• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dan Distribusinya Pada Kolom Perairan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Karakteristik Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dan Distribusinya Pada Kolom Perairan "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

Karakteristik Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dan Distribusinya Pada Kolom Perairan

Ibrahim Kholilullah/ C551160231 kholilullahibrahim@gmail.com

Magister Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor A. Hidrokarbon aromatik

Hidrokarbon aromatik, juga disebut senyawa aromatik, adalah senyawa yang mengandung benzena sebagai bagian dari struktur mereka. Penggolongan ini dahulu semata- mata dilandasi oleh aroma yang dimiliki sebagian dari senyawa-senyawa tersebut.

Benzena merupakan suatu senyawa hidrokarbon dengan rumus molekul C6H6, dan rumus strukturnya merupakan rantai lingkar (siklis) dengan ikatan rangkap selang seling.

Gambar 1. Struktur benzena

Kedudukan ikatan rangkap pada senyawa karbon ini dapat berpindah – pindah posisi.

Peristiwa ini disebut resonansi ikatan rangkap. Ikatan rangkap yang tidak pasti ini, mengakibatkan senyawa ini digambarkan sebagai cinci lingkar. Ikatan rangkap yang terdapat pada benzen disebut dengan ikatan rangkap terkonjugasi. Struktur demikian diperkenalkan pertama kali oleh Kekule (1973).

B. Polisiklik Aromatik Hidrokarbon

PAH (Polisiklik Aromatik Hidrokarbon) adalah komponen organic derivatir dari mineral minyak bumi dan batubara (fossil flue) (Hapsari, 2006), yang memiliki struktur dasar terdiri dari atomatom karbon dan hidrogen yang tersusun dalam fusi dua atau lebih cincin aromatic (Hallet dan Brecher, 1983), memiliki dua hingga enam cincin aromatic sehingga lebih setabil (Pongpiachan et al., 2012). PAH adalah kelompok pencemar organik persisten (POP) khas yang

(2)

2

terdiri dari ratusan kandungan individual. Komponen ini terdiri dari dua atau lebih rantai benzena yang terdiri dari atom hidrogen dan karbon (Douben 2006).

Senyawa ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil (Hallet dan Brecher, 1983) dan juga plastik (Wheatly et al., 1993). PAH yang terbentuk dapat teradsorb secara kuat di dalam partikel-partikel karbon dan juga terdapat dalam bentuk gas. Kestabilannya di alam membuat PAH bisa tersebar secara meluas tanpa ada pengurangan konsentrasi (Cavegn et al., 2008). Senyawa PAH dapat terbentuk melalui pemutusan ikatan C-C dan C-H pada temperatur di atas 5000C dan menghasilkan molekul radikal. Molekul-molekul radikal ini dapat membentuk cincin aromatis dengan cara dehidrogenasi dan rekombinasi pada temperatur tinggi (Wang, 1993).

Gambar 2. Skema pembentukan PAH dari pembakaran senyawa organik (Achmad et al., 2014) PAH dihasilkan dari proses alami dan proses antropogenik. Menurut Boehm (2006) PAH secara umum dihasilkan melalui 4 proses :

1. Lambat, perubahan suhu renndah (<700C) atau diagenesis dari partikel organic sebagai bagian dari perubahan yang dijalani oleh biomolekul dan hubungan organik setelah pertama kali terdeposit di sedimen;

2. Relatif cepat (hari-tahun), perubahan yang panjang, temperatur sedang (100-3000C) membentuk minyak fosil yaitu petroleum dan batu bara (contoh dari petrogenik);

3. Cepat, temperatur tinggi (>5000C) pembakaran yang tidak sempurna/tidak efisien (contohnya oksigen yang sedikit) dari biomasa bahan organik (pirolisis) seperti kebakaran hutan dan rumput serta kegiatan antropogenik seperti pembakaran bahan bakar fosil (contoh dari pirogenik);

4. Biosintesis oleh tumbuhan dan binatang dari komponen PAH individu atau gabungan yang relatif sederhana.

Mikroba juba dapat membiosintesia PAH, beberapa jenis bakteri dan mikroflora yang dapat menghasilkan PHA antara lain :Mycrobatacterium smegmatis, Escherichia coli, Prote vulgaris, Pesiodomanas fluorscens, Serratia marcescens, Myxobacteria, Welchia sp. (anaerob), Chlostrium putrida (anaerob) (Sanusi, 2006).

