• Tidak ada hasil yang ditemukan

kajian psikologi semantik dalam mantra bugis cenning rara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "kajian psikologi semantik dalam mantra bugis cenning rara"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumusan Masalah

Tujuan Penulisan

Manfaat Penulisan

Setelah menganalisis kedua langkah tersebut, maka terjalin hubungan antara jiwa pengguna mantra dengan mantra yang digunakan serta makna yang terkandung dalam mantra Bugis cenning rara, sehingga diasumsikan menggunakan pendekatan psikologi semantik. Fokus penelitian ini adalah aspek psikologis semantik yang terkandung dalam mantra Bugis cenning rara. Psikologi adalah pengertian psikologi manusia yaitu menghubungkan psikologi pengguna mantra dengan mantra yang digunakan.

Analisis, data dianalisis dan diinterpretasikan secara keseluruhan dengan menghubungkan jiwa pengguna game dengan game yang digunakan; dan makna yang terkandung dalam mantra Bugis cenning rara;. Jadi, pada bagian ini terjadi perpaduan antara psikis pengguna mantra dengan mantra yang digunakan, seperti halnya air yang meleleh menjadi susu. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dapat diketahui bahwa pada mantra Bugis cenning rara yang dibawakan di Desa Tassipi Kecamatan Amali Kabupaten Bone terdapat hubungan antara jiwa pengguna permainan dengan mantra yang digunakan serta mantra yang digunakan. makna yang terkandung dalam mantra Bugis cenning rara.

Analisis yang dilakukan diperoleh 3 data yaitu hubungan kejiwaan pengguna ajian dengan ajian yang digunakan serta makna yang terkandung dalam mantra cenning rara bugis. Data (2.1) menunjukkan bahwa hubungan antara jiwa pengguna mantra dengan sihir yang digunakan adalah perasaan dan keterpaksaan, yang mana. Jadi dapat dikatakan bahwa hubungan antara jiwa pengguna sihir dengan sihir yang digunakan sejalan dengan pendapat Thontowi (1991: 2) yang mengatakan bahwa psikologi secara harafiah adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa.

Bukan dengan seseorang yang dilemparkan mantra, tetapi mantra itu sendiri dengan jiwa tukang sihir. Makna yang terkandung dalam mantera Bugis cenning rara ialah unsur paksaan yang tidak jauh berbeza dengan unsur yang terdapat dalam pertalian jiwa pemakai mantera dengan mantera yang digunakan.

Gambar 4.1 Keterkaitan Antara Psikis si Pemakai Mantra (Keyakinan dan  Kepercayaan) dengan Mantra Bugis Cenning Rara
Gambar 4.1 Keterkaitan Antara Psikis si Pemakai Mantra (Keyakinan dan Kepercayaan) dengan Mantra Bugis Cenning Rara

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Tinjauan Pustaka

  • Penelitian yang Relevan
  • Hakikat Sastra
  • Jenis-Jenis Sastra
  • Sastra Lama
  • Mantra
  • Cenning Rara
  • Masyarakat Bugis
  • Jenis-Jenis Pendekatan Sastra
  • Pendekatan Psikologi
  • Pendekatan Semantik

Kerangka Pikir

Pada Gambar 4.2, jiwa pengguna sihir mempunyai dua unsur yang berbeda, yaitu perasaan dan keterpaksaan. Pengguna Mantra Bugis Cenning Rara. ingin memiliki orang yang disukainya seperti dalam mantra bugis cenning rara ayat 2 baris 1 dan 2, menyampaikan salam melalui perantara yaitu dalam artian ingin ada yang mengetahui bahwa ia mempunyai salam untuknya. Jadi di bagian ini juga terjadi perpaduan antara jiwa pengguna sihir dengan sihir yang digunakan, seperti dua jiwa yang menyatu menjadi satu tubuh.

Baris kedua “narekko tettonni pajokkangekka lao mai” (saat dia berdiri, lari dia ke sini), artinya jika dia sudah berdiri, sebaiknya dia lari saja ke arah orang yang menggunakan mantra tersebut. Baris ketiga “iyaapa namamengjiwana narekko iyya naita” (kenyaman jiwa hanya terasa ketika melihatnya) yang artinya seseorang merasakan kedamaian dalam jiwanya hanya jika melihat orang tersebut menggunakan mantra. Makna yang terkandung dalam bait IV mantra cenning rara Bugi adalah menuntut siapapun yang dikehendakinya harus datang kepadanya apapun yang terjadi. Orang tersebut juga berada dalam tekanan karena dia akan merasakan kenyamanan atau kedamaian di hatinya hanya ketika dia melihat mantra yang diucapkan sesuai mantra bait tersebut.

