• Tidak ada hasil yang ditemukan

kehidupan suku anak dalam pasca menetap di nagari

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "kehidupan suku anak dalam pasca menetap di nagari"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEHIDUPAN SUKU ANAK DALAM PASCA MENETAP DI NAGARI SUNGAI KUNYIT KECAMATAN SANGIR BALAI JANGGO KABUPATEN

SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT

Siti Soleha, Nilda Elfemi, Sri Rahmadani

Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat chubbysoleha@gmail.com

ABSTRACT

The background of this research is there are manya anak dalam tribe who want to lived with their norms of tradition at Nagari Sungai Kunyit, Kecamatan Sangir Balai Janggo. When they are arrived, it is about at 2000 year, they still have nomad life and built a small cottages near from the river, go and back after three to four months again in a year, then they lived at Nagari Sungai Kunyit at 2015 year after bought the residential land. The purpose of this research as follow: 1) to describe about factors of causes of anak dalam tribe lived at Nagari Sungai Kunyit, Kecamatan Sangir Balai Janggo, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat, 2) to describe about the life of Anak Dalam tribe pasca lived at Nagari Sungai Kunyit, Kecamatan Sangir Balai Janggo, Provinsi Sumatera Barat. The researcher uses Social Change theory by Arnold Toynbee, it is about challenge and response theory. The research design is descriptive qualitative. The researcher uses purposive sampling which the samples are 10 people. In this research, the researcher used observation, interview, and document study. The result of this researh is proved by history of the existence of Anak Dalam tribe at Nagari Sungai Kunyit, it is caused by their choice to live there and invitation of one of societies of Nagari Sungai Kunyit. Then, there are factors of anak dalam tribe lived at Nagari Sungai Kunyit, i.e.: 1) the damaged forest, 2) the good acceptance of society of Nagari Sungai Kunyit toward anak dalam tribe.

The life of anak dalam tribe pasca lived at Nagari Sungai Kunyit, i.e.: 1) change of livelihood, 2) change of social condition, 3)change of religion.

Keywords: The Life, Anak Dalam Tribe PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh beragam suku yang tersebar di berbagai provinsi. Dari keberagaman tersebut

terdapat pola kehidupan yang berbeda dari segi kepercayaan, budaya, daerah, keadaan hingga kehidupan sehari- harinya.

(2)

2 Konsep yang mencakup dalam istilah suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. Jadi, kesatuan kebudayaan bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, melainkan oleh warga kebudayaan bersangkutan itu sendiri (Koentjaraningrat, 2009:215).

Suku anak dalam adalah salah satu suku tertua yang ada di Provinsi Jambi. Beberapa keterangan dari buku sejarah menyebutkan bahwa suku anak dalam merupakan hasil pencampuran antara suku weda dengan suku negrito yang dalam perjalanan sejarah kemudian disebut suku weddoid.

Secara umum, suku anak dalam hidup dengan budaya berburu dan meramu, mereka sangat terampil berburu dengan menggunakan alat tradisional seperti tombak, kujur, dan anak panah.

Sejak ratusan tahun suku primitif ini disebut suku kubu, yang belakangan lebih dikenal dengan suku anak dalam (Wibisono, 2014:2)

Berbicara suku, tidak terlepas dari gambaran tempat tinggal masyarakat yang berada di hutan terpencil, mata pencaharian nya sebagai petani ladang berpindah (nomaden), berburu dan meramu, serta adanya perasaan asing terhadap ilmu dan teknologi yang sudah berkembang di sekitar mereka. Keadaan tersebut dikarenakan mereka belum banyak tersentuh atau berinteraksi dengan masyarakat di luar kelompoknya.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, suku anak dalam biasanya melakukan kegiatan berburu atau meramu, menangkap ikan, dan memanfaatkan buah-buahan yang ada di dalam hutan namun dengan perkembangan zaman dan adanya akulturasi budaya dari masyarakat luar, kini beberapa suku anak dalam telah mulai mengenal pengetahuan tentang pertanian dan perkebunan (Israhmat, 2016:2).

Menteri Sosial (dalam Tribun Jambi:2017) mengaku, tidak mudah mengajak warga Suku Anak Dalam (SAD) untuk tinggal menetap.

