• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelompok 3 Pengawetan dan Pengemasan B Dasar-Dasar Pengawetan

N/A
N/A
Ragil Yosanda

Academic year: 2024

Membagikan "Kelompok 3 Pengawetan dan Pengemasan B Dasar-Dasar Pengawetan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DASAR DASAR PENGAWETAN PANGAN PENGAWETAN DENGAN PENGEMASAN

“REVIEW JURNAL”

Oleh :

Kelompok 3 | Kelas B

Rikha Oktaviani 2010511051

Tanmeylika Sandhi 2010511053 Ragil Yosanda 2010511054 Andrea Ayusari 2010511057 Ni Komang Sri Purnama Liada Putri 2010511058

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG

2021

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengemasan adalah kegiatan pengamanan untuk pangan, baik yang sudah melewati proses pengolahan maupun yang belum mengalami proses pengolahan agar dapat siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual dan dipakai. Pengemasan sendiri memegang peranan penting dalam pengawetan dan mempertahankan mutu produk. Adanya wadah atau pembungkus ini dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan dari luar seperti cahaya, oksigen, kelembaban, mikroba atau serangga dan juga untuk mempertahankan umur simpan produk.

Pengemasan juga harus harus mampu menarik minat pembeli baik dari segi bentuk, warna, ukuran, kekuatan dan dekorasinya. Disisi lain, perkembangan teknologi pengemasan sangatlah pesat. Kemasan tidak hanya dituntut untuk memenuhi fungsi-fungsi dasar sebagai wadah, perlindungan dan pengawetan, media komunikasi, serta kemudahan dalam penggunaannya, tetapi saat ini suatu kemasan juga dituntut untuk ramah lingkungan dan turut aktif dalam memberikan perlindungan produk (active packaging) serta cerdas dalam memberikan informasi kondisi produk yang dikemasnya (intelligent packaging).

Teknologi pengemasan pun terus berkembang dari waktu ke waktu dari mulai proses pengemasan yang sederhana atau tradisional hingga pengemasan yang sifatnya modern seperti sekarang ini. Adapun contoh teknologi pengemasan modern yang kerap dipergunakan dalam pengemasan produk adalah pengemasan vakum. Pengemasan vakum adalah pengemasan dengan pengeluaran gas dan uap air dari produk yang dikemas. Pengemasan vakum biasanya dikombinasikan dengan jenis kemasan plastik karena sifatnya yang kuat, fleksibel, mudah dibentuk, serta sukar tembus air dan udara. Berikut merupakan review atau pembahasan jenis pengemasan pada setiap jurnal.

(3)

BAB II

HASIL PEMBAHASAN

1. Pengaruh Pengemasan Vakum Terhadap Perubahan Mikrobiologi, Aktifitas Air Dan pH Pada Ikan Pari Asap

Pengemasan vakum adalah pengemasan dengan tekanan udara hampa. Pengemasan vakum diperlukan untuk mengeluarkan oksigen. Plastik yang digunakan dalam pengemasan vakum adalah yang mempunyai permiabilitas uap air dan oksigen yang rendah dan tahan terhadap produk pangan yang dikemas. Penggunaan gas sebagai bahan perintang pada pengemasan vakum adalah cara untuk melindungi produk pangan dari kerusakan yang diakibatkan oleh kapang yang masih dapat tumbuh dalam kondisi vakum. Dengan ketiadaan udara dalam proses penyimpanan, maka kerusakan akibat oksidasi dapat dihilangkan sehingga kesegaran produk akan lebih bertahan 3 -5 kali lebih lama daripada produk yang yang disimpan dengan non vakum. Penggunaan plastik vakum dapat memperpanjang waktu tampilan produk dengan bentuk yang fleksibel, mengurangi ukuran kemasan suatu produk yang awet lebih lama, serta dapat menekan kerugian akibat produk yang tidak laku terjual. Proses pengemasan vakum ini dilakukan dengan cara memasukkan produk ke dalam kemasan plastik yang diikuti dengan pengontrolan udara menggunakan mesin pengemas vakum (Vacuum Packager), kemudian ditutup dan disealer. Pengemasan dengan menggunakan vakum dapat menghambat pertumbuhan bakteri aerob. Salah satu pemanfaatan pengemasan vakum pada produk pangan yakni pada pengemasan ikan pari asap.

