sarana Prasaran Jumlah
1 Srandakan Rumah sakit,puskesmas 1/1
2 Sanden Rumah sakit,puskesmas 0/1
3 Kretek Rumah sakit,puskesmas 0/1
4 Pandong Rumah sakit,puskesmas 0/1
5 Bambanglipuro Rumah sakit,puskesmas 1/2
6 Pandak Rumah sakit,puskesmas 1/2
7 Bantul Rumah sakit,puskesmas 3/2
8 Jetis Rumah sakit,puskesmas 2/2
9 Imogiri Rumah sakit,puskesmas 0/2
10 Dlingo Rumah sakit,puskesmas 0/2
11 Pleret Rumah sakit,puskesmas 1/2
12 Piyungan Rumah sakit,puskesmas 0/2
13 Banguntapan Rumah sakit,puskesmas 3/3
14 Sewon Rumah sakit,puskesmas 3/2
15 Kasihan Rumah sakit,puskesmas 3/3
16 Pajangan Rumah sakit,puskesmas 0/1
17 Sedayu Rumah sakit,puskesmas 0/2
Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2021
3.5.3 Kondisi Sarana Peribadatan
Berdasarkan data sekunder pada tahun 2016 jumlah sarana peribadatan yang paling banyak di Kabupaten Bantul adalah Langgar/Musholla 1.818 unit dan Masjid 1.715 unit karena sebagian besar penduduknya memeluk agama Islam. Adapun sarana peribadatan lain adalah Gereja Katholik 11 unit, Gereja Krsiten 33 unit, Kapel 14 unit, dan Pura sebanyak 2 unit. Persebaran sarana peribadatan di Kabupaten Bantul telah merata, kecuali untuk sarana peribadatan penganut agama Budha dan Hindu.
Tabel III. 9 Sarana Peribadatan No Kecamatan Masjid Mushola Gereja
Prostestan
Gereja Khatolik
Pura Viraha
1 Srandakan 63 63 1 - - -
2 Sanden 100 57 - - - -
3 Kretek 76 42 2 1 - -
4 Pundong 78 13 2 - 2 -
5 Bambanglipuro 108 115 3 2 - -
6 Pandak 87 85 3 2 - -
7 Bantul 125 139 4 1 - -
8 Jetis 109 124 3 - - -
9 Imogiri 125 61 2 1 - -
10 Dlingo 102 111 2 - - -
11 Pleret 65 146 - - - -
12 Piyungan 113 87 2 - - -
13 Banguntapan 199 140 5 - 1 -
14 Sewon 160 63 1 - 1 -
15 Kasihan 196 74 6 - 1 1
16 Pajangan 68 141 1 1 - -
17 Sedayu 103 93 4 1 - -
Bantul 1.877 1.554 41 9 5 1
Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2021
3.5.4 Kondisi Sarana Ekonomi
Jumlah seluruh pasar di Kabupaten Bantul sebanyak 86 unit dari pasar permanen sebanyak 48 unit, semi permanen 10 unit dan non-permanen 28 unit. Selain itu, jumlah toko tercatat sebanyak 2.771 unit, kios dan warung masing-masing sebanyak 2.507 unit dan 3.153 unit. Sebaran fasilitas pasar permanen telah merata di seluruh wilayah kecmatan, kecuali Kecamatan Pajangan. Di Kecamatan Pajangan pasar yang ada berupa pasar semi permanen dan tidak permanen masing-masing 2 dan 1 unit.
Tabel III. 10 Sarana Ekonomi
No Kecamatan Tahun
2017 2018 2019 2020
1 Sragen - - - -
2 Sanden 1 1 1 1
3 Kretek 7 7 7 7
4 Pundong 1 1 1 2
5 Bambanglipuro 1 1 1 1
6 Pandak 2 2 2 2
7 Bantul 9 9 11 12
8 Jetis 1 1 1 1
9 Imogiri 4 4 4 5
10 Dlingo 1 1 1 1
11 Pleret 2 2 3 3
12 Piyungan 9 24 24 25
13 Banguntapan 30 32 32 33
14 Sewon 41 42 42 44
15 Kasihan 30 32 32 33
16 Pajangan - - - -
17 Sedayu 3 3 3 3
BANTUL 142 162 165 173
Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2021
3.5.5 Kondisi Sarana Transportasi
Kabupaten Bantul sendiri memiliki 3 sarana transpoertasi yaitu peswat udara, jalan darat, dan Kereta Api. Letak Bandara Internasional Adisucipto sangat berdekatan dengan Kabupaten Bantul, karena bagian selatan komplek bandara masuk wilayah Kabupaten Bantul. Bandara Internasional Adisucipto melayani penerbangan yang menghubungkan antar kota-kota besar di Indonesia maupun dengan tujuan ke beberapa negara. Selain itu dengan telah adanya bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulonprogo menambah aksesibilitas menuju Kabupaten Bantul.
Berdasarkan data dari Dinas PUPKP Kabupaten Bantul, panjang jalan Kabupaten pada tahun 2017 adalah 624,47 Km yang terdiri dari jalan aspal. Jika dirinci menurut kondisi jalan : 271,39 Km dalam keadaan baik, 191,84 Km dalam keadaan sedang, 109,58 Km rusak dan 51,66 Km rusak berat. Rencana pembuatan Jaringan Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang menghubungkan daerah di bagian selatan pulau Jawa yang melewati Kabupaten Bantul meliputi Kecamatan Srandakan, Kecamatan Sanden, dan Kecamatan Kretek dengan panjang total 12,1 Km akan semakin menambah aksesabilitas sistem jalan yang sudah ada. Pelayanan dengan modal transportasi kereta api dilayani di stasiun Tugu maupun stasiun Lempuyangan di Kota Yogyakarta. Wilayah Kabupaten Bantul yang dilewati kereta api adalah Kecamatan Sedayu.
Tabel III. 11 Jumlah Angkutan
No Pelayanan Kendaraan Bukan
Umum
Kendaraan Umum
1 Mobil Penumpang - 55
2 Mobil Bus 200 694
3 Mobil Barang 9207 504
4 Kereta Gandengan - -
5 Tronton - 14
6 Kendaraan Khusus - -
7 Taksi - -
8 Truk - -
Jumlah 9407 1267
Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2021
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pra-Pemrosesan Data 4.1.1 Pemotongan Citra
Penelitian ini menggunakan citra penginderaan jauh Landsat 8 OLI dengan dua perekaman yang berbeda yaitu, tanggal perekaman 4 April 2010 dan 5 September 2020. Perbedaan perekaman tersebut digunakan untuk mendapatkan penggunaan lahan di tahun 2010 dan 2020. Sebelum melakukan klasifikasi multispektral atau klasifikasi penggunaan lahan perlu dilakukan pemotongan citra. Pemotongan citra dilakukan untuk memisahkan daerah penelitian dengan bukan daerah penelitian yang berada di satu scene citra. Daerah penelitian ini yaitu, Kabupaten Bantul. Hasil pemotongan citra lokasi kajian ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
Gambar IV. 1 Citra tahun 2010