BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 RAMBIPUJI
SKRIPSI
diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Program Studi Tadris Matematika
Oleh:
WAHYU SETYA WULANDARI NIM. T20157040
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
2019
viii Kelas VIII di SMP Negeri 1 Rambipuji.
Kata Kunci : Pemecahan Masalah Matematika, Gaya Kogitif .
Pemecahan masalah merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembelajaran matematika. Setiap siswa memiliki karakteristik tersendiri dalam menerima informasi dan mengolahnya, sehingga hal ini akan berpengaruh pada proses berfikirnya dalam memecahkan masalah. Karakteristik yang dimiliki siswa tersebut dipengaruhi oleh gaya kognitif. Setiap gaya kognitif memiliki keunikan tersendiri dalam memecahkan masalah, jika guru mampu mendesain pembelajaran sesuai dengan gaya kognitif yang dimiliki siswa maka tujuan pembelajaran itu sendiri akan tercapai dengan maksimal.
Fokus penelitian ini adalah: 1) Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang bergaya kognitif field dependent di SMP Negeri 1 Rambipuji pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar? 2) Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang bergaya kognitif field independent di SMP Negeri 1 Rambipuji pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar?.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan menggunakan tes, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dalam peneltian ini menggunakan analisis data Miles dan Huberman yang terdiri dari empat tahapan.
Keabsahan data menggunakan triangulasi waktu.
Hasil penelitian ini adalah: 1) Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang bergaya kognitif field dependent yaitu dalam tahap memahami masalah, siswa mampu memahami soal dengan baik, siswa tidak menuliskan apapun terkait data yang diketahui dan ditanya pada lembar jawaban, pada wawancara yang dilakukan siswa mampu menjelaskan data yang diketahui dengan apa adanya dan kurang rinci.
Pada tahap merencanakan penyelesaian, siswa merencanakan dengan sangat rinci dan menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk memecahkan masalah. Pada tahap melaksanakan rencana, siswa mengikuti setiap yang direncanakan dan menjalankannya dengan terstruktur, siswa sering mengalami salah konsep pada bangun ruang. Pada tahap memeriksa kembali, siswa mengecek setiap langkah yang dijalanakan dan mengecek setiap perhitungan yang dilakukan. 2) Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang bergaya kognitif field independent yaitu, dalam tahap memahami masalah, siswa mampu memahami masalah dengan baik, siswa mampu menjelaskan data yang diketahui dengan sangat rinci meskipun siswa tidak menuliskannya pada lembar jawaban. Pada tahap merencanakan penyelesaian, siswa merencanakan penyelesaian dengan rinci. Pada tahap melaksanakan rencana, siswa menjalankan setiap rencanannya meskipun ada beberapa tahapan yang dilompati, siswa mampu memahami setiap konsep bangun ruang dengan tepat, pada perhitunganpun siswa jarang melakukan kesalahan. Pada tahap memeriksa kembali, siswa tidak mengecek setiap langkah yang dijalankan, siswa mengecek perhitungan bagian akhir saja.
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian... 7
E. Definisi Istilah ... 8
F. Sistematika Pembahasan ... 9
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ... 11
A. Penelitian Terdahulu ... 11
B. Kajian Teori... 14
x
B. Lokasi Penelitian ... 36
C. Subyek Penelitian ... 37
D. Teknik Pengumpulan Data ... 40
E. Analisis Data ... 42
F. Keabsahan Data ... 45
G. Tahap-tahap Penelitian ... 45
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 51
A. Gambaran Obyek Penelitian... 51
B. Penyajian Data dan Analisis ... 61
C. Pembahasan Temuan ... 137
BAB V PENUTUP ... 145
A. Kesimpulan ... 145
B. Saran-saran ... 146
DAFTAR PUSTAKA ... 148 LAMPIRAN-LAMPIRAN
2.1 Persamaan dan Perbedaaan Penelitian ... 12
2.2 Karakter Pembelajaran Siswa Field Dependent dan Field Independent... 26
2.3 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika berdasar Gaya Kognitif ... 29
3.1 Kategori Tingkat Kevalidan Instrumen ... 47
4.1 Pelaksanaan Penelitian... 53
4.2 Perolehan Skor GEFT ... 54
4.3 Saran dan Revisi Soal Pemecahan Masalah ... 56
4.4 Saran dan Revisi Validasi Pedoman Wawancara ... 58
4.5 Triangulasi Waktu Memahami Masalah ... 69
4.6 Triangulasi Waktu Merencanakan Penyelesaian ... 78
4.7 Triangulasi Waktu Melaksanakan Rencana... 94
4.8 Triangulasi Waktu Memeriksa Kembali ... 100
4.9 Triangulasi Waktu Memahami Masalah ... 108
4.10 Triangulasi Waktu Merencanakan Penyelesaian ... 116
4.11 Triangulasi Waktu Melaksanakan Rencana... 131
4.12 Triangulasi Waktu Memeriksa Kembali ... 136
xii
2.1 Tahap Pemecahan Masalah Polya ... 17
2.2 Bangun Ruang Kubus ... 32
2.3 Bangun Ruang Balok ... 33
2.4 Limas Segi Empat ... 34
2.5 Prisma Segitiga ... 35
3.1 Alur Pemilihan Subyek ... 39
3.2 Alur Prosedur Penelitian ... 50
4.1 Pekerjaan FD pada Tugas 1 ... 61
4.2 Pekerjaan FD pada Tugas 2 ... 64
4.3 Pekerjaan FD pada Tugas 3 ... 66
4.4 Pekerjaan Subyek dalam Merencanakan Penyelesaian ... 71
4.5 Pekerjaan Subyek dalam Merencanakan Penyelesaian ... 73
4.6 Pekerjaan Subyek dalam Merencanakan Penyelesaian ... 76
4.7 Pekerjaan Subyek dalam Melaksanakan Rencana ... 80
4.8 Pekerjaan Subyek dalam Melaksanakan Rencana ... 84
4.9 Pekerjaan Subyek dalam Melaksanakan Rencana ... 89
4.10 Pekerjaan Subyek dalam Memeriksa Kembali ... 95
4.11 Pekerjaan Subyek dalam Memeriksa Kembali ... 96
4.12 Pekerjaan Subyek dalam Memeriksa Kembali ... 98
4.13 Pekerjaan SFI pada Tugas 1 ... 101
4.14 Pekerjaan SFI pada Tugas 2 ... 103
4.17 Pekerjaan Subyek dalam Merencanakan Penyelesaian ... 112
4.18 Pekerjaan Subyek dalam Merencanakan Penyelesaian ... 114
4.19 Pekerjaan Subyek dalam Melaksanakan Rencana ... 118
4.20 Pekerjaan Subyek dalam Melaksanakan Rencana ... 123
4.21 Pekerjaan Subyek dalam Melaksanakan Rencana ... 127
4.22 Pekerjaan Subyek dalam Memeriksa Kembali ... 132
