94
KEADILAN GENDER TERHADAP PEMBAGIAN WARIS
DALAM PRESPEKTIF AGAMA ISLAM
1. Mita kusumaningsih 2. M.Husen Musthofa 3. widodo hami [email protected]
[email protected] [email protected]
UIN Abdurrahman wahid Pekalongan
Abstrak:
Keadilan gender dalam hak waris adalah isu yang relevan dan penting dalam konteks masyarakat yang berlandaskan dasar-dasar Islam.dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian pustaka dan studi literatur yang menguraikan pandangan Islam terhadap keadilan gender dalam hal pembagian warisan. Islam sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah warisan, memiliki prinsip-prinsip dan pedoman yang khusus terkait kewarisan. Pandangan Islam terhadap keadilan gender dalam hak waris ditekankan dalam Al-Quran dan Hadis, di mana pembagian harta warisan harus dilakukan secara adil berdasarkan aturan tertentu. Namun, pandangan ini sering kali disalahpahami atau diinterpretasikan secara beragam dalam masyarakat Islam. Penelitian ini juga menyoroti perkembangan dalam pemikiran Islam modern yang berusaha untuk menggabungkan prinsip-prinsip keadilan gender dengan ajaran Islam. Dalam konteks ini, beberapa negara dengan mayoritas penduduk Muslim telah mengadopsi reformasi hukum untuk mencapai tingkat keadilan gender yang lebih besar dalam pembagian warisan.Penelitian ini menyimpulkan bahwa pandangan Islam terhadap keadilan gender dalam hak waris memiliki dasar-dasar yang kuat dalam ajaran agama, namun implementasinya dapat beragam dan tergantung pada konteks budaya, sosial, dan hukum yang ada. Oleh karena itu, pembahasan yang mendalam dan pemahaman yang lebih baik tentang isu ini sangat penting untuk mencapai tujuan keadilan gender yang sejalan dengan ajaran Islam.
Kata kunci: warisan, gender,keadilan,muslim
95 PENDAHULUAN
Isu yang merambak pada Masyarakat dan menjadi polemik para ulama dalam sistem warisan adalah karena adanya perdebatan ketidakadilan igender, Hal ini menimbulkan tuntutan masyarakat atau kesetaraan dalam pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan, di mana laki-laki mendapat dua bagian dan perempuan hanya satu.
Di lapisan ahli ihukum, dalam dialog hukum Islam kontemporer, hukum dianggap sah ketika tidak hanya berupa peraturan, tetapi harus diolah dalam kerangka ketentuan hukum yang tertulis melalui proses kodifikasi. Ihtiar ini bertujuan mengu`ubah undang-undang menjadi hukum yang mengatur hubungan sosial dimasyarakat. Oleh sebab itu, pelaksanaan hukum Islam dalam masyarakat Muslim menghadapi tantangan di era modern dengan perkembangan teknologi yang pesat. Hal ini dapat memengaruhi cara masyarakat Muslim memahami dan menerapkan hukum Islam. Islam memiliki ajaran yang mencakup segala aspek kehidupan umatnya, mulai dari hubungan dengan Allah, hubungan sosial, hingga hubungan dengan alam semesta, yang diatur dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Dalam menganalisis problematika pada artikel ini, kami perpedoman pada 3 teori yakni teori maqashid al syari’ah, teori perubahan hukum serta teori kesetaraan gender.
Perselisihan gender dalam hukum waris muncul dengan latar belakang beberapa orang pihak yang rasa keadilannya tidak terwujud. Bagian pembagiannya sering menimbulkan perselisihan antar laki-laki dan wanita. / Islam benar-benar menghormati dan menjunjung harkat dan martabat perempuan. Hal ini terbukti dalam surah an-nisa ayat 11 bahwa perempuan berhak mendapatkan bagian dalam warisan. Fenomena faktanya, perempuan saat ini dianggap mampu mandiri. Dalam waktu yang bersamaan, konsep pembagian warisan berpedoman pada prinsip keadilan dan tidak diukur dengan tingkat pemerataan. Selain hukum islam, negara indonesia hingga kini masih sangat beragam. Terdapat hukum perdata, hukum adat yang mana tidak terlepas dari keanekaragaman sosial masyarakat.
96 METODE PENELITIAN
Artikel ini dibuat dengan menggunakan pendekatan yudiris normatife yakni, pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada hukum utama yakni Al-Qur’an,Hadits dan sunnah dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundangan-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.
