• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPEMIMPINAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

N/A
N/A
tri putri handayani

Academic year: 2024

Membagikan "KEPEMIMPINAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEMIMPINAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

TRI PUTRI HANDAYANI ZAKIYATUL HUSNA

RIFKY HAIKAL DEDEK EKO

MAGISTER PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA

MEDAN 2023

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...i

BAB I...1

PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...2

BAB II...3

PEMBAHASAN...3

A. Pengertian Kepemimpinan...3

B. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ( School Based Management)...10

C. PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)...13

BAB III...18

PENUTUP...18

A. Kesimpulan...18

B. Saran...18

DAFTAR PUSTAKA...19

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Di Jerman: Weber dan di Perancis: Durkheim adalah tokoh-tokoh yang mendasari berdirinya sekolah. Menurut mereka pendidikan adalah untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat kecil atau besar, pandangan mereka merupakan paham sturktural-fungsional.

Salah satu bukunya On Moral Education menyatakan bahwa, masyarakat itu berkembang karena adanya differensiasi pekerjaan (devision of labor), perkembangannya dari mekanik ke organik. Secara bertahap kondisi ini menyebabkan melemahnya konsensus moral di dalam masyarakat, maka untuk dapat bertahan mereka harus terus membangun konsensus tersebut.

Pertanyaannya kemudian adalah: Siapakah yang harus membangun konsensus tersebut?

Apakah tugas ini mampu diemban oleh gereja atau keluarga? Jawabannya adalah: Tidak ! Dengan demikian yang harus menjaga konsensus moral tidak lain adalah guru (atas nama negara) melalui sekolah. Ketika masyarakat berkembang, maka konsensus sukar untuk dipertahankan. Peranan guru menjadi sangat sentral dan sekolah merupakan wahana untuk itu. Ada 3 (tiga) hal penting yang merupakan core, yang diperlukan untuk membangun konsensus moral yaitu: Disiplin (orang yang dapat membangun internal moral), Freedom/kebebasan (diberikan ruang untuk bergerak) dan Tanggungjawab. (Suyata, 2010)

Hal di atas banyak dikritik dengan argument, bahwa negara dikuasai oleh kelompok tertentu yang mengatasnamakan negara; sedang Guru bekerja atas nama pemerintah dan untuk kepentingan kelompok tertentu. Pada masa lalu di Perancis, terjadi tarik-menarik antara Gereja dan Negara dalam hal pengelolaan sekolah. Ketika persekolahan diserahkan kepada gereja banyak muncul persoalan,Oleh sebab itu, maka ada asumsi bahwa negara harus ambil bagian atau turut campur dalam masalah persekolahan. Pada saat ini ada kecenderungan otonomisasi, privatisasi, atau swastanisasi sekolah meskipun hal ini masih menjadi perdebatan. Di Kanada, hamper semua sekolah dikelola swasta; di Australia, hampir semua sekolah dikelola oleh negara. Di Indonesia, sebagian sekolah-sekolah dikelola oleh negara dan sebagian lainnya dikelola oleh swasta dengan ciri khasnya masing-masing.

Sejarah persekolahan di Indonesia sudah dimulai sejak jaman penjajahan dengan segala permasalahannya. Sejak Indonesia merdeka, ekspektasi negara, masyarakat, dan

(4)

keluarga terhadap sekolah sedemikian besar, sehingga setiap pemerintahan di negara ini selalu menjadikan isu pendidikan dan sekolah menjadi sentral untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa negara sangat “concern” dalam rangka legitimasi pemerintahannya.

Dengan disahkannya UU Sisdiknas tahun 2003, terjadi pergeseran paradigma pendidikan dari sentralistik menjadi desentralistik. Pasal 51 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20//2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi pendidikan. Manajemen berbasis sekolah diharapkan mampu menjawab tantangan jaman dan ekpektasi negara, masyarakat, serta keluarga terhadap sekolah.

Untuk mewujudkan harapan terhadap sekolah dan persekolahan tersebut, maka masih dibutuhkan beberapa faktor pendukung lainnya, antara lain adalah faktor pemimpin atau kepemimpinan yang mampu mengarahkan sebuah visi menjadi misi bersama. Pertanyaannya kemudian adalah pemimpin atau kepemimpinan seperti apa yang mampu mengawal kebijakan manajemen berbasis sekolah tersebut sampai ke tujuan yang diharapkan.