Banyak penelitian mengenai jenis-jenis senyawa PAH, berikut adalah jenis-jenis PHA yang biasa digunakan dalam infestigasi lingkungan (Boem, 2006).

(3)

3

Tabel 1. Jenis PAH yang biasa digunakan dalam studi environmental forensic investigations (ΣPAH

50) dengan 16 jenis PAH sebagai polutan prioritas menurut USEPA (ΣPAH

16) (Boehm 2006).

No Jenis PAH Singkatan No Jenis PAH Singkatan

1. Naftalena* NAP 26. Pirena* PYR

2. C1-naftalena NAP-C1 27. C1-Fluorantena/pirena FLA/PYR-C1 3. C2-naftalena NAP-C2 28. C2-Fluorantena/pirena FLA/PYR-C2 4. C3-naftalena NAP-C3 29. C3-Fluorantena/pirena FLA/PYR-C3 5. C4-naftalena NAP-C4 30. Benz(a)antrasena* BaA

6. Bifenil BPH 31. Krisena* CHR

7. Asenaftilena* ACL 32. C1-krisena CHR-C1

8. Asenaftena* ACE 33. C2-krisena CHR-C2

9. Dibenzofuran DBF 34. C3-krisena CHR-C3

10. Fluorena* FLU 35. C4-krisena CHR-C4

11. C1-Fluorena FLU-C1 36. Benzo(a)Fluorantena BaF 12. C2-Fluorena FLU-C2 37. Benzo(b)Fluorantena* BbF 13. C3-Fluorena FLU-C3 38. Benzo(j,k)Fluorantena* BkF 14. Antrasena* ANT 39. Benzo(e)pirena BeP 15. Fenantrena* PHE 40. Benzo(a)pirena* BaP 16. C1-fenantrena/antrasena PHE-C1 41. Perylene Per 17. C2-fenantrena/antrasena PHE-C2 42. Indeno(1,2,3-c,d)pirena* ID-PYR 18. C3-fenantrena/antrasena PHE-C3 43. Dibenzo(a,h)antrasena* DaA 19. C4-fenantrena/antrasena PHE-C4 44. Benzo(g,h,i)perylene* BgP 20. Dibenzotiofena DBT 45. Dibenzo(a,e)pirena DeP 21. C1- dibenzotiofena DBT-C1 46. Dibenzo(a,h)pirena DhP 22. C2- dibenzotiofena DBT-C2 47. Dibenzo(a,1)pirena D1P 23. C3- dibenzotiofena DBT-C3 48. Dibenzo(a,i)pirena DiP 24. C4- dibenzotiofena DBT-C4 49. Dibenzo(a,e)Fluorantena DeF

25. Fluorantena* FLA 50. Anthanthren ANTr

*16 PAH polutan prioritas USEPA

C. Karateristik Polisiklik Aromatik Hidrokarbon

PAH bersifat hidrofobik dengan daya larut yang sangat rendah, sehingga konsentrasi PAH di lingkungan perairan sangat rendah (Nemr dan Aly, 2003). Log n-octanol/water partition coefficients (log KOWS) dari PAH meningkat dengan peningkatan massa molekul berkisar kira- kira 3.0-7.0, mengindikasikan sifat hidropobik tinggi untuk PAH dengan berat molekul tinggi (Kalf et al., 1996). Ditinjau dari kelarutanya PAH bervariasi, tingkat kelarutan rendah ke sangat rendah dan tingkat kelarutan rendah ke moderat. Daya larut PAH bervariasi berdasarkan kondisi media, 1-2 bulan di lingkungan perairan, 2 bulan sampai 2 tahun di tanah, dan 8 bulan sampai 6 tahun di sedimen (Sanusi, 2006).

Berat molekul PAH digolongkan menjadi tinggi dan rendah. Antrasena, fluorena dan fenantrena adalah senyawa PAH yang memiliki 2 rantai benzena yang dikelompokkan dalam PAH dengan berat molekul rendah (BMR). Fluorantena memiliki 4 rantai benzena yang digolongkan pada PAH dengan berat molekul tinggi (BMT) (Tabel 2). Semakin besar berat molekulnya maka semakin persisten keberadaannya di lingkungan (Achyani, 2011).