Peneliti juga menggunakan metode penelitian library research (Penelitian kepustakaan) sebagai rangkaian yang berkaitan dengan pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian. Sumber data dari studi literatur ini adalah kesetaraan gender dalam hukum waris.
Peneliti menganalisis data dengan meninjau argumentasi hukum pembagian waris menurut hukum syarah serta data berdasar pada teori hukum umum berkaitan dengan permasalahan yang bertujuan untuk mendeskripsikan tatanan hukum konsep keadilan gender dalam pembagian waris di Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Allah swt memilih manusia sebagai khalifah. Dengan memperhitungkan kemungkinan terjadinya kehancuran dan peperangan, Allah memberlakukan aturan untuk tingkah laku manusia. Aturan itu diwujudkan dengan dasar kehendak Allah yang meliputi boleh dan tidaknya tingkah laku yang diperbuat manusia.
(Amir syarifuddin,2004)
Manusia adalah khalifah fil ‘ardh, Allah swt memberlakukan aturan untuk tingkah laku manusia dibumi. Aturan itu diwujudkan atas kehendak Allah swt meliputi boleh dan tidaknya Tindakan yang berhubungan dengan aturan-aturan Allah swt, hubungan manusia dengan Allah, hubungan antar manusia. Hubungan antar manusia yang diatur oleh Allah, salah satunya yaitu tentang waris. (Amir syarifuddin,2004)
Waris secara Bahasa berasal dari kata al-mirrats, berarti berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta uang, tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syariat.(www.detik.com 2023). Hukum yang mengatur pembagian waris dinamakan hukum waris, yang bersumber kepada Al-Qur’an,
97
sunnah, dan Ijtihad.( Ahmad Azhar Basyir, 2001)
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah An-nisa ayat 7:
ِن دِىا َُْىا َك َرَت اَّمِّم ٌبْي ِصَو ِء اَسِّىيِى ََ َن ُُْب َرْقَ ْلْا ََ ِن دِىا َُْىا َك َرَت اَّمِّم ٌبْي ِصَو ِهاَج ِّريِى اًض َْ ُرْفَّم اًبْي ِصَو ۗ َرُثَم ََْا ًُْىِم َّوَق اَّمِم َن ُُْب َرْقَ ْلْا ََ
Artinya:Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan.
Muhammad Thaha abul ela dalam bukunya hukum waris mengemukakan bila waris dalam pandangan islam itu wajib, lantaran sejumlah dalil Al-Qur’an termasuk ayat diatas menyatakan bahwa warisan merupakan ketetapan Allah swt.( Muhammad Thaha Abul Ela, 2007) Hukum warisan pada dasarnya merupakan ilmu sosial dan bukan ilmu pasti. Oleh sebab itu, beberapa pakar ulama hukum waris berbeda pendapat dan argumen tentang pembagian waris.
Pembagian harta warisan telah ada dalam sejarah sebelum Islam, dengan menggunakan sistem keturunan dan sistem sebab sebagai dasar pewarisannya. (Muhammad Suhaili Sufyan, 2012) Pada sistem patrilinear tersebut, anak-anak yang belum dewasa dan perempuan tidak menerima bagian dari warisan, meskipun mereka adalah ahli waris. Seseorang hanya berhak atas warisan jika terdapat pertalian kerabat, janji ikatan prasetia, atau pengangkatan anak. Pada awal Islam, hukum warisan berdasarkan pertalian kerabat, pengangkatan anak, pertalian hijrah, dan persaudaraan.( Sayyid Sabiq, 1972) Sementara pada masa awal Islam seseorang bisa mendapatkan harta warisan apabila ada pertalian kerabat, pengangkatan anak, pertaliah hijrah dan persaudaraan. Dasar hukum kewarisan Islam ditemukan dalam Al-Qur'an dan hadis. Dasar hukum tersebut terdapat yang tegas, tersirat, dan yang hanya memberikan garis besar. Secara historis, hukum warisan pra-Islam dan awal Islam menunjukkan beberapa hal, yaitu:
1. Pewarisan hanya terjadi jika terdapat alasan yang menghubungkan pewaris dengan ahli warisnya, seperti pernikahan, hubungan keluarga, dan wala' (memerdekakan budak).
2. Beberapa hal, seperti perbudakan, pembunuhan, perbedaan agama, perbedaan negara, murtad, dan hilang tanpa berita, dapat mengakibatkan seseorang kehilangan haknya dalam menerima
98 warisan.