4.23 Pekerjaan Subyek dalam Memeriksa Kembali ... 133
4.24 Pekerjaan Subyek dalam Memeriksa Kembali ... 134
xiv
Lampiran 2 Matriks Penelitian ... 151
Lampiran 3 Jurnal Penelitian ... 152
Lampiran 4 Profil Sekolah ... 153
Lampiran 5 Daftar Nama Siswa Kelas VIII-D ... 155
Lampiran 6 Daftar Nilai Ulangan Harian kelas VIII-D ... 156
Lampiran 7 Kisi-Kisi Tes Pemecahan Masalah ... 157
Lampiran 8 Tes Pemecahan Masalah ... 158
Lampiran 9 Lembar Jawaban Siswa ... 162
Lampiran 10 Kunci Jawaban Tes Pemecahan Masalah ... 163
Lampiran 11 Pedoman Wawancara ... 170
Lampiran 12 Lembar Validasi Soal Pemecahan Masalah ... 172
Lampiran 13 Analisis Data Hasil Validasi Soal Pemecahan Masalah .... 178
Lampiran 14 Lembar Validasi Pedoman Wawancara ... 179
Lampiran 15 Analisis Data Hasil Validasi Pedoman Wawancara ... 185
Lampiran 16 Hasil Test GEFT ... 186
Lampiran 17 Hasil Pekerjaan Siswa ... 187
Lampiran 18 Transkip Wawancara Tugas 1... 195
Lampiran 19 Transkip Wawancara Tugas 2... 202
Lampiran 20 Transkip Wawancara Tugas 3... 208
Lampiran 21 Instrumen Test GEFT ... 215
Lampiran 22 Dokumentasi Penelitian ... 228
Lampiran 25 Biodata Penulis ... 232
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Matematika memiliki peran penting dalam membangun kemampuan berpikir dan berlogika peserta didik. Permendikbud nomor 59 tahun 2014 yang berisi tentang kurikulum 2013 dijelaskan bahwa matematika adalah ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia, menjadi dasar perkembangan teknologi modern, berperan dalam berbagai ilmu dan memajukan daya pikir manusia.1 Selain itu matematika merupakan alat bantu dan pelayanan ilmu, tidak hanya untuk matematika itu sendiri tetapi juga untuk ilmu yang lain. Menurut Hadi Siswanto, banyak konsep dari matematika yang dibutuhkan oleh bidang lain seperti, fisika, kimia, biologi dan lain sebagainya. Bidang fisika yang menggunakan konsep matematika adalah rangkaian listrik, rangkaian listrik dapat dijelaskan dengan menggunakan logika, persamaan posisi, kecepatan dan percepatan yang diperoleh dengan menggunakan konsep kalkulus diferensial dan integral.
Konsep matematika yang digunakan dalam bidang kimia contohnya adalah logaritma, dalam kimia logaritma digunakan untuk menentukan derajat keasaman atau pH. Masih banyak lagi konsep matematika yang digunakan dalam bidang lain, oleh karena itu dibutuhkan kemampuan pemecahan
1 Permendikbud, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 59 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014).
masalah siswa yang cukup sehingga bisa dikatakan bahwa siswa telah paham terhadap konsep matematika.2
Salah satu kemampuan yang perlu dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah. The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menetapkan bahwa terdapat lima standar proses yang perlu dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connection) dan representasi (representation).3 Pemecahan masalah matematika itu sendiri adalah proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah yang juga merupakan metode penemuan solusi dengan melalui tahap-tahap pemecahan masalah.4 Tidak semua pertanyaan matematika adalah masalah, untuk itu, pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa yang baru saja diajarkan suatu materi bukanlah suatu masalah, dikarenakan siswa telah mengetahui strategi pemecahannya.5
Menurut Tambychik dan Meerah kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu aspek utama dalam matematika yang diperlukan siswa untuk menerapkan dan mengintegrasikan banyak konsep matematika dan keterampilan untuk membuat keputusan. Kemampuan pemecahan masalah
2 Devy Eganinta Tarigan,. “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Polya pada Materi Persamaan Linear Dua Variabel bagi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Surakarta Ditinjau dari Kemampuan Penalaran Siswa”. (Tesis. Surakarta, Universitas Sebelas Maret, 2012), 1.
3 National Council of Teachers of Mathematics, Principles and standards for school mathematics, (Reston, VA: Author, 2000), 29.
4 Tarigan, “Analisi Kemampuan Pemecahan Masalah…”, 1.
5 Ita Chairun Nissa, Pemecahan Masalah Matematika (Lombok: Duta Pustaka Ilmu, 2015), 3-4.
yang tinggi dapat membuat siswa memecahkan masalah matematis di dunia nyata. Menurut Senthamarai mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan jantung dari matematika, sehingga dalam pembelajaran penting mengembangkan kemampuan memecahkan masalah matematika dan menemukan solusi dari permasalahan sehari-hari. 6
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah bagi siswa adalah siswa yang terlatih dengan pemecahan masalah akan terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti hasilnya.
Keterampilan itu akan menimbulkan kepuasan intelektual dalam diri siswa, meningkatkan potensi intelektual dan melatih siswa bagaimana melakukan penelusuran melalui penemuan.7 Menurut Branca dalam Mahardi pentingnya kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, pemecahan masalah yang meliputi metode prosedur dan strategi merupakan inti dalam kurikulum matematika, pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar belajar matematika.8
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru matematika di SMPN 1 Rambipuji, permasalahan yang dialami siswa dalam pembelajaran matematika adalah rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Sebagian siswa merasa kesulitan ketika dihadapkan pada pemecahan
6 Synthia Hotnida Haloho, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa pada Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project”, (Skripsi Universitas Negeri Semarang, 2016), 2.
7 Syafruddin Kaliky, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 14 Ambon”,(Prosiding SEMNAS Matematika &
Pendidikan Matematika IAIN Ambon, 2018), 188.
8 Tarigan,“Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah”, 2.
masalah matematika. Kesulitan tersebut dapat dilihat dari kesalahan yang dilakukan siswa dalam proses pemecahan masalah pada ulangan harian.