Mengingat selama ini mereka memiliki

(3)

3 tradisi melangun atau meninggalkan tempat tinggal tatkala sanak saudara meninggal, mereka selalu hidup berpindah-pindah dan mengandalkan alam untuk menunjang hidup dan kebutuhan sehari-hari. Butuh ketelatenan dan kesabaran saat melakukan pendekatan guna mengajak mereka tidak hidup nomaden.

Dilihat dari ciri khas suku anak dalam (kubu) yang kental akan nilai dan budaya yang diyakininya serta hidup berpindah-pindah (nomaden), lebih suka menjauh dari keramaian dan sulit menerima perubahan dan bersifat tertutup. Akan tetapi, di Nagari Sungai Kunyit Kecamatan Sangir Balai Janggo ini dari tahun 2015 suku anak dalam ini pindah dan tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit ini layaknya masyarakat lainnya.

Mereka sudah memiliki lahan sendiri untuk berkebun, bahkan mereka juga sudah memiliki tempat tinggal dan kendaraan. Mereka sudah bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat lainnya, suku anak dalam yang tinggal menetap di Nagari Sungai

Kunyit ini pun sudah diikutsertakan oleh masyarakat dalam kegiatan- kegiatan sosial, seperti: gotong royong, dan mereka juga kerap dibawa untuk bekerja di kebun milik masyarakat.

Suku anak dalam yang tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit ini berasal dari Bangko Provinsi Jambi.

Pada tahun 2015 suku anak dalam pun sudah mulai tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit.

Periode mereka mulai masuk di Nagari Sungai Kunyit ini yaitu dari tahun 2000 tetapi belum menetap masih berpindah-pindah dan tinggal sementara di hutan dan tepi-tepi sungai di pinggir Nagari. Jumlah suku anak dalam di Nagari Sungai Kunyit sebanyak lima kepala keluarga. Sesuai dengan observasi awal yang dilakukan pada bulan Mei 2017, berikut kepala keluarga yang tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit, dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:

(4)

4 Tabel.1

Suku Anak Dalam yang Menetap di Nagari Sungai Kunyit

No

Nama kepala keluarga

J K

Mulai menetap

(tahun)

Jumlah anak 1. Hor L 2015 3 orang 2. Beta P 2015 1 orang 3. Syara’i L 2015 1 orang 4. Suli L 2015 3 orang 5. Udin L 2015 4 orang Sumber: Data primer, Mei 2017

Berdasarkan tabel di atas jelas keseluruhan jumlah suku anak dalam yang tinggal menetap di Sungai Kunyit ini yaitu sebanyak 21 orang. Terdiri dari lima kepala keluarga, empat diantaranya laki-laki dan satu orang janda, empat orang istri dan 12 0rang anak. Akan tetapi, belum ada anak dari masyarakat suku anak dalam yang bersekolah. Mereka masih tidak mau diajak sekolah oleh masyarakat maupun perangkat nagari sekalipun.

Suku anak dalam sangat menggantungkan hidupnya pada hutan.

Oleh karena itu, mereka sangat menjaga kelestarian hutan. Mereka mempunyai persepsi bahwa hutan adalah milik bersama, sehingga siapapun boleh memanfaatkannya.

Suku anak dalam tidak ingin hutan

musnah karena hutan itu sendiri adalah rumah mereka. Sementara itu, karena faktor maraknya terjadi lebakaran dan juga lahan atau hutan sudah dibuka untuk lahan baru menanam sawit dan karet oleh masyarakat sekitar dan desakan kebutuhan akan ladang dan kayu, tidak sedikit orang-orang yang terus menerus merusak hutan dengan cara menebang pohon untuk membuka ladang. Kegiatan seperti itu, tentu sangat mengancam kehidupan suku anak dalam.

Suku anak dalam di Nagari Sungai kunyit telah bergabung dan berbaur dengan masyarakat setempat.

Aktifitas mereka sehari-sehari sebagian sudah ada yang membuka lahan untuk menanam Jenang, mencari rotan, manau dan juga berburu babi yang merupakan ciri khas mereka.

Lahan yang mereka olah di Sungai Kunyit merupakan lahan milik mereka sendiri yang telah mereka beli dari masyarakat sekitar dengan uang bahkan emas. Kemudian dari segi makanan suku anak dalam yang tinggal menetap sudah seperti makanan masyarakat pada umumnya.

