Judul penelitian: Karakterisasi mikrosfer fitosom ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) dengan pelapis enterik Eudragit L30 D-55. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh peningkatan polimer eudragit L30 D-55 terhadap sifat fisik dan laju disolusi mikrokapsul fitosom ekstrak bawang putih. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan polimer eudragit L30 D-55 dapat mempengaruhi sifat fisik dan laju pelepasan obat dari ketiga formula mikrokapsul fitosom ekstrak bawang putih.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saravana et al (2010), senyawa allicin pada ekstrak bawang putih dengan pelarut polar ditemukan memiliki bioavailabilitas yang rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan bioavailabilitas allicin yang terkandung dalam ekstrak bawang putih diperlukan suatu sistem penghantaran yaitu fitosom. Hasil penelitian lain oleh Alam et al (2016) menunjukkan bahwa enzim allinase pada ekstrak bawang putih yang mengubah senyawa allin menjadi allicin dinonaktifkan pada pH asam lambung.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh peningkatan eudrag L30 D55 sebagai enteric-coated polymer terhadap sifat fisik dan profil disolusi mikrokapsul fitosomal ekstrak bawang putih. Peningkatan konsentrasi diharapkan dapat mempengaruhi sifat fisik dan laju disolusi mikrokapsul fitosom ekstrak bawang putih (Allium sativum L).
Permasalahan Penelitian
Sebuah studi yang dilakukan oleh Pyar dan Peh (2014) dalam uji pelepasan obat in vitro menunjukkan bahwa konsentrasi eudragit L30 D55 di atas 7,5% dapat mempertahankan bahan aktif di lingkungan lambung.
Tujuan Khusus
Karakteristik dan jumlah polimer pelapis enterik mempengaruhi pelepasan dan degradasi obat di usus kecil. Allicin dalam ekstrak bawang putih mampu menjadi agen antidiabetes dengan merangsang pankreas untuk mengeluarkan lebih banyak insulin. Senyawa allicin yang terkandung dalam ekstrak bawang putih (Aliium sativum L.) memiliki bioavailabilitas yang rendah, sehingga diperlukan sistem penghantaran yang dimodifikasi.
Fitosom di dalam lambung pH-nya tidak stabil sehingga tidak dapat melindungi enzim allinase yang mengubah alliin menjadi allicin dari pengaruh lingkungan lambung. Untuk mencegah ketidakstabilan ini, fitosom ekstrak bawang putih dienkapsulasi dengan pelapis enterik sehingga obat tetap utuh di lambung dan zat aktif dapat dilepaskan di bagian atas usus halus. Sifat dan jumlah polimer pelapis enterik menentukan disintegrasi dan pelepasan obat di usus kecil.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang pengaruh peningkatan polimer eudragit L30 D-55 terhadap sifat fisik dan profil disolusi mikrokapsul fitosom ekstrak bawang putih.
TINJAUAN PUSTAKA
- Alisin
- Mikroenkapsulasi
- Karakterisasi Mikrokapsul
- Roadmap Penelitian
Fitosom mudah larut dalam pelarut aprotik, larut dalam lemak dan air, serta tidak stabil dalam alkohol (Mugni dan Hasanah 2018). Mikrokapsul didefinisikan sebagai partikel yang mengandung zat aktif atau bahan dasar yang dikelilingi oleh lapisan atau cangkang. Mikrokapsul yang terbentuk dapat berbentuk partikel atau agregat dan biasanya memiliki kisaran ukuran partikel 5-5000 µm.
Penentuan kandungan obat dalam mikrokapsul dilakukan untuk mengetahui jumlah zat aktif yang dienkapsulasi dan efektifitas metode yang digunakan. Pemeriksaan bentuk mikrokapsul dan morfologi permukaan dilakukan untuk memberikan gambaran sifat aliran dan pelepasan zat aktif menggunakan scanning electron microscopy (SEM). Mikrokapsul yang banyak mengandung pori atau membran polimer yang lebih tipis lebih cepat terurai di dalam tubuh, oleh karena itu struktur mikrokapsul dan kondisi permukaan kapsul penting untuk diketahui (Marliasih 2011).
Distribusi ukuran partikel mikrokapsul ditentukan dengan menggunakan alat penganalisa ukuran partikel untuk menentukan distribusi ukuran partikel kuantitatif dari suspensi mikrokapsul dalam cairan yang sesuai (Marliasih 2011). Sebaliknya, laju disolusi obat yang kecil akan terbatas karena laju disolusi obat yang tidak larut atau disintegrasi memiliki pengaruh yang relatif kecil terhadap disolusi obat aktif (Syukri 2002).