3. Sebelum membagi warisan, ada beberapa hak yang harus dilaksanakan terlebih dahulu, antara lain yang berkaitan dengan warisan, biyaya pemakaman, pelunasan hutang dan usrat wasiat.
Ini adalah sejarah dan dasar hukum kewarisan dalam Islam yang mengatur pembagian warisan antara ahli waris.( Ismuha, 1978)
Dalam kalangan Masyarakat kemaslahatan yang ingin diwujudkan dalam syari’at islam adalah kemaslahatan yang luas, baik dari sisi jumlah dan macamnya. Kemaslahatan itu bisa berbentuk mendatangkan manfaat atau keberuntungan, bisa pelaksanaanjuga melepaskann manusia dari masalah atau kemadaratan yang menimpa. Allah swt berfirman (Al-Anbiya [21]:107):
هيميعيى ةمحرىاا لىيسرأام
1
Teori kemaslahatan dalam fiqih kontemporer dinamakan Maqasyid as-Syari’ah (Totok,2005), hlm.97) konsepsi ini diakui oleh para ulama mereka memformulasikan kaidah yang cukup populer,(Di mana ada maslahat, di sana terdapat hukum Allah). Macam maqashid syariat yakni: dharurat, hajiyat, tahsiniyat dan mukammilat.
Dharuriyat menurut al ghozali adalah masalahat yang menjamin 5 tujuan yaitu, memelihara agama, nyawa, akal, harta dan nasab.
1. Menjaga Agama
Pada dasarnya syariat islam diturunkan untuk menjaga eksistensi semua agama, baik agama yang dibawa Nabi Muhammad saw maupun agama-agama sebelumnya.
Allah swt berfirman (QS. Al-Baqarah : 256) ِهيِّدىا يِف َيا َرْمِإ َلْ
Artinya:Tidak ada paksaan dalam memasuki agama islam.
2. Menjaga Nyawa
Syariat islam sangat mengharagai nyawa sesorang baik orang muslim maupun nonmuslim.
3. Menjaga akal
4. Menjaga Nasab Syariat Islam menjaga urusan nasab lewat diharamkannya perzinaan, dimana pelakunya diancam dengan
99 hukum cambuk dan rajam.
5. Menjaga harta
Hukum islam yang bersifat global dalam kurun waktu, tempat, kondisi dan niat serta kultur. Dapat menyebabkan perpecahan terhadap problem-problem baru yang ada dimasyarakat. Dalam kaidah dikatakan: Hukum itu mengikuti kemaslahatan. Ketidakadilan gender dimulai dengan ketidaksetaraan gender, terutama dalam bidang pendidikan dan ekonomi. Paradigma yang menganggap perempuan lemah dan sebagai individu nomor dua menciptakan ketidakadilan yang tercermin dalam marginalisasi perempuan, yang pada gilirannya mengurangi kebebasan mereka. Hal ini juga menghasilkan nilai-nilai patriarki yang mendominasi masyarakat.Selanjutnya adalah Teori keadilan Gender, istilah gender merupakan suatu atribut yang dikaitkan pada diri seseorang berdasarkan kebudayaan manusia.( Riant Nugroho, 2008)
Jika seks merupakan takdir sejak lahir, maka gender adalah sesuatu yang terbentuk sebagai hasil pertumbuhan dan perkembangan Masyarakat. Misalnya Perempuan bertugas macak, manak dan masak sedangkan laki-laki itu mencari nafkah. Hal ini adalah perbedaan yang bersifat gender. (Riant Nugroho, 2008) Dalam KBBI istilah gender adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembedaan antara Perempuan dan laki-laki secara sosial,budaya, biologis dan non aspek biologis, Sifat status,posisi dan perannya dimasyarakat.( Mansur Faqih,1996)
Gender bersenjangan dengan seks, bilamana seks lebih mengidentifikasi secara biologis antara wanita dan laki-laki.
misalnya, wanita punya sel telur, Rahim, vagina dan payudara. dan laki-laki punya jakun. Ciri tersebut bersifat bawaan sejak lahir dan permanen. Perbedaan gender sebagai pembeda jenis kelamin secara sosial budaya terkait erat karena yang lebih kuat.
