• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN: CONTOH KASUS DILEMA ETIK DALAM KEPERAWATAN DAN PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN

N/A
N/A
Risky Offc

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN: CONTOH KASUS DILEMA ETIK DALAM KEPERAWATAN DAN PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

CONTOH KASUS DILEMA ETIK DALAM KEPERAWATAN DAN PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN

Laporan Ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konsep Dasar Keperawatan

Disusun Oleh : Riskiyanto NIM : 4002220047

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES BINA PUTERA BANJAR

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia- Nya dengan disertai do’a dan restu, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan yang berjudul “Prinsip dan ”.

Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah penelitian ini serta dari referensi buku-buku sumber dan media internet yang berkaitan dengan penelitian ini.

Harapan penyusun semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para mahasiswa-mahasiswi, dan lingkungan sekitar kampus. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna , baik dalam penyusunannya maupun dalam tata bahasa yang dipergunakann serta isinya, mengingat terbatasnya pengetahuan yang penyusun miliki. Dalam penelitian ini penyusun telah berusaha sebaik-baiknya, namun tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Penyusun dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Banjar, 02 November 2022

Penyusun

(3)

A. SKOR APGAR

Skor APGAR adalah suatu metode yang dipakai untuk memeriksa keadaan bayi yang baru lahir. Skor APGAR ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar pada tahun 1952 untuk menilai status klinis bayi yang baru lahir pada usia 1 menit dan menilai kebutuhan intervensi segera untuk merangsang pernapasan. Dr. Apgar kemudian menerbitkan penelitian lanjutan yang mencakup lebih banyak pasien.

Pada tahun 1961, Dr. Joseph Butterfield memperkenalkan mnemonic dari APGAR untuk memudahkan sejawat mengingat komponen skor APGAR. Komponen dari skor APGAR adalah :

A = Appearance (warna kulit) P = Pulse (denyut jantung) G = Grimace (refleks) A = Activity (tonus otot) R = Respiration (pernapasan)

Skor APGAR dihitung pada menit ke-1 dan ke-5 untuk semua bayi, kemudian dilanjutkan setiap 5 menit sampai menit ke-20 untuk bayi dengan skor APGAR kurang dari 7. Skor APGAR menghitung kuantitas dari tanda-tanda klinis depresi neonatal seperti sianosis atau muka pucat, bradikardia, depresi refleks terhadap stimulus taktil, hipotonus, dan apnea atau respirasi yang tergangg.

Skor APGAR tidak dapat dipakai untuk menilai mortalitas seorang bayi dan tidak dapat digunakan untuk menilai kesehatan atau keadaan neurologis bayi di masa mendatang.

a. Cara Penilaian Skor APGAR

Penilaian skor APGAR dilakukan dengan cara memeriksa warna kulit, denyut jantung, refleks terhadap stimulus taktil, tonus otot, dan pernapasan. Masing-masing aspek akan diberikan poin yang bervariasi antara 0-2 poin tergantung kondisi bayi.

i. A - Appearance atau Warna Kulit

Dokter mengamati warna kulit pada tubuh dan ekstremitas bayi dan memberikan poin sesuai hasil pemeriksaan. Poin yang diberikan adalah:

(4)

 2 poin = Warna kulit pink pada tubuh dan ekstremitas

 1 poin = Warna kulit biru pada ekstremitas, warna kulit pink pada tubuh

 0 poin = Warna kulit seluruh tubuh dan ekstremitas biru

ii. P - Pulse atau Denyut Jantung

Denyut jantung dihitung dengan menggunakan stetoskop atau dengan menggunakan dua jari. Denyut jantung dihitung selama 15 detik, kemudian dikalikan 4 sehingga didapatkan denyut jantung selama 60 detik (1 menit).

 2 poin = >100 kali/menit

 1 poin = <100 kali/menit

 0 poin = Tidak ada denyut jantung

iii. G - Grimace atau Refleks Terhadap Stimulus Taktil

Dokter mengamati respons bayi terhadap stimulus taktil dan memberikan poin sesuai hasil pemeriksaan. Poin yang diberikan adalah:

 2 poin = Bayi menangis, batuk atau bersin

 1 poin = Bayi meringis atau menangis lemah saat distimulasi

 0 poin = Bayi tidak merespons stimulasi

(5)

iv. A - Activity atau Tonus Otot

Dokter mengamati tonus otot bayi dan memberikan poin sesuai hasil pemeriksaan. Poin yang diberikan adalah:

 2 poin = Bergerak aktif

 1 poin = Sedikit Gerakan

 0 poin = Lemah atau tidak ada Gerakan

v. R - Respiration atau Pernapasan

Dokter mengamati pernapasan bayi dan memberikan poin sesuai hasil pemeriksaan. Poin yang diberikan adalah:

 2 poin = Pernapasan baik dan teratur, menangis kuat

 1 poin = Pernapasan lemah, tidak teratur

 0 poin = Tidak ada napas

b. Interpretasi Skor APGAR

Skor APGAR dihitung dengan menjumlahkan skor setiap komponen. Beberapa hal yang perlu diketahui saat melakukan perhitungan skor APGAR adalah:

i. Skor terbaik adalah 10, namun skor 7, 8 dan 9 adalah normal dan bayi dapat dikatakan sehat

(6)

ii. Skor 10 sangat jarang didapat karena sebagian besar bayi yang baru lahir akan kehilangan 1 poin dari komponen warna kulit

iii. Sebagian besar bayi yang baru lahir akan mempunyai warna kulit kebiruan pada tangan dan kaki

c. Skor APGAR yang rendah biasanya disebabkan oleh:

i. Proses kelahiran yang sulit ii. Sectio caesarea

iii. Cairan pada saluran pernapasan bayi

d. Bayi dengan Skor APGAR yang rendah mungkin

i. membutuhkan:Oksigen dan pembersihan saluran napas.

Pembersihan saluran napas dapat dilakukan dengan menggunakan bulb syringe. Penyedotan dilakukan melalui mulut terlebih dahulu, kemudian melalui hidung. Urutan ini bertujuan mencegah bayi menghirup cairan sekresi

ii. Stimulasi fisik untuk membantu mendapatkan detak jantung yang normal.

e. Skor APGAR dan Resusitasi

Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Neonatal Resuscitation Program, skor APGAR.

Berguna untuk memperoleh informasi mengenai status klinis bayi yang baru lahir secara umum dan respons bayi terhadap resusitasi neonatus. Namun, resusitasi harus diinisiasi sebelum penentuan skor

(7)

APGAR pada menit ke-1. Oleh karena itu, skor APGAR tidak bisa digunakan untuk menentukan kebutuhan resusitasi inisial, tahapan resusitasi yang diperlukan, dan kapan resusitasi diperlukan.

Untuk menentukan kebutuhan resusitasi pada bayi yang baru lahir, digunakan Neonatal Resuscitation Algorithm. Persiapan dimulai dari sebelum bayi lahir yakni dengan menilai risiko perinatal. Komponen dari Neonatal Resuscitation Algorithm adalah:

 Apakah kehamilan aterm?

 Apakah bayi memiliki tonus otot yang baik?

 Apakah bayi bernapas atau menangis?

Tiga komponen ini dinilai dalam 30 detik pertama kelahiran bayi.

Jika bayi butuh resusitasi, skor APGAR kemudian digunakan untuk menilai respons bayi terhadap resusitasi. Pedoman dari Neonatal Resuscitation Program menyatakan bahwa jika skor APGAR berjumlah di bawah 7 setelah menit ke-5, penilaian dengan skor APGAR perlu diulang setiap 5 menit sampai menit ke-20.

Skor APGAR yang menetap di angka 0 setelah menit ke-10 dapat menjadi pertimbangan untuk melanjutkan atau menghentikan resusitasi.

Sangat sedikit bayi dengan skor APGAR 0 setelah menit ke-10 dapat bertahan hidup tanpa kelainan neurologis.

Pedoman resusitasi neonatus dari American Heart Association tahun 2015 menyatakan jika dapat dikonfirmasi bahwa tidak ada denyut jantung setelah paling tidak 10 menit, resusitasi dapat dihentikan. Laporan dari Neonatal Encephalopathy and Neurologic.