B. Rumusan Masalah 1. Apa itu kepemimpinan?

2. Apa itu manajemen berbasis sekolah?

3. Bagaimana bentuk kepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolah?

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan

Kompleksitas dan keunikan yang dimiliki oleh sekolah menuntut adanya efektivitas kepemimpinan pendidikan yang sangat fundamental dalam mewujudkan pencapaian tujuan sekolah. Kepemimpinan menjadi faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan suatu institusi pendidikan. Walaupun banyak faktor yang turut mempengaruhi dalam keberhasilan sekolah, tetapi kepemimpinan menempati posisi yang sangat vital bagi jalannya sistem ataupun subsistem yang terdapat dalam organisasi.

Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi, mendorong, mengajak dan menggerakkan serta membujuk orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian ini seseorang yang ingin diakui sebagai pemimpian harus memiliki kelebihan dalam beberapa fungsi diatas, yaitu mempengaruhi, membimbing sampai pada mengelola orang lain.

Sedangkan menurut Hermino (2014:89), menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan segenap bantuan yang dapat diberikan oleh seseorang bagi penetapan dan pencapaian tujuan kelompok. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Gary Yukl (Komariah 2015:5) leadership is defined broadly as influences processes affecting the interpretation of events for follower, the choice of objectives for the group organization, the organization of work activities to accomplish the objectives the motivation of followers to achieve to objectives, the maintenance of cooperative from people outside the group or organization.

Uraian di atas dapat diintisarikan bahwa kepemimpinan pendidikan berarti usaha untuk memimpin, mempengaruhi dan memberikan bimbingan kepada para personal pendidikan sebagai bawahan agar berbagai tujuan pendidikan dapat tercapai melalui

(6)

serangkaian kegiatan yang telah direncanakan. Kepemimpinan penididikan sebagai kemampuan dan kesiapan untuk dapat menggerakkan dan membina para pendidik/aparatur pendidikan sehingga mereka mau melakukan tugas-tugas pendidikan secara efektif dan efisien dalam rangka pencapaian tujuan.

Selanjutnya, menurut Danim (2016:128) juga menjelaskan fungsi kepemimpinan pendidikan sebagai pemimpin dapat diuraikan: (1) Bertanggung jawab agar para tenaga pendidik, staf administrasi, siswa menyadari tujuan institusi pendidikan yang telah ditetapkan; (2) Kepemimpinan pendidikan bertanggung jawab untuk menyediakan segala dukungan, peralatan, fasilitas, berbagai peraturan, dan suasana yang mendukung kegiatan (3) Kepemimpinan pendidikan harus mampu memahami motivasi setiap tenaga pendidik, staf administrasi, dan siswa, mengapa mereka bersikap dan berperilaku baik yang bersifat positif maupun reaksi yang tidak mendukung; (4) Kepemimpinan pendidikan sebagai sumber inspirasi bawahan; (5) Kepemimpinan pendidikan harus menjaga keseimbangan antara tenaga pendidik, staf administrasi, dan siswa, serta kepentingan masyarakat pihak lain.

Berdasarkan dari pendapat dan pandangan tersebut tentang definisi kepemimpinan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud kepemimpinan adalah suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk bekerja secara bersama dalam mencapai tujuan dari suatu organisasi. Dalam kepemimpinan terdapat tiga unsur yang melekat yaitu : kepemimpinan berarti kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan , atau kelompok, kepemimpinan berarti mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain, kepemimpinan berarti mencapai tujuan yang dikehendaki.

Setidaknya ada implikasi penting yang terkandung dalam melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dengan anggota kelompok secara seimbang, dan kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda atau seni untuk mempengaruhi tingkah

(7)

laku anggotanya dengan berbagai cara. Sehingga dapat diketahui kepemimpinan itu diantaranya adalah ; pertama, proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada anggotanya dalam rangka mencapai tujuan organisasi, kedua ilmu atau seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat untuk mencapai tujuan bersama, ketiga kemampuan untuk mempengaruhi,memberi inspirasi, dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan, keempat melibatkan pemimpin, pengikut, situasi tertentu, dan kelima kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan.