METODE PENELITIAN
- Diagram Alir
- Alat dan Bahan
- Pembuatan Fitosom Ekstrak Bawang Putih
- Evaluasi Fitosom Ekstrak Bawang Putih a. Efisiensi Penjerapan
- Analisis CCD-RSM
- Pembuatan Mikrokapsul Fitosom Ekstrak Bawang Putih Tabel 2. Rancangan Formula Mikrokapsul
- Evaluasi Mikrokapsul Fitosom Ekstrak Bawang Putih a. Efisiensi penjerapan
- Analisis Data
Sampel disuntikkan ke dalam septum pada kolom GC-MS lincah HP-ULTRA2, dengan suhu injeksi 230˚C dan oven kolom 80˚C. Kemudian dipipet 1 mL ke dalam labu ukur 10,0 mL, tambahkan dapar fosfat pH 6,8 dan etanol 95%. 8:2) pada garis batas balon yang diukur. Ekstrak dan fosfatidilkolin ditimbang dengan seksama, kemudian fosfatidilkolin kedelai dilarutkan dalam diklorometana, larutan fosfatidilkolin dicampur dengan ekstrak yang telah dilarutkan dalam etanol 96% dalam labu alas bulat.
Kemudian zat aktif yang terserap dalam fitosom ditambahkan 0,5 mL diklorometana, divorteks selama 1 menit, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan volumenya dengan 10 mL campuran pelarut. Penentuan morfologi fitosom ekstrak bawang putih (Allium sativum L) dilakukan dengan menggunakan TEM (Transmission Electron Microscopy). Larutan dimasukkan ke dalam flow cell, flow cell yang berisi sampel dimasukkan ke dalam cell tool.
Tentukan berat piknometer dan berat air pada suhu 25˚C. Fitosom ekstrak bawang putih dimasukkan ke dalam piknometer. Piknometer yang terisi diatur. suhu naik menjadi 25˚C, kelebihan fitosom dari ekstrak bawang putih dibuang kemudian ditimbang. Berat jenis fitosom ekstrak bawang putih merupakan hasil yang diperoleh dengan membagi berat fitosom ekstrak bawang putih dengan berat air, dalam piknometer pada suhu 25˚C. Berat jenis dihitung dengan rumus :.
Kemudian ditambahkan 0,5 ml diklorometana ke dalam zat aktif yang teradsorbsi pada fitosom sambil diaduk-aduk, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur dan volumenya ditambah dengan pelarut campuran, dan ditentukan kadarnya dengan spektrofotometer UV-Vis. Uji pelepasan mikrokapsul fitosom ekstrak bawang putih dilakukan pada dua jenis media kultur, yaitu buffer asam klorida pH 1,2 dan buffer fosfat 7,4. Pengujian pelepasan obat dilakukan dengan menggunakan alat disolusi yang dimodifikasi, yang dilakukan dalam wadah gelas beker 100 mL yang diletakkan di atas pengaduk magnet.
Uji pelepasan dilakukan pada suhu 37°C ± 0,5°C dengan pengadukan menggunakan batang pengaduk magnet dengan kecepatan 100 rpm dan media yang digunakan. Untuk setiap 10 ml sampel cair yang ditarik, 10 ml larutan media ditambahkan ke bejana disolusi untuk menggantikan sampel cair yang diambil; pengambilan sampel dilakukan dalam rangkap tiga. Kemudian, kadar allicin yang dilepaskan ditentukan dengan mengukur serapan allicin dengan spektrofotometer UV-Vis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Karakteristik Ekstrak Bawang Putih
- Hasil Identifikasi GC-MS dan Penetapan Kadar Allicin Tabel 4. Identifikasi Ekstrak Bawang Putih
- Evaluasi Formula Fitosom Ekstrak Bawang Putih
- Analisis CCD-RSM
- Morfologi Fitosom Ekstrak Bawang Putih
- Evaluasi Mikrokapsul fitosom ekstrak bawang putih 1. Efisiensi penjerapan
Hasil pengujian kadar abu tidak larut asam ekstrak kental bawang putih sebesar 0,15%, menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memenuhi persyaratan standar Kementerian Kesehatan RI (2011) yaitu tidak lebih dari 0,7%. Allicin merupakan senyawa volatil, untuk mengetahui kandungan allicin pada ekstrak bawang putih dilakukan uji kuantitatif menggunakan kromatografi gas dengan detektor spektrometer massa. Hasil analisis GC-MS dapat dilihat pada Gambar 7 dimana terdapat kesamaan puncak antara sampel bawang putih dengan allicin standar, pada waktu retensi 7,722 menit.
Untuk dapat menghitung kandungan allicin pada ekstrak bawang putih maka terlebih dahulu dibuat persamaan standar kurva kalibrasi allicin. Kandungan allicin pada ekstrak bawang putih yang diperoleh dengan pengukuran dengan spektrofotometer uv-vis adalah 11,2857%. Pada penelitian ini dilakukan analisis dengan metode RSM menggunakan model Central Composite Design (CCD) dalam menentukan kondisi optimal produksi fitosom ekstrak bawang putih.