Kesalahan yang dilakukan siswa pun beragam diantaranya, kesalahan dalam memahami soal, menuliskan apa yang ditanyakan, hingga penerapan rumus yang digunakan.9 Guru sebagai pendidik tentunya memiliki peran penting dalam memperbaiki masalah yang dialami siswa. Salah satu hal yang harus diperhatikan guru adalah guru harus menyadari adanya tipe-tipe siswa yang berbeda dari setiap individu. Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyelesaikan masalah, hal ini disebabkan siswa memiliki perbedaan cara memproses pesan-pesan, menyimpan dan menggunakan informasi untuk menanggapi suatu tugas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wolfe dan Johnson yang menyatakan bahwa seseorang memiliki cara yang berbeda dalam mencari dan memproses informasi, serta melihat dan menginterpretasikannya.10
Menurut Keefe, perbedaan cara seseorang dalam memproses informasi tersebut lebih dikenal dengan gaya kognitif.11 Dengan kata lain, gaya kognitif merupakan cara seseorang menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan masalah, seperti cara seseorang memproses informasi, kemudian menyimpan dan mengkomunikasikan informasi tersebut pada saat menyelesaikan tugas. Pendapat tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Himmatul Ulya yang berjudul “Hubungan
9 Woro Marhaeni, Wawancara, Rambipuji, 05 Maret 2019.
10 Kaliky, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau Dari Gaya Kogniti”, 189.
11 Ibid., 189.
Gaya Kognitif dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya kognitif siswa (X) dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa (Y). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat gaya kognitif siswa, semakin tinggi pula kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
Gaya kognitif merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan pemecahan masalah siswa. Dalam proses pembelajaran, gaya kognitif adalah hal yang penting untuk diperhatikan oleh guru karena akan berpengaruh pada cara siswa dalam memahami informasi yang disampaikan oleh guru. Maka dari itu guru harus memahami gaya kognitif setiap siswa sehingga guru dapat memilih metode yang tepat, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Salah satu tujuan pembelajaran yaitu siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik.
Witkin dan Arsch dalam Riding dan Rayner membagi gaya kognitif menjadi dua yaitu, field independent dan field dependent. Siswa yang bergaya kognitif field independent cenderung reflektif dalam berpikir, lebih kreatif, cenderung pada materi pelajaran yang abstrak dan kurang bersosialisasi dengan baik serta lebih bersifat individualis. Siswa yang bergaya kognitif field dependent lebih sering melihat isyarat dari lingkungannya sebagai petunjuk dalam menggapai suatu tugas, kurang kreatif, kreativitas berkembang berdasarkan imaginasi serta menjalin hubungan sosial dengan baik. 12
12 Haloho, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa”, 7.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi bangun ruang sisi datar. Dengan pertimbangan bangun ruang sisi datar merupakan bangun ruang yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan dalam pemecahan masalah, siswa masih belum terbiasa memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti pemecahan masalah bab bangun ruang sisi datar.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pemecahan masalah yang dikaitkan dengan gaya kognitif field dependent dan field independent untuk mengetahui dan mengidentifikasi bagaimana pemecahan masalah yang dilakukan siswa sesuai dengan gaya kognitif yang dimiliki. Sehinggga peneliti mengambil judul “Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Berdasarkan Perbedaan Gaya Kognitif pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Kelas VIII SMP di Negeri 1 Rambipuji”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang bergaya kognitif field dependent di SMP Negeri 1 Rambipuji pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar?
2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang bergaya kognitif field independent di SMP Negeri 1 Rambipuji pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang telah dipaparkan di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang bergaya kognitif field dependent di SMP Negeri 1 Rambipuji pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.
2. Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang bergaya kognitif field independent di SMP Negeri 1 Rambipuji pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah sebagai bahan untuk memberikan sumbangan bagi dunia ilmu pengetahuan bidang matematika khususnya dalam pemecahan masalah matematika.
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis adalah sebagai berikut:
a. Bagi Peneliti
1) Penelitian ini dapat menambahkan wawasan penulis mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditinjau dari gaya kognitif yang dimiliki.
2) Hasil penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar strata satu (S1) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Program Studi Tadris Matematika.
b. Bagi siswa
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui gaya kognitif yang dimiliki siswa, sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
c. Bagi guru
Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi kepada guru mengenai jenis gaya kognitif yang dimiliki siswa. Serta sebagai bahan referensi guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan gaya kognitif siswa.
d. Bagi kepala sekolah
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap pihak sekolah, sebagai bahan untuk perbaikan kualitas pembelajaran di kelas sehingga kualitas pendidikan dapat meningkat.
E. Definisi Istilah
Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran terhadap maksud dari penelitian ini, maka peneliti mendefinisikan beberapa istilah yakni:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan individu dalam menerapkan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk menemukan solusi penyelesaian dari permasalahan matematika. Langkah-langkah pemecahan masalah matematika menggunakan teori Polya, yang terdiri dari memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
2. Kemampuan pemecahan masalah matematika berdasar gaya kognitif merupakan kemampuan yang dimiliki individu dalam menerapkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan solusi penyelesaian dari permasalahan matematika.
Kemampuan pemecahan masalah matematika pada penelitian ini ditinjau dari dua gaya kognitif yakni, gaya kognitif field dependent dan field independent. Subyek yang di teliti terdiri dari satu siswa field dependent dan satu siswa field independent.
3. Bangun ruang sisi datar
Bangun ruang sisi datar adalah bangun ruang yang sisinya datar (tidak lengkung), bangun ruang tersebut antara lain balok, limas, prisma.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan skripsi yang dimulai dari bab pendahuluan hingga bab penutup. Yang bertujuan untuk mengetahui secara umum dari seluruh pembahasan yang ada.
Berikut ini akan dikemukakakn gambaran secara umum pembahasan skripsi ini.
Bab satu berisi pendahuluan yang memuat komponen dasar penelitian yaitu latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi istilah.
Bab dua yaitu kajian pustaka yang berisi tentang penelitian terdahulu dan kajian teori.
Bab tiga yaitu metode penelitian, dalam bab ini membahas tentang metode yang digunakan peneliti meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, keabsahan data dan tahap-tahap penelitian.
Bab empat berisi tentang penyajian data dan analisis, yang meliputi:
gambaran obyek penelitian, penyajian data dan analisis serta pembahasan temuan.
Bab lima berisi penutup yang menjelaskan kesimpulan penelitian yang dilengkapi dengan saran-saran dari peneliti atau penulis dan diakhiri dengan penutup.
11 BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian yang relevan yaitu penelitian Syafruddin Kaliky pada tahun 2018 dengan judul “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 14 Ambon”. Syafruddin menyimpulkan bahwa pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa field dependent (FD) dan field independent (FI) sangat bervariasi. Pada tahap pemahaman masalah siswa field dependent dan field independent memahami masalah terlebuh dulu, pada tahap mengungkap informasi siswa FI mengurai informasi secara terperinci sedang siswa FD mengurai informasi secara apa adanya, dalam pengerjaan soal siswa FI membutuhkan waktu yang cepat sedangkan FD membutuhkan waktu yang relative lama, dalam tahap akhir siswa FD menuliskan kesimpulan sedangkan FI cenderung tidak menuliskan kesimpulan akhir.
Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian dari Synthia Hotnida Haloho pada tahun 2016 dengan judul “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa pada Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project”. Kemampuan pemecahan masalah siswa field dependent (FD) berkategori baik pada tahap pemecahan masalah dan memeriksa kembali, berkategori cukup pada tahap merencanakan penyelesaian serta berkategori kurang pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian. Sedangkan kemampuan field independent (FI) berkategori baik
11
pada tahap memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian serta berkategori cukup pada tahap memeriksa kembali.
