KENDARAAN ODOL MENGUNTUNGKAN ATAU MERUGIKAN?
DILEMA PENEGAK HUKUM DAN MASYARAKAT
Oleh: Rival Yanuar Adiansyah
Kendaraan Lebih Dimensi dan Lebih Muatan atau yang sering disebut ODOL (Over Dimension Over Loading) adalah suatu fenomena yang sampai sekarang masih menjadi momok permasalahan di dunia transportasi. Tidak dapat dipungkiri lagi, ODOL masih marak di jalan raya dan menjadi fenomena yang meresahkan.
Kita mengetahui bahwa dampak kendaraan ODOL begitu merugikan dalam berlalu lintas.
Tidak ada manfaat dari kendaraan ODOL, selain dampak yang merugikan merugikan bagi pengguna ataupun infrastruktur jalan. Namun, faktanya masyarakat masih belum menyadari sepenuhnya akan hal tersebut, terlihat dari angka kasus pelanggaran ODOL yang masih terjadi hingga saat ini. Ironisnya, kebanyakan masyarakat pelaku distribusi muatan masih menganggap bahwa ODOL memberikan keuntungan bagi mereka. Apakah benar?
Kasus Kecelakaan dan Korban Jiwa
Data kasus kendaraan ODOL periode tahun 2023-2025
2023 2024 2025
0 10 20 30 40 50 60 70
58
33
3
18 18
10
ANGKA KECELAKAAN & KORBAN JIWA
Kejadian Meninggal
Dari data di atas dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, jumlah kasus ODOL mengalami penurunan. Dilansir dalam berita Detiknews, angka kasus tersebut menunjukkan fakta dari hasil penegakan hukum yang konsisten. Irjen Agus Suryo
menyatakan bahwa keberhasilan tersebut merupakan hasil dari kerja sama lintas sektor dan pemanfaatan teknologi pengawasan lalu lintas yang mutakhir.
Kasus yang menurun terlepas dari dampak yang diakibatkan kendaraan ODOL . Meskipun angka kasus relatif menurun, namun yang disorot bukan hanya tentang tren kasus yang terjadi, tetapi mengenai dampak kerugian yang dapat disebabkan oleh kendaraan ODOL.
Kerugian yang disebabkan oleh kendaraan ODOL berpengaruh terhadap lintas sektor.
Infrastruktur dan keselamatan pengguna jalan menjadi target utama bagi permasalahan ini.
Dampak ODOL Menguntungkan atau Merugikan?
Kendaraan Lebih Dimensi dan Lebih Muatan menjadi dilema di antara penegak hukum dan masyarakat. Dilansir dalam media-media massa, Kebijakan pemerintah yang diterapkan untuk mencapai Zero ODOL faktanya tidak direspon baik dan menuai kontra dari kalangan masyarakat berprofesi sopir truk pengangkut muatan. Para sopir menilai bahwa kebijakan tersebut memberatkan bahkan merugikan. Salah satu poin penting yang disorot dalam aksi tersebut adalah Pasal 277 dalam revisi UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang dinilai dapat menjerat sopir truk dengan ancaman pidana hingga satu tahun penjara. Para sopir menganggap bahwa peraturan tersebut dapat membuat sopir
menjadi kriminal karena harus ikut diberikan sanksi yang sejatinya mereka hanya memenuhi permintaan industri dan mencari nafkah. Namun, ada juga sopir yang sebenarnya sadar akan hal itu. Dilansir dari detikjatim, salah satu sopir mengatakan kesadarannya dalam membawa muatan.
"Kami tidak mau bawa muatan besar-besar, tapi karena tuntutan industri, kami terpaksa," ujar Angga di sela aksi di Puspa Agro, Kamis (19/6/2025)
Dari hal tersebut, sopir yang juga menyadari kerugian ODOL masih tetap melakukannya karena cara tersebut dianggap lebih efisien dan mereka terpaksa untuk memenuhi kondisi pasar serta permintaan industri.
Di sisi lain, pemerintah dari lintas sektor justru mempertimbangkan ODOL dari segi keselamatan pengendara dan pengguna jalan, serta infrastruktur jalan itu sendiri. kerugian yang diciptakan dari beroperasinya kendaraan ODOL terjadi sangat nyata dan merugikan.
Pemerintah masih berusaha bahwa Zero ODOL masih bisa dicapai, namun tanpa adanya kesadaran dari masyarakat, tujuan itu tidak akan bisa tercapai.
Melihat Dampak Merugikan dari Kendaraan ODOL
Kita mengetahui bahwasannya kendaraan ODOL bisa sangat merugikan. Yang paling disorot adalah dampaknya terhadap peningkatan risiko kecelakaan, korban jiwa, dan kerugian material. Dalam hal ini, ODOL menjadi salah satu penyumbang kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi, diperkuat dengan banyaknya kasus kecelakaan terkait dengan kendaraan ODOL.
Dampak merugikan kendaraan ODOL tidak terlepas dari rusaknya insfrastruktur jalan.
Kendaraan bermuatan lebih tentu berpengaruh terhadap kemampuan jalan dalam menahan beban berat yang pada akhirnya membuat jalanan menjadi rusak, berlubang, bahkan ambruknya jembatan. Dilansir dari berita Kompas, dari data Kementerian PUPR, negara mengalami kerugian sebanyak Rp43 Triliun. Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan “bahkan negara harus mengalokasikan kurang lebih Rp 42 triliun per tahun untuk perbaikan jalan termasuk akibat ODOL tadi."
Biaya yang harusnya dapat dialokasikan untuk kepentingan infrastruktur dan biaya opersional yang lain malah harus dibebankan hanya untuk biasa perbaikan jalan tiap tahunnya.
Selain itu, kendaraan ODOL juga dapat berdampak terhadap ekonomi dan logistik.
Kendaraan ODOL cenderung lebih cepat rusak dan memerlukan biaya lebih banyak karena sering membutuhkan perbaikan yang menyebabkan naiknya biaya distribusi logistik karena harus mempertimbangkan biaya perawatan kendaraan. Selain itu, ketika kendaraan ODOL terjadi kecelakaan, hal tersebut dapat menghambat pendistribusian logistik yang juga merugikan bagi perusahaan.
Kesimpulan: Semua Berawal dari Diri kita
Dari hal yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa kendaraan yang melanggar ketentuan seperti Lebih Dimensi dan Lebih Muatan atau ODOL memberikan dampak merugikan yang sangat nyata dan berpengaruh terhadap keberlangsungan infrastruktur serta keselamatan pengguna jalan. Program lebijakan pemerintah untuk mencapai Zero ODOL harus tetap dijalankan untuk mencegah dampak kerugian tidak terjadi secara jangka Panjang.
Namun, hal tersebut masih bertentangan dengan paham dari pihak industri, pasar, dan masyarakat. Bagi pemegang distribusi muatan, ODOL masih dianggap menguntungkan bagi sebagian pihak. Kendaraan ODOL tidak dapat terselesaikan, kecuali dengan adanya
kesadaran diri dari pihak-pihak yang terlibat.
Maka dari itu, pemegang kebijakan lintas sektor yang terkait dengan hal ini, seperti
Kementerian Perhubungan, POLRI, Kementerian PUPR, dan Lembaga lainnya turut beraksi dalam menyuarakan kampanyenya mengenai dampak merugikan dari kendaraan ODOL untuk mencapai Zero ODOL. Karena kita mengetahui bahwa hal tersebut untuk kebaikan, kepentingan, dan perlindungan bagi seluruh masyarakat.