• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Keracunan Peptisida Dan Kadar Hemoglobin Pada Petani Cabe - Unri

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PDF Keracunan Peptisida Dan Kadar Hemoglobin Pada Petani Cabe - Unri"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

KERACUNAN PEPTISIDA DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PETANI CABE

Dewi Yudiana Shinta1, Herix Sonata MS2

1STIKES Perintis Padang

2ITP Padang

dyshinta@ymail.com dan herix_sonata@yahoo.com Abstract

The use of chemical pesticides can cause poisoning and death in humans. Pesticides can pollute the environment, especially water bodies. The impact of using pesticides can cause irritation of the lining of the eyes or skin, disruption of the hormone system, organ failure and death. Chronic poisoning due to exposure to pesticides in the form of abnormalities in blood profiles such as hemoglobin, neutrophils, leukocytes, nervous system and digestive system. The influence of pesticides on hemoglobin levels causes decreased production or increased destruction of red blood cells and makes the formation of methemoglobin in red blood cells causing hemoglobin to become abnormal and unable to carry out its function in delivering oxygen. This study aims to analyze the relationship of pesticide poisoning with hemoglobin levels in chilli farmers. The benefits of this research can be a concern for the community in the use of pesticides. Examination of pepticide levels in the blood is used by the comparator method (comparative glass), and examination of hemoglobin levels using the sahli method. Based on statistical tests, a significant value of 0.0363 means <0.05 means that there is no effect of hemoglobin levels on pepticide levels. But when viewed from hemoglobin levels, there is an influence of hemoglobin levels on pepticide levels in the blood so that that can cause low hemoglobin levels. So it can be concluded that the significant value of the SPSS test cannot be used as a guideline because of the insufficient number of respondents. This research is expected to be one of the references in the use of chemical pesticides.

Keyword : Pesticide, Hb

PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara agraris yang sebagian penduduknya memiliki mata pencarian sebagai petani. Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Banyak wilayah kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk salah satunya Kabupaten Kerinci.

Perkebunan merupakan sebagai sumber penghasilan utama daerah Kabupaten Kerinci. Pengelolaan pertanian yang di beberapa daerah masih di dominasi oleh pertanian tradisional harus berubah menjadi pertanian modern untuk meningkatkan hasil dan kualitas serta nilai jual hasil pertanian. Dalam bidang pertanian modern, pestisida digunakan sebagai sarana untuk membunuh hama- hama tanaman. Penggunaan yang sesuai aturan dengan cara yang tepat adalah hal mutlak yang harus dilakukan mengingat bahwa pestisida adalah bahan yang beracun yang dapat mencemari lingkungan dan dapat membahayakan kehidupan manusia (Sembel, 2012).

Salah satu zat yang terkenal yang digunakan para petani di bidang pertanian adalah pestisida. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) pestisida adalah setiap zat atau campuran yang diharapkan untuk mencegah, menghancurkan atau mengontrol setiap hama termasuk vektor terhadap manusia dan penyakit pada binatang dan tanaman yang tidak disukai dalam proses produksi (Runia Y, 2008). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada pekerja petani dengan tingkat kematian mencapai 220.000

(2)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

korban jiwa, sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi di negara-negara berkembang. Dampak insiden masih tetap dirasakan hingga 30 tahun pasca kejadian dengan banyaknya kelahiran cacat dan kasus gagal organ dalam.

Dampak ringan jangka pendek, mungkin hanya menyebabkan iritasi pada selaput mata atau kulit, namun dampak ringan jangka panjang berpotensi menimbulkan berbagai dampak kesehatan, seperti gangguan terhadap sistem hormon, kegagalan organ dan kematian (Pamungkas, 2016).

Selain itu resiko bagi kesehatan yaitu dalam bentuk keracunan akut dan keracunan kronik yang berjangka panjang, keracunan akut terjadi karena kecerobohan dan tidak memperhatikan aspek keamanan seperti penggunaan Alat Perlindungan Diri (APD). Keracunan kronik akibat terpapar pestisida dapat dalam bentuk abnormalitas pada profil darah seperti hemoglobin, netrofil dan leukosit, kerusakan hormon endokrin, sistem saraf, dan sistem pencernaan (Proverawati, 2011).