Makna yang terkandung dalam kalimat mantra Bugis cenning rara dan pengguna ajian mampu berkomunikasi dengan dunia luar tidak lain adalah seorang jenius atau makhluk gaib lainnya yang mampu memahami degan.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian deskriptif kualitatif, jenis penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi dengan cara mendeskripsikan secara cermat ciri-ciri suatu hal, keadaan suatu fenomena atau fenomena sosial yang terjadi dalam cenning rara Bugis yang terkandung di dalamnya. , mencoba menggambarkan. mantra.

Fokus Penelitian

Definisi Istilah

Data dan Sumber Data

Teknik Pengumpulan Data

Instrumen Penelitian

Teknik Analisis Data

Dengan satu atau lain cara, dia harus datang menemuinya, dan jika dia menolak untuk datang, penyihir itu sendiri yang harus datang menemuinya. Hanya ketika seseorang bertemu/melihat seorang penyihir barulah ia merasakan apa yang disebut kenyamanan/kedamaian dalam jiwa atau hatinya. Pertemuan dua mata yang membutuhkan kontak langsung antara mantranya dengan orang yang dicintainya.

Data (1.1) mengungkapkan bahwa hubungan antara kemampuan psikis perapal mantra dengan mantra yang digunakan adalah semua keyakinan, bahwa jika seseorang yakin dan yakin bahwa mantra tersebut sedang diucapkan, maka mantra tersebut dapat dengan mudah bekerja. menurut kedudukannya, sesuai dengan pendapatnya. Aturan keempat “narekko motoi obbirengnga” (saat bangun tidur, teleponlah), artinya ketika seseorang terbangun dari tidurnya, usahakan memanggilnya untuk menemui orang yang merapal mantra. Baris kelima “narekko ciai lao, iya’pa lao” (kalau dia tidak mau pergi, aku harus pergi ke sana), maksudnya setelah dipanggil, dia tidak mau pergi, setelah itu si perapal mantra sendiri akan segera datang dan menemuinya.

Relevansi hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah mantra dianggap sebagai doa, tindakan atau pengobatan serta konteks. antara jiwa perapal mantra dengan mantra yang digunakan yaitu keyakinan, kepercayaan, emosi dan keterpaksaan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Namun jika pengguna mantra benar-benar percaya dan percaya bahwa pembacaan mantra dapat bekerja dengan baik, maka mantra tersebut juga akan mudah terserap ke dalam jiwa pengguna mantra. Sebaliknya pengguna mantra ini percaya dan percaya pada mantra tersebut, dan sejak lama ia semakin percaya dan yakin akan keberadaannya. Dilihat dari Gambar 4.1 membuktikan adanya keterkaitan antara psikologi pengguna ajian (iman dan keyakinan) dengan ajian yang digunakan, karena ketika pengguna ajian sudah sangat yakin dan yakin dengan ajian yang digunakan (Mantra Bugis cenning rara), maka dapat dikatakan bahwa pengguna mantra telah menerima dalam dirinya bahwa mantra tersebut akan bekerja dengan baik.

Namun sebaliknya jika tidak memperhatikan orang yang menggunakan mantra tersebut karena yang terlihat pada mantra Bugis cenning rara ayat 1 baris 2 dan 3 ayat 2 baris 3 sampai 5 ayat 3 baris 2 dan 3, ayat 2 4 baris 2 dan 3, bahwa setiap bait atau baris mempunyai unsur ketegangan. Jadi jika tidak melihat si penyihir maka jiwa orang itu tidak akan tenang, ia akan selalu merasa cemas dan ia merasa harus benar-benar melihatnya, maka ia akan tenang dan nyaman. Karena sehebat apapun mantera tersebut dikuasai oleh penggunanya atau sekuat apapun mantera tersebut bekerja, jika bukan atas kehendak Yang Maha Kuasa maka segala sesuatunya tidak akan berjalan semulus yang diharapkan sebelumnya.

Segala sesuatu yang khusus pada suatu mantra tidak dapat terjadi tanpa adanya kekuatan magis di baliknya, seperti angin yang membawa udara magis dan dapat meniupkan udaranya kepada siapapun yang diinginkannya, apapun yang diinginkan mantra tersebut.

