Dengan demikian, program pengembangan sumber daya manusia di sektor atau industri apa pun dapat dirancang dan dilaksanakan secara lebih relevan, efektif, dan efisien. Dengan Kartu Kompetensi ini selanjutnya dapat disusun Rencana Induk Pengembangan SKKNI pada sektor atau bidang usaha terkait. Untuk memetakan kompetensi pada suatu sektor atau bidang usaha sebagaimana dimaksud di atas, diperlukan Prosedur Pemetaan Kompetensi yang dijadikan acuan bersama.
Hal ini penting agar ada kesamaan konsep dan kerangka pemetaan kompetensi di setiap sektor atau bidang. Prosedur pemetaan kompetensi ini dikembangkan dengan tujuan untuk memudahkan dan mempermudah penyusunan peta kompetensi pada sektor atau bidang usaha apapun. Melaksanakan penyusunan Peta Kompetensi dan Rencana Induk Pengembangan SKKNI secara efektif dan efisien di sektor atau industri apa pun.
Lembaga nonkementerian yang mempunyai kewenangan teknis dalam melaksanakan pekerjaan pemerintahan pada sektor atau bidang usaha tertentu; Komite Standar Kompetensi adalah lembaga yang dibentuk oleh Badan Teknis untuk membantu pengembangan SKNI pada sektor atau bidang usaha yang menjadi tanggung jawabnya; Pemetaan kompetensi pada sektor atau bidang usaha apa pun merupakan langkah awal pengembangan SKKNI pada sektor atau bidang usaha yang bersangkutan.
Memetakan satuan kompetensi dari suatu sektor atau bidang usaha dalam peta kompetensi yang luas dan sistematis;
KELEMBAGAAN PEMETAAN KOMPETENSI
Direktur secara ex-officio menjabat sebagai Kepala Unit Eselon I yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam peningkatan kompetensi SDM pada sektor atau bidang usaha yang menjadi lingkup tugas dan tanggung jawab masing-masing Instansi Teknis; Ketua Komite merangkap anggota, dijabat resmi oleh Kepala Unit Kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pengembangan standar atau pengembangan sumber daya manusia pada sektor/subsektor/bidang usaha Badan Teknis yang bersangkutan; Sekretaris Komite merangkap anggota, resmi dijabat oleh pejabat di lingkungan Satuan Kerja Ketua Komite;
Anggota Komite, terdiri dari perwakilan unit kerja eselon I lainnya pada Badan Teknis terkait, instansi teknis terkait, serta perwakilan perusahaan atau asosiasi perusahaan, asosiasi profesi, lembaga atau asosiasi pendidikan dan pelatihan, Lembaga Sertifikasi Profesi, serikat pekerja dan /atau ahli yang kompeten pada sektor/subsektor/bidang usaha terkait.
ACUAN PEMETAAN KOMPETENSI
Setiap kategori dibagi menjadi satu atau lebih kelompok dasar (tidak lebih dari lima kelompok dasar, kecuali industri pengolahan), sesuai dengan karakteristik masing-masing kelompok dasar. Kode kelompok terdiri dari tiga angka, yaitu dua angka pertama menunjukkan kelompok utama yang bersangkutan dan angka terakhir menunjukkan kegiatan perekonomian masing-masing kelompok yang bersangkutan. Subkelompok merupakan penjabaran lebih lanjut mengenai kegiatan ekonomi yang termasuk dalam suatu kelompok (huruf c).
Penunjukan subkelompok terdiri dari empat digit, yaitu tiga digit pertama menunjukkan kelompok terkait, dan satu digit terakhir menunjukkan kegiatan ekonomi subkelompok yang bersangkutan. Kelompok adalah pembagian lebih lanjut kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam subkelompok (huruf d) menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih homogen. RMCS merupakan model penetapan standar kompetensi yang diperkenalkan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) yang berfokus pada fungsi produksi suatu kegiatan usaha/industri sejenis.