A = ekstrak bawang putih; B = lesitin; C = kecepatan agitasi; D = temperatur Persamaan di atas menunjukkan bahwa respon efisiensi adsorpsi akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak bawang putih dan lesitin; pengurangan kecepatan dan suhu pencampuran; peningkatan interaksi antara konsentrasi ekstrak bawang putih dan lesitin, konsentrasi ekstrak bawang putih. A = ekstrak bawang putih; B = lesitin; C = kecepatan agitasi; D = temperatur Persamaan di atas menunjukkan bahwa respon ukuran partikel akan menurun dengan menurunnya konsentrasi ekstrak bawang putih; penurunan konsentrasi lesitin; meningkatkan kecepatan pencampuran; dan penurunan suhu. Persamaan di atas menunjukkan bahwa respon indeks polidispersitas akan menurun dengan menurunnya konsentrasi ekstrak bawang putih; peningkatan lesitin; pengurangan kecepatan pencampuran; peningkatan suhu; peningkatan interaksi antara konsentrasi ekstrak bawang putih dan lesitin; penurunan interaksi antara ekstrak bawang putih dan kecepatan pengadukan; serta peningkatan interaksi antara ekstrak bawang putih dengan suhu, lesitin dan suhu, kecepatan dan suhu pencampuran.
A = ekstrak bawang putih; B = lesitin; C = kecepatan pengadukan; D = suhu Persamaan di atas menunjukkan bahwa respon potensial zeta menurun dengan menurunnya konsentrasi ekstrak bawang putih; penurunan konsentrasi lesitin; peningkatan kecepatan pencampuran; dan penurunan suhu. A = ekstrak bawang putih; B = lesitin; C = kecepatan pengadukan; D = suhu Persamaan di atas menunjukkan bahwa respon berat jenis meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak bawang putih dan lesitin; Kesimpulan: Peningkatan atau penurunan konsentrasi ekstrak bawang putih, lesitin, kecepatan pengadukan dan suhu akan mempengaruhi nilai respon yang dihasilkan, sehingga dapat ditentukan formula yang optimal.
Dari analisis RSM, kondisi optimal pembuatan ekstrak fitosom dengan beberapa reaksi yang baik adalah konsentrasi bawang putih 4,5 g, lesitin 4,5 g pada suhu 30˚C dan kecepatan pengadukan 125 rpm. Hasil pengukuran partikel mikrokapsul fitosom ekstrak bawang putih dengan konsentrasi coating yang berbeda juga memberikan hasil yang berbeda. Bentuk ini berbeda dengan hasil TEM fitosom ekstrak bawang putih dengan perbesaran 30.000x menunjukkan bentuk bulat.
Pada medium asam pH 1,2, mikrokapsul fitosom ekstrak bawang putih formula I, II dan III tidak terlepas dalam waktu 480 menit, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya absorbansi pada setiap sampel yang terbaca pada spektrofotometri UV-vis terhadap kurva baku allicin. Mikrokapsul fitosom ekstrak bawang putih formula I dan II dalam medium basa pH 7,4, mulai dilepaskan dalam waktu 45 menit.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
LUARAN YANG DICAPAI A. Luaran Wajib
IDENTITAS JURNAL
IDENTITAS SEMINAR
RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI
Penelitian ini menunjukkan hasil yang baik dengan bentuk sediaan yang dapat menahan kerusakan bahan obat dengan bentuk sediaan yang sesuai. Penambahan bahan polimer eudragit mampu membatasi pelepasan obat dan mencegah kerusakan obat akibat lingkungan asam di lambung, dan akhirnya obat dapat dilepaskan dalam lingkungan basa. Konsep teknologi fitosom dan mikrokapsul dapat diimplementasikan pada industri obat tradisional (IOT) yang memiliki alat dan fasilitas yang mendukungnya.
Jenis industrinya sangat sedikit dan terbatas, sehingga diperlukan jenis sediaan lain yang konsepnya dapat digunakan oleh industri dengan bidang aplikasi yang lebih luas, seperti UKOT atau UMOT. Agar penerapan hilirisasi di bidang industri dapat terwujud dengan cepat dan baik, masih diperlukan penelitian tentang sediaan dan cara pembuatannya dengan teknologi yang dimiliki oleh industri terkait. Selanjutnya peneliti akan mengarahkan bentuk sediaan ke bentuk yang lebih sederhana dan teknologi yang mudah digunakan tanpa mengurangi kualitas dan efek terapeutik yang diharapkan.
Selain itu, saat ini penggunaan bawang putih untuk terapi kardiovaskuler lebih banyak dilakukan, sehingga fokus tujuan pembuatannya lebih mengarah ke sana. Serta formula bawang putih yang akan dipadukan dengan bahan obat lain seperti jahe berdasarkan data empiris dan ilmiah yang telah dipublikasikan oleh peneliti sebelumnya. Lapisan polimer dari sistem pembawa nano lipid yang dioptimalkan dari ekstrak Harpagophytum Procumbens untuk pengiriman oral.
Mikroenkapsulasi ketoprofen dengan metode koaservasi dan pengeringan semprot menggunakan ftalat pati singkong pregelatin sebagai pelapis eksipien.