Ikan pari asap yang telah mengalami proses pengolahan (pemanasan) tetap dapat mengalami proses kemunduran mutu. Proses kemunduran mutu ikan pari asap dapat disebabkan oleh berbagai reaksi mikrobiologis, kimiawi maupun fisik. Secara detail perubahan mikrobiologi berdasarkan uji Angka Lempeng Total (ALT) atau total bakteri pada penyimpanan ikan pari asap sebagai berikut.

Perubahan total bakteri (Angka Lempeng Total/ALT) pada ikan pari asap dengan kemasan vakum menunjukkan jumlah bakteri ikan pari asap mengalami peningkatan pada kedua perlakuan

(4)

(baik yang disimpan pada suhu ruang (± 30oC) maupun pada suhu kulkas (±5oC)) seiring dengan bertambahnya waktu. Kemasan vakum yang disimpan pada suhu ruang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu kulkas. Namun berdasarkan analisa statistik tidak berbeda nyata pada kedua perlakuan, baik hari ke-0,2,4,6, maupun 8.

Pertumbuhan bakteri pada ikan pari asap, salah satunya dipengaruhi oleh aktivitas air (aW), karena bakteri menggunakan air bebas (aW) untuk pertumbuhannya. Perubahan aW pada ikan pari asap yang disimpan dalam kemasan vakum baik pada suhu suhu kamar (± 30 oC) maupun suhu kulkas (± 5 oC) sebagai berikut.

Perubahan aktifitas air bebas pada ikan pari asap dengan kemasan vakum menujukkan ikan pari asap kemasan vakum di suhu kamar (± 30 oC) pada hari pertama (ke-0) memiliki aW lebih rendah dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu kulkas (± 5 oC), demikian pula pada hari ke- 4, 6 dan 8. Hal ini disebabkan karena plastik bersifat kedap udara, sehingga dapat mempertahankan kandungan air. Selain hal tersebut, kecepatan penguapan air pada pengasapan tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap, juga kecepatan pengaliran asap. Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan dalam daging ikan, bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam, sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.

Sehingga kandungan aW nya masih tinggi, hal ini memungkinkan untuk pertumbuhan mikroorganisme baik bakteri maupun jamur

Perubahan derajat keasaman ikan pari asap yang disimpan dalam kemasan vakum baik pada suhu kamar (± 30 oC) maupun suhu kulkas (± 5 oC) sebagai berikut

(5)

Perubahan derajat keasaman (pH) pada ikan pari asap dengan kemasan vakum menunjukkan derajat keasaman (pH) pada kemasan vakum suhu kulkas (± 5 oC) lebih rendah dibandingkan dengan kemasan vakum suhu kamar (± 30 oC). Kenaikan pH pada kemasan vakum suhu kamar (± 30 oC) disebabkan karena proses biokimia yang terjadi pada daging ikan pari asap.

Nilai derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indicator pengukuran tingkat kesegaran ikan.

Pada proses pembusukan ikan, perubahan pH daging ikan disebabkan oleh proses autolisis dan penyerangan bakteri. Proses biokimia tersebut diiantaranya adalah terjadi penguraian oleh bakteri.

Oleh karena itu semakin banyak bakteri yang ada pada ikan, maka akan semakin banyak hasil metabolisme yang dihasilkan sehingga akan mempercepat proses pembusukkan.

2. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap Masa Simpan Buah Manggis ( Garcinia mangostana L)

Manggis merupakan salah satu komoditi buah yang memiliki nilai ekonomi dan digemari masyarakat, tetapi memiliki umur simpan yag relative singkat. Oleh karena itu perlu dilakukan pengemasan dan penyimpanan pada suhu dingin untuk mempertahankan masa simpan buah manggis. Pengemasan dengan plastik merupakan metode yang paling murah untuk memperpanjang masa simpan buah, salah satunya pada buah manggis ini. Berikut hasil dari perlakuan pengemasan plastik terhadap buah manggis,

a. Susut Bobot

Pada hari terakhir, susut bobot terendah terdapat pada perlakuan plastik PP pada suhu 14°C yaitu sebesar 0,32% dan susut bobot tertinggi pada perlakukan tanpa kemasan suhu ruang yaitu

(6)

sebesar 0,87%. Hal ini terjadi karena penurunan bobot dipengaruhi oleh proses penguapan air (transpirasi).