Pembahasan

Muhibbinsyah (2001) menyatakan bahwa dalam psikologi ada dua jenis perilaku yaitu perilaku terbuka dan perilaku tertutup yang berkaitan dengan psikologi pengguna mantra, mantra yang digunakan adalah perilaku tertutup mengenai masalah keyakinan, perasaan, pemikiran, dan lain-lain. . Sebab, jika dilihat dari keimanan (jiwa) pengguna terhadap mantra yang digunakannya dan terlihat pada baris keempat bait keempat, hal ini dapat diketahui dengan mewawancarai langsung pengguna mantra karena penggunanya dipenjara. Mulut yang mengucapkan mantra, khususnya pada mantra Bugis cenning rara, di dalamnya terdapat kalimat-kalimat afirmatif yang membuat perapal mantra semakin bersinergi dalam mengucapkan mantra dalam kalimat tersebut. Namun sebuah kalimat mantra baru dapat berfungsi dengan baik apabila perapal mantra benar-benar menguasai mantra yang digunakannya baik dari segi pengucapan maupun makna yang terkandung dalam mantra Bugis cenning rara.

Pengguna mantra ingin seseorang (si perapal mantra) mengetahui bahwa ada salam untuknya dan berharap salam seseorang itu dibalas sesuai keinginan pengirim salam. Namun sebaliknya jika seseorang tidak menyadari orang yang menggunakan mantra tersebut, karena yang terlihat pada mantra Bugis cenning rara ayat 1 baris 2 dan 3, ayat 2 baris 3 s/d 5, ayat 3 baris 2 dan 3 , ayat 2 4 baris 2 dan 3, bahwa setiap bait dan baris terdapat unsur keterpaksaan. Baris kedua “iya’pa naewa siduppa mata” (mataku harus bertemu dengan mata yang lain) yang artinya mata orang (orang yang diinginkan) haruslah mata orang yang menggunakan mantra. barulah ia merasakan kenyamanan dalam hatinya) yang berarti seseorang baru merasakan kenyamanan dalam hatinya ketika bertemu dengan orang yang menggunakan mantra tersebut.

Namun dalam mantra ini unsur pemaksaan tetap melekat karena tidak menggunakan unsur fisik yang dapat menyebabkan seseorang terluka atau unsur batin yang dapat menyebabkan perasaan orang yang dicintai merasa tertekan dengan perbuatan pengguna mantra. . salah satu kalimat yang terdapat dalam mantra cenning rara bugis cara membangunkan dia ketika dia sedang tidur artinya pesulap membangunkan orang yang dicintainya agar dia tahu bahwa dia merindukannya. Perapal mantra juga harus mengetahui kapan nada dalam mantra harus dinaikkan atau diturunkan, kapan nada harus dipertegas atau diperhalus. Jadi dapat dikatakan bahwa mantra sebenarnya adalah karya sastra kuno yang mempunyai keterkaitan antara kejiwaan pengguna ilmu gaib dengan mantra yang digunakan serta sarat akan makna yang dapat dikembangkan secara menyeluruh dan sudah menjadi warisan nenek moyang yang harus dilestarikan dalam kegiatannya. suku bugis menyelesaikan masalah yang baik karena tidak menggunakan mantra bugis cenning rara untuk hal yang buruk.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Saran

Tentu saja mantra sebagai karya sastra harus menjadi pembelajaran aktif untuk menyelamatkan tradisi dan adat istiadat yang bersifat mendidik. Bagi institusi pendidikan, mantra seharusnya menjadi perbincangan yang menarik, karena mantra merupakan khazanah di kalangan sastra yang masih bertahan hingga saat ini. Mantra memerlukan pengkajian yang mendalam dan spesifik karena mantra merupakan karya sastra kuno yang penuh makna.

2017). Interferensi bahasa Bugis dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fkip Unismuh Makassar. Konfiks: Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia. Gaya Bahasa dan Perumpamaan dalam Mantra Penyembuhan Suku Akit di Desa Hutan Panjang Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis. Kehidupan Sehari-hari: Sebagai tukang reparasi yang memperbaiki pipa pompa air yang bocor, namun hanya di sekitar desa Tassipi.

Kehidupan sehari-hari: Sebagai tukang cukur dan layanan TV yang beroperasi di area lokal dan ketika seseorang menelepon.

Gambar

Gambar 4.1 Keterkaitan Antara Psikis si Pemakai Mantra (Keyakinan dan  Kepercayaan) dengan Mantra Bugis Cenning Rara
Gambar 4.2 Keterkaitan Antara Psikis si Pemakai Mantra (Perasaan dan  Paksaan) dengan Mantra Bugis Cenning Rara

Referensi

Dokumen terkait

The stakeholders are identified as follows: • Teachers and researchers in universities and research laboratories in India and professional bodies such as the Chemical Research Society