Hemoglobin merupakan bagian utama dari sel darah merah (eritrosit) yang mengikat oksigen, jika seseorang yang memiliki nilai jumlah eritrosit dibawah normal atau kadar hemoglobinnya rendah, maka sel-sel tubuh tidak akan mendapatkan oksigen yang cukup sehingga timbul gejala anemia, seperti, kelelahan, lemah, letih, lesu (Febrianty dkk, 2013). Dalam Penelitian, kepada para petani anggur yang terpapar pestisida mendapati penurunan dalam beberapa komponen hematologi seperti Hemoglobin, Hematokrit dan Red Blood Cell (Patil Jyotsna et al, 2003), penelitian pada petani di beberapa desa di India menyimpulkan hal yang sama dimana didapati penurunan pada parameter hematologi seperti Hemoglobin, Hematokrit, dan Red Blood Cell (Reddy PB, Jagdishk, 2012). Penelitian yang dilakukan di India juga didapati bahwa terdapat pengaruh pestisida dalam kadar hemoglobin dimana pestisida ini menyebabkan penurunan produksi atau peningkatan penghancuran sel darah merah hal ini membuat terbentuknya methemoglobin di dalam sel darah merah (Djau R, 2009). Hal ini menyebabkan hemoglobin menjadi tidak normal dan tidak dapat menjalankan fungsinya dalam menghantar oksigen (Rahayuningsih,2008).

Pengaruh pestisida terhadap kesehatan para petani sudah seharusnya menjadi perhatian semua orang terutama para tenaga medis. Hal ini menarik untuk dibahas dan diteliti, apalagi pengaruh pestisida terhadap kadar Hb pada petani yang ada di Kabupaten Kerinci belum diketahui secara jelas. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik mengangkat topik ini agar dapat mengetahui analisa pestisida dan kadar Hb pada petani di Daerah Kabupaten Kerinci.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan keracunan pestisida dengan penurunan kadar Hb petani. Manfaat penelitian ini untuk memberikan gambaran pada pemerintah daerah dan petani tentang bahaya dari penggunaan pestisida kimia. Dan dari hasil penelitian ini berharap di tahun mendatang untuk mengurangi dari penggunaan pestisida kimia ini.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain deskriptif yaitu menganalisa pestisida dalam darah dan kadar hemoglobin pada petani cabe di daerah kabupaten kerinci pada tahun 2019.

Populasi yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah petani cabe yang menggunakan pestisida atau petani cabe yang di duga terpapar pestisida dan dipilih secara acak.

(3)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

Sampel yang digunakan adalah sampel dari petani cabe yang diduga terpapar pestisida sebanyak 10 sampel dengan teknik simple random sampling.

Dalam penelitian ini untuk menganalisa pestisida dan kadar hemoglobin pada petani cabe di daerah kabupaten kerinci. Jumlah sampel dengan menggunakan rumus besar sampel Slovin:

n = N

N . d2 + 1 n = 10

10 . 0.052 + 1 n = 10

1,0 25

n = 9,75 = 10

Jadi,besar sampel yang akan diambil sebanyak 10 sampel.

Keterangan :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d2 = presisi (ditetapkan 5% dengan tingkat kepercayaan 95%) Kriteria sampel

Kriteria Inklusi

Petani yang diduga keracunan pestisida dan bersedia untuk diambil darah venanya sebagai sampel.

Kriteria Eklusif

Petani yang tidak menggunakan pestisida dan Petani yang tidak bersedia menjadi sampel penelitian.

Alat dan Bahan Alat

Tabung reaksi 5ml, tourniquet, timbangan analitik ,dan kuvet, tabung vacum, mikropipet, rak tabung, komparator (kaca pembanding), spritus, pipet hemoglobin sahli, Hemoglobinometer, batang pengaduk, tabung pengencer hemometer.

Bahan

Darah vena, serum darah, reagen cholinesterase, aquadest, tissue, yellow tip, kapas kering, kapas alkohol, spuit, plaster, dan reagen Drabkin.