Lelaki, dalam pandangan ini, dipandang sebagai pelindung dan pencari nafkah, sementara perempuan dianggap memiliki peran yang lebih lemah dan lembut. Mereka diwajibkan untuk menjalankan tugas sebagai pengasuh anak dan pekerjaan rumah tangga, serta seringkali ditempatkan pada posisi kedua. Perbedaan gender ini juga menciptakan masalah sosial dan budaya, menghasilkan
100
ketidaksetaraan yang pada akhirnya mengarah pada ketidakadilan dan penindasan dalam masyarakat. Perbedaan gender juga menjadi persoalan sosial budaya, yakni, ketidaksetaraan tersebut mengakibatkan ketidakadilan dan penindasan terhadap warga Masyarakat. Namun, perlu diperhatikan bahwa perbedaan gender tidak hanya berdampak pada perempuan. Kaum lelaki yang bertanggung jawab mencari nafkah dan melindungi keluarga juga ditekan untuk bekerja keras dan memberikan fasilitas yang memadai bagi keluarga mereka. Sementara itu, perempuan yang tugasnya lebih berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga, melahirkan, dan dianggap lemah sering kali menghadapi kesulitan untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik.
Ketidakadilan gender bermula sejak adanya kesenjangan gender terutama dalam Pendidikan dan aspek ekonomi. Corak pemikiran bahwa kaum wanita dianggap lemah, menduduki posisi kedua dalam berbagai bidang. Bentuk ketidakadilan berupa marginalisasi yang menyebabkan ketidaknyamanan atas keterbelengguan hak kebebasan Perempuan. Hal ini memunculkan doktrin ketidaksetaraan yang melahirkan nilai-nilai patriarki.
(Sahbana,2001), Islam diturunkan kedunia ini adalah untuk membebaskan segenap umat manusia dari segala diskriminasi, Allah swt berfirman:
َ يثواَ رمذ هم مماواقيخ اوإ ساىىا اٍيا اي دىع منمرما نإ اُفراعتى وئابقَ ابُعش مماىيعج
ريبخ مييع لايٌ نإ مماقتا لايٌ
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal (QS. Al-Hujurat:13)
Allah swt juga berfirman dalam Surat Az-Zariyat (56) ْىا ُتْقَيَخ اَم ََ
ن َُْدُبْعَيِى َّلِْا َسْوِ ْلْا ََ َّه ِج
6 .
Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
101 agar mereka beribadah kepada-Ku.
Dalam surah tersebut Allah swt menyebut bahwa antara Perempuan dan laki-laki mempunyai kemampuan untuk menjadi hamba yang ideal. Tujuan dari penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah swt. Laki-laki dan Perempuan sama-sama mengemban Amanah dan menerima perjanjian primordial dengan Allah swt.
Demikian pula kesetaraan gender ini tercantum pada beberapa ayat dan Allah SWT tidak membeda-bedakan Hamabanya dari gender,ras maupun statusnya kecuali dari tingkat kualitas taqwa yang dimiliki.
Dalam keadlian/keseteraan gender ini mesti kita melihat dari pandangan terhadap perempuan/wanita itu sendiri dan peran domestik serta publiknya.Pandangan islam terhadap wanita itu sendiri tentu mengalami pergerakan kearah yang lebih baik,seperti yang kita tau bahwa pada masa pra-islam kita melihat diskriminasi dan kedudukan wanita sangatlah rendah bahkan tak bernilai.Namun hal tersebut sangat dikecam dalam islam yang membuat wanita setara dan memiliki hak dalam kehidupannya ,walaupun dalam tradisi klasik masih terdapat tafsir teks Qur’an yang mengsubordinasikan perempuan seperti pandangan miring pada sebagian ulama ketika menafsirkan Hadis Nabi: Perempuan itu kurang agamanya, ketika dia sedang haid, nifas, dan istihadlah, sebab pada saat itu perempuan dilarang menjalankan kegiatan ritual agama‛. Namun berbeda pada saat modern ini sudah mulai adanya kesadaran terhadap hal tersebut Serta agar mulai menggeser bias gender yang telah terjadi.Peran perempuan untuk saat ini juga bukan hanya reproduksi biologis namun juga dapat reproduksi social dan reproduksi tenaga kerja dalam artian wanita saat ini sudah dapat bekerja dan bersosial bebas. (Yusuf Wibisono,2013)
Keadilan gender ini juga tentu terbantu oleh kebijakan yang dilaksanakan disebuah negara.Hal ini disebabkan karena negara memiliki budaya dan kepribadian yang berbeda-berda dalam menyikapi suatu hal.Indonesia sendiri menyikapi isu ini dengan cukup baik yaitu dengan menunjukan dukungan dengan menerapkan kebijakan dalam menentukan bahwa keudukan wanita dan pria itu sama dalam kehidupan berbangsa dan negara.Selain itu wanita juga dapat memiliki peran penting di Negara Indonesia. (Rusdi
102 Zubeir,2012)
Diera ini seiring merabaknya isu ketidakadilan gender dalam warisan yakni 2:1 antara laki-laki dan Perempuan sering dijadikan asumsi bahwa Islam lebih memihak terhadap laki-laki daripada Perempuan. (Asni, 2012) Hal ini dirasa kurang adil mengingat perubahan zaman yang semakin maju, setidaknya dunia kerja bukan lagi laki-laki saja yang mendominasi. Bahkan sosok Perempuan tidak hanya sebatas macak,manak/masak. Pada zaman ini sosok Perempuan banyak yang bekerja bahkan tak jarang yang pendapatannya melebihi dari laki-laki.( Muhammad Amin Suma, 2013)
Dalam pandangan sosio historis alasan ditetapkanya 2:1 adalah untuk menjawab persoalan pada masa saat ayat itu turun.Dapat terlihat bahwa pada masa pra islam,wanita sama sekali tidak mendapatkan hak dalam waris,kemudian dengan ayat ini wanita memiliki kedudukan dan berhak mendapatkan bagiannya.Hal yang diperhatikan menagapa saat itu laki-laki mendapat lebih banyak karena system keluarga saat itu yaitu laki-laki harus bertanggung jawab penuh dan bekerja untuk keluarga.( Anjar Kususiyanah, 2021)
Dalam hal kewarisan ada ayat yang menetapkan laki- laki mendapatkan 2 bagian dari Perempuan (2:1) pada QS.al- Nisa’ 11, Meskipun telah dinyatakan secara tegas, namun perlu diinterpretasikan siapa yang layak menerima status laki-laki dan perempuan. Keputusan ini tidak hanya bergantung pada jenis kelamin, tetapi bisa dievaluasi berdasarkan peran individu. Apabila seorang perempuan lebih dominan dalam memberi nafkah, merawat anggota keluarga, termasuk orang tua dan saudara, maka ada kemungkinan dia dapat memperoleh 2 bagian warisan, sedangkan laki-laki hanya satu bagian. Dalam hal ini, alat ukur yang mengukur kontribusi individu sangat penting untuk menentukan pemberian hak waris yang lebih adil. Hal ini mungkin mengakibatkan perempuan mendapatkan bagian yang sama atau bahkan lebih besar dibandingkan laki-laki. Alternatif lain adalah mencapai kesepakatan damai (al-sulh) di antara para ahli waris. Dua pendekatan ini dapat meningkatkan hak warisan perempuan tanpa mengubah ketetapan Allah dalam al-Qur'an. (Sarifa Suhra, 2013)
103
Didalam hal kewarisan kita juga dapat pula menggunakan theory of limit yang dicetuskan oleh Muhammad Syahrur.Dalam teori ini tentu keadilan atau kesetaraan akan sangat mendekati walaupun dalam teori ini wanita dan pria tetap saja tidak mendaptkan 1:1.Hal ini juga karena dalam teori ini syahrur melihat bahwa ada batas antara hal tersebut ,yang mana hitungannya dapat bersifat elastis dan dinamis.Dalam hitungan tersebut dinyatakan bahwa laki- laki mendapatkan 2 bagian atas batas maksimal dan Wanita 1 sebagai batas minimal yang didapat tidak kurang dan tidak lebih.Wanita/perempuan dapat mendapatkan potensi bagian lebih dari banding 1 asalkan tidak melebihi laki-laki atau sama.
(Muhammad Ali Murtadlo, 2018) Pria tetap mendapatkan lebih dari wanita karena memang sudah ketetapan dalam Al-Qur’an namun perlu digaris bawahi bahwa adil/setara itu tidak harus sama sehingga keadilan gender disini terlihat karena keluwesan dari tafsir dan teori ini.
Kemudian system waris menurut Hazairin dalam Al-qur'an hakikatnya adalah system hubungan, seperti yang ditunjukkan pada pembagian ahli waris yaitu Dhawi Al-Furud, Dhawi AlQaraba, dan Mawali.Pada hal ini asabah tidak digunakan namun diganti dengan adanya dua pilihan: pertama, dibagikan secara merata kepada semua orang,Kedua dipilih berdasarkan kedekatanya dengan si mayit.
Dalam hal pembagian warisan, Hazairin mengikuti sistem pewarisan bilateral di mana perolehan warisan ditentukan oleh klasifikasi ahli waris. Hazairin membagi harta warisan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan posisi mereka dalam kelompok ahli waris.