Outcome menyatakan bahwa skor APGAR 7-10 pada menit ke-5 adalah keadaan yang meyakinkan, skor APGAR 4-6 adalah keadaan tidak normal, dan skor APGAR 0-3 adalah keadaan yang buruk bagi bayi yang aterm maupun late-preterm

f. Keterbatasan Skor APGAR

(8)

Skor APGAR adalah penilaian mengenai kondisi bayi yang baru lahir pada suatu waktu tertentu dan memiliki beberapa komponen yang bersifat subjektif. Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi penilaian Skor APGAR, seperti:

 Sedasi maternal atau anestesi

 Malformasi kongenital

 Usia gestasi

 Trauma

 Variasi antar penilai

Komponen seperti tonus otot, warna kulit, dan refleks bersifat subjektif dan bergantung pada maturitas fisiologis dari bayi tersebut. Bayi preterm yang sehat tanpa tanda-tanda asfiksia bisa memiliki skor APGAR yang rendah hanya karena usia kelahiran yang belum cukup (immaturity).

Skor APGAR tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan untuk menentukan keadaan asfiksia pada bayi yang baru lahir. Untuk menentukan keadaan asfiksia, diperlukan juga hasil pemantauan abnormalitas umbilical arterial blood gas, fungsi klinis sistem serebral, hasil dari neuroimaging, neonatal electroencephalography, patologi plasenta, hasil tes hematologi, dan indikasi adanya disfungsi organ multisistem. Ketika bayi yang baru lahir memiliki Skor APGAR kurang dari atau sama dengan 5 pada menit ke-5, maka sampel dari umbilical arterial blood gas sebaiknya diambil. Uji patologi untuk plasenta juga sebaiknya dilakukan.

B. NILAI GCS ( TINGKAT KESADARAN )

(9)

Glasgow coma scale (GCS) adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran seseorang. Pengukurannya berdasarkan tiga aspek, yaitu respons pembukaan mata, verbal, dan motorik.

glasgow coma scale (GCS) adalah alat penilaian yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran seseorang. Dengan menggunakan skala, GCS bisa memberikan penilaian yang andal dan objektif tentang tingkat kesadaran seseorang.

Mulai dari pengukuran awal hingga pengukuran selanjutnya selama tahap awal pemulihan.

Cara mengukur tingkat kesadaran GCS : a. Menilai Respons membuka mata

Ada tiga kategori respons pembukaan mata, yaitu:

Membuka mata secara spontan

Sebelum menilai respons pembukaan mata, penting untuk mengesampingkan kemungkinan bahwa pasien tertidur.

Pembukaan mata secara spontan dicatat ketika pasien diamati terjaga dengan mata terbuka. Pengamatan ini dilakukan tanpa ucapan atau sentuhan. Pembukaan mata spontan diberi skor 4.

Membuka mata terhadap kata-kata

Bila pasien tidak membuka mata secara spontan, pembukaan mata dengan kata-kata bisa terjadi ketika pasien membuka matanya, setelah mendengar perintah yang keras dan jelas. Respons pembukaan mata ini diberi skor 3.

(10)

Membuka mata terhadap rasa sakit

Bila pasien tidak membuka mata juga setelah mendengar perintah yang jelas dan keras, pembukaan mata terhadap rasa sakit bisa dicatat. Hal ini terjadi ketika pasien membuka matanya ketika diberi rangsangan yang menyakitkan. Contohnya seperti tekanan pada ujung jari atau tekanan pada punggungan supraorbital.

Respons pembukaan mata ini diberi skor 2.

Tidak membuka mata

Bila pasien tidak membuka mata setelah diberi stimulus menyakitkan, maka respons pembukaan mata diberikan skor 1.

b. Menilai Respons Verbal

Berikut kategori respons verbal:

Berorientasi

Untuk bisa diklasifikasikan sebagai berorientasi, pasien hari bisa mengidentifikasi siapa mereka, di mana mereka berada, dan tanggal atau bulan pada saat itu. Pasien yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan benar diberi skor 5.

Bingung

Seorang pasien diklasifikasikan mengalami kebingungan bila satu atau lebih dari pertanyaan di atas dijawab dengan salah.

Pasien tersebut akan diberi skor 4.

(11)

Kata-kata yang tidak tepat

Ini adalah kategori respon verbal ketika pasien menggunakan kata-kata yang tidak tepat saat tidak ada percakapan.