(4)

4 Tabel 2. Berat molekul PAH (Achyani, 2011).

Berat molekul rendah (BMR; <202) Berat molekul tinggi (BMT; >202)

2-ring 3-ring 4-ring 5-ring

Asenaftilen Antrasena Benzo(a)antrasena Krisena

Bifenil Fluorena Fluorantena Benzo(a)pirena

Naftalena-1 Fenantrena Pirena Benzo(e)pirena

Metilnaftalena-1 1-Metilfenantrena Dibenz(a,h)antrasena

Metilnaftalena-2 Pirelin

2,6 dimetilnaftalena

Secara umum terdapat 50 jenis senyawa yang sering digunakan dalam studi environmental forensic investigations. Namun hanya 16 senyawa yang menurut USEPA (united states environmental protection agency) sangat berbahaya keberadaannya di lingkungan (Tabel 1).

Gambar 3. Stuktur 16 jenis polutan utama PAH menurut United State Environmental Protection Agency (USEPA) (Amir et al., 2005).

Menurut karakteristik senyawa PAH, toksisitasnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu : pertama adalah senyawa PAH jumlah karbon rendah (C8-C14) memberikan toksisitas akut terhadap biota laut. Hal ini dikarenakan kelarutan dari senyawa tersebut tinggi.kedua adalah senyawa PAH jumlah karbon tinggi (>C14) memberikan toksisitas kronis terhadap biota laut. Hal ini dikarenakan kelarutan dari senyawa tersebut rendah (Achyani, 2011). Penelitian yang telah

(5)

5

dilakukan oleh Gamboa (Gamboa et al.,2008) menunjukkan bahwa komponen senyawa PAH dapat menyebabkan kerusakan pada sel limfosit manusia. Dalam tubuh hewan tingkat rendah PHA dapat terakumulasi karena sulit dicerna dalam pencernaanya. Pada manusia PAH dapat menyababkan mutasi gen dan kangker (Zakaria dan Mahat, 2006).

Menurut Neff (1979), efek kronis yang dapat ditimbulkan diantaranya adalah;

Meningkatkan permeabilitas sel tubuh, menimbulkan gangguan terhadap osmosis dalam pertukaran ion sel, Akumulasi secara biologic, mengganggu perkembangan stadia embrio dan larva biota laut, menghambat kemampuan makan dan mengganggu sistem reproduksi organisme air. Efek toksik PAH pada biota laut tersebut bersifat lokal dan sementara dan tidak berdampak nyata dalam jangka panjang. Selain itu, efeknya juga dapat pulih kembali (reversible). Pada manusia, pencemaran organik jenis PAH juga belum terbukti memberikan pengaruh pada kesehatannya (Sanusi 2006).

D. Distribusi Polisiklik Aromatik Hidrokarbon

PAH terdapat dalam badan air (dalam bentuk terlarut dan terabsorsi oleh partikel tersuspensi), sedimen dan biota laut. Berikut adalah gambaran distribusi PAH daam perairan laut (Neff, 1979).

Gambar 4. Distribusi PAH dalam sedimen laut (Neff, 1979).

PAH

Atmosfer Sungai

Perairan estuary/Laut

Partikel tersuspensi

Biota laut

Sedimen

Menyebar

Menguap

Dispersi

Emulsifikasi

Fotooksidasi

Oksidasi kimiawi

Biodegradasi Fall out

Presifikasi

Aliran sungai

Ingesti

Deposisi Absorpasi

Akumulasi Magnifikasi

(6)

6

Dalam waktu relativ lama PAH akan mengalamai degenerasi (fisik, kimia dan biologi) menghasilkan unsur utama karbon (C) dan H2O seperti dikemukakan pada gambar 5. Namun sebelu terdegradasi, kareana sifat toksiknya dapat merusak ekosistem (Sanusi, 2006). Kelarutan PAH dalama perairan tawar lebih besar dibandingkan perairan estuary dan laut karena adanya pengaruh salinitas. kadar toksik tergantung pada struktur, isomer, jumlah cicncin (Sanusi, 2006), sehingga yang tidak beracun bisa berubah menjadi beracun.

Tiga poses utama terjadinya degradasi PAH dalam perairan yaitu, fotooksidasi, oksidasi kimiawi dan trasformasi biologi.

a. Fotooksidasi

Fotooksidasi terjadi setelah senyawa PAH terpaparkan kurang dari 1 jam dalamperairan , dan berjalan secara efektif serta konstan hingga beberapa bulan. Crak et al.,(1986) menyatakan bila terjadi tumpahan minyak dilaut maka PAH akan mengalami beberapa proses diantaranya: menyebar : 0-100 jam, menguap : 0-100 jam, disolusi : 0-0,5 jam, disperse : 0,5-10 jam, emulsifikasi : >10 – 24 jam, sedimentasi : > 24 jam – 1 minggu, biodegradasi : > 1minggu – 1 bulan, fotooksidasi :>1jam – 1bulan. Serta PAH akan memiliki efek merugikan bila berkisar ~ 1-10 ppm.