(5)

5 Berdasarkan kondisi tersebut maka peneliti melakukan penelitian lebih dalam tentang suku anak dalam tentang “Kehidupan Suku Anak Dalam Pasca Menetap di Nagari Sungai Kunyit Kecamatan Sangir Balai Janggo Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat”

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif. Pada penelitian ini peneliti mendeskripsikan kehidupan suku anak dalam pasca menetap di Nagari Sungai Kunyit Kecamatan Sangir Balai Janggo, Provinsi Sumatera Barat.

Informan dalam penelitian ditetapkan secara proposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014:54).

Adapun kriteria informan dalam penelitian ini adalah: 1) masyarakat suku anak dalam yang menetap di Nagari Sungai Kunyit Kecamatan Balai Janggo (Kepala keluarga), 2) masyarakat yang tinggal

dekat dengan suku anak dalam di Nagari Sungai Kunyit Kecamatan Balai Janggo (tetangga), dan 3) Wali Nagari Sungai Kunyit Kecamatan Sangir Balai Janggo.

Jenis data dalam penelitian ini dikelompokkan dalam dua jenis yaitu:

data primer dan data sekunder..

Pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumen. Unit analisis dalam penelitian ini adalah kelompok yaitu:

suku anak dalam yang tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit Kecamatan Sangir Balai Janggo, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat.

Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis Milles dan Huberman. Pengumpulan data, dalam hal ini peneliti turun kelapangan untuk memperoleh data terkait dengan penelitian, metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan studi dokumen yang dipaparkan dalam bentuk narasi.

Reduksi data, pada tahap ini, catatan lapangan telah penuh dengan tanda-tanda dan dengan tanda tersebut

(6)

6 peneliti telah dapat mengidentifikasi mana data yang penting dan mana data yang tidak penting yang ada dalam catatan lapangan. Penyajian data, dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk narasi.

Tahap penarikan kesimpulan, dalam penarikan kesimpulan peneliti bisa saja ulang kembali ke lapangan apabila data yang telah di dapatkan belum menjawab dan sesuai dengan tujuan penelitian, demikian juga dalam penarikan kesimpulan peneliti juga bisa kembali ke tahap penyajian data maupun reduksi data sampai data yang didapatkan sesuai dengan tujuan penelitian dan terjawab, baru akhirnya bisa di tarik kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Kedatangan Suku Anak Dalam di Nagari Sungai Kunyit

Suku anak dalam adalah salah satu suku di Indonesia yang sampai saat ini masih hidup secara tradisional di kawasan hutan. Suku anak dalam merupakan salah satu kelompok yang bertekad untuk mengikuti gaya kehidupan yang diturunkan oleh nenek moyang mereka sebaik mungkin. Suku

anak dalam merupakan masyarakat yang awal mulanya hidup dan tinggal di hutan yang berada di Kabupaten Bangko, tanpa ada berbaur dengan masyarakat selain dari kelompok mereka sendiri dan mereka tidak mengenal budaya lain selain budaya mereka sendiri, mereka masih mempercayai dinamisme dan animisme dan hidup berpindah-pindah sesuai dengan kebutuhan mereka.

Sebenarnya suku anak dalam mulai masuk ke daerah Solok Selatan sejak tahun 2000, namun mereka masih melangun, mereka di suatu tempat berdasarkan kebutuhan mereka saja, kemudian pergi dan datang lagi begitu seterusnya, sampai benar-benar mulai menetap di daerah Solok Selatan ini tepatnya di Nagari Sungai Kunyit, Kecamatan Sangir Balai Janggo.

Walaupun sebelumnya mereka sudah tinggal juga di daerah Sungai Kunyit namun belum tinggal menetap mereka pergi dalam jangka waktu yang lama dan kemudian kembali sampai akhirnya benar-benar menetap pada tahun 2015.

(7)

7 sejarah kedatangan suku anak dalam ke Nagari sungai kunyit yaitu sejak tahun 2000, kemudian mulai menetap dan berbaur dengan masyarakat pada tahun 2015, suku anak dalam tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit karena pilihan mereka sendiri dan diajak oleh salah satu warga Nagari Sungai Kunyit yang sama-sama mencari durian di hutan bersama salah satu kepala keluarga suku anak dalam yang tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit. Kemudian pak Udin mengajak satu keluarga nya yang sekarang mereka sudah menjadi lima kepala keluarga karena anak-anak nya sudah menikah, untuk mulai menetap di Nagari Sungai Kunyit.