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau sekelompok anggota dan mempunyai peranan sentral yang merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan mutu pendidikan dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Melalui konseptual yang dimilikinya ia mengembangkan sekolah, melalui kemampuan sosial menggerakkan, mengayomi, dan memberi rasa nyaman pada orang-orang dibawah kepemimpinannya dan orang-orang di luar yang berkepentingan (stakeholder), melalui kemampuan teknis ia mendeskresikan cara melakukan pekerjaan dengan mitra kerjanya. Dari berbagai aspek yang diamati, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan menganalisis yang baik agar mampu mengantisipasi serta mengelola organisasi sekolah dengan efektif dan efisien dengan melakukan suatu pendekatan yang sesuai. Menurut Tatang (2016:42), menyebutkan bahwa pemimpin yang efektif harus memiliki dua fungsi, yaitu sebagai pemberi solusi dalam pemecahan masalah dan menjadi pembina dalam anggota kelompoknya.

Kepemimpinan atau leadership berarti being a leader power of leading atau qualities of leader (Andang,2017:481), artinya kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas seorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Ki Hajar Dewantara mendiskripsikan tiga karakter penting

(8)

bagi seorang pemimpin yaitu : (a) Ing Ngarsa Sung Tuladha, artinya pemimpin harus menjadi teladan pada saat berada di depan masyarakatnya; (b) Ing Madya Mangun Karsa, artinya pemimpin harus memberikan bimbingan pada saat berada di depan masyarakatnya (c) Tut Wuri Handayani, artinya pada saat di belakang harus memberi dorongan kepada masyarakat yang dipimpinnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan sifat yang dimiliki seseorang, dikarenakan tugas yang diembannya berusaha memberikan pengarahan kepada pengikutnya (follower) untuk mematuhi terhadap apa yang menjadi instruksi dari orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Seorang pemimpin yang berhasil di dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya memerlukan kriteria-kriteria yang merupakan faktor pendukung keberhasilannya, yang meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam dirinya, seperti : sifat, kemampuan pribadi (keahlian dan kemampuan) maupun motivasi untuk berprestasi pada diri pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar diri pemimpin yang berhubungan dengan orang lain maupun dukungan orang-orang disekelilingnya atau sifat-sifat kepribadian pengikut.

Kepemimpinan adalah terjemahan dari bahasa Inggris leadership yang berasal dari kata leader. Kata leader muncul pada tahun 1300-an, sedangkan kata leadership muncul belakangan sekitar tahun 1700-an (Garry A Yulk, 1989). Literatur tentang kepemimpinan jumlahnya sangat banyak dan definisi kepemimpinan bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan itu sendiri.

(9)

Dalam definisi secara luas kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa kepada para pengikutnya, pengorganisasian dari aktivitas untuk mencapai tujuan, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang diluar kelompok atau organisasi (Garry A Yulk, 1989). Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktifitas yang ada hubunganya dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Definisi ini mengandung tiga implikasi penting, yaitu,

1. Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan atau pengikut,

2. Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya,

3. Adanya kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda- beda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan berbagai cara.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, memberi inspirasi, dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepemimpinan itu melibatkan tiga hal, yaitu pemimpin, pengikut dan situasi tertentu (Don Hellreigel 1989).

Konsep kepemimpinan erat sekali hubunganya dengan konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya.

Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi,

(10)

keahlian, penghargaan, refrensi, informasi dan hubungan. Pada dasarnya kemampuan untuk mempengaruhi orang atau sekelompok untuk mencapai tujuan tersebut terdapat kekuasaan.

Kekuasaan dalam hal ini tak lain adalah kemampuan untuk mengajak orang lain untu melakukan apa yang diinginkan oleh pihak lain. Praktik kepemimpinan inilah yang berkaitan dengan mempengaruhi tingkah laku dan perasaan orang lain baik secara individual maupun kelompok dalam arahan tertentu. Kepimpinan membujuk pada proses untuk membantu mengarahkan dan memobilisasi orang atau ide-idenya. Dengan demikian, dapat diidentifikasi adanya beberapa komponen dalam kepemimpinan yaitu ;

a. Adanya pemimpin dan orang lain yang dipimpin,

b. Adanya upaya atau proses mempengaruhi dari pemimpin kepada orang lain melalui berbagai kekuatan.

c. Adanya tujuan akhir yang ingin dicapai bersama dengan adanya kepemimpinan itu.

d. Kepemimpinan bisa timbul dari suatu organisasi atau tanpa adanya organisasi tertentu.

e. Pemimpin dapat diangkat secara formal atau dipilih oleh para pengikutnya.

f. Kepeemimpinan berada dalam situasi tertentu, baik situasi pengikut maupun lingkungan eksternal.