Fotooksidasi, dalam kondisi aerobik dan terpapar sinar matahari, minyak aromatik dapat ditransformasi menjadi senyawa lebih sederhana. Senyawa lebih sederhana ini (hydroperoxides, aldehydes, ketones, phenols, dan carboxylic acids) bersifat lebih larut air sehingga meningkatkan laju biodegradasi tetapi lebih toksik (Nicodem et al. 1997). Hasil penelitian menunjukkan efektivitas dengan melaluli proses fotooksidasi terhadap beberapa senyawa PAH seperti dikemukakan dalam table berikut.

Table 2. Efektifitas fitooksidasi senyawa PAH (Libes, 1992).

Senyawa PAH Degradasi Fitooksidasi (%)

5 jam 10 jam

Anthecene 47.1 67.3

Penanthrene 43.0 64.1

Benzo(α)anthracene 54.5 100.0

Chrysena 14.0 16.0

Fluorena 5.7 8.1

Pyrene 5.4 10.9

Benzo(α)prene 6.4 9.5

Melalu proses ini , senyawa PAH dalam perairan akan terurai memebentuk radikal sederhana dengang oksigen dan mudah terlarut serta terdegradasi lebih lanjut (Gambar 5) (Neff,1979).

b. Oksidasi kimiawi

Oksidasi kimiawi pada PAH disebabkan adanya oksigen yang cukup dalam badan air.

Reaksi ini mengakibatkan terjadi trasfer elektron, transfer electron yaitu, lepasnya electron

(7)

7

dari senyawa yang teroksidasi diikuti oleh peralihan electron dari senyawa yang tereduksi, disebut dengan proses oksidasi –reduksi.

Gambar 5. Pengurayan senyawa PAH dikolom air.

Hasil akhir oksidasi kimiawi senyawa PAH adalah produk CO2 +H2O. Fariabel PH, temperature dan DO mementukan kecepatan proses oksidasi (Sanusi, 2006).

c. Trasformasi biologi

Akumulasi PAH dari lingkungan juga terjadi pada organisme laut. Namun nilai konsentrasi yang besar dari jaringan di tubuh organisme, diperoleh dari variasi konsentrasinya di alam, lamanya terekspose, dan kemampuan spesies dalam memetabolisme senyawa tersebut (Achyani, 2011). Pada biota invertebrata, konsentrasi tertinggi dapat ditemukan pada organ dalam seperti hepatopankreas, dan di jaringan yang terikut dalam siklus umum, hal ini mungkin berhubungan dengan variasi kandungan lipid, siklus bertelur, atau flux lingkungan (Jovanovich dan Marion 1987).

Ikan mengakumulasi bahan kontaminan khususnya PAH melalui kulit, tapi sebagian besar melalui insang (Irwin 1997). Secara umum, meskipun antara PAH dengan berat molekul rendah dan berat molekul tinggi terserap relatif cepat pada spesies perairan seperti ikan, metabolisme dan depurasinya juga cepat. PAH dapat masuk ke semua jaringan tubuh yang terdapat lemak. Biasanya terserap di ginjal, hati dan lemak. Jumlah yang kecil tersimpan pada limpa, kelenjar ginjal dan indung telur (Achyani, 2011).

Degradasi senyawa PAH secara biologi dilakukan oleh bakteri dan jamur (yeast, molds). Beberapa spesies bakteri yang terlbat antara lain Flavobactrium, Brevibacterium, Pesidiomonas putida, Psediomonas multivorans, Coryne bacterium sp., Atrhrobacter sp., Achromobacter sp., Acinetobacter. Beberapa jenis jamur seperti Penicillium, Cunninghamella legans dan ragi (Candida sp. dan Trichosporon sp.). Efektifitas optimum mikroorganisme dalam mendegradasi senyawa PAH terjadi dalam suasan aerobic. Proses ini dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara, temperature, intensitas cahaya, kompleksitas kimia senyawa PAH dan kelimpahan organisme itu sendiri (Sanusi, 2006).