Dalam model RMCS, fungsi produktif suatu sektor atau bidang usaha sejenis didefinisikan secara jelas sebagai Tujuan Utama sektor usaha/industri tersebut. Selain itu, analisis dilakukan secara hierarkis terhadap fungsi-fungsi produktif yang diperlukan untuk mencapai tujuan utama yang diinginkan. Tujuan utama yang lebih dikenal dengan tujuan utama adalah merumuskan keadaan atau kondisi yang menjadi tujuan utama yang ingin dicapai dari suatu bidang usaha.
Tujuan utama suatu bidang usaha biasanya berkaitan dengan visi dan misi bidang usaha tersebut. Fungsi utama yang lebih dikenal dengan fungsi utama atau fungsi utama merupakan fungsi produktif yang bersifat hierarkis pertama untuk mencapai tujuan utama suatu sektor usaha/industri. Pencapaian tujuan utama memerlukan sejumlah fungsi utama yang saling berhubungan dan saling mendukung.
Fungsi kunci, lebih dikenal sebagai fungsi kunci, adalah fungsi produktif hierarki kedua yang merupakan penjelasan lebih lanjut dari fungsi kunci. Masing-masing fungsi utama terdiri dari sejumlah fungsi utama yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Fungsi dasar yang lebih dikenal dengan fungsi dasar merupakan fungsi produktif hierarki ketiga yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi utama.
Masing-masing fungsi pokok terdiri dari sejumlah fungsi dasar yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Hierarki fungsi produktif suatu sektor usaha/industri seperti di atas dapat digambarkan dalam peta fungsi usaha sebagai berikut:
TAHAPAN KEGIATAN PEMETAAN KOMPETENSI
KBLI disusun berdasarkan sektor atau bidang usaha terkait yang tidak selalu sama dengan pembagian tugas dan fungsi Badan Teknis Kementerian/Lembaga. Dalam kaitan ini dimungkinkan adanya Badan Teknis yang ruang lingkup kerjanya mencakup lebih dari satu kategori bidang usaha. Sebaliknya, tidak menutup kemungkinan suatu kategori bidang usaha tertentu menjadi tanggung jawab lebih dari satu Badan Teknis.
Adapun pada bidang usaha golongan A (Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan) merupakan lingkup tugas dan tanggung jawab tiga instansi teknis yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pada bidang usaha kategori A (Pertanian, Kehutanan dan Perikanan), khususnya pada kelas utama 01 (Budidaya tanaman, Peternakan, Perburuan dan kegiatan sejenisnya), analisis fungsi produksi untuk perancangan kompetensi dimulai dari hierarki. tingkat kelompok (gambar 3), karena sektor usaha Pertanian Tanaman Pangan dengan sektor usaha Peternakan dan sektor usaha Perburuan, maka proses bisnisnya tidak homogen/sama seperti input, proses dan produksi. Hasil identifikasi unit kompetensi pada masing-masing sektor atau bidang usaha dicantumkan secara sistematis dan dikelompokkan dalam peta kompetensi sesuai hierarki fungsi produktif sektor atau lapangan usaha tersebut.
Hasil pemetaan kompetensi masing-masing sektor atau bidang usaha akan disusun menjadi peta kompetensi nasional oleh Direktorat Jenderal Pelatihan dan Pengembangan Produktivitas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Tidak seluruh fungsi-fungsi tersebut di atas merupakan urusan utama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, atau terdapat fungsi-fungsi yang menjadi urusan utama Kementerian/Lembaga teknis lainnya, atau terdapat substansi fungsi yang berulang. Bisnis inti utama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, khususnya di bidang ketenagakerjaan, adalah pelatihan dan peningkatan produktivitas; Penempatan dan perluasan pekerjaan; Pengawasan dan perlindungan tenaga kerja;
Beberapa industri yang tidak memiliki hierarki kompetensi atau tidak mempunyai penanggung jawab badan teknis/industri yang dapat diidentifikasi berada di bawah tanggung jawab Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Proses bisnis kelompok lapangan usaha untuk kursus/pusat pendidikan biasanya mencakup fungsi persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu bidang usaha yang berkaitan dan bertanggung jawab dalam memajukan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi antara lain adalah Balai Kursus Bisnis/Latihan Kerja.