Penelitian relevan yang ketiga adalah penelitian dari Hikmah Maghfiratun Nisa’, Cholis Sa’dijah, Abd Qohar pada tahun 2016 dengan judul “Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMK Bergaya Kognitif Field Dependent”. Penelitian ini difokuskan pada siswa bergaya kognitif field dependent saja, serta kesimpulan yang didapat adalah, dalam tahap pemecahan masalah subyek mampu menuliskan informasi apa saja yang diketahui dari soal dan apa saja yang ditanyakan dari soal dengan tepat, subyek menggunakan metode yang pernah diajarkan sebelumnya oleh guru, subyek mampu menggunakan metode yang telah direncanakan sebelumnya untuk menyelesaikan masalah, subyek tidak memeriksa kembali hasil yang didapat, akan tetapi subyek mampu menuliskan kesimpulan akhir dengan benar.
Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Penelitian
No Nama Judul Persamaan Perbedaan
1 2 3 4 5
1 Syafruddin Kaliky, S.Pd., M.Pd
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII Smp Negeri 14 Ambon
1. Pendekatan penelitian kualitatif.
2. Penelitian tentang pemecahan masalah yang ditinjau dari gaya kognitif.
3. Penelitian dilakukan di SMP
1. Tempat penelitian.
2. Materi yang diteliti.
1 2 3 4 5 2 Synthia Hotnida
Haloho
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa pada Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project
1. Penelitian tentang kemampuan pemecahan masalah ditinjau dari gaya kognitif
1. Pendekatan penelitian mix methods.
2. Tempat penelitian.
3. Materi yang diteliti.
4. Penelitian Synthia meneliti tentang kemampuan pemecahan masalah berdasar gaya kognitif pada model
pembelajaran, sedang penelitian ini adalah
kemampuan pemecahan masalah ditinjau dari gaya kognitif dan tanpa model pembelajaran.
3 Hikmah Maghfiratun Nisa’, Cholis Sa’dijah, Abd Qohar
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMK Bergaya Kognitif Field Dependent
1. Penelitian kualitatif.
2. Meneliti tentang pemecahan masalah ditinjau dari gaya kognitif.
1. Penelitian
Maghfiratun Nisa’
di SMK, sedang penelitian ini di SMP.
2. Penelitian Maghfiratun Nisa’yang diteliti adalah gaya kognitif Field Dependent, sedang penelitian ini adalah dua gaya kognitif.
B. Kajian Teori
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika a. Masalah
Masalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Masalah dapat menjadi kendala bagi kemajuan hidup seseorang jika tidak diselesaikan dengan cara yang benar akan tetapi setiap persoalan yang dihadapi dikehidupan sehari-hari tidak dapat dikatan sepenuhnya sebagai masalah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Menurut Bell suatu situasi dikatakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari keberadaan situasi tersebut dan mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak dengan segera dapat menemukan pemecahannya.13
Suherman mengemukakan bahwa suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya, artinya jika seseorang mendapat suatu persoalan dan langsung dapat menyelesaikannya maka persoalan tersebut belum dikatakan sebagi masalah.14 Masalah bersifat subjektif bagi setiap orang, artinya suatu pertanyaan dapat menjadi masalah bagi seseorang akan tetapi bukan masalah bagi orang lain.15 Selain itu, suatu
13Wahyudi dan Indri Anugraheni, Strategi Pemecahan Masalah, (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2017), 2.
14Haloho, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa”, 17.
15Ita Chairun Nissa, Pemecahan Masalah Matematika (Lombok: Duta Pustaka Ilmu, 2015), 2.
pertanyaan dapat menjadi masalah pada suatu saat, namun tidak lagi menjadi masalah pada saat berikutnya karena telah diketahui cara penyelesaiannya.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah adalah suatu situasi yang membutuhkan suatu penyelesaian akan tetapi belum tahu cara penyelesaiannya.
b. Masalah Matematika
Masalah dalam matematika biasanya dinyatakan dalam suatu pertanyaan. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan tertentu yang segera dipergunakan untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut. Syarat suatu masalah matematika haruslah dapat dimengerti, namun pertanyaannya haruslah menantang peserta didik untuk menyelesaikannya.16
Berdasarkan sifat penyelesaiannya, masalah matematika terbagi menjadi dua yakni:17
1) Masalah rutin adalah masalah yang melibatkan hafalan serta pemahaman algoritma dan prosedur sehingga masalah rutin sering dianggap sebagai soal level rendah. Masalah rutin biasanya merujuk pada soal satu atau dua tahap yang hanya membutuhkan reproduksi (yaitu mengulang suatu prosedur) dan menerapkan suatu konsep dan prosedur yang sudah ada.
16Wahyudi dan Indri Anugraheni, Strategi Pemecahan Masalah , 5.
17Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), 58
2) Masalah tidak rutin adalah masalah yang biasanya dikategorikan sebagai soal level tinggi karena membutuhkan penguasaan ide konseptual yang rumit dan tidak menitikberatkan pada algoritma.
Masalah tidak rutin membutuhkan pemikiran yang kreatif dan produktif serta cara penyelesaian yang kompleks.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan masalah matematika adalah suatu pertanyaan atau soal matematika yang tidak segera langsung dapat diselesaikan, penyelesaiannya membutuhkan pemahaman yang tinggi dan prosedur tidak rutin dalam menyelesaikannya.
c. Pemecahan Masalah
Masalah merupakan suatu situasi yang membutuhkan penyelesaian, oleh karena itu agar seseorang dapat menyelesaikan masalah maka ia harus memiliki kemampuan pemecahan masalah.
Menurut Krulik dan Rudnick mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan sebuah sarana dimana individu menggunakan, pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah pada situasi yang tidak biasa.18
Menurut Fauziah dan Sukasno pemecahan masalah adalah proses menyelesaikan soal tak rutin yang kompleks dengan
18Haloho, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa”, 18.
menggunakan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki19.
Polya mendefinisikan problem solving sebagai “… finding a way out of difficulty, a way around an obstacle, attaining an aim that was not immediately understandable”.20 Pemecahan masalah adalah proses pencarian jalan keluar dari suatu kesulitan atau rintangan, pencapaian tujuan yang belum segera dapat dipahami.
Menurut Polya ada empat langkah yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah yaitu, understanding the problem (memahami masalah), devising a plan (merencanakan penyelesaian), carrying out the plan (melaksanakan rencana penyelesaian) and looking back (memeriksa kembali). Alur pemecahan masalah seperti gambar di bawah:21
Gambar. 2.1
Tahap pemecahan Masalah Polya
19Susanto, Pemecahan Masalah, 19.
20Tarigan,“Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah”, 13-14.