Prosedur Kerja

Penyiapan Sampel Darah

Sampel darah diambil dari darah vena menggunakan jarum suntik steril sebanyak 5 ml. Sampel darah dimasukkan kedalam tabung yang berisi EDTA sebagai antikoagulan, jika pemeriksaan ditunda, maka sampel disimpan dalam suhu 4°C dan bisa bertahan dalam waktu sampai 1 minggu.

Pengambilan Sampel Darah Vena

Prosedur pengambilan darah vena : Tempat yang akan ditusukdibersihkan dengan alkohol 70% dan dibiarkan sampai kering, tourniquet dipasang pada lengan atas untuk mengambil darah vena dan fossa cubiti, orang yang akan

(4)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

diambil darahnya diminta untuk mengepal dan membuka tangannya berkali-kali agar vena dapat teraba jelas kali tujuannya agar bagian vena terlihat jelas. Lalu, Bersihkan pada bagian mediana cubiti dengan kapas alkohol 70 % dari dalam keluar dan biarkan kering. selanjutnya, Tusuk kulit dibagian vena dengan spuit pada bagian mediana cubiti. Sampai ujung jarum masuk ke dalam pembuluh vena. Lalu, Lepaskan tourniquet saat darah terlihat mengalir masuk kedalam spuit. Kemudian minta pasien membuka kepalan tangan pelan-pelan. Setelah darah didapat sesuai dengan volume yang diinginkan kemudian letakkan kapas diatas jarum dengan sedikit ditekan dan cabut jarum, biarkan selama 2 menit. (Buku Saku Analis Kesehatan, 2013).

Pemeriksaan Kadar Hemoglobin dengan Metode Sahli

Masukkan larutan HCl 0,1N kedalam tabung sahli sampai tanda batas angka 2, pipet darah dengan menggunakan pipet sahli sampai melewati batas, bersihkan ujung pipet,.Masukkan pipet yang berisi darah kedalam tabung sahli, sampai ujung pipet menempel pada dasar tabung, kemudian dorong pipet spuit pelan-pelan. Usahakan agar tidak timbul gelembung udara. Bilas sisa darah yang menempel pada dinding pipet dengan cara memipet HCl sebanyak 3-4 kali. Campur sampai rata dan diamkan selama kurang lebih 10 menit. Masukkan ke dalam alat pembanding, encerkan dengan aquadest tetes demi tetes sampai warna larutan (setelah diaduk sampai homogen) sama dengan warna gelas dari alat pembanding. Bila sudah sama, baca kadar hemoglobin pada skala tabung. (Gandasoebrata R, 2010).

Pengukuran Cholinesterase

Pembuatan larutan Bromtimo Blue

Timbang bromtimo blue sebanyak 112 mg dengan menggunakan timbangan analitik. Panaskan aquadest sebanyak 250 ml sampai mendidih, Larutkan bromtimo blue dengan aquadest mendidih sebanyak 250 ml, Homogenkan, tunggu sampai dingin dan reagen pun siap digunakan.

Pembuatan larutan asetil cholin

Timbang asetil cholin sebanyak 0,25 gr dengan menggunakan timbangan analitik. Panaskan aquadest sampai mendidih sebanyak 50 ml. Larutkan asetil cholin 0,25 gr dengan aquadest mendidih sebanyak 50 ml.

Homogenkan, tunggu sampai dingin dan reagen siap digunakan.

Pemeriksaan cholinesterase

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemeriksaan cholinesterase dengan menggunakan komparator (kaca pembanding). Darah yang telah diambil,kemudian disediakan 10 tabung reaksi dan letakkan dirak tabung, Pipet reagen 1 (bromtimo blue) sebanyak 0,5 ml Lalu,masukkan kedalam masing-masing tabung reaksi, tambahkan darah EDTA sebanyak 10 ul kemudialn homogenkan, Tambahkan reagen 2 (asetil cholin) sebanyak 0,5 ml pada tabung, kemudian homogenkan kembali, Kemudian inkubasi selama 25 menit dengan suhu ruangan, Periksa dengan kompatator (kaca pembanding) dengan cara melihat dengan kaca pembanding, tunggu hasil sampai keluar, catat hasil.

Analisa Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan uji regresi dengan program SPSS XII.