Analisis fungsi produktif dimulai dari tingkat kelompok bidang kerja, yaitu mengidentifikasi unit kompetensi pada lembaga kursus/pelatihan bidang kerja. Kelompok bidang usaha di atas dianalisis secara hierarki tujuan pokok, fungsi pokok, fungsi pokok dan fungsi dasar, yang kemudian diidentifikasi menjadi unit kompetensi. Selain bidang usaha dan kompetensi yang berkaitan dengan fungsi utama suatu instansi teknis, dimungkinkan juga terdapat kompetensi yang berkaitan dengan fungsi pendukung suatu instansi teknis, seperti fungsi penelitian, konsultasi, dan lain-lain.
Dalam hal NSKNI sasaran disusun oleh instansi teknis lain, Kementerian/Lembaga (K/L) dapat menyetujui dan/atau menyesuaikannya untuk diterapkan pada lingkup wilayah usaha K/L terkait. Dalam hal bidang usaha tertentu mempunyai potensi untuk menjadi subjek tugas dan tanggung jawab instansi teknis lainnya, maka sebelum dilakukan pemetaan kompetensi sebaiknya dilakukan klarifikasi dan koordinasi terlebih dahulu dengan instansi teknis terkait.
RAMBU-RAMBU PENYUSUNAN RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SKKNI
METODE PENYUSUNAN RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SKKNI
Peta jalan penyusunan SKKNI memuat tujuan dan kegiatan penyusunan SKKNI yang dilaksanakan setiap tahun dalam jangka waktu 3-5 tahun.
STRUKTUR DAN FORMAT RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SKKNI
Bagian ini menguraikan dengan jelas maksud dan tujuan penyusunan RIP-SKKNI pada suatu sektor/subsektor/bidang usaha. Sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, RIP-SKKNI suatu Badan Teknis dapat memasukkan lebih dari satu kategori ekonomi dalam KBLI. Bagian ini memuat acuan normatif yang digunakan dalam penyusunan RIP-SKKNI pada suatu sektor/subsektor/bidang usaha.
Bagian ini menguraikan arah dan kebijakan yang diambil oleh suatu sektor/subsektor/bidang usaha dalam penyusunan RIP-SKKNI. Arahan dan kebijakan yang ditargetkan berkaitan dengan aspek teknis yang penting, serta aspek administratif dan organisasi. Hal ini meliputi penetapan prioritas, pengalokasian anggaran, dan penyelenggaraan penyusunan SKKNI di lingkungan Badan Teknis terkait.
Peta jalan tersebut memperhatikan arah dan kebijakan penyusunan RIP-SKKNI yang telah ditetapkan. Peta Jalan Penyusunan SKKNI ini akan menjadi acuan setiap tahunnya dalam merencanakan dan melaksanakan penyusunan SKKNI pada suatu sektor/subsektor/industri. Bagian ini menguraikan program kerja penyusunan SKKNI yang akan dilaksanakan oleh Biro Teknis pada periode 2012-2015.
Bagian ini menguraikan organisasi pelaksanaan SKKNI pada suatu sektor/subsektor/bidang usaha, baik secara fungsional maupun ad hoc. Organisasi pelaksanaan penyusunan SKKNI dimaksudkan untuk mengatur tugas, fungsi dan tanggung jawab setiap unit kerja/badan terkait, serta tata kerja dan mekanisme kerja. Bagian ini memuat permasalahan spesifik yang dianggap penting dan perlu diperhatikan dalam pelaksanaan RIP-SKKNI.
Bagian ini memuat dokumen-dokumen yang wajib dilampirkan pada RIP-SKKNI guna memberikan informasi lebih rinci mengenai RIP-SKKNI.
PENUTUP