21 George Polya, How to Solve It, (Princeton: Princeton University Press, 2004)
Understanding the problem (memahami masalah)
Devising a plan (merencanakan penyelesaian)
Carrying out the plan (melaksanakan rencana penyelesaian) rencana)penyelesaian)
Looking back (memeriksa kembali)
Bell mengemukakan bahwa dalam menyelesaikan masalah biasanya melibatkan 5 (lima) langkah yaitu: (1) menyatakan masalah dalam bentuk yang umum, (2) menyatakan kembali dalam definisi yang lebih operasional (3) merumuskan hipotesis dan prosedur yang dipilih yang mungkin merupakan alat yang cocok untuk menyelesaikan masalah, (4) mentes hipotesis dan melaksanakan prosedur untuk memperoleh penyelesaian atau himpunan penyelesaian dan (5) menentukan selesaian mana yang sesuai atau benar tidaknya suatu penyelesaian.22
Menurut Gagne pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual yang lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari tipe intelektual lainnya. Ada lima tahap pemecahan masalah menurut Gagne yaitu: (1) menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas, (2) menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan), (3) menyusun hipotesis-hipotesis alternative dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah itu, (4) mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya, hasilnya mungkin lebih dari sebuah, (5) memeriksa kembali apakah hasil yang diperoleh itu benar, mungkin memilih pada pemecahan yang paling baik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu aktivitas untuk mencari penyelesaian dari masalah
22Susanto, Pemecahan Masalah, 19.
yang dihadapi dengan menggunakan semua bekal pengetahuan yang dimiliki.
Penelitian ini menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah berdasarkan teori Polya, dengan alasan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya merupakan langkah-langkah pemecahan masalah yang umum digunakan. Menurut Suyasa, langkah- langkah pemecahan masalah menurut Polya sering digunakan untuk memecahkan masalah matematika karena beberapa hal diantaranya: (1) langkah-langkah dalam memecahkan masalah yang dikemukakan Polya sangat sederhana (2) aktivitas-aktivitas pada setiap langkah cukup jelas (3) langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya telah lazim digunakan untuk memecahkan masalah matematika. 23
Penjelasan lebih rinci terkait langkah-langkah penyelesaian Polya adalah:24
1) Understanding the problem ( memahami masalah)
Langkah pertama dalam menyelesaikan masalah adalah memahami masalah. Siswa mengidentifikasi apa yang diketahui, apa yang dicari dan hubungan yang terkait antara apa yang diketahui dengan apa yang dicari. Beberapa saran yang dapat membantu siswa dalam memahami masalah antara lain: (1) mengetahui apa yang diketahui dan yang dicari (2) menjelaskan kalimat dengan bahasa sendiri (3) menghubungkannya dengan
23Haloho, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif”, 22.
24Ibid., 20-22.
masalah lain yang serupa (4) fokus pada bagian terpenting dari masalah tersebut (5) mengembangkan model.
2) Devising a plan (merencanakan penyelesaian)
Pada tahap ini siswa harus menemukan strategi yang sesuai dengan masalah. Semakin sering siswa menyelesaikan permasalahan maka semakin mudah siswa menemukan startegi yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Adapun hal-hal yang dapat siswa lakukan pada tahap ke dua ini adalah: (1) membuat rencana (2) mengembangkan suatu model (3) mensketsa diagram (4) menyederhanakan masalah (5) menemukan rumus (6) mengidentifikasi pola (7) membuat tabel/ diagram (8) membuat simulasi (9) mengurutkan data.
3) Carrying out the plan (melaksanakan rencana penyelesaian)
Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan perencanaan yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan pada langkah ke tiga ini adalah: (1) memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum (2) membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar (3) melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat.
4) Looking back (memeriksa kembali)
Kegiatan pada langkah menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh. Hal-hal yang dapat
dilakukan diantaranya: (1) memeriksa kembali perhitungan yang telah dikerjakan (2) membuat kesimpulan dari jawaban yang telah diperoleh (3) dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain (4) perlukah menyusun strategi baru yang lebih baik.
Suherman menyebutkan bahwa fase yang pertama adalah memahami masalah. Tanpa ada pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu meyelesaikan masalah dengan benar. Setelah siswa dapat memahami masalah, mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah. Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat maka dilanjutkan fase yang ke tiga yakni menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah menurut Polya adalah melakukan pengecekan terhadap apa yang telah dilakukan di fase pertama sampai dengan fase ke tiga.25
d. Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah matematika merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam pembelajaran maupun penyelesaian siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman dalam menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah dalam proses pembelajaran.
25Ibid., 22.
Pentingnya pemecahan masalah menurut NCTM pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika.26 Dengan memecahkan masalah siswa dapat menemukan hal baru yang lebih tinggi tarafnya, meskipun siswa mungkin tidak bisa merumuskannya secara verbal. Menurut Dahar kegiatan pemecahan masalah merupakan kegiatan manusia dalam menerapkan konsep- konsep dan aturan-aturan yang sudah dimiliki sebelumnya. 27
Berikut merupakan contoh pemecahan soal matematika:
Soal:
Suatu kubus dapat memuat 8 kubus kecil yang volume 1 kubus kecil adalah 8 cm3. Jika panjang sisi kubus besar bertambah 2 cm, berapa jumlah kubus kecil yang dapat dimuat pada kubus besar?
Diketahui:
V. kubus kecil = 8 cm3
Satu kubus dapat memuat 8 kubus kecil Panjang rusuk bertambah 2 cm
Ditanya:
Jumlah kubus kecil yang dapat dimuat pada kubus besar?
Penyelesaian:
V. kubus besar = 8 kubus kecil
26National Council of Teachers of Mathematics, Principles and standards for school mathematics, 52.
27Evi Trinovita. Skripsi, “Deskripsi Kelancaran Prosedural Dalam Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Dan Efikasi Diri Pada Siswa Kelas Ix A Smp Negeri 5 Mandai”, (Skripsi Universitas Negeri Makassar, 2017), 24.
V. kubus besar = volume 1 kubus kecil V. kubus besar =
V. kubus besar =
√
s = 4 cm (sisi kubus besar) V. kubus besar = ( )
V. kubus besar = ( ) ( )
Jika, V. kubus besar = maka jumlah kubus kecil yang dapat dimuat adalah?
Jumlah kubus kecil yang dimuat = V. kubus besar : V. kubus kecil Jumlah kubus kecil yang dimuat =
Jadi, jumlah kubus kecil yang dapat dimuat jika sisinya bertambah 2 cm sebanyak 27 buah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan pemecahan masalah matematika adalah suatu aktivitas untuk mencari penyelesaian masalah matematika yang dihadapi dengan menggunakan pengetahuan matematika yang telah dimiliki.
e. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan memecahkan masalah sangat dibutuhkan oleh siswa. Hal ini disebabkan, pada dasarnya siswa dituntut untuk berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang bermakna.