(5)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

HASIL PENELITIAN

Pemeriksaan kadar pestisida dalam darah (cholinesterase) dan kadar hemoglobin.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Kerinci pada bulan Februari 2019. Sampel dalam penelitian ini adalah petani cabe yang diduga terpapar pestisida sebanyak 10 orang dan diambil darah venanya sebanyak 5 ml. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple random sampling . Hasil penelitian ini didapatkan semua responden berjenis kelamin laki-laki yang diperiksa kadar pestisida dan kadar hemoglobin dalam darah.

Tabel.1 Hasil pemeriksaan kadar cholinesterase dan kadar Hemoglobin.

No. Nama Jenis kelamin Umur Lama bekerja Kadar cholinesterase Kadar Hb 1. AD Laki-laki 48 Tahun > 10 Th 75 % 11 g/dl 2. TN Laki-laki 50 Tahun > 10 Th 62,5 % 11,2 g/dl 3. HT Laki-laki 48 Tahun > 10 Th 75 % 12,4 g/dl 4. HS Laki-laki 52 Tahun > 10 Th 62,5 % 10,4 g/dl 5. UO Laki-laki 50 Tahun > 10 Th 75 % 12 g/dl 6. BM Laki-laki 25 Tahun 1 – 5 Th 75 % 10,6 g/dl 7. NK Laki-laki 23 Tahun 1 – 5 Th 75 % 11,2 g/dl 8. JK Laki-laki 47 Tahun > 10 Th 75 % 11,4 g/dl 9. BB Laki-laki 38 Tahun 6 – 10 Th 75 % 10,4 g/dl

10. NN Laki-laki 39 Tahun 6 – 10 T 75 % 11, 4g/dl

Karakteristik Responden.

Karakteristik Responden berdasarkan umur

Distribusi responden berdasarkan umur didapatkan persentase 50%

dengan sebagian besar berada pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu berjumlah 5 orang Berdasarkan tabel 2.

Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan umur Umur

Umur responden Jumlah responden Persentase

20-30 31-40 41-50 51-60

2 2 5 1

20 % 20 % 50 % 10 %

Total 10 100

Karakteristik responden berdasarkan lama waktu penggunaan pestisida

Distribusi responden berdasarkan lama waktu penggunaan pestisida yang digunakan didapatkan persentase 60% dengan lama waktunya adalah lebih dari 10 tahun. Berdasarkan tabel 3.

Tabel.3 Distribusi responden berdasarkan lama waktu penggunaan pestisida Lama waktu penggunaan pestisida

Waktu penggunaan pestisida Jumlah responden Persentase 1-5 Tahun

6-10 Tahun

>10 Tahun

2 20 %

2 20 %

6 60 %

Total 10 100 %

(6)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

Karakteristik responden berdasarkan lama waktu penyemprotan

Distribusi responden berdasarkan lama waktu peyemprotan digunakan dengan persentase 60% yaitu lebih dari 1 jam. Berdasarkan tabel 4.

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan lama waktu penyemprotan Lama waktu penyemprotan

Waktu penyemprotan Jumlah responden Persentase

<1jam 4 40 %

>1jam 6 60 % Total 10 100 %

Analisa kadar peptisida dalam darah dengan kadar hemoglobin.

Analisa kadar peptisida dengan kadar hemoglobin berdasarkan uji regresi.

didapatkan nilai signifikan yaitu 0.363 berarti < 0.05 artinya bahwa tidak ada pengaruh kadar hemoglobin terhadap kadar peptisida.Tetapi jika dilihat dari nilai kadar hemoglobin, ada pengaruh kadar hemoglobin terhadap kadar peptisida dalam darah (cholinesterase) sehingga yang bisa menyebabkan kadar hemoglobin rendah.Berdasarkan tabel 5.

Tabel 5 Analisa kadar peptisida dengan kadar hemoglobin berdasarkan uji regresi.

Kadar pestisida terhadap kadar hemoglobin

Nilai signifikan SPSS Nilai p signifikan 0,363 0,05

PEMBAHASAN

Pemeriksaan kadar pestisida dalam darah (cholinesterase) dan kadar hemoglobin.