Keterangan :

K1T1 = Tanpa Kemasan Ruang 28°C K1T1 = Tanpa Kemasan Rendah 14°C K2T1 = Kemasan PP Ruang 28°C K2T2 = Kemasan PP Rendah 14°C K3T1 = Kemasan PE Ruang 28°C K3T2 = Kemasan PE Rendah 14°C

(7)

b. Kekerasan

Nilai kekerasan buah manggis tertinggi seala penyimpanan terdapat pada kemasan PE sebesar 3,98 kg/cm2. Sedangkan nilai kekerasa terendah terdapat pada perlakuan tanpa kemasan yaitu sebesar 1,33 kg/cm2 . Nilai kekerasan menunjukkan tingkat kesegaran buah manggis.

Kekerasan kulit manggis menurun pada awal penyimpanan dan kembali meningkat pada hari ke-12 dan hari ke-15. Penurunan kekerasan ini diduga karena terjadi perombakan protopectin yang tidak larut menjadi asam pektat dan pektin yang larut dalam air.

c. Vitamin C

Pada hari terakhir, kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa kemasan suhu ruang 28°C sebesar 1,83 mg/100 gr bahan, sedangkan kadar vitamin C terendah terdapat pada kemasan PE suhu 14°C sebesar 0,20 mg/100 gr bahan. Kandungan vitamin C akan terus meningkat dengan samkin tuanya umur buah dan menurun setelah mencapai kandungan tertinggi. Menurut winarni (1993), penurunan vitamin C selama penyimpanan terjadi karena adanya proses oksidasi, vitamin C sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang cenderung mengalami perubahan lebih lanjut menjadi dikotigulonat.

(8)

d. TPT (Total Padatan Terlarut)

Nilai TPT manggis mengalami tingkat perubahan yang berbeda-beda dan fluktuatif pada setiap perlakuan. Pada perlakuan pengemasan dengan plastik PE maupun plastik PP yang disimpan pada suhu ruang dan suhu rendah menunjukkan pola yang naik kemudian turun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fransiska (2013) yang menyatakan bahwa nilai TPT manggis akan mengalami peningkatan pada waktu tertentu dan setelah terjadi peningkatan nilai TPT akan cenderung menurun.

Nilai TPT tertinggi terdapat pada perlakuan kemasan PE suhu rendah 14°C pada hari ke 15.

Sedangkan pada nilai TPT terendah terdapat pada perlakuan tanpa kemasan suhu ruang 28°C pada hari ke-18. Apandi (1986) menyatakan bahwa meningkatnya nilai TPT buah disebabkan oleh hidrolisis pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam air.

(9)

BAB III PENUTUP Kesimpulan :

Dari hasil merangkum jurnal, masing-masing bahan pangan menggunakan metode pengemasan vakum dan pengemasan plastik dengan penyimpanan suhu dingin. Dengan ketiadaan udara dalam proses penyimpanan (metode vakum), maka kerusakan akibat oksidasi dapat dihilangkan sehingga kesegaran produk akan lebih bertahan 3 -5 kali lebih lama daripada produk yang disimpan dengan non vakum. Penggunaan plastik vakum juga dapat memperpanjang waktu tampilan produk dengan bentuk yang fleksibel, mengurangi ukuran kemasan suatu produk yang awet lebih lama, serta dapat menekan kerugian akibat produk yang tidak laku terjual. Sedangkan berdasarkan hasil analisis ragam Anova menunjukkan bahwa variasi kemasan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh secara nyata terhadap susut bobot, kekerasan, vitamin C, dan Total Padatan Terlarut (TPT) buah manggis. Nilai kekerasan menurun pada awal penyimpanan dan meningkat kembali pada akhir penyimpanan. Serta kandungan vitamin C dan TPT akan terus meningkat dengan semakin tuanya umur buah manggis, dan menurun setelah mencapai kandungan tertinggi.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Nofreeana, Andri; Masi, Aloysius; Deviarni, Ika Meidy. Pengaruh Pengemasan Vakum Terhadap Perubahan Mikrobiologi, Aktifitas Air Dan pH Pada Ikan Pari Asap. Jurnal Teknologi Pangan, 2017, 8.1: 66-73.

Agustia, N; Agustina, R; Ratna. Pengaruh Kemasan Plastik Dan Suhu Penyimpanan Terhadap Masa Simpan Buah Manggis (Garcinia mangostana L). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 2016, 8(1) : 977-983

Sucipta, I.N., Ketut, S., Pande, Ketut D.K. 2016. Pengemasan Pangan Kajian Pengemasan Yang Aman, Nyaman, Efektif dan Efisien. Denpasar : Udayana University Press.

Referensi

Dokumen terkait