Menurut Senthamarai definisi kemampuan pemecahan masalah sebagai kemampuan dalam memahami tujuan dari masalah dan aturan yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah.28 Menurut Anderson kemampuan pemecahan masalah merupakan keterampilan hidup yang penting dan melibatkan berbagai proses termasuk menganalisis, menafsirkan, penalaran, memprediksi, mengevaluasi dan merefleksikan.29
Wahyuningtyas mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematika meliputi memahami masalah matematika, membuat rencana penyelesaian, menyelesaikan rencana penyelesaian dan memeriksa kembali hasil penyelesaian yang didapat.30
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan individu dalam menerapkan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk menemukan solusi penyelesaian dari permasalahan matematika.
Pemecahan masalah matematika pada penelitian ini menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah Polya yang terdiri dari empat tahapan yakni, memahami masalah, menyusun rencana
29Haloho, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa”, 19.
30Ibid., 19.
penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah berdasar Gaya Kognitif
Guru memiliki tugas mendorong membimbing dan memfasilitasi siswa untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran. Guru harus mampu menciptakan proses pembelajaran yang sedemikian rupa demi tercapainya tujuan pembelajaran.31 Setiap individu memiliki kemampuan berbeda dalam memahami dan menyerap informasi. Ada yang memahami informasi dengan cepat, sedang dan lambat, sehingga setiap individu seringkali harus menempuh cara yang berbeda untuk bisa memahami informasi. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah gaya kognitif. Menurut Sternberg & Willams, gaya kognitif merupakan dasar yang membedakan individu selama mereka berinteraksi dengan unsur-unsur dari situasi dan juga merupakan pendekatan penting untuk memahami dan secara pribadi berpikir.32
Menurut Witkin gaya kognitif merupakan karakteristik setiap individu dalam menggunakan fungsi kognitif yang ditampilkan melalui kegiatan persepsi dan intelektual secara konsisten. Hansen menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan cara seorang individu dalam memperoleh dan memproses informasi. Desmita menjelaskan bahwa gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam menggunakan fungsi kognitif (berfikir, mengingat, memecahkan masalah dan sebagainya) yang bersifat konsisten
31Susanto, Pemecahan Masalah, 42-43.
32Baiduri. “Gaya Kognitif Dan Hasil Belajar Matematika Siswa Field Dependence-Independence”.
(Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang), 2.
dan lama.33 Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa gaya kognitif adalah karakteristik individu yang bersifat konsisten yang berkaitan dengan tingkah laku, baik dalam aspek kognitif maupun dalam aspek afektif.
Witkin mengungkapkan bahwa gaya kognitif dibagi menjadi dua yaitu, gaya kognitif field dependent dan field independent. Individu yang bergaya kognitif field independent lebih bersifat analitik, yakni individu yang memisahkan lingkungan ke dalam komponen-komponennya, kurang bergantung pada lingkungan atau kurang dipengaruhi oleh lingkngan.
Sedangkan individu yang bergaya kognitif field dependent adalah individu yang bersifat global, maksutnya individu yang memfokuskan pada lingkungan secara keseluruhan dan didominasi atau dipengaruhi lingkungan.34
Woolfolk mengklasifikasikan karakter pembelajaran pada ranah dependent dan independent berdasarkan adapatasinya dari H.A Witkin, C.A Goodenough, dan R.W. Cox, sebagai berikut: 35
Tabel 2.2
Karakter pembelajaran siswa field dependent dan field independent
Field Dependent Field Independent
Lebih baik pada materi pembelajaran dengan materi sosial.
Mungkin perlu bantuan untuk memfokuskan perhatian pada materi dengan muatan sosial.
Memiliki ingatan baik untuk informasi sosial.
Mungkin perlu diajarkan
bagaimana menggunakan konteks untuk memahami informasi sosial.
33Haloho, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa”, 28.
34 Susanto, Pemecahan Masalah, 37.
35 Haloho, “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa”, 31-32
Field Dependent Field Independent Memerlukan struktur, tujuan, dan
penguatan yang didefinisikan secara jelas.
Cenderung memiliki tujuan diri yang terdefinisikan dan penguatan.
Lebih terpengaruh kritik. Tidak terpengaruh kritik.
Memiliki kesulitan besar untuk mempelajari materi tak
terstruktur.
Dapat mengembangkan strukturnya sendiri pada situasi tak terstruktur.
Mungkin memerlukan instruksi lebih jelas mengenai bagaimana memecahkan masalah
Biasanya lebih mampu
memecahkan masalah tanpa instruksi dan bimbingan eksplisit.
Nasution membedakan gaya kognitif lebih spesifik dalam proses belajar mengajar meliputi:36
a. Field Dependent dan Field Independent
Siswa yang Field Dependent sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau bergantung pada lingkungan. Sedangkan siswa yang Field Independent tidak atau kurang dipengaruhi oleh lingkungan.
b. Impulsif – refleksif
Orang yang impuls mengambil keputusan dengan cepat tidak mempertimbangkan secara mendalam. Sebaliknya orang yang refleksif mempertimbangkan segala alaternatif sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang tidak memiliki penyelesaian yang mudah.
c. Perseptif – reseptif
Orang yang perseptif dalam mengumpulkan informasi mencoba mengadakan organisasi dalam hal-hal yang diterimanya, ia menyaring informasi yang masuk dan memperhatikan hubungan-hubungan
36 Dyas Arintya Purwitasari, Profil Pemecahan Masalah Aritmetika Sosial Berdasar Tahapan Polya Siswa SMPN 11 Jember Kelas VII-A Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent, (Skripsi: Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Jember, 2016)
diantaranya. Orang yang reseptif lebih memperhatikan detail atau perincian informasi dan tidak berusaha untuk membulatkan informasi yang satu dengan yang lain.
d. Sistematis – intuitif
Orang yang sistematis mencoba melihat struktur suatu masalah dan bekerja sistematis dengan data atau informasi untuk memecahkan suatu persoalan. Orang yang intuitif langsung mengemukakan jawaban tertentu tanpa menggunakan informasi sistematis.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika berdasar gaya kognitif adalah karakteristik yang dimiliki individu dalam menerapkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan solusi penyelesaian dari permasalahan matematika.
Dari sekian banyak gaya kognitif yang telah dipaparkan, dalam penelitian ini yang akan menjadi fokus penelitian adalah gaya kognitif field dependent dan field independent. Dengan alasan dalam proses pembelajaran siswa tidak pernah terlepas dari lingkungan sekitarnya yang mempengaruhi pola fikirnya dalam pemecahan masalah. Peneliti akan mengamati setiap pemecahan masalah siswa dengan mengacu pada tahap pemecahan masalah Polya. Kemudian mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah siswa bergaya kognitif field dependent dan field independent. Untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa dibutuhkan indikator pemecahan masalah matematika. Adapun indikator pemecahan masalah matematika tersebut adalah:
Tabel 2.3
Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika berdasar Gaya Kognitif
No Langkah Pemecahan
Masalah Indikator
1 Memahami masalah a. Siswa dapat menyebutkan informasi yang diketahui dalam soal
b. Siswa dapat menyebutkan yang ditanyakan dalam soal
c. Siswa dapat menentukankecukupan syarat yang harus dipenuhi
2 Merencanakan penyelesaian
a. Siswa menentukan rencana penyelesaian yang digunakan.
b. Siswa menentukan langkah-langkah penyelesaian dan rumus yang digunakan c. Siswa menggunakan pengetahuan
sebelumnya untuk menyelesaiakan permasalahan.
3 Melaksanakan rencana penyelesaian
a. Siswa mengikuti rencana yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah b. Siswa melakukan perhitungan dari
langka-langkah yang sudah direncanakan
4 Memeriksa kembali a. Siswa membuat kesimpulan dari penyelesaian masalah
b. Siswa mengevaluasi proses penyelesaian c. Siswa memeriksa kebenaran solusi
Ada beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengidentifikasi gaya kognitif. Crozier mengatakan bahwa perbedaan gaya kognitif FI dan FD dapat diteliti menggunakan alat ukur EFT (Embedded Figures Test) atau RFT (Rod-and-Frame Test). Witkin mengembangkan EFT ini menjadi GEFT (Group Embeded Figure Test).37
37Ibid., 33.
Instrument GEFT terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pertama terdiri dari 7 gambar, bagian kedua 9 gambar dan bagian ketiga 9 gambar.
Bagian pertama pada GEFT yang terdiri dari 7 soal dimaksudkan sebagai latihan, jadi perolehan skor tidak diperhitungkan dalam menganalisis penetapan gaya kognitif. Kemudian bagian kedua dan ketiga terdiri dari 9 gambar yang masing-masing gambar diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah, sehingga skor maksimal tes tersebut adalah 18. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tes tersebut adalah 20 menit, dengan rinician bagian pertama selama 4 menit, bagian ke dua dan ketiga selama 8 menit.
Gaya kognitif berkontribusi besar dalam pemecahan masalah, gaya kognitif merupakan karakteristik yang dimiliki individu dalam menerima informasi dan menggunakan informasi tersebut untuk menanggapi suatu masalah. Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menemukan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah matematika. Setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam memecahkan masalah, hal ini disebabkan setiap siswa memiliki karakteristik dalam menerima, menyimpan maupun menggunakan informasi untuk menanggapi suatu tugas. Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui karakteristik pemecahan masalah siswa adalah dengan menganalisis pemecahan masalah siswa sesuai gaya
kognitif yang dimiliki dan beracuan pada indikator pemecahan masalah yang telah ditentukan.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa, dalam penelitian ini analisis pemecahan masalah siswa berdasar gaya kognitif merupakan analisis pemecahan masalah dengan menggunakan pemecahan masalah Polya berdasar indikator yang telah ditetapkan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik gaya kognitif yang dimiliki siswa dalam memecahkan masalah matematika.
3. Bangun Ruang Sisi Datar
Bangun ruang sisi datar merupakan materi SMP kelas 8. Materi ini membahas tentang berbagai macam jenis bangun ruang yang bersisi datar, seperti balok, kubus, limas, prisma sampai dengan bangun yang lebih kompleks. Akan tetapi pada materi kelas 8 ini bangun ruang yang dibahas adalah kubus, balok, limas dan prisma. Lebih spesifiknya adalah:
a. Kubus
Bangun ruang kubus adalah bangun ruang yang dibatasi oleh 6 buah sisi yang berbentuk bujur sangkar. bangun ruang ini memiliki 6 buah sisi, 12 buah rusuk dan 8 buah titik sudut. Lebih spesifiksnya ciri- ciri dari kubus diantaranya:
1) Titik sudut 8 buah
2) Sisi berjumlah 6 buah (berbentuk persegi) 3) Rusuk berjumlah 12 buah sama panjang.
4) Diagonal bidang berjumlah 12 buah.
5) Diagonal ruang berjumlah 4 buah.
6) Bidang diagonal berjumlah 6 buah.
Gambar. 2.2 Bangun Ruang Kubus Bagian-bagian kubus:
1. Titik sudut: A, B, C, D, E, F, G, H.
2. Sisi kubus : ABCD, BFGC, EFGH, AEHD, DCGH, ABFE.
3. Rusuk: AD, AB, BC, CD, AE, EF, BF, CG, FG, GH, EH, DH
Rumus
Volume kubus = s x s x s = s3 Luas Permukaan= 6 x s x s = 6 s2 Panjang Diagonal bidang = √
Panjang Diagonal Ruang = √ Luas Bidang Diagonal = √
Keterangan: s = panjang sisi kubus b. Balok
Banyak sekali benda-benda di sekitar kita yang berbentuk balok, seperti kardus mie instan, kulkas dan lain sebagainya. jadi yang dimakud dengan balok adalah bangun ruang yang memiliki 3 pasang sisi segi empat dimana sisi yang berhadapan memiliki ukuran dan bentuk yang sama. Hal ini berbeda dengan kubus yang semua sisinya
memiliki ukuran sama. Bagian-bagian dari bangun ruang balok sama seperti bagian-bagian kubus, yakni:
1) Titik sudut 8 buah
2) Sisi berjumlah 6 buah (luasnya berbeda-beda) 3) Rusuk berjumlah 12 buah.
4) Diagonal bidang berjumlah 12 buah.
5) Diagonal ruang berjumlah 4 buah.
6) Bidang diagonal berjumlah 6 buah.
Gambar. 2.3 Bangun Ruang Balok
Bagian-bagian balok:
1. Titik sudut: A, B, C, D, E, F, G, H.
2. Sisi kubus : ABCD, BFGC, EFGH, AEHD, DCGH, ABFE
3. Rusuk: AD, AB, BC, CD, AE, EF, BF, CG, FG, GH, EH, DH
Rumus Keterangan
Volume Luas permukaan
=
=
p x l x t 2(pl + pt + lt)
p l t
=
=
=
Panjang Lebar Tinggi
c. Limas
Limas adalah bangun ruang dengan alas berbentuk segi banyak, bisa segi tiga, segi empat, segi lima dan lain sebagainya. Bidang sisi tegaknya berbentuk segitiga yang berpotongan pada satu titik puncak.
Bagian-bagian dari limas diantaranya:
1) Sisi alas 2) Sisi tegak 3) Rusuk 4) Titik puncak 5) Tinggi
Gambar.2.4 Limas Segiempat Bagian-bagian Limas:
1. Titik sudut : A, B, C, D, T 2. Alas : ABCD
3. Tinggi: t 4. Titik puncak: T
5. Sisi tegak: ATB, BTC, CTD, DTA
6. Rusuk: AB, BC, CD, DA, AT, TB, CT, TD
Catatan:
Jumlah sisi tegak sama dengan jumlah sisi alas. Jumlah rusuknya mengikuti bentuk alas, jika alasnya segitiga maka jumlah rusuknya ada 6 buah.
