• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAJAAN GOWA-TALLO DAN WAJO

N/A
N/A
Mutiara Wahyup

Academic year: 2024

Membagikan "KERAJAAN GOWA-TALLO DAN WAJO"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KERAJAAN

GOWA-TALLO

DAN WAJO

(2)

ANGGOTA KELOMPOK 8

06

BINTANG CANDRA PURNAMA PUTRA

28

MUTIARA WAHYU PUJIASTUTI 16

EVA SALSABILA PUTRI ZAEN

(3)

LOKASI KERAJAAN

 Kerajaan Gowa-Tallo terletak di Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya berada di Makassar yang dulunya menjadi Ibukota Gowa dengan julukan Ujungpandang.

 Kerajaan Wajo terletak di Sulawesi Selatan yang sekarang menjadi sebuah Kabupaten Wajo. Dulu Kerajaan Wajo berpusat di Tosora yang merupakan daerah perbukitan dan dikelilingi oleh 5 danau sekaligus.

(4)

KERAJAAN GOWA-TALLO

A. PROSES MASUKNYA ISLAM

Pada abad ke-16 datang utusan dari Kerajaan Aceh yang bertugas menyebarkan Islam ke Sulawesi Selatan, yaitu Khatib Tunggal Abdul Makmur yang lebih dikenal dengan nama Dato’ri Bandang. Raja pertama yang memeluk Islam di Sulawesi Selatan adalah Raja Tallo, Karaeng Matoaya. Karaeng Matoaya kemudian mengajak keponakannya yaitu I Mangngarannggi Daeng Manra’bia yang merupakan Raja Gowa ke-14, setelah masuk Islam ia berganti nama menjadi Sultan Alaudin yang memerintah Kerajaan Gowa pada tahun 1593-1639.

Setelah kedua raja tersebut memeluk Islam, Kerajaan Gowa-Tallo menjadi pusat penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Raja-rajanya setelah itu bergelar Sultan. Awal abad ke- 17, Kerajaan Gowa sudah bercorak Islam.

(5)

B. SISTEM PEMERINTAHAN

Sistem pemerintahan kerajaan Gowa-Tallo sebelum ada raja yang memimpin menggunakan Sistem Pemerintahan Ganda yaitu dalam Kerajaan Gowa-Tallo mengangkat raja berasal dari Kerajaan Gowa dan perdana menterinya berasal dari Kerajaan Tallo.

Raja-raja di Kerajaan Gowa Tallo :

 Raja pertama => Tumanurung Bainea (± 1300)

 Raja pada masa kejayaan => Sultan Hasanudin (1653-1669)

 Sultan/Raja terakhir => Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin Tuminanga ri Jongaya (1956-1978)

Masa Kejayaan Gowa-Tallo pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin karena :

 Kesultanan Gowa-Tallo berhasil menambah wilayah kekuasaanya hingga ke Flores dan Pulau Solor di Nusa Tenggara

 Sultan Hasanudin berjuang besar dalam mempertahankan kedaulatannya terhadap upaya penjajahan politik dan ekonomi dari VOC

 Sultan Hasanudin memiliki cita-cita untuk menjadikan Makassar sebagai pusat kegiatan perdagangan di bagian timur Nusantara

(6)

C. KONDISI EKONOMI

Kerajaan Gowa-Tallo atau biasa disebut Kerajaan Makassar merupakan kerajaan maritim dan kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur. Hal itu ditunjang oleh beberapa faktor yaitu :

1) Memiliki pelabuhan yang baik 2) Letaknya strategis

3) Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 yang menyebabkan para pedagang pindah ke wilayah Indonesia Timur, yang menjadikan Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi pedagang asing seperti Portugis, Denmark, Inggris, dan sebagainya.

Karena terletak di antara wilayah barat (Malaka) dan timur Nusantara (Maluku) Kerajaan Gowa Tallo menjadi bandar utama untuk memasuki Indonesia timur yang kaya akan rempah-rempah (seperti cengkeh, lada, pala, dll).

Selain itu Kerajaan Gowa-Tallo juga mengembangkan an-naziat dan pertanian karena Makassar memiliki dan menguasai daerah yang subur yaitu di wilayah bagian timur Sulawesi Selatan

(7)

D. SOSIAL DAN BUDAYA

Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Kerajaan Gowa-Tallo adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Gowa-Tallo memiliki kebebasan untuk berusaha dalam kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral.

Dari segi kebudayaannya, maka masyarakat Makassar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makassar dikenal dengan nama Pinisi dan Lambo yang merupakan kebanggaan rakyat Makassar dan terkenal sampai mancanegara.

(8)

E. AKHIR DARI KERAJAAN

Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makassar yaitu dengan melakukan politik adu domba antara Makassar dengan Kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makassar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makassar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari Kekuasaan Makassar. Sebagai akibatnya Aru Palak bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makassar.

Raja Bone Aru Palaka meminta bantuan Belanda untuk menyerang Hasanudin karena wilayahnya dikuasai Gowa-Tallo, maka dengan cepat Belanda menyambutnya. Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai Ibukota Kerajaan Makassar. Dan secara terpaksa Kerajaan Makassar harus mengakui kekalahannya dan menandatangani Perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan Kerajaan Makassar.

(9)

F. PENINGGALAN KERAJAAN GOWA-TALLO

1. Benteng Ford Ratterdam 2. Masjid Katangka

Benteng ini dibangun oleh raja Gowa ke-9, yakni I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' Kallonna pada tahun 1545.

Masjid Katangka atau kini disebut masjid Al-Hilal adalah masjid peninggalan Kerajaan Gowa Tallo yang diperkirakan dibangun pada tahun 1603.

(10)

3. Batu Pallantikang 4. Istana Balla Lompoa

Batu peninggalan Kerajaan Gowa Tallo ini dipercaya memiliki tuah karena dianggap sebagai batu dari khayangan.

Istana ini didirikan oleh Raja Gowa ke- 35 I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonionompo Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin Tumenangari Sungguminasa.

(11)

KERAJAAN WAJO

A. PROSES MASUKNYA ISLAM

Masuknya Islam di Kerajaan Wajo pada Abad ke-17 berawal di wilayah Tosora. Agama Islam resmi sebagai agama Kerajaan Wajo ketika Arung Matowa Wajo XII La Sangkuru Patau Mulajaji memeluk agama Islam pada tahun 1610 dengan gelar Sultan Abdurrahman. Selain itu akibat Perang Makassar (1666-1669), Kerajaan Wajo juga ikut mengalami penderitaan dan kesengsaraan setelah runtuhnya Tosora sebagi pusat Kerajaan Wajo.

Disamping itu Dato-ri Bandang dan Dato’ Sulaeman juga berperan dalam proses islamisasi di Kerajaan Wajo yaitu dengan memberikan pelajaran agama Islam terhadap raja-raja Wajo dan rakyatnya dalam masalah kalam dan fikih.

(12)

B. SISTEM PEMERINTAHAN

Sistem pemerintahan Kerajaan Wajo pada masa Raja Cinnotabi hingga pemerintahan Batara Wajo menerapkan sistem pemerintahan monarki absolut. Namun karