• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan dan Solusi dari Pemerintah Kota Banda Aceh Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Ruang Kota dan Pasar Tradisional

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Kebijakan dan Solusi dari Pemerintah Kota Banda Aceh Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Ruang Kota dan Pasar Tradisional"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Kebijakan dan Solusi dari Pemerintah Kota Banda Aceh Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima

di Ruang Kota dan Pasar Tradisional

Teuku Ivan1, Zulfikar Taqiuddin2*, Husnus Sawab3, Muhammad Haiqal4

1.2.3.4

Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Indonesia

*Koresponden email: zulfikartaqiuddin@usk.ac.id

Diterima: 16 Mei 2023 Disetujui: 22 Mei 2023

Abstract

The activities of street vendors (PKL), the majority of whom are not registered in the calculation of state income, are one of the main causes of this sector being called the informal sector. This research uses the method of direct observation in the field by reviewing and discussing the data with several theories and referring to the legal basis in force in Aceh and Indonesia. This study aims to discuss the city government's policy towards the existence of street vendors (PKL) and the city government's strategic steps in dealing with the presence of street vendors (PKL) in public spaces in the city of Banda Aceh. From the results of the analysis, it was found that street vendors (PKL) are one of the alternative employment opportunities needed by the general public in line with the presence of modern markets which are part of the modernization phenomenon, the City Government of Banda Aceh by implementing several Qanuns and policies in favor of street vendors (PKL) has taken several strategic steps in managing street vendors (street vendors) as part of the elements of public space. Strategic steps that have been and will be taken by the City Government of Banda Aceh are in the form of Revitalization of Culinary Vendors in the Blang Padang Area, Revitalization of Culinary Vendors dominated by Street Vendors (PKL) in the REX Peunayong Area, Relocation of Street Vendors (PKL) to Almahira New Market in Lamdingin and several other steps that have been taken by the City Government of Banda Aceh.

Keywords : street vendors (PKL), city government, policy, qanun, city planning

Abstrak

Aktifitas para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang mayoritas tidak terdaftar dalam perhitungan income negara, menjadi salah satu penyebab utama sektor ini dikatakan sebagai sektor informal. Penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung di lapangan dengan mengkaji dan membahas data tersebut dengan beberapa teori dan merujuk kepada dasar hukum yang berlaku di Aceh dan Indonesia. Kajian ini bertujuan membahas kebijakan pemerintah kota terhadap keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) dan langkah strategis Pemerintah Kota dalam menangani keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di ruang publik kota Banda Aceh. Pemerintah Kota Banda Aceh menerapkan beberapa Qanun dan kebijakan yang berpihak kepada para Pedagang Kaki Lima (PKL), melakukan beberapa langkah strategis dalam menata para Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai bagian dari unsur ruang publik. Langkah strategis yang telah dan akan ditempuh oleh Pemerintah Kota Banda Aceh berupa program revitalisasi pedagang kuliner di kawasan Blang Padang, revitalisasi pedagang kuliner yang didominasi para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan REX Peunayong, Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) ke Pasar Baru Almahira di Lamdingin dan beberapa langkah lainnya yang telah dilakukan oleh pihak Pemerintah Kota Banda Aceh.

Kata kunci : pedagang kaki lima (PKL), pemerintah kota, kebijakan, qanun, perencanaan kota

1. Pendahuluan

Pertumbuhan dan perkembangan sektor informal di perkotaan selain diakibatkan oleh krisis ekonomi yang berkepanjangan dan berdampak kepada peningkatan angka pengangguran dalam masyarakat perkotaan juga akibat kegagalan pemerintah dalam penyediaan lapangan kerja formal, sehingga kota dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa atau masyarakat Urban.

Kota Banda Aceh yang lebih dikenal sebagai salah satu model kota Madani yang sarat akan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi berbasis kepada masyarakat. Konteks Kota Madani merupakan impian dari masyarakat Aceh agar kelak bisa menyelaraskan dengan semangat Madaniah yang pada selanjutnya diterjemahkan dalam tujuh misi strategis yakni Meningkatkan kualitas pengamalan nilai-nilai agama menuju pelaksanaan Syariat Islam secara benar dan kaffah, Memperkuat penyelenggaraan

(2)

manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab demi terciptanya tata kelola pemerintah yang baik, Memperkuat pertumbuhan ekonomi berbasis kerakyatan, Menumbuhkan masyarakat yang berintelektualitas sehat dan sejahtera, Melanjutkan pembangunan infrastruktur dan prasarana pariwisata yang Islami dan sehat, Meningkatkan peran dan partisipasi perempuan dalam ranah publik dan perlindungan anak serta meningkatkan peran generasi muda sebagai kekuatan pembangunan kota[1].

Kota Banda Aceh yang dikenal sebagai wilayah yang sedang berkembang, baik secara fisik maupun secara ekonomi, Kota Banda Aceh sedang mengalami proses perubahan menuju kota madani dengan beberapa kawasan Ruang Publik sebagai salah satu indikator citra fisiknya. Beberapa Kawasan seperti Kawasan Blang Padang, Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman, Kawasan Pasar Ikan dan Pasar Sayur Peunayong, Kawasan Rekreasi Kuliner REX Peunayong. Perubahan fisik yang terjadi di beberapa Kawasan tersebut tidak bisa terlepas dari proses penataan aktivitas Pedagang Kaki Lima (PKL) yang telah puluhan tahun memberi nafas kehidupan di beberapa Kawasan tersebut. Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut telah memberi kontribusi positif bagi pertumbuhan perekonomian kota Banda Aceh, namun disisi lain juga menghadirkan beberapa permasalahan terhadap citra dan keindahan serta kebersihan Kawasan tersebut. Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di kawasan terebut sudah dilakukan sedikitnya dua kali, yaitu dengan melakukan renovasi terhadap kios-kios Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan tersebut.

Dalam penataan tersebut telah dilakukan perubahan-perubahan terhadap sarana dan prasarana yang berkaitan dengan aktifitas Pedagang Kaki Lima (PKL), seperti kios Pedagang Kaki Lima (PKL), penyediaan air bersih, penyediaan penerangan dan sebagainya. Penyediaan sarana dan prasarana fisik untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) yang telah dilakukan oleh pelaku-pelaku pembangunan merupakan upaya untuk mewujudkan penataan PKL sebagai solusi terhadap permasalahan lingkungan yang mendera Kawasan tersebut selama ini. Terganggunya sendi-sendi kegiatan kota akibat berkembangnya kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tidak tertata, menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan kota Banda Aceh. Adanya Pedagang Kaki Lima (PKL) menempati ruang-ruang publik mengakibatkan juga terjadinya perubahan fungsi dari ruang tersebut. Salah satunya berupa berkurangnya ruang terbuka hijau, pemanfaatan trotoar yang mengganggu sirkulasi pejalan kaki akibat dipakainya trotoar tersebut oleh Pedagang Kaki Lima (PKL), pemanfaatan badan jalan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berdampak kepada munculnya kemacetan lalulintas dan kesemrawutan pola sirkulasi dari pengendara, pemanfaatan kawasan tepi sungai atau ruang di atas saluran drainase oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) sehingga mengakibatkan terganggunya aliran air dan berpotensi banjir jika terjadinya hujan yang menerus dan lebat.

Pedagang Kaki Lima (PKL), kerap dipandang sinis sebagai sumber kemacetan lalu lintas atau merusak keindahan kota. Upaya penataan ruang kota yang dilakukan pemerintah kota Banda Aceh melalui upaya penertiban para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di daerah publik secara liar melalui Tim Satpol PP, yang pada kenyataan sering mengakibatkan terjadinya bentrok fisik antara Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan Tim Satpol PP. Hal ini sering terjadi karena Tim Satpol PP kerap dituding sangat arogan dan kurang berpihak kepada Pedagang Kaki Lima (PKL) dan pelaku sektor informal lainnya.

Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai sektor informal merupakan fenomena umum yang sering muncul di beberapa negara yang sedang berkembang, termasuk di beberapa negara maju. Di Indonesia, data BPS per Februari 2023, menyebutkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,45 persen dan Rata-rata upah buruh sebesar 2,94 juta rupiah per bulan Sebanyak 83,34 juta orang (60,12 persen) bekerja pada kegiatan informal, naik 0,15 persen poin dibanding Februari 2022[2].

Gambar 1. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2023

Sumber: https://www.bps.go.id/website/images/Tenaga-Kerja-Februari-2023-ind.jpg

(3)

2. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pengamatan langsung di lapangan dengan mengkaji dan membahas data tersebut merujuk kepada beberapa teori dan dasar hukum yang berlaku di Aceh dan Indonesia.. Pada tahapan ini penulis mencoba menganalisis kebijakan Pemerintah Aceh berupa beberapa Qanun yang berkaitan dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) dan beberapa dasar hukum yang berlaku di Indonesia. Beberapa pendekatan dan langkah-langkah strategis yang telah dilakukan Pemerintah Kota Banda Aceh dalam menata dan mengatur kembali keberadaan para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang telah bertumbuh kembang di beberapa kawasan Publik dan Pasar Tradisional. Objek yang diteliti merupakan Kawasan Publik yang ditempati para Pedagang Kaki Lima (PKL) seperti Kawasan Pasar Ikan Peunayong, Kawasan Pasar Sayur Peunayong, Kawasan Blang Padang Dan Kawasan REX Peunayong.

3. Hasil dan Pembahasan

Kota Banda Aceh merupakan salah satu kota di Aceh yang juga tidak bisa meniadakan aktifitas Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam pertumbuhan ekonomi kota Banda Aceh. Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) sudah lama berkembang dan sudah menyatu dengan masyarakat kota Banda Aceh sehingga para Perencana kota beserta Pemerintah Kota Banda Aceh dalam merancang Masterplan kota Banda Aceh yang memperhatikan keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai bagian dari kota Banda Aceh.

Gambar 2. Lokasi penelitian

Sumber: Google Image dan Google Earth, 2023

Beberapa Kawasan Pasar Tradisional seperti Pasar Ikan dan Pasar Sayur Peunayong tidak bisa terpisahkan dengan keberadaan para Pedagang Kaki Lima (PKL), begitu halnya dengan Pasar Ulee Kareng, Pasar Lamnyong, Pasar Baru , Pasar Aceh dan Kawasan komersial lainnya tidak bisa menafikan keterlibatan para Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam pertumbuhan ekonomi kota Banda Aceh.

Salah satu problem krusial yang terus menghantui masyarakat perkotaan adalah bagaimana strategi dan upaya dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakatnya. Beberapa Perencana kota di negara maju, seperti di kota Liverpool, Inggris, memiliki ide dan rencana kerja yang kreatif yang disusun untuk menunjang terciptanya peluang dan lapangan kerja bagi warga kota dan menempatkan rencana fisik sebagai sarana untuk menopang sasaran tersebut. Pemerintah Liverpool menciptakan zona bebas aturan pedagang informal seperti Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dapat berdagang dengan bebas di kawasan-kawasan yang telah ditetapkan bagi warga kota Liverpool [3].

Gambar 3. Tampak suasana Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Buah Peunayong Sumber: https://diskopukmdag.bandaacehkota.go.id/

Area Blang Padang Kawasan Peunayong

(4)

Gambar 4. Tampak suasana Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Sayur Peunayong Sumber: Amelia, Dermawan & Fajar Maulana Ikhsan

Selain untuk mendorong partisipasi warga, tujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar (seperti sandang, pangan, dan papan) adalah syarat utama menuju tata ruang kota yang pro-poor. Padahal, konstitusi secara tegas mengamanatkan, “setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”

[4].

Landasan Hukum

Qanun Kota Banda Aceh tentang Pengaturan dan Pembinaan PKL memberikan definisi mengenai PKL yakni “Pedagang kaki lima yang selanjutnya disebut PKL adalah pedagang yang dalam usahanya mempergunakan tempat usaha, sarana atau perlengkapan usaha yang mudah dibongkar pasang/dipindahkan yang menempati tanah yang dikuasai pemerintah kota dan atau pihak lain.” [5].

Kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh dalam menangani keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) tertuang dalam Qanun Kota Banda Aceh yang menjelaskan bahwa :

(1) Pemerintah Kota berwenang untuk mengatur dan menata tempat usaha Pedagang Kaki Lima (PKL) sesuai dengan RT/RW Kota.

(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk penataan pemanfaatan lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) demi terwujudnya ketertiban, kebersihan, dan keindahan Kota [6].

Mengenai penetapan lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam Qanun Kota Banda Aceh juga menyatakan bahwa :

(1) Walikota menetapkan lokasi ruang Kota untuk tempat usaha Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(2) Penetapan lokasi untuk tempat usaha Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagaimana dimaksud dan termaktub pada ayat (1), baik atas tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Kota atau pihak lain

(3) Lokasi tempat usaha Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota [7]. .

Pedagang Kaki Lima (PKL) dan definisinya.

Pedagang adalah individu atau kelompok orang yang melakukan aktifitas perniagaan (perdagangan) sebagai mata pencahariannya sehari-hari [8]. Pedagang Kaki Lima bisa dikatakan sebagai orang atau individu yang berjualan dan berdagang atau orang yang melakukan kegiatan atau usaha kecil yang tidak memiliki ijin dan umumnya menempati area pinggiran jalan (trotoar) untuk menggelar dagangan.

Pemaknaan istilah atau definisi dari Pedagang Kaki Lima (PKL) sudah berkembang di masa pemerintahan Rafles, seorang Gubernur Jendral Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, yaitu berasal dari kata “five feet” yang bisa kita artikan sebagai jalur pejalan kaki yang berada di pinggir jalan dengan dimensi selebar 5 (lima) kaki. Ruang tersebut bisa digunakan untuk kegiatan berjualan bagi pedagang kecil sehingga disebut dengan Pedagang Kaki Lima [9].

Adapun yang menjadi penanda atau ciri-ciri umum dari Pedagang Kaki Lima (PKL) lebih lanjut bisa dijabarkan sebagai berikut [10] :

a. berupa kelompok pedagang yang terkadang bisa berperan sekaligus sebagai penyedia atau produsen bagi usahanya tersebut, yaitu pedagang makanan dan minuman yang memasaknya sendiri

(5)

b. Pedagang Kaki Lima (PKL) secara konotasi atau menurut tautan pikiran yang menimbulkan suatu gambaran bahwa mereka para Pedagang Kaki Lima (PKL) umumnya mereka berjualan atau menjual dagangannya di atas lapak atau area yang bersifat temporer dan bisa berpindah-pindah dengan mudah seperti suatu hamparan tikar di pinggir jalan, di depan toko, maupun dengan menggunakan gerobak dorongan kecil dan kios kecil.

Dari berbagai pengertian yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal) adalah individu atau kelompok usaha yang melakukan kegiatan berdagang yang selama proses menjalankan usaha perdagangannya kecenderungan menggunakan tempat-tempat ataupun fasilitas umum yang banyak dikunjungi masyarakat luas, seperti area pedestrian atau trotoar, kawasan tepi jalan atau pinggiran jalan umum, emperan toko dan kawasan lainnya. Pedagang yang menjalankan kegiatan usahanya dalam jangka tertentu dengan menggunakan sarana atau perlengkapan yang mudah dipindahkan, dibongkar pasang dan mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usaha. Untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan kuliner kecenderungan berperan sekaligus sebagai penyedia atau produsen dari kuliner yang dijualnya tersebut.

Pola penyebaran aktivitas Pedagang Kaki Lima, terbagi menjadi dua kategori, yaitu :1 Pola penyebaran PKL membentuk pola mengelompok (focus aglomeration), umumnya berada pada mulut jalan, disekitar pinggiran pasar umum atau ruang terbuka. Pengelompokkan ini muncul akibat adanya pedagang yang memiliki sifat sama / berkaitan. Pengelompokan pedagang yang sejenis dan saling mempunyai kaitan, akan menguntungkan pedagang. Pola penyebaran yang membentuk pola memanjang (linier aglomeration), pola penyebaran ini umumnya sangat dipengaruhi oleh pola jaringan jalan. Pola penyebaran memanjang ini terjadi di sepanjang/pinggiran jalan utama atau jalan penghubung. Pola ini terjadi berdasarkan pertimbangan kemudahan [11].

Regulasi pasar, hingga kini masih bersandar pada SKB Menteri Perindustrian dan Perdagangan tentang Penataan, Pembinaan Pasar dan Pertokoan. Sementara untuk pasar modern, masih merujuk pada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tentang Tata Cara Izin Usaha Pasar Modern [12] [13].

Kedua peraturan di atas tidak lagi memadai dalam mengakomodasi situasi yang terjadi saat ini, khususnya bagi Pedagang Kaki Lima. Di era otonomi daerah, pemerintah pusat kian sulit mengontrol kebijakan pemerintah daerah menyangkut keberadaan pasar modern. Peluang usaha yang adil bagi seluruh lapis masyarakat harus tercermin di sana. Kita seharusnya bisa mencontoh Singapura, yang mampu menata dengan baik pasar tradisionalnya termasuk PKL bisa hidup berdampingan dengan pasar modern.

Dari hasil pengamatan di lapangan dan beberapa kajian referensi menyebutkan bahwa pihak Pemerintah Kota Banda Aceh telah mengambil beberapa langkah strategis untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima (PKL), di antaranya berupa Langkah atau upaya menertibkan para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menggelar lapak dagangannya di beberapa tempat atau kawasan yang dilarang untuk kegiatan berjualan, seperti di sepanjang Pedestrian/trotoar tempat pejalan kaki, di area tepi atau pinggiran jalan dan juga di depan pertokoan. Langkah tersebut dilakukan dengan pertimbangan atau alasan ketertiban dan keindahan tata letak kota Banda Aceh serta untuk menghindari terjadinya arus kemacetan lalu lintas, karena pinggiran jalan yang sejatinya dipergunakan dan dimanfaatkan oleh warga kota untuk lalu lintas kendaraan telah beralih fungsi dengan dijadikan lapak berjualan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL). Langkah lainnya yang dilakukan Pemerintah Kota Banda Aceh yaitu dengan merelokasi para PKL yang melanggar aturan berjualan ke tempat yang telah ditentukan. Selanjutnya selalu diadakan pengawasan dan pembinaan, agar para PKL tidak melanggar aturan lagi [14].

Upaya Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mendukung Qanun Kota Banda Aceh No. 3 Tahun 2007 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL di Kawasan Wisata Kota Banda Aceh sudah menampakkan hasil yang sangat baik[15]. Khususnya peran Pemerintah Kota Banda Aceh dalam hal menata keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di beberapa ruang Publik Kota Banda Aceh. Revitalisasi Pedagang Kaki Lima (PKL), khususnya Pedagang Kuliner di Blang Padang sudah menunjukkan hasil yang optimal sehingga tidak membuat kawasan Blang Padang terlihat kumuh dan tidak tertata seperti sebelumnya. Adanya dukungan dari pihak sponsor, dalam hal ini PT Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Kodam Iskandar Muda yang memberikan bantuan berupa 11 unit kontainer sehingga diharapkan dapat memajukan usaha para Pedagang Kaki Lima naik kelas menjadi lebih baik yang pada akhirnya bisa menarik minat wisatawan yang berkunjung Banda Aceh khususnya ke Blang Padang [16].

Langkah ini juga dilanjutkan dengan upaya memberikan pengetahuan literasi dan inklusi keuangan bagi para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang sudah menjadi pelaku UMKM sehingga mampu memberikan peningkatan ekonomi mereka selanjutnya. Hasil yang diperoleh bahwa suasana yang tercipta di Kawasan Blang Padang setelah dilakukan Program Revitalisasi Pedagang Kuliner tersebut menjadi lebih baik dengan kualitas lingkungan menjadi lebih bersih dan tertata dengan baik. Para Pedagang Kaki Lima yang

(6)

sebelumnya hanya bermodalkan gerobak dan bangku-bangku untuk bisa menjajakan makanan dan minumannya sekarang sudah memiliki bangunan kios yang dirancang dengan baik dengan diperkuat adanya penataan lanskap yang bagus dan bangku taman yang sekaligus bisa difungsikan sebagai tempat duduk bagi tetamu atau pengunjung sehingga membuat pengunjung lebih nyaman menikmati sajian kuliner di sana.

Gambar 5. Zonasi Area Kuliner PKL di Blang Padang

Sumber: https://www.google.co.id/maps/@5.5500503,95.3128911,525m/data=!3m1!1e3

Gambar 6. Tampak suasana Area Kuliner PKL di Blang Padang

Sumber: https://www.google.co.id/maps/place/Kuliner+Blang+Padang/11April 2022

Upaya Pemerintah Kota Banda Aceh yang selanjutnya adalah Revitalisasi Pedagang Kaki Lima (PKL), khususnya Pedagang Kuliner yang berada di Pusat Kuliner REX Peunayong. Program ini sedang dalam tahap pelaksanaan pembangunan fisik bangunan dan Kawasan REX tersebut yang diharapkan akan selesai secara sempurna di tahun 2023. Selama dalam tahap renovasi fisik para Pedagang Kaki Lima (PKL), khususnya Pedagang Kuliner mengambil area trotoar dan badan jalan di sekitar Kawasan REX Peunayong Banda Aceh.

Gambar 7. Tampak suasana Area pusat jajanan REX di Peunayong sebelum Direvitalisasi Sumber: https://www.kompasiana.com/edirahmani

Zonasi PKL Kuliner

(7)

Gambar 8. Tampak Perspektif Rencana Pusat jajanan REX di Peunayong setelah direvitalisasi Sumber: https://aceh.tribunnews.com/2022

Usaha Pemerintah Kota Banda Aceh menata kembali Kawasan Pasar Ikan menjadi fungsi yang lain adalah dengan merelokasi para pedagang termasuk pedagang kaki lima untuk dipindahkan di Pasar Al Mahirah Lamdingin dan upaya ini sudah berlangsung dari tahun 2021. Hasilnya memang masih terus berproses seiring adanya respon pro dan kontra dari pedagang dan masyarakat Kota Banda Aceh yang biasa berbelanja di Pasar Ikan Peunayong

Gambar 9. Tampak suasana Pedagang Kaki Lima di Pasar Ikan Peunayong sebelum direlokasi Sumber: Ifran Aulia & Maulizar Idris

Gambar 10. Tampak suasana Pasar Al Mahirah Lamdingin Sumber: https://www.kanalaceh.com/2021/05/08

(8)

Gambar 11. Tampak suasana Pedagang yang berada di Pasar Al Mahirah Lamdingin Sumber: https://bandaacehkota.go.id & https://www.ajnn.net/news/

Adalah sangat bijak jika pemerintah tidak hanya cakap dalam menarik setoran retribusi para pedagang kecil yang usahanya masih marginal itu, tapi juga kita menuntut kesigapan pemerintah untuk mau memikirkan kelangsungan hidup para PKL dan pedagang pasar tradisional. Tanpa upaya serius pemerintah melindungi eksistensi PKL dan pasar tradisional, kecil kemungkinan usaha rakyat yang menopang hidup ratusan juta anak bangsa ini bisa bertahan hidup di tengah tata ruang kota yang pro modal dan iklim persaingan usaha yang kian ketat dan tak toleran pada pedagang kecil dan orang miskin.

4. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu alternatif lapangan kerja yang mudah ditembus oleh semua kalangan masyarakat dari tingkat pendidikan manapun. Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) diperlukan oleh masyarakat umum dari berbagai golongan, baik tingkat pendidikan , pendapatan maupun pekerjaan. Pedagang Kaki Lima (PKL) dapat memberikan kenyamanan yang tidak hanya barang yang murah dan berkualitas namun dapat dijadikan sarana berekreasi bagi pengunjung.

Kebijakan atau Qanun Pemerintah Aceh tentang Pedagang Kaki Lima sudah mengakomodir keinginan masyarakat luas agar PKL bisa berkelanjutan berdagang dengan tetap mengikuti aturan atau kebijakan yang berlaku. Beberapa Langkah strategis yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh yang bekerjasama sama dengan berbagai pihak yang berkompeten dalam menangani para Pedagang Kaki Lima sudah berjalan baik.

Program Revitalisasi Pedagang Kaki Lima naik kelas menjadi Pelaku UMKM Kuliner di Blang Padang menghasilkan Langkah yang baik dan meningkatkan kualitas lingkungan Kawasan Blang Padang yang sebelumnya terlihat kumuh dan kotor. Program Relokasi Pedagang dan PKL yang awalnya berada di Pasar Ikan Peunayong sudah berjalan baik walau hasilnya masih dalam tahapan evaluasi tingkat keberhasilannya. Karena masih adanya pro dan kontra mengenai kebijakan yang diambil Pemerintah Kota Banda Aceh ini terhadap beberapa pedagang, berkaitan masalah ketersediaan transportasi, biaya sewa tempat dan lain sebagainya

Sedangkan program Revitalisasi Pedagang Kuliner termasuk PKL di Pasar Kuliner REX masih dalam tahap penyelesaian fisik dan finishing. Kebijakan dari pemerintah Kota Banda Aceh mengenai penataan Para Pedagang Kaki Lima sesuai dengan semangat Kota Madaniah yang mengutamakan perekonomian berbasis kemasyarakatan dalam menyelesaikan permasalahannya di lapangan

5. Daftar Pustaka

[1] Banda Aceh : Satu Titik Menuju Model Kota Madani

https://syariatislam.bandaacehkota.go.id/2016/04/23/811-banda-aceh-satu-titik-menuju-model- kota-madani/diakses tanggal 18 April 2023

[2] Badan Pusat Statistik (n,d) PS per Februari 2023 diakses tanggal 18 April 2023 https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/05/05/2001/februari-2023--tingkat-pengangguran-terbuka [3] D McNeill (1983) The Changing Practice of Urban Planning.

[4] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pasal 27 ayat 2

[5] Qanun Kota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pengaturan dan Pembinaan PKL. Pasal 1 ayat 6.

[6] Qanun Kota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Menangani Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) . Pasal 2 ayat 1, ayat 2.

(9)

[7] Qanun Kota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Penetapan Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL). Pasal 3 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3.

[8] Purwosutjipto (1988) Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Jakarta: Djambatan.

[9] Widjayanti, Retno (2000), Penataan Fisik Kegiatan PKL Pada Kawasan Komersial di Pusat Kota, ITB: Program Pasca Sarjana.

[10] Kartono, (1980). Pedagang Kaki Lima. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.

[11] McGee, T.G dan Y.M Yeung. (1997). Hawkerys in southeast Asian Cities : Planning for the Bazaar Economy. Canada : IDRC Publishers

[12] SKB Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan Menteri Dalam Negeri No. 45/MPP/Kep./

5/1997 tentang Penataan, Pembinaan Pasar dan Pertokoan.

[13] Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 107/MPP/Kep/2/2998 tentang Tata Cara Izin Usaha Pasar Modern.

[14] Akmal, Ikhlasul (2022), Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL) (Analisis Implementasi Qanun Kota Banda Aceh No.3 Tahun 2007 Tentang Peraturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima), Skripsi UIN Ar Raniry Banda Aceh.

[15] Anindita, Maura (2021), Pelaksanaan Qanun Kota Banda Aceh No. 3 Tahun 2007 Tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Di Kawasan Wisata Kota Banda Aceh) Skripsi UIN Ar Raniry Banda Aceh.

[16] Revitalisasi Area Kuliner Blang Padang https://infoaceh.net/ekonomi/revitalisasi-area-kuliner- blang-padang-bsi-berikan-11-kios-kontainer-untuk-pedagang/.diakses tanggal 10 Maret 2023

Referensi

Dokumen terkait

Sampel yang digunakan adalah 16 sampel mie bakso dan pentol bakso dari pedagang kaki lima yang dijual di beberapa pasar di Kota Malang.. Bakteri yang diuji adalah

Mengetahui apa saja yang menjadi kendala dan solusi dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2012 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di