Teori kepemimpinan terus berkembang dan hingga kini setidaknya terdapat empat fase pendekatan, pertama pendekatkan berdasarkan sifat-sifat (trait), kepribadian umum yang dimiliki seorang pemimpin. Kedua, berdasarkan pendekatkan tingkah laku (behavior pemimpin. Ketiga, berdasarkan pendekatkan situasional (contingency). Keempat, pendekatkan kembali kepada sifat atau ciri pemimpin yang menjadi acuan orang lain (John P Kotter 1990).

Ciri Efektifitas Pemimpin

(11)

Kepemimpinan mempengaruhi perilaku orang lain kearah tujuan tertentu sebagai indikator keberhasilan seesorang pemimpin. Penerapan kepemimpinan sangat ditentukan oleh situasi kerja atau keadaan anggota/bawahan dn sumber daya pendukung organisasi.

Kepemimpinan dalam bidang pendidikan lebih mengarah kepada pemberdayaan seluruh potensi organisasi dan menmpatkan bawahan sebagai penentu keberhasilan pencapaian organisasi, maka sentuhan terhadap faktor-faktor yang dapat menimbulkan moral kerja dan semangat untuk berprestasi menjadi perhatian utama. Perasaan dihargai, dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan bidang tugasnya dan perhatian pimpinan terhadap keluhan, kebutuhan, saran dan pendapat bawahan merupakan pra syarat bagi terciptanya iklim kerja yang kondusif.

Kepemimpinan merupakan fenomena universal dan unik. Siapapun akan menampakkan perilaku kepemimpinan ketika berinteraksi dalam format memberi pengaruh kepada orang lain. Oleh karena itu kepemimpinan merupakan sebuah fenomena yang kompleks, maka sangat sukar untuk membuat rumusan yang menyeluruh tentang arti ciri-ciri kepemimpinan. Menurut Sudarwan Danim ( 2010:13 ) ciri-ciri kepemimpinan adalah sebagai berikut:

a. Adaftif terhadap situasi.

b. Waspada terhadap lingkungan sosial.

c. Ambisius dan berorientasi pada pencapaian.

d. Tegas.

e. Kerjasama.

f. Menentukan.

g. Diandalkan.

h. Dominan atau berkeinginan dan berkekuatan.

(12)

i. Energik.

j. Percaya diri.

Menjadi seorang pemimpin yang efektif secara alami hanya memerlukan seseorang untuk berhenti berusaha menjadi orang lain atau beberapa kombinasi dari orang lain. Tentu saja pemimpin yang efektif mulai dengan menjadi diri sendiri. Menurut Gayla Hodge (2009) dalam Sudarwan Danim bahwa karakteristik pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut :

a. Memiliki Visi, pemimpin dapat melihat kemana organisasi harus pergi sebelum orang lain melakukannya.

b. Memiliki fokus untuk mencapai tujuan, pemimpin melakukan apa yang masuk akal dan bekerja dengan basis keunggulan.

c. Memenangi dukungan, memanfaatkan gaya dan aktivitas yang paling cocok untuk mereka sebagai individu.

d. Secara alami lebih terfokus untuk menjadi daripada melakukannya, pemimpin mengambil waktu untuk benar-benar tahu diri mereka sendiri.

e. Tahu bagaimana mereka bekerja, pemimpin belajar dari keberhasilan dan kegagalan, mengasah kemampuan, mengintegrasikan pengalaman, keteranpilan, kompetensi dan kesadaran dirinya.

f. Secara alami tahu bagaimana memanfaatkan kekuatan.

g. Tidak mencoba menjadi orang lain, seorang pemimpin memahami bahwa bekerja untuk diri sendiri hanya seketika berada pada posisi terbaiknya.

h. Mencari orang-orang dengan berbagai ciri efektivitas alam, pemimpin tidak hanya menghargai orang lain, melainkan juga bergantung pada orang lain untuk mengisi kekosongan.

i. Menarik orang lain, pemimpin dari orang-orang ingin bekerja untuk dengan mereka.