Produk metabolit yang teroksidasi secara parsial (partially oxygenated metabolites) antara lain adalah : phenoic, salicylic, naphthoic acid dan naphthyl alcohol, sedangkan produk hasil degradasi sempurna adalah CO2 dan H2O.

Benzene

Radikal CO2+H2O

(8)

8 Daftar Referensi

Achmad V, Virosa, Rahman M F, Arinto Y, Wardoyo 2014. Identifikasi Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) dalam Emisi Kendaraan Bermotor dengan Menggunakan Whatman Filter Paper PM 2.5 Kimia Studen Journal.2(2): 499 – 505.

Achyani R. 2011. Karakteristik Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) di Air dan Sedimen Serta Akumulasinya pada Tubuh Ikan Nomei (Horpodon nehereus) Di Kota Tarakan.

[Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Boehm PD. 2006. Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) Brian LM, editor. New York.(US).hlm 314-334.

Cavegn J , Haag B, Hartmann R. 2008, Trace Analysis of PAH:Evaluation ofTwo Extraction Methods (EPA3541 and EPA3545) and Optimation of SubsequentConcentration.

Switzerland. (CH): BUCHI Labortechnik AG.

Clark RB. 1986. Merine Pollution. Oxord. (GB): Clarendon Press.

Hallet DJ, Brecher RW.1983. Cycling of Polynuclear Aromatic Hydrocarbons in The Great Lakes Ecosystem in Niagru, J. O and Simons, M.S. (Editors), Toxic Contaminant in The Great Lakes. 14:195-211.

Gamboa RT, Aldeco RG, Alvarez HB, Wegman P O. 2008, Genotoxicityin child populations exposed to Polycyclic Aromatic Hydrocarbons PAH in the airfrom Tabasco, Mexico.

International Journal of Environmental Research and Public Health. 5(5): 349-355.

Irwin RJ, Mouwerik MV, Lynette S, Arion DS, Wendy B. 1997. Environmental Contaminants Encyclopedia PAHS Entry. National Park Service Water Resources Divisions, Water Operation Branch. Colorado. (US): Fort Collins.

Jovanovich MC, Marion KR. 1987. Seasonal variation in uptake and depuration of anthracene by the brackish water clam, Rangia cuneata. Journal of Marine Biology 95:395-403.

Kalf DF, Trudie C, Erik JVDP. 1996. Environmental quality objectives for 10 polycyclic

aromatic hydrocarbons (PAHs). Journal of Ecotoxicology And Environmental Safety 36:89-97.

Libes PM. 1992. An Introduction to Marine Biogeochemistry. John W dan Sons I, editor.. Mew York (US).

Neff JM.1979. Polycyclic Aromatic Hydrocarbon in the Aquatic Evirotment: Source, Fate ad Biological Effects. London (GB): Applied science Plubisher .

(9)

9

Nemr AE, Aly MAA. 2003. Contamination of polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) in microlayer and subsurface waters along Alexandria Coast, Egypt. Journal of Chemosphere 52:1711-1716.

Nicodem DE, Fernandes MC, Guedes CLB, Correa RJ. 1997. Photochemical processes and the environmental impact of petroleum spills. Biogeochemistry. 39:121-138.

Pongpiachan, S., P. Hirunyatrakul, I. Kittikoon dan C. Khumsup, 2012, ParametersInfluencing on Sensitivities of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons Measured byShimadzu GCMS- QP2010 Ultra. Shanghai.(CN): Intech China.

Sanusi HS. 2006. Kimia Laut Proses Fisika Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Bogor.

(ID): IPB perss.

[SAUH] South Australia Health. 2009. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons PAH: HealthEffect.

Adelaide.(AU):Goverment of Australia.

Wang, X. 1993. Environmental Chemistry, Nanjing.(CN): Nanjing University.

Wheatly L, Lavendis Y A, Yourous P. 1993. Exploratory study on the combustion and PAH Emissions of Selected Municipal Waste Plastics. Environ. Sci. Technol. 27:2885- 2895.

Zakarian MP, Mahat AA. 2006. Distribution of polycyslic aaromatic hydrocarbon (PAHs) In Sedimen In the Langet Estuary. Costal Merin Science. 30 (1): 387-395.

Referensi

Dokumen terkait

Since, website quality affects not only return intentions and customer satisfaction but also an organization’s profits, OTAs must innovate to make their websites attractive to customers