Dari hasil pemeriksaan kadar pestisida dalam darah (cholinesterase) dan kadar hemoglobin didapatkan bahwa semua reponden berjenis kelamin laki-laki, karena saat melalukan penelitian responden yang datang hanya laki-laki. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat keracunan pestisida responden maka semakin rendah kadar hemoglobinnya.(Tabel 1)

Penelitian yang dilakukan oleh Djau tahun 2009 di India juga didapati bahwa terdapat pengaruh pestisida dalam kadar hemoglobin dimana pestisida ini menyebabkan penurunan produksi atau peningkatan penghancuran sel darah merah. hal ini membuat terbentuknya methemoglobin di dalam sel darah merah. Hal ini menyebabkan hemoglobin menjadi tidak normal dan tidak dapat menjalankan fungsinya dalam menghantar oksigen (Djau R, 2009).

Kategori responden

Dari hasil distribusi responden berdasarkan umur didapatkan bahwa sebagian besar responden berada pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu dengan persentase 50% berjumlah 5 orang. Umur yang dimaksud merupakan lama hidup responden sejak responden lahir.(Tabel 4.2)

Distribusi responden berdasarkan lama waktu bekerja sebagai petani dan menggunakan pestisida, diketahui bahwa lama waktu penggunaan pestisida yang digunakan dengan persentase 60% yaitu sebanyak 6 orang, dan menggunakan pestisida lebih dari 10 tahun Lama waktu yang dimaksud adalah waktu responden menggunakan pestisida sebagai pupuk untuk tanaman cabe (Tabel 4.3).

(7)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

Distribusi responden berdasarkan lama waktu penyemprotan pestisida yang digunakan yaitu lebih dari 1 jam dengan persentase 60%, sebanyak 6 orang.

(Tabel.4). Berdasarkan pengolahan data secara SPSS diperoleh hasil bahwa tidak adanya hubungan kadar pestisida dalam darah dengan kadar hemoglobin pada petani cabe, dengan diketahui bahwa dari uji statistik didapatkan nilai signifikan yaitu 0.363 berarti < 0.05 artinya bahwa tidak ada pengaruh kadar hemoglobin terhadap kadar peptisida.Tetapi jika dilihat dari nilai kadar hemoglobin, ada pengaruh kadar hemoglobin terhadap kadar peptisida dalam darah yang bisa menyebabkan kadar hemoglobin rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai signifikan dari uji SPSS tidak bisa dijadikan pedoman dikarenakan jumlah responden yang kurang.

(Tabel.5)

Perbedaan metode komparator dan spektrofotometer

Untuk pemeriksaan kadar pestisida dalam darah (cholinesterase) metode yang digunakan yaitu pemeriksaan cholinesterase dengan menggunakan komparator (kaca pembanding). Cara menentukan kadar cholinesterasenya ialah dengan membandingkan kedua warna dengan warna standar, sampai hasilnya cocok dengan warna standard.(Anam Haerul,dkk.2015) Sedangkan dengan cara spektrofotometer cara menentukan kadar cholinesterase diukur dengar cara mengukur absorbansi dengan melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuvet.

Mekanisme kerja masuknya pestisida dalam tubuh

Pestisida digunakan untuk membasmi hama tanaman yang mengandung resiko keracunan pada manusia, berat tingkat keracunan berhubungan dengan tingkat penghambatan cholinesterase dalam darah. Kontaminasi lewat kulit umumnya disebabkan karena pada saat penyemprotan, pencampuran pestisida dan proses pencucian alat-alat yang digunakan sebagai wadah pupuk yang mengandung pestisida.(Wispriono,et al,2013).

Keracunan pestisida yang disebabkan oleh masuknya gas dan partikel yang terhisap lewat hidung,partikel yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat masuk mencapai paru-paru, namun partikel yang berukuran lebih besar dari 50 mikron akan menempel di selaput lendir hidung atau kerongkongan dan kemudian masuk ke dalam pembuluh darah lalu masuk ke dalam hati, di hati golongan pestisida organofosfat dan karbamat akan berikatan dengan enzim asetilkolinesterase dan menghambat enzim ini sehingga asetilkolin tidak dihidrolisis menjadi acetat dan cholin. Akibatnya asetilkolinesterase tidak berfungsi, dan terjadi penumpukan asetilkolin pada ujung syaraf, sehingga syaraf dalam tubuh terus-menerus mengirim perintah kepada otot tertentu, akibatnya otot berkontraksi tanpa dapat dikendalikan. (Handayani,2009)

Golongan pestisida yang banyak digunakan oleh petani merupakan pestisida golongan organofosfat dan karbamat yaitu dilihat pada beberapa pertanyaan yang diajukan, para petani menggunakan pupuk organik dan anorganik, adapun jenis pupuk anorganik yang digunakan yaitu merek phonska, perpitos, KCL, NPK ,Urea, TSP, SP dan lain sebagainya, beberapa pupuk tersebut termasuk pestisida golongan organofosfat dan karbamat.