(13)

j. Mengembangkan kekuatan, dimana pemimpin membangun kekuatan diri sendiri sambil berusaha untuk memperbaiki kelemahannya.

B. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ( School Based Management)

Menurut Miftah Thoha (1999), saat ini sedang berlangsung perubahan paradigma manajemen pemerintahan. Beberapa perubahan tersebut antara lain:

a) Dari orientasi manajemen yang diatur oleh negara ke orientasi pasar. Aspirasi masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam mengolah dan menetapkan kebijaksanaan untuk mengatasi persoalan yang timbul.

b) Dari orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke demokrasi. Pendekatan kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan peranan rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi pertimbangan utama dalam tatanan yang demokratis

c) Dari sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan tidak lagi terpusat di satu tangan melainkan dibagi ke beberapa pusat kekuasaan secara seimbang.

d) Sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakan-akan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya akibat pengaruh dari tata-aturan global. Keadaan ini membawa akibat tata-aturan yang hanya menekankan tata-aturan nasional saja dan kurang menguntungkan dalam percaturan global Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah.Di samping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas.

Dengan demikian desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara.

Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi pendidikan terinci sbb:

(14)

 Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.

 Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.

 Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam.

 Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat.

 Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan. (Nuril Huda, 1999)

Pada era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan muncul kebijakan program dari Departemen Pendidikan Nasional, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Program ini merupakan upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah dalam mengelola institusinya. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi. Desentralisasi pendidikan mencakup tiga hal, yaitu:

a) Manajemen berbasis lokasi b) Pendelegasian wewenang c) Inovasi kurikulum

Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a

(15)

strategy for better learning. Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatan MBS ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan.

Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya. Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing- masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya. Pada kenyataannya selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah (Agus Dharma, 2003).

Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam pendekatan MBS ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusankeputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya. Dengan kebijakan MBS tersebut, maka institusi sekolah sebagai unit

(16)

operasional secara langsung menangani segala hal yang berkaitan mempunyai peran yang sangat besar. Seluruh komponen persekolahan yakni kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat harus berbenah diri dan terlibat aktif dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Namun permasalahan yang muncul kemudian adalah siapakah yang harus berperan memimpin dan bagaimanakah mengembangkan kepemimpinan untuk mewujudkan konsep ideal kebijakan MBS tersebut. Desentralisasi dan otonomi merupakan suatu given pada saat ini, sementara sebagian besar mind set para pemimpin di daerah maupun unit sekolah kadang masih bersifat sentralistik.

C. PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

Dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, maka seluruh institusi yang berkaitan dengan UU tersebut otomatis harus melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang termaktub di dalamnya. Sesuai dengan amanat UU tersebut, maka paradigma pendidikan berubah dari yang bersifat sentralistik menuju ke arah desentralistik.

Perubahan paradigma ini mempunyai dampak yang luas di bidang pendidikan dan persekolahan di Indonesia.Seluruh institusi pendidikan siap atau tidak harus mulai merubah dan berubah sesuai dengan ketentuan undang-undang. Berlandaskan ketentuan UU No. 20 Tahun 2003 diluncurkan kebijakan tentang persekolahan, yakni Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Sebelum desentralisasi, beberapa sekolah di Indonesia sudah ada yang melaksanakan proses Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sekolah secara internal..

Sekarang ini beberapa propinsi di Indonesia mulai mencoba menerapkan MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan.. Pelaksanaan MBS sekarang terbukti dapat mengubah kebudayaan dan sistem, sehingga sekolah berkembang

(17)

efektif dan "sustainable". Terjadi transformasi yang sangat luar biasa bagi perkembangan sekolah

Seluruh komponen persekolahan yakni kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat harus berbenah diri. terlibat dan berperan dalam rangka meningkatkan kualitas mutu sekolah. . Sesuai dengan etos MBS peran setiap pihak sangat diperlukan dalam setiap pengambilan keputusan di sekolah, melalui proses terbuka, diskusi dan saling tukar pikiran dalam rangka mendukung guru di lapangan dan proses belajar-mengajar secara maksimal. Di dalam MBS, tidak ada peserta (stakeholder) yang dianggap superior. Semua stakeholder, Dewan Pendidikan, guru baru, atau orang tua yang petani, masing-masing membawa input (pengalaman) dan kebutuhan mereka ke meja diskusi untuk mencari jalan terbaik bagi keperluan mereka sendiri.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebijakan MBS adalah kebijakan yang mendorong kemandirian dan memberdayakan potensi sekolah-sekolah di Indonesia.

