OMEGA
Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika
Vol 1, No 2 (2015) ISSN: 2443-2911
Karakteristik Energi Kecap Konvensional Jenis X, Y dan Z Berdasarkan Karakterisasi Sifat Optik
Ria Septiana1, A. Kusdiwelirawan2, Sugianto3
1,2,3Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Jakarta
E-mail: 3sugianto585@gmail.com
Abstrak
Kedelai merupakan bahan dasar sebagai pembuatan kecap. Genistein dan genistin merupakan kan- dungan utama yang ada dalam kecap dengan daerah serapan 382 nm. Kecap konvensional X, Y dan Z selanjutnya dikarakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS dan Fluoresens. Hasil karak- terisasi memperlihatkan bahwa kecap konvensional jenis X berdasarkan keadaan energi relaksasi lebih cepat rusak apabila berinteraksi dengan cahaya.
Kata kunci: kecap konvensional, sifat optik, genistein dan genistin.
Pendahuluan
Kedelai merupakan salah satu tanaman komo- ditas yang ada di Indonesia. Kedelai banyak dikem- bangkan oleh masyarakat sebagai bahan makanan untuk berbagai fungsi, diantaranya adalah sebagai bahan dasar pembuatan tahu, tempe dan kecap.
Kedelai banyak mengandung unsur protein yang sangat bermanfaat bagi tubuh kita. Di dalam benih kedelai (Glysin MaxL.) mengandung 3,5-40% pro- tein, 18-22% minyak, 5-6% oligosakarida, dan 5%
fiber[1]. Kedelai juga memiliki protein dengan kan- dungan asam amino esensial yang tinggi [2].
Secara konvensional produk dari kedelai yang difungsikan sebagai bahan makanan adalah ke- cap. Kecap banyak diproduksi oleh berbagai perusahaan, baik secara makro maupun mikro.
Secara analisis di dalam kecap banyak mengan- dung zat aditif yang baik untuk dikonsumsi di- antaranya adalah asam nukleat [3,4] dan protein [5,6]. Daidzein, genistein dan genistin adalah kandungan utama isoflavones yang terkandung di dalam protein kecap [7,8,9].
Berbagi metode yang digunakan untuk meng- ekstrak molekul yang ada di dalam kedelai dan kecap tersebut yaitu HPLC [10] dan spektrofo- tometrik [9]. Dalam penelitian ini akan dikaji kualitas dari kecap konvensional dengan berbagai merek yang selanjutnya disebut sebagai jenis kecap X, Y dan Z. Analisis kualitas kecap konvensional
akan dikarakterisasi menggunakan spektrofotome- ter UV-VIS untuk karakterisasi secara absorpsi dan spektrofluorometer untuk karakterisasi secara emisi.
Metode
Pertama-tama kecap konvensional dengan merek X, Y dan Z dilarutkan ke dalam air. Ke- cap sebanyak 0,01 ml dilarutkan ke dalam 5 ml air steril, selanjutnya larutan tersebut dikocok selama lima menit di atas hotplate dengan menggunakan magnetic stirrer sampai homogen. Setelah larutan tersebut tampak homogen, kemudian dilakukan pengujian absorpsi dan emisi.
Hasil dan Pembahasan
Hasil karakterisasi kurva absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS (Ocean Optics) didapatkan bahwa masing-masing jenis ke- cap konvensional menyerap kuat pada daerah vis- ible secara berturut-turut untuk jenis kecap X, Y dan Z adalah 408, 415 dan 401 nm. Secara eksperi- men didapatkan bahwa genistein dan genistin yang diekstrak dari kedelai setelah bereaksi dengan AlCl3
memiliki daerah serapan 382 nm. Kemungkinan hasil yang mendekati karakteristik dari genistein dan genistin dari produk kecap konvensional adalah kecap jenis Z dan X. Untuk karakteristik kurva ab-
42
OMEGA
Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika
Vol 1, No 2 (2015) ISSN: 2443-2911
sorbansi dari masing-masing produk kecap tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva absorbansi kecap konvensional jenis X, Y dan Z.
Hasil tersebut memperlihatkan bahwa adanya daerah serapan yang berbeda. Perbedaan daerah serapan tersebut mengindikasikan adanya gu- gus molekul yang berbeda pula, meskipun pada dasarnya kandungan protein di dalam biji kedelai sebagai sumber kecap adalah sama. Informasi ini memberitahukan kepada kita bahwa masing-masing perusahaan produk kemungkinan menambahkan unsur mineral lain dengan tujuan untuk menam- bah cita rasa yang dihasilkan mengingat kompeti- tifnya persaingan dalam dunia pasar. Dalam peneli- tian [11] yang melakukan suatu kajian tentang kandungan protein suatu produk kecap Calabresa berdasarkan berat molekulnya.
Dalam kurva absorbansi juga mencirikan adanya kandungan jumlah molekul yang terkandung dalam suatu larutan. Molekul akan tereksitasi dari keadaan HOMO menuju keadaan LUMO ketika berinteraksi dengan foton. Jumlah molekul yang lebih banyak tereksitasi akan menghasilkan ni- lai absorbansi yang lebih tinggi. Hasil karakter- isasi pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pro- duk kecap X memiliki nilai absorbansi yang lebih tinggi yaitu 0.68 dibanding dengan yang lainnya.
Ini mengindikasikasikan bahwa kandungan molekul yang ada pada produk kecap X lebih banyak dari yang lainnya.
Emisi merupakan transfer molekul dari energi rendah ke energi yang lebih tinggi yaitu dari HOMO ke LUMO yang selanjutnya jatuh pada level ener- gi yang lebih rendah biasanya terjadi pada daerah triplet[12]. Dalam analisis tingkat emisi nilai inten- sitas yang tinggi mengindikasikan banyaknya jum- lah partikel yang jatuh ke level energi yang lebih rendah. Dari hasil percobaan didapatkan bahwa
tingkat intensitas tertinggi dimiliki oleh kecap je- nis produk Z, hal ini mengindikasikan bahwa kan- dungan molekul yang dapat beremisi lebih banyak terkanduk pada kecap jenis Z meskipun nilai sera- pan tertinggi dimiliki oleh kecap jenis X. Karak- teristik keadaan emisi dari masing-masing produk kecap dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva spektrum emisi kecap konvensional jenis X, Y dan Z.
Transisi energi antara eksitasi dan emisi secara teori disebut sebagai pergeseran stokes. Dalam pergeseran stokes dapat digunakan untuk menge- tahui besarnya energi gap antara keadaan HOMO dan LUMO danlife timepartikel sebelum beremisi [13,14,15].
Gambar 3. Kurva transisi energi kecap konvensional jenis X, Y dan Z.
Kurva transisi energi antara keadaan eksitasi dan emisi dapat dilihat pada Gambar 3. Dari Gambar 3 tampak bahwa energi transisi antara keadaan HOMO dan LUMO secara berturut-turut berdasarkan jenis kecap konvensional X, Y dan Z adalah 2,002 eV, 2,009 eV dan 2,007 eV. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya kestabilan partikel sebelum jatuh dari level energi yang lebih tinggi
43
OMEGA
Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika
Vol 1, No 2 (2015) ISSN: 2443-2911
dalam hal ini ditunjukkan oleh kecap jenis Y yaitu sekitar 0,009 eV yang dibutuhkan untuk berelak- sasi. Sedangkan ketidakstabilan ditunjukkan oleh kecap jenis X dengan energi untuk berelaksasi hanya sekitar 0,002 eV. Ini artinya bahwa kecap jenis X akan lebih mudah terdegradasi atau cepat rusak apabila berinteraksi dengan cahaya.
Kesimpulan
Karakterisasi sifat optik kecap konvensional je- nis X, Y dan Z berdasarkan keadaan eksitasi dan emisi diperoleh energi pergeseranstokes. Dari ener- gi tersebut mengindikasikan bahwa kecap konven- sional jenis X akan mudah rusak apabila berinter- aksi dengan cahaya.
Referensi
[1] I. Mateos-Aparicio, A.R. Cuenca, M.J.
Villanueva-Surez, M.A.Z. Revilla. Nutr.
Hosp. 23, 305 (2008).
[2] K. Jayakumar, M.M. Azooz, P. Vijayarengan, C.A. Jaleel. J. Phytology2, 7 (2010).
[3] R. Meyer, F. Chardonnes, P. H¨ubner, J.
L¨uthy. Z. Lebensm Unters Forsch A.203, 339 (1996).
[4] C. Hupfer, H. Hotzel, K. Sachse, K.H. Engel.
Z. Lebensm Unters Forsch A.206, 203 (1998).
[5] I.B. Agater,et al. J. Sci. Food Agric. 37, 317 (1986).
[6] F.W. Janssen, G. Voortman, J.A. De Baai. J.
Agric. Food Chem. 35, 563 (1987).
[7] A.A. Franke, L.J. Custer, C.M. Cerna, K.K.
Narala. J. Agric. Food Chem. 9, 1905 (1994).
[8] J. Liggins, L.J.C. Bluck, W.A. Coward, A.
Bingham. Anal. Biochem. 264, 1 (1998).
[9] I. da Costa C´esar et al. Quim. Nova31 (8), 1933 (2008).
[10] D. Vr´anov´a. Scripta Medica 78 (4), 235 (2005).
[11] I.M. de Paiva, M.A.M. Furtado. Rev. Inst.
Adolfo Lutz70(3), 311 (2011).
[12] P.M. Schaber, J.E. Hunt, R. Fries, J.J. Katz.
J. Chromatogr. 316, 25 (1984).
[13] J. Olivaet al. Opt. Mat. Exp. 5(5), (2005).
[14] K.F. Lin, H.M. Cheng, H.C. Hsu, L.J. Lin, W.F. Hseih. Chem. Phys. Lett. 409, 208 (2005).
[15] J.G. Lu, Z.Z. Ye, J.Y. Huang, L.P. Zhu, B.H.
Zhao. Appl. Phys. Lett. 89, 063110 (2006).
44