Yang mana kandungan dari beberapa jenis pupuk anorganik tersebut adalah Magnesium (Mg), Nitrogen (N) ,Fosfat(P2O5), Kalium(K2O), Sulfur(S), Seng(Zn) dan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi kandungan dari organofosfat dan karbamat yaitu, Dichlorovos, Dimethoat, Palathion, Malathion, Diazino, Carbaryl Carbofuran Methiocorb Thiocarb, yang mana

(8)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

kandungan tersebut bisa menyebabkan efek toksik.(Djau R,2009).

Organofosfat pada dasarnya dapat menghambat aktifitas dari cholinesterase, yaitu suatu enzim yang mempunyai peranan penting pada transmisi dari signal saraf. Sama hal nya dengan organofosfat, karbamat menghambat enzim-enzim tertentu, terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat efek toksik dari efek bahan racun lain.Cholinesterase adalah suatu enzim di dalam jaringan tubuh yang berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar, dan sel-sel syaraf bekerja secara terorganisir (Rustia dkk,2010). Tinggi rendahnya aktivitas enzim cholinesterase menjadi indikator tinggi rendahnya tingkat keracunan.

Dampak keracunan pestisida

Keracunan pestisida menyebabkan kelumpuhan secara pelan-pelan.Tingkat keparahan dan kecepatan kelumpuhan ditentukan oleh dosis dan frekuensi pemaparan. Gejala yang ditimbulkan pada keracunan organofosfat penglihatan kabur, kelemahan otot, diare, mual, banyak mengeluarkan air liur, berkeringat, edem paru dan reaksi konvulsif (Zakaria, 1997).Klasifikasi tingkat keracunan berdasarkan persentase cholinesterase dalam darah, antara lain sebagai berikut :

1. Kategori Normal yaitu bila > 75% -100% aktifitas enzim kolinesterase dalam darah normal.

2. Kategori keracunan ringan yaitu bila > 50% -75% aktifitas enzim kolinesterase dalam darah normal. Orang yang diperiksa mungkin over exposure oleh karenanya perlu dikaji ulang. Jika responden lemah agar disarankan untuk istirahat (tidak kontak) dengan pestisida jenis organofosfat selama 2 minggu, kemudian uji ulang sampai mencapai kesembuhan.

3. Kategori keracunan sedang yaitu bila > 25% - 50% aktifitas enzim kolinesterase dalam darah normal. Responden mengalami over exposure yang serius, disarankan untuk segera menguji ulang tingkat keracunan.

Jika hasilnya benar responden disarankan istirahat dari semua pekerjaan yang berhubungan dengan insektisida. Bila yang bersangkutan sakit harus segera dirujuk pada pelayanan kesehatan terdekat.

4. Kategori keracunan berat yaitu bila 0% -25% aktifitas enzim kolinesterase dalam darah normal. Over exposure yang sangat serius dan berbahaya.

Perlu diuji ulang dan yang bersangkutan harus diistirahatkan dari semua pekerjaan dan perlu segera di rujuk kepada pemeriksa medis (Depkes RI, 1992).

Hubungan pestisida dengan hemoglobin

Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang keracunan pestisida kebanyakan adalah umur,jenis kelamin, kadar hemoglobin, dan keadaan kesehatannya. Organofosfat yang masuk melalui kulit, tehirup dengan hidung, atau melalui mulut, dapat mempengaruhi asetilkolinesterase di sel darah merah,plasma darah, dan bagian tubuh lain, toksisitas partikel pestisida ditentukan oleh kondisi fisik individu yang terpapar.(Priyanto, 2009)

Petani yang tidak anemia secara tidak langsung mendapatkan efek yang lebih rendah. Petani yang anemia memiliki resiko lebih besar bila bekerja dengan pestisida organofosfat dan karbamat. Petani yang terpapar pestisida, kadar hemoglobinnya rendah akan menyebabkan kadar cholinesterasenya rendah, karena sifat organofosfat yang mengikat enzim cholinesterase yang

(9)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

pada akhirnya cholinesterase tidak lagi mampu menghidrolisa achetilcholin.