Keterlibatan maksimal dari berbagai pihak, antara lain Kepala Sekolah, guru, orang tua, Dewan Pendidikan, dan Dinas Pendidikan di daerah benar-benar diharapkan bagi suksesnya MBS dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Namun pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana efektivitas institusi sekolah dalam menerapkan kebijakan MBS dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasar teori di atas, dikatakan bahwa efektivitas organisasi tidak hanya tergantung dari kemampuan manajerial, melainkan faktor kepemimpinan (leadership). Kemudian, siapakah yang paling berkepentingan dan siapakah yang harus menjadi pemimpin (leader) agar kebijakan MBS mencapai tujuannya? Secara teoritis, semua pihak memang harus terlibat aktif yakni kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat yang peduli. Akan tetapi pada prakteknya, peran Kepala Sekolah dan Komite Sekolah sangat menentukan; kepemimpinan Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah paling menentukan kebijakan sekolah seperti tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum.

Dengan melihat tanggung jawab besar tersebut, maka pengembangan kepemimpinan dari Kepala Sekolah dan Pemilihan Ketua Komite Sekolah perlu mendapat perhatian yang serius. Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah perlu diperhadapkan pada serangkaian pengalaman belajar seperti yang mampu pengembangkan kepemimpinannya. Dalam buku

“Handbook Leadership Development” (1998) diungkapkan bahwa hanya elemen pengalaman

(18)

yang mengandung penilaian, tantangan, dukungan merupakan pengalaman yang akan mengembangkan kepemimpinan seseorang.

Namun pada prakteknya, Kepala Sekolah sebenarnya merupakan aktor yang paling diharapkan berperan sebagai pemimpin dalam MBS untuk mewujudkan visi menjadi misi yang feasible bagi peningkatan pelayanan dan kualitas sekolah. Pihakpihak lain seperti, komite sekolah, para guru, orangtua, dewan pendidikan dan dinas pendidikan diharapkan menyumbang pada pengembangan kepemimpinan Kepala Sekolah dalam hal, penilaian, tantangan, dan dukungan.

Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan suatu kemampuan dan kesiapan kepala sekolah untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan, atau bisa dikatakan bantuan yang diberikan oleh kepala sekolah terhadap penetapan pencapaian tujuan pendidikan (Komariah, 2015:17).

Selanjutnya menurut Andang (2017:19) bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan suatu kemampuan dan kesiapan kepala sekolah untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan, atau bisa dikatakan bantuan yang diberikan oleh kepala sekolah terhadap penetapan pencapaian tujuan pendidikan.

Dalam ruang lingkup organisasi, kepemimpinan memiliki dua bentuk yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal terjadi apabila di lingkungan organisasi jabatan otoritas formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang muncul dan berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau berbagai

(19)

sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan.

Menurut Komariah (2015:12) menjelaskan bahwa sebagai seorang kepala sekolah dan sebagai pemimpin pendidikan juga sedikitnya harus mengetahui, menyadari dan memahami tiga hal:

1. Mengapa pendidikan yang berkualitas diperlukan di sekolah;

2. Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas sekolah;

dan

3. Bagaimana mengelola sekolah secara efektif untuk mencapai prestasi yang tinggi.

Sehingga berdasarkan pemahaman di atas maka lahirlah indikator-indikator kepemimpinan kepala sekolah yang efektif sebagai berikut:

1. Menekankan kepada guru dan seluruh warga sekolah untuk memenuhi normanorma pembelajaran dengan disiplin yang tinggi.

2. Membimbing dan mengarahkan guru dalam memecahkan masalah-masalah kerjanya, dan bersedia memberikan bantuan secara proporsional dan profesional.

3. Memberikan dukungan kepada para guru untuk menegakkan disiplin peserta didik.

4. Menunjukkan sikap dan prilaku teladan yang dapat menjadi panutan atau model bagi guru, peserta didik, dan seluruh warga sekolah.

5. Membangun kelompok kerja aktif, kreatif, dan produktif.

6. Memberikan ruang pemberdayaan sekolah kepada seluruh warga sekolah.

Apabila keenam indikator kepemimpinan telah dimiliki oleh kepala sekolah maka sekolah tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah tergambar dari kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi dan perannya

(20)

sebagai EMASLIM serta standar kompetensi yang diisyaratkan dala Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yaitu,

1. Sebagai pendidik (educator);

2. Manajer;

3. Administrator;

4. Supervisor (penyelia);

5. Leader (pemimpin);

6. Inovator; dan 7. Motivator

(21)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Manajemen Berbasis Sekolah (School-Based Management) merupakan kebijakan bidang persekolahan di Indonesia. Kebijakan ini diambil sebagai konsekuensi berlakunya undang-undang tentang otonomi daerah. Sejalan dengan itu terjadi perubahan di bidang pendidikan dari sentralisasi menuju ke desentralisasi pendidikan. Perubahan paradigma pendidikan di Indonesia ini, di satu sisi memberikan keleluasaan pada daerah tingkat II maupun sekolah untuk mengatur dirinya sendiri, di lain sisi pemerintah daerah maupun sekolah masih tertanam mind set sentralistik seperti yang selama ini berlangsung.

Kegamangan menjalankan kebijakan ini menuntut kepemimpinan yang mampu mengarahkan serta mewujudkan visi menjadi misi bersama yang feasible. Kepala Sekolah diharapkan mampu berperan sebagai aktor yang memimpin demi tercapainya tujuan yang diharapkan.

Namun, keberhasilan dari Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah ini dapat tercapai dengan baik apabila didukung partisipasi stake holder, yakni pemerintah daerah tingkat II melalui Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, para guru, dan masyarakat yang terpanggil untuk bersama-sama meningkatkan kualitas mutu pendidikan di sekolah setempat.

B. Saran

Dalam penulisan ini penulis masih memiliki kekurangan dan kesalahan dan mohon untuk ibu dosen dan para reviewer untuk memberikan koreksi agar makalah ini menjadi lebih baik dan sempurna.demikian hasil penyajian makalah kami.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Andang. 2017, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Agus Dharma. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. hhtp://www.ed. Manajemen Berbasis Sekolah.html

American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals.

1988. School-Based Management: A Strategy for Better Learning. Arlington, Virginia.

Cynthia D. McCauley, Russ S. Moxley, Ellen Van Velsor. 1998. The Centre For Creative Leadership: Handbook of Leadership Development. San Francisco:

Jossey-Bass Publisher

Cresswell, John. W. 2015. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Danim, Sudarwan. 2016. Kepemimpinan Pendidikan: Kepemimpinan Jenius (IQ + EQ), Etika, Perilaku, Perilaku Motivasional, dan Mitos. Bandung: Alfabeta.

Don Hellreigel, Management , New York : Addison wesley publising, 1989.

Garry A. Yulk, kepemimpinan dalam organisasi terjemahan Jusuf Udayana , Jakarta, Prenhalindo,1998.

Garry A. Yulk, leadership in organization, New jersey, PrenticeHall Inc.,second edition, 1989.

Hermino, Agustinus. 2014, Kepemimpinan Kependidikan Di Era Globalisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(23)

John P. Kotter, How Leadership Differs from Management, New York, The Free Press, 1990.

Kotter, John. 1996. Leading Change. Boston, Massachusetts: Harvard Business School Press.

Komariah, Aan dan Cepi Triatna, 2015. Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyasa, E. 2017. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah Edisi 2 Jakarta:

Bumi Aksara.

Sani, Ridwan, dkk. 2015. Penjaminan Mutu Sekolah . Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Tatang S, Basri, Hasan. 2015, Kepemimpinan Pendidikan, Bandung: Pustaka setia.

Tjiptono, Fandy, & Diana, Anastasia. 2013. Total Quality Management Edisi Revisi.

Yogyakarta: Penerbit Andi.

Triwiyanto, T. 2013. Pemetaan Mutu Budaya Berbasis Sekolah melalui Audit Budaya Pendidikan. Jurnal Budaya Pendidikan, 24(2), 125–135

Referensi

Dokumen terkait