Misalnya, ia cenderung mengucapkan kata-kata tunggal atau lebih dari kalimat, atau bahkan sumpah serapah. Pasien dengan respon verbal ini diberi skor 3.

Suara yang tidak bisa dimengerti

Seorang pasien dikategorikan ke dalam respon verbal ini bila ia menggunakan suara yang tidak bisa dipahami, ketika kata- kata dan ucapannya tidak bisa dimengerti. Ia mungkin bergumam, mengerang, atau berteriak. Pasien seperti ini diberi skor 2.

Tidak ada respon verbal

Ketika pasien tidak merespon secara verbal, baik terhadap rangsangan verbal atau fisik, ia akan diberi skor 1.

c. Menilai Respons Motorik

Berikut beberapa kategori respons motorik:

Mematuhi perintah

(12)

Kemampuan pasien untuk mematuhi perintah dinilai ketika pasien bisa melakukan apa yang diminta petugas kesehatan.

Misalnya seperti menggenggam dan melepaskan jari petugas.

Pasien yang menunjukkan respon ini mendapat skor 6.

Lokalisasi rasa sakit

Bila pasien tidak merespon terhadap perintah verbal, ia harus diberi rangsangan nyeri. Lokalisasi adalah respon yang mengindikasi fungsi otak yang lebih baik. Tekanan punggungan supraorbital dianggap sebagai teknik yang paling baik untuk menilai lokalisasi.

Namun, pada pasien yang mengalami fraktur wajah atau pembengkakan mata yang parah, mencubit daun telinga lebih baik daripada menerapkan tekanan punggungan supraorbital.

Untuk diklasifikasikan sebagai lokalisasi rasa sakit, pasien harus menggerakkan tangannya ke titik rangsangan, mengangkat tangan ke atas dagu dan melintasi garis tengah tubuh. Seorang pasien yang menunjukkan respon motorik ini diberi skor lima.

Respons fleksi normal

Bila tidak terlihat adanya lokalisasi nyeri, pasien bisa diuji untuk respons fleksi normal. Respons ini dicatat ketika pasien menekuk lengannya ke siku sebagai respons terhadap stimulus yang menyakitkan. Ini adalah respons yang cepat, sama seperti ketika menyentuh sesuatu yang panas. Seorang pasien yang memiliki respon fleksi terhadap nyeri diberikan skor 4.

(13)

Fleksi Abnormal

Fleksi abnormal dicatat ketika pasien menekuk siku sebagai respons terhadap stimulus yang menyakitkan. Namun, respons ini jauh lebih lambat.

Daripada fleksi normal, dan bisa disertai dengan fleksi pergelangan tangan kejang. Seorang pasien yang menunjukkan respon motorik ini terhadap rasa sakit diberi skor 3.

Ekstensi Rasa Sakit

Respons motorik ini dicatat ketika tidak ada fleksi abnormal terhadap stimulus nyeri. Pasien akan menunjukkan pelurusan sendi siku, gerakan anggota badan atau bagian lain ke arah garis tengah tubuh atau ke arah bagian lain.

Serta rotasi internal bahu dan rotasi ke dalam dan fleksi kejang pergelangan tangan. Pasien yang memiliki ekstensi rasa sakit diberikan skor 2.

Tidak Ada Respons Motorik

Bila pasien tidak memberi respons apa pun terhadap stimulus nyeri, ia diberikan skor 1. Hasil total GCS yang masih dalam kisaran 13-15 menandakan cedera otak minor. Sedangkan hasil dalam kisaran 9-12 menandakan cedera otak sedang, dan 3-8 menandakan cedera otak parah.

Itulah penjelasan mengenai cara mengukur tingkat kesadaran dengan menggunakan metode GCS. Bila kamu mengalami pusing atau gejala tertentu setelah cedera, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter.

(14)

C. DILEMA ETIKA KEPERAWATAN

(15)

Dilema Etika dalam Keperawatan adalah suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya, Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip.

Pada dilema etik ini, sukar untuk menentukan mana yang benar atau salah serta dapat menimbulkan stress pada perawat karena perawat tahu apa yang harus dilakukan.

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah suatu rangkaian interaksi perawat dengan penderita dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian penderita. Itu sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.