(Natawigana, 1993).

Selain itu petani yang memiliki nilai dari kadar Hemoglobin yang rendah bisa disebabkan oleh karena kecacingan, karena kecacingan sebagian besar disebabkan oleh cacing tambang, dan menyebabkan kehilangan darah di saluran pencernaan. Cacing dewasa di usus halus menyerap darah, merusak sel eritrosit, dan degrenasi hemoglobin pada tubuh inang.

Sehingga bisa jadi petani cabe di daerah kabupaten kerinci memiliki kadar hemoglobin yang rendah akibat kecacingan karena mereka sering berhubungan dengan tanah dan juga kebersihan diri seperti mencuci tangan tidak bersih dan tidak menggunakan sabun , sehingga memungkinkan bisa terinfeksi cacing. (Rahmawati yuni dkk, 2014).

Maka dapat dilihat pada (Tabel.1) responden yang memiliki kadar cholinesterase rendah juga memiliki kadar hemoglobin yang rendah dari nilai nor mal kadar hemoglobin untuk laki-laki 13-16 g/dl.

KESIMPULAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kadar pestisida di dalam darah (cholinesterase) pada petani cabe yaitu, rata-rata 75%, dan kadar tertinggi 62,5% dapat dikategorikan keracunan ringan.

2. Kadar hemoglobin di dalam darah pada petani cabe yaitu, terendah 10,4 g/dl ,tertinggi 12 g/dl ,dan rata-rata 11,4/dl ,dan dapat dinyatakan bahwa kadar hemoglobin dibawah normal.

3. Dari uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar peptisida dalam darah dan kadar hemoglobin pada petani cabe di kabupaten kerinci.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, C. (2001). Kamus saku keperawatan. (edisi 31). Jakarta EGC.

Costa. 2008. Toxic effects of pesticides. In : L . S. Casarett & J. Doull, eds.

2008. Toxicology. The Basic Science of poisons. 7th ed. New York : Macmillan publishing company : 883-930.

Departemen Kesehatan RI.Pemeriksaan Cholinesterase Darah Dengan Tintometer kit,Direktorat Jendral PPM & PLP Jakarta.1992.

Djau R,A.2009. Faktor Risiko kejadian Anemia dan keracunan pestisida pada pekerja penyemprotan Gulma dikebun sawit PT. Agro Indomas kab.

Seruyan Kalimantan Tengah. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Djojosumarto. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta : Agromedia pustaka

Febrianty, Utomo WB, Adriana. Journal Kesehatan reproduksi. Lama haid dan kejadian anemia pada remaja putri. 2013 ; 4(11); :8,1-11.

Gandasoebrata R, 1999. Penuntun Laboratorium Klinik. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.

Gibson, R . 2005. Principles of nutrional assesment. Oxford University. New York

Haerul Anam, Nurhidayati, Maruni Wiwin Diarti, Zaenal Fikri,.2015. Jurnal Kesehatan Prima. Kadar Enzim Kholinesterase Darah Petani Terpapar

(10)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

Pestisida Yang Diberikan Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhizaroxb).2015; Volume : 9, No.2 ;P.1550.

Hana Nika Rustia,dkk.2010.Lama Pajanan Organofosfat terhadap penurunan Aktivitas Enzim Cholinesterase dalam Darah Petani Sayuran. Makara, Kesehatan,14 (2): 95-101.

Kiswari, R. Hematologi dan transfusi. Erlangga, Jakarta, 2014 ; 18-21

Kusnoputranto H, 1996. Toksikologi Lingkungan Logam Toksik dan B3.

Jakarta : UI-Press.

Natawigena, H. 1993. Dasar-Dasar perlindungan Tanaman. Penerbit trigenda karya. Bandung

Nugraha, G. 2015. Panduan pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Jakarta.

Trans Info Media.