Faktor Penyebab Suku Anak Dalam Tinggal Menetap di Nagari Sungai Kunyit Kecamatan Sangir Balai Janggo

Kehidupan suku anak dalam sangat tergantung terhadap keutuhan hutan. Pola hidup mereka adalah menjaga keutuhan hutan yang merupakan sumber makanan.

Perkembangan teknologi dan kebutuhan manusia di luar hutan

sekarang telah mempengaruhi siklus kehidupan suku anak dalam.

Penebangan hutan, illegal logging, perburuan hewan, pemukiman penduduk, pembuatan kebun sawit dan karet telah menggeser hutan mereka.

Aktivitas ini telah merusak rumah atau tempat tinggal suku anak dalam dan mengharuskan mereka untuk berpindah tempat dalam waktu yang singkat (Sidik, 2016:124).

Berdasarkan temuan di lapangan, ada beberapa faktor yang menyebabkan suku anak dalam tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit, yaitu sebagai berikut:

Rusaknya Hutan

Seperti yang diketahui pada tahun 2015 Indonesia diselimuti kabut asap yang cukup lama yang disebabkan oleh kebakaran hutan yang terbilang besar dan kabut asap yang cukup lama pada periode tahun 2015 yang terjadi di pulau Kalimantan dan Sumatera, dimana di Pulau Sumatera yaitu di Jambi dan Riau. Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di Provinsi Jambi tahun 2015 menjadi momok yang meresahkan bagi warga,

(8)

8 bagaimana tidak, lebih dua bulan Provinsi Jambi di selimuti kabut asap.

Berbagai dampak mengerikan pun di rasakan oleh warga Jambi termasuk suku anak dalam yang hidup nya bergantung pada hutan. .

Seperti diketahui, pada periode tersebut terjadi kebakaran hutan dan lahan kompak di Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Penyebabnya yakni kesengajaan membakar, pembukaan lahan baru oleh sebagian masyarakat, buruknya pengelolaan ekosistem rawa gambut, musim kemarau panjang akibat El Nino serta lemahnya pengawasan.

Kehilangan hutan dan kekayaan alam membuat kehidupan suku anak dalam terjepit. Menipisnya hutan akibat maraknya kebakaran hutan di tempat asal mereka terdahulu yaitu Bangko Provinsi Jambi, pembukaan lahan baru membuat suku anak dalam kehilangan sumber hidup.

Mereka kesulitan karena kehilangan hutan. Berburu dan meramu merupakan pekerjaan mereka sehari-

hari. Tetapi sekarang hutan semakin lama semakin menipis sudah sulit untuk berburu binatang liar dan begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan maupun buah-buahan.

Suku anak dalam yang hidupnya telah terbiasa bergantung dengan hutan, namun kini hutan di sekitar mereka telah habis lantaran maraknya kebakaran dan adanya penghalihan fungsi menjadi perkebunan karet, sawit, serta pemukiman warga. Karena hal tersebutlah suku anak dalam saat ini kesulitan untuk mencari makan dan bertahan hidup di hutan. Oleh sebab itu, karena faktor keadaan alam tempat mereka menggantungkan hidupnya sudah tidak memungkinkan untuk mereka tetap bertahan di hutan dengan kondisi begitulah yang membuat suku anak dalam tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit.

Penerimaan Masyarakat Nagari Sungai Kunyit Cukup Baik

Sungai Kunyit bukan tempat pertama kali bagi suku anak dalam untuk mencoba menetap, namun ada saja penerimaan yang tidak begitu baik

(9)

9 di terima oleh mereka, seperti:

penduduk setempat membakar pondok-pondok mereka, mereka diusir, dan lain-lain. Namun di Nagari Sungai Kunyit ternyata tidak demikian mereka bisa diterima dengan cukup baik, terbukti bahwa adanya ketersediaan masyarakat untuk menjual tanah nya kepada suku anak dalam, selain itu juga suku anak dalam diikutsertakan oleh masyarakat Nagari Sungai Kunyit dalam kegiatan sosial yang dilakukan di nagari tersebut, misalnya; gotong royong dan mempekerjakan suku anak dalam sebagai buruh di ladang mereka (masyarakat).Hal tersebut menandakan bahwa adanya penerimaan masyarakat yang cukup baik terhadap suku anak dalam.