Dalam sistem pewarisan bilateral, terdapat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam peluang menerima warisan di keluarga yang setara. (Yusmita Yusmita, 2023)
KESIMPULAN
Dalam Islam sendiri waris telah ditetapkan bagiannya dalam ayat Al- Qur’an terutama pada pemasalahan keadilan gender pada Surat An- Nisa ayat 1, yang membandingkan yang didapatkan laki-laki dan perempuan adalah 2:1.Perlu diketahui bahwa secara sosiologi historis hal tersebut sesuai dengan kondisi saat itu yaitu laki-laki menjadi tanggung jawab utama keluarga.Sehingga ketika tanggung jawab lebih dominan ke perempuan kita dapat menggunakan teori yang
104
mengedepankan tanggung jawab terbesar.Namun demikian hal tersebut dimungkinkan tetap akan bertentang untuk masalah ukuran nilai sehingga kita dapat menggunakan Alternatif lain yaitu menggunakan teori dari Hazairin atau menggunakan teori limit dari Muhammad syahrur yang memberikan porsi lebih wanita banyak dari perhitungan sebelumnya namun tidak melebihi pria.Berdasarkan teori yang telah dikemukakan bahwa islam sendiri tidak bertentangan dan justru mendukung Karena pada ayat tersebut sifatnya dapat dinamis dan fleksibel.
105
DAFTAR PUSTAKA
Dikutip september 29, 2023, dari
https://www.detik.com/hikmah/hasanah/D-
6556793/pengertian-waris-dalam-islam-dan-ketahui-dalil- hingga-dasar-hukum
a'karim, m. (2010). pelaksanaan hukum waris dikalangan umat islam indonesia. jakarta: maloho jaya abadi perss.
al-hasyim, F. (2007). hukum waris:pembagian warisan berdasarkan syariat islam/muhammad thahah abdul ela khalifah penerjemah, team quais media kreasindo penyuting,ch. al- qois.
AL-QUR'AN al-anbiya ayat 21. (t.thn.).
al-qur'an surah al baqoroh ayat 296. (t.thn.).
ash-shabuni, m. a. (2013). hukum waris dalam islam. depok.
Asni. (2012). pembaruan hukum islam di indonesia. jakarta:
kementrian agama republik indonesia deeroktorat jendra pendidikan islam.
asuyuti, J. (t.thn.). al asybah wa nadhir fi al furu. surabaya:
maktubah dal ihya al-kutub al-'arabiyyah.
basir, a. a. (2001). hukum waris islam. jogja: UII PERSS.
departemen republik indonesia,alqur'an dan terjemahannya. (1989).
semarang: cv.tuha putra.
ismuha. (1978). Penggantian tempat dalam hukum waris menurut KUHPerdata, hukum adat dan hukum islam. darussalam:
bulan bintang.
kususiana, A. (2021). Keadilan gender dalam kewarisan islam kajian sosiologis historis. jurnal perbandingan hukum.
mansur faqih. (1996). analisis gender dan transformasi sosial.
yogyakarta: pustaka pelajar.
Murtadlo, M. A. (2018). keadilan gender dalam hukum pembagian waris islam islam prespektif the Theory of limit Muhammad Syahrur. jurnal penelitian dan kajian keislaman, 76-89.
nugroho, r. (2008). gender dan strategi pengurus utamanya di indonesia. yogyakarta: pustaka pelajar.
sa'bana. (2001). wanita indonesia dalam keluarga perspektif islam dalam, jurnal ilmu syari'ah keadilan gender dalam syari'at islam. yogyakarta: uin perss.
106
sabiq, s. (1972). fiqih assunnah terjemah. semarang: toha putra.
sufyan, m. s. (2012). fiqih mawaris praktis. bandung: cita pustaka media perintis.
suma, m. a. (2013). keadilan hukum waris islam dalm pendekatan teks dan konteks. jakarta: rajawali pres.
suyuthi, j. a. (t.thn.). al asyhbah wa nadha-ir fi al furu'. surabaya:
maktambah dal ihya al kutub al arabiyah.
syarifuddin, a. (2004). hukum kewarisan islam. jakarta: kencana.
totok. (2005). kamus ushul fiqih. jakarta: dana bakti wakaf.
usman, m. (1996). kaidah-kaidah ushuliyah dan fiqiyyah. jakarta:
Rajawali press.
yusmita, y. (2023). keadilan gender dalam sistem kewarisan bilateral.
Al-khair jurnal:Management, 155.