Pamungkas, Oktofa setia. 2016. Bahaya paparan pestisida terhadap kesehatan manusia. Vol. XIV No. 1

Patil JA, Patil AJ, Govindwar SP. Biochemical effetcs of various pesticides on sprayers of grape gardens. Indian Journal of clinical biochemistry. 2003

;2018 (2) :16-22

Pasiani, et al.2012. Knowledge, attitudes, practices and Biomonitoring of Farmers and Residents Exposed to Pesticides in Brazil. International Journal of Environmental Research and public Health. No.9.p.3051- 3068.

Priyatno. 2009. Toksikologi Mekanisme,Terapi Antidotum,dan Penilaian Resiko.Jakarta: Lembaga Studi dan Konsultasi Frakologi Indonesia (LESKONFI). Halaman 1-7.

Proverawati, A. Anemia dan Anemia kehamilan. Nuha Medika, Yogyakarta.

2011 ; 1-62

Quijano dan Rengam, 2001. Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan. Solo : Yayasan Duta Awam.

Rahayuningsih, E . Analisis kuantitatif perilaku pestisida diTanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2009 ; 28-29

Rahmawati yuni,dkk.2009. Laporan Kasus: Diagnosa Sindrom Loeffler dan Nekatoriasis Duodenum Berdasarkan Endoskopi.Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, No. 1.

Runia Y, Faktor-Faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida Organofosfat, karbamat, dan kejadian Anemia pada petani hortikultura didesa Tejosari kecamatan Ngablak kabupaten magelang (Tesis).

Semarang : Program studi magister kesehatan lingkungan Universitas Diponegoro ; 2008.

Rustia HN. Pengaruh Pajanan Pestisida Golongan terhadap Penurunan Aktivitas Enzim Cholinesterase pada Darah Petani Sayuran penyemprotan Pestisida.Depok: Universitas INDONESIA;2009.

Sembel, Dasar-Dasar perlindungan tanaman. Andi Offset, Yogyakarta, 2012;

21

Sexton. Needham and pirkle. 2004. Human Biomonitoring of Environmental chemical. American scientist Vol . 92 . P. 38-45

Siti Aisyah Kurniasih ,dkk.2013.faktor yang Terkait Paparan Pestisida Dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia pada Petani Holtikulturan di Desa Gomobong Kecamatan Belik Kabupataen Pemalang Jawa Tengah.

Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia.Vol.12

Sodiq, M . 2000. Pengaruh pestisida terhadap organisme Tanah. MAPETA.

Vol 2 No. 5. P.20-22.

(11)

Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (Pekanbaru, 16 November 2019)

Susila & Suyanto. 2015. Metode Peneenelitian Cross Sectional. Boss script.

Klaten.

Tortora GJ, Derrickson B. 2011.Principle of :Anatomy and physiology Maintanance and continuity of Human Body 13th Edition. Amerika Serikat: John wiley & sons,Inc.

Widayanti, Sri. 2008. Analisis kadar Hemoglobin pada Anak buah kapal PT.

Salum pacific Indonesia Lines di Belawan Timur 2007, Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.

Wispriono, et al, 2013. Tingkat keamanan konsumsi residu karbamat dalam buah dan sayur menurut Analisis pascakolom kromatografi cair Kinerja Tinggi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol.7 No.7.p.317-323.

Wudianto,R. 2010. Petunjuk penggunaan pestisida. Jakarta. Penebar Swadaya.

Zakaria,Mirzadevi.2007 faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani penyemprotan hama di desa pedeslohor kecamatan adiwerna kabupaten tegal,Skripsi . Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Semarang.

Zarians, 2006, Efek suplementasi besi- vitamin C dan Vitamin C terhadap kadar Hemoglobin anak sekolah dasar yang anemia di kecamatan sayung kebupaten Demak, Tesis Program Megister Gizi masyarakat Universitas Diponegoro.

Referensi

Dokumen terkait

16 menunjukkan hasil selaras yaitu tidak terdapat hubungan bermkna antara merokok dengan kadar trombosit pada perokok namun didapatkan peningkatan bermakna

Uji statistik korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat kecukupan protein dengan kadar hemoglobin atlet basket di Universitas Negeri Semarang ρ =