Sebagai profesi, perawat telah mempunyai keahlian dari pendidikan magister spesialis, doktor, dan bahkan professor. Dalam penanganan pasien Covid 19 perawat sering dihadapkan dengan yang namanya dilema etik dalam pemberian asuhan, dimana perawat di tuntut untuk selalu bersikap adil, jujur, selalu memberikan pelayan yang terbaik, tidak merugikan serta menghormati hak pasien. Akan tetapi tindakan yang dilakukan perawat seringkali dipandang sebelah mata. Perawat hanya di anggap sebagai pembantu dokter dan lain sebagainya. Padahal dalam bekerja perawat selalu mengedepankan yang namanya etika serta critical thinking dalam peroses pengambilan keputusan.

Contohnya dalam memberikan asuhan pada pasien Covid-19, perawat dituntut untuk selalu bersikap adil tanpa membedakan setatus dan golongan si pasien. Selain itu, perawat selalu bersikap jujur kepada keluarga pasien terkait kondisi yang dialamai pasien akan tetapi tindakan jujur tersebut tidak sepenuhnya mendapat respons baik dari masyarakat. Sebagaimana yang banyak kita saksikan di media masa banyak masyarakat yang beranggapan bahwa Covid-19 dijadiakan sebagai lahan bisnis oleh rumah sakit.

Anggapan-anggapan seperti itu yang terkadang menjadi dilema tersendiri bagi tenaga kesehatan khususnya perawat.

(16)

D. 8 PRINSIP-PRINSIP DALAM ETIKA KEPERAWATAN

i. Otonomi (Autonomi)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.

Contoh : Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik, padahal terdapat gangguan atau penyimpangan pada anggota tubuhnya.

ii. Beneficience ( Berbuat Baik )

Prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yang baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan.

Contoh : perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alasan risiko serangan jantung.

iii. Justice ( Keadilan )

Nilai ini direfleksikan dalam praktik profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

Contoh : ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan.

(17)

iv. Non Malifience ( Tidak Merugikan )

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.

Contoh : ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfusi darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus mengistruksikan pemberian transfusi darah.

Akhirnya transfusi darah tidak diberikan karena prinsip beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsip nonmaleficince.

v. Veracity ( Kejujuran )

Nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klien memiliki otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.

Contoh : Ny. S masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam kecelakaan tersebut dan meninggal dunia. Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan kepala ruangan menyampaikan intruksi dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran.

(18)

Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan.

Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.

Contoh : Ketika seorang perawat sudah membuat janji dengan klien maka perawat itu harus tanggung jawab terhadap komitmennya untuk menemui klien dan memberikan layanan asuhan kepperawatan kepada klien tersebut.

vii. Confidentiality ( Kerahasiaan )

Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.

Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari.

Contoh : Seorang perawat yang telah mengetahui diagnose penyakit seorang pasien yang ia pegang maka seorang perawat harys menjaga kerahasiaan penyakit seorang pasien kepada orang lain.

viii. Accountability ( Akuntabilitasi )

Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda tekecuali.

Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat,

(19)

dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional.

(20)

SUMBER REFERENSI

Artikel : https://www.halodoc.com/artikel/cara-mengukur-tingkat-kesadaran-dengan- metode-gcs

Diakses pada tanggal 02 November 2022.

Artikel : https://lombokpost.jawapos.com/opini/02/10/2020/dilema-etik-perawat-dalam- penangan-pasien-covid-19/

Diakses pada tanggal 02 November 2022.

Artikel : https://gustinerz.com/8-prinsip-etika-dalam-keperawatan/

Diakses pada tanggal 02 November 2022.

Artikel : https://www.alomedika.com/apakah-yang-dimaksud-dengan-skor-apgar-untuk- bayi-yang-baru-lahir

Diakses pada tanggal 02 November 2022.

Referensi

Dokumen terkait

Hasilnya adalah keberhasilan Lapor Covid-19 dalam memberikan rekomendasi terhadap kebijakan penanganan pandemi di Indonesia, ternyata tetap menemukan celah-celah yang membuat

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa masalah untuk penelitian ini yaitu kesalahan apa saja yang terjadi pada mahasiswa Pendidikan Bahasa Mandarin Universitas