Permasalahan penelitian jika dikaitkan dengan teori perubahan sosial oleh Arnold Toynbee yaitu challenge and response (tantangan dan tanggapan) yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang terjadi. Toynbee menyatakan perubahan muncul berdasarkan perjuangan mati-matian, perubahan hanya tercipta karena mengatasi

tantangan dan rintangan, bukan karena menempuh jalan lebar dan mulus. Hal itu terbukti bahwa suku anak dalam berjuang mati-matian untuk merubah cara hidupnya denga mencoba tinggal menetap di berbagai tempat sebelumnya, namun mereka selalu mendapat rintangan, seperti pondok mereka di bakar, di anggap pembawa sial dan mereka di usir dari tepi sungai dekat pemukiman warga, namun mereka mencoba dan terus mencoba untuk bisa diterima di suatu wilayah, barulah akhirnya mereka bisa diterima di Nagari Sungai Kunyit.

Kehidupan Suku Anak Dalam Pasca Menetap di Nagari Sungai Kunyit PerubahanMata Pencaharian

Sebelum suku anak dalam tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit mata pencaharian mereka yaitu: ladang berpindah-pindah, meramu dan berburu di hutan. Akan tetapi setelah mereka menetap mata pencaharian suku anak dalam yang menetap mulai berubah. dapat dilihat pada tabel 1.2 dibawah ini:

(10)

10 Tabel 1.2

Mata Pencaharian Suku Anak Dalam Sebelum Pasca

Menetap Nama

KK suku anak dalam

Mata Pecaharian

sebelum menetap

Mata pencahri

an seseudah

menetap Udin Berburu,

meramu, mencari jernang,

mencari manau dan rotan

Berkebu n karet

Hor Berburu, meramu, mencari jernang,

mencari manau dan rotan

Berkebu n karet

Syara’i Berburu, meramu, mencari jernang,

mencari manau dan rotan

Berkebu n jernang

Beta Berburu, meramu, mencari jernang,

mencari manau dan rotan

Buruh tani

Suli Berburu, meramu, mencari jernang,

mencari manau dan rotan

Berkebu n jernang

Dari tabel diatas dapat kita pahami bahwasanya adanya perubahan

mata pencaharian suku anak dalam sebelum dan sesudah menetap, walaupun belum seutuhnya dan mereka belum meninggalkan kebiasaan lama mereka yaitu berburu dan meramu. Akan tetapi pada saat ini mereka sudah memiliki lahan tetap dan pekerjaan dalam kehidupan sehari- harinya, diantaranya yaitu: 1) berkebun karet, 2) menanam rotan jernang, dan 3) buruh tani.

Perubahan mata pencaharian suku anak dalam yang tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit yang semulanya kelima kepala keluarga suku anak dalam yang tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit hanya berburu, meramu, mencari jernang, manau dan rotan sekarang mereka sudah memiliki lahan pertanian milik mereka sendiri, namun mereka belum seutuhnya berubah mereka masih sering berburu dan meramu serta mencari jernang, rotan dan manau di hutan ketika waktu senggang mereka, karena bagi mereka walaupun kegiatan itu bukan lagi satu-satunya cara mereka untuk bisa bertahan hidup tetapi, meramu, berburu itu sudah

(11)

11 menjadi kebiasaan yang mereka senangi.

Kondisi Sosial

Suku anak dalam mempunyai kehidupan sosial dan budaya tersendiri yang berbeda dengan kehidupan masyarakat lainnya. Ditengah kehidupan modern yang mengandalkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, suku anak dalam masih mempertahankan kebiasaan nenek moyangnya.

Mereka hidup jauh dari komunitas masyarakat umum, mereka berinteraksi sesama kelompoknya (suku anak dalam) saja, hidup jauh keramaian dan cenderung acuh terhadap perubahan, serta hidup berpindah-pindah (nomaden). Suku anak dalam memiliki ciri khas dalam kehidupannya yaitu melangun, mereka akan meninggalkan tempat yang mereka diami saat ini apabila salah satu dari anggota/ kerabat mereka meninggal, karena mereka meyakini tempat tersebut sial, kemudian juga mereka akan meninggalkan tempat yang mereka diami saat ini apabila bagi mereka tempat tersebut sudah

tidak tersedia lagi makanan. Akan tetapi, lainnya hal nya dengan kehidupan suku anak dalam yang tinggal di Nagari Sungai Kunyit mereka sudah tinggal menetap dan mereka sudah mau berbaur dengan masyarakat layaknya masyarakat lainnya

Suku anak dalam yang tinggal di Nagari Sungai kunyit sudah berbaur dengan masyarakat dengan ikut aktifitas sosial masyarakat dan bekerja di ladang masyarakat. Masyarakat disana tidak keberatan dengan kedatangan suku anak dalam di nagari mereka.

Kepercayaan (agama)

Suku anak dalam yang sudah tinggal menetap di Nagari Sungai Kunyit walaupun kehidupan mereka sudah mengalami perubahan. Tapi, mereka belum mau untuk menganut suatu kepercayaan/keyakinan (agama).

Karena mereka yakin bahwa untuk memulai atau masuk ke suatu keyakinan itu mudah tapi menjalani dan mempertahankan susah. Karena menurut mereka suatu kepercayaan merupakan hal yang paling dasar dari

(12)

12 hidup kita. Jadi sejauh ini suku anak dalam masih menganut atau mempercayai animisme (roh-roh, dewa-dewa) dan dinamisme (benda- benda keramat).

Toynbee menyatakan apabila tantangan terlalu keras perubahan tidak mungkin terjadi (hancur) atau terhambat perkembangannya. Karena itu, kriteria pertama untuk terciptanya tanggapan yang memadai adalah keras-lunaknya tantangan. Kedua, kehadiran elite yang akan memimpin dan memberikan tanggapan atas tantangan itu. Dengan pimpinan elite, perubahan akan tumbuh melalui serentetan tanggapan yang berhasil menghadapi tantangan yang berlebihan.

Pimpinan elite adalah sekelompok manusia atau individu yang memiliki kekuatan atau “self- determining” (kemampuan untuk menentukan apa yang hendak dilakukan secara tepat dan semangat yang kuat). Dengan adanya ini mereka bisa keluar dari masyarakat primitif dan mengalami perubahan. Toynbee

mengatakan tidak semuanya bisa melawan rintangan dan berhasil dengan sebuah perubahan, sama halnya dengan suku anak dalam dari sekian banyak jumlah suku anak dalam yang sampai saat ini masih hidup nomaden di hutan, dengan keadaan hutan yang sudah tidak seperti dulu lagi, maka lima kepala keluarga yang di sini disebut dengan pimpinan elite yaitu pak Udin yang memilki kekuatan untuk melawan rintangan yang dihadapinya, dengan cara membawa dan mengajak keluarganya mencoba tinggal menetap, membeli lahan masyarakat, merubah aktifitas sehari- harinya dari berladang berpindah- pindah menjadi berladang menetap, berbaur dengan masyarakat sebagai bentuk dari tanggapan dari rintangan yang mereka lalui hingga menciptakan perubahan dari diri mereka seperti, perubahan mata pencaharian dan kondisi sosial.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kehidupan suku anak dalam pasca menetap di Nagari Sungai Kunyit Kecamatan Sangir Balai

(13)

13 Janggo Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab suku anak dalam tinggal menetap di Nagari Sungai kunyit yaitu: 1) rusaknya hutan, 2) penerimaan masyarakat yang cukup baik, dan kehidupan suku anak dalam pasca menetap di Nagari Sungai Kunyit yaitu: 1) perubahan mata pencaharian, 2) kondisi sosial, 3)kepercayaan (agama).

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 2009. Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: alfabeta.

Israhmat Fian, 2016. Sistem kepercayaan Suku Anak

dalam (studi kasus SAD Air hitam, kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi).State Islamic Sunan kalijaga Yogyakarta.

Wibisono. 2014. Resolusi Konflik sangketa tanah adat oleh pemerintah kabupaten Batang Hari (studi kasus:

sangketa lahan antara suku anak dalam dan PT. Asiatic persada Di kabupaten Batang Hari, Jambi).

Universitas Muhammadiyah Malang

Sidik, Hadaci 2016. Impresi orang Rimba; “melangun” sebuah komposisi music dalam interpretasi perjalanan Orang Rimba. Jurnal Puitika Institut Seni Indonesia Padang Panjang. Volume 12 Nomor 2 Tahun 2016.

Herupitra. 2017. “Khafifah: kesabaran mengajak SAD tinggal menetap”. TribunJambi, 19 februari 2017.

Referensi

Dokumen terkait

Kết luận Nghiên cứu đánh giá đóng góp của TFP vào tăng trưởng ngành nông nghiệp tỉnh An Giang bằng phương pháp hồi quy tăng trưởng, xác định hệ số đóng góp vốn đầu tư bằng 1,939, lao