Rumus Limas:
Volume =
Luas Permukaan = Jumlah luas alas + jumlah luas sisi tegak d. Prisma
Prisma yaitu bangun ruang sisi datar yang terdiri dari alas dan sisi atas yang sama dan kongruen, sisi tegak, titik sudut dan tinggi.
Tinggi prisma adalah jarak antara bidang alas dan bidang atas.
Gambar 2.5 Prisma Segitiga Unsur-Unsur Prisma:
1. Titik sudut: A, B, C, D, E, F 2. Rusuk: AB, AC, BC, AD,
BE, CF, DE, DF, EF 3. Bidang sisi:
a. Sisi alas: ABC b. Sisi atas: DEF
c. Sisi tegak: ABED, BCFE, ACFD
Rumus Prisma:
Volume =
Luas permukaan = ( ) ( )
BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang didasarkan pada postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang ilmiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci.
38Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena data yang dihasilkan disajikan dalam bentuk deskriptif. Deskriptif yang dimaksud adalah mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa bergaya kognitif field dependent dan field independent.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian menunjukkan di mana penelitian tersebut hendak dilakukan.39 Lokasi yang dijadikan objek penelitian ini adalah SMPN 1 Rambipuji yang beralamatkan di Jln. Dr. Soetomo 01 Rambipuji, Kabupaten Jember, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Peneliti pernah melakukan Magang II di SMPN 1 Rambipuji, sehingga tahu bagaimana pemecahan masalah matematika siswa yang kemudian memunculkan rasa ingin tahu untuk menganalisis kemampuan pemecahan masalah siswa berdasar gaya kognitif.
2. Terdapat permasalahan dalam pembelajaran matematika, yakni lemahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika.
38 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D(Bandung: Alfabeta, 2016), 9.
39 Tim Revisi Buku Pedoman Karya Ilmiah IAIN Jember. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah, 46.
3. Belum ada yang meneliti tentang analisis pemecahan masalah berdasar gaya kognitif di SMPN 1 Rambipuji, sehingga pihak sekolah bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah dua siswa kelas VIII-D. Kelas dipilih dengan menggunakan teknik purposive yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Kelas dipilih dengan menggunakan pertimbangan guru matematika dengan kriteria kelas heterogen yang rata-rata siswanya komunikatif.
Setelah didapatkan kelas yang sesuai dengan kriteria, langkah selanjutnya adalah memberikan test GEFT (Group Embedded Figures Test).
Fungsi dari test GEFT adalah untuk mengelompokkan siswa sesuai dengan gaya kognitif yang dimiliki. Pengelompokan subyek dalam kelompok field dependent dan field independent berdasarkan pendapat Kepner dan Neimark, yaitu subyek yang dapat menjawab 0-9 digolongkan field dependent dan subyek yang dapat menjawab 10-18 digolongkan field independent.40 Dari hasil tersebut, lalu diambil subyek sebanyak dua siswa yakni satu siswa bergaya kognitif field dependent dan satu siswa bergaya kogintif field independent dengan pertimbangan kedua siswa memiliki kemampuan matematika setara, mampu berkomunikasi dengan baik serta memiliki jenis kelamin sama.
40 Susanto, Pemecahan Masalah, 48.
Pemilihan subyek berdasarkan jenis kelamin yang sama dikarenakan materi geometri dipengaruhi oleh gender. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Malikatun Ngilman Nafiah dan Endah Budi Rahaju yang menyatakan bahwa secara umum laki-laki memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengerjakan tugas-tugas yang berupa visual-spasial daripada perempuan, sedangkan perempuan pada umumnya lebih detail dalam memperhatikan sesuatu dibandingkan laki-laki.41 Sehingga peneliti memilih subyek dengan jenis kelamin sama. Secara lengkap pemilihan subyek penelitian seperti diagram di bawah ini:
41 Malikatun Ngilman Nafiah dan Endah Budi Rahaju, “Identifikasi Tahap Pemahaman Geometri
Siswa Berdasarkan Teori Van Hiele Ditinjau dari Perbedaan Gender pada Materi Persegi Panjang Kelas VII SMP”, Vol 2, No 6 (2017), 298.
tidak ya
tidak ya
Keterangan:
1.Kegiatan : 2.Hasil : 3.Pilihan : 4.Kegiatan : 5.Siklus jika diperlukan:
Subyek Penelitian
1 siswa FI
1 Siswa FD 1 Siswa FI
Evaluasi berdasarkan kriteria:
1. Kemampuan matematika setara.
2. Kemampuan komunikasi bagus.
3. Berjenis kelamin sama
Apakah sesuai kriteria?
Apakah skor
≤ 9
Penetapan kriteria pemilihan subyek
Penetapan kelas
Pemberian test GEFT
Diperoleh skor
1 siswa FD Gambar. 3.1 Alur Pemilihan Subyek
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian, maka data yang dikumpulkan haruslah representative. Ketepatan dalam memilih metode memungkinkan diperolehnya data yang objektif dan sangat menunjang keberhasilan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tes
Tes adalah seperangkat pertanyaan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.42 Pada penelitian ini tes yang digunakan ada dua yakni, tes gaya kognitif atau tes GEFT dan tes pemecahan masalah matematika.
Sebelum siswa diberikan test pemecahan masalah, terlebih dahulu siswa diberikan test GEFT. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tes GEFT yang dikembangkan oleh Witkin dkk yang sudah teruji valid dan reliable.
Instrument tes GEFT diadopsi dari tesis Dimas Danar Septiadi (Lampiran 16).43 Tes GEFT tersebut untuk mengelompokkan siswa ke dalam gaya kognitif field dependent (FD) dan field independent (FI), setelah itu dipilih satu siswa FD dan satu siswa FI sesuai kriteria yang telah ditentukan. Dua
42 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 193.
43 Dimas Danar Septiadi, “Proses Berpikir Kreatif Siswa SMA dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau dari Perbedaan Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent”
(Tesis: Universitas Negeri Surabaya, 2014).
siswa yang telah terpilih akan diberikan tes pemecahan masalah dengan menggunakan tahapan George Polya terdapat.
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagi teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.44 Esterberg mendefinisikan “Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu”.45
Wawancara yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur.46 Pada penelitian ini, yang akan diwawancarai adalah satu siswa field dependent dan satu siswa field independent. Wawancara ini bertujuan untuk menggali data lebih dalam dari hasil pekerjaan siswa. Data hasil wawancara digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana cara siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi bangun ruang sisi datar.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental
44 Ibid., 317.
45 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2014), 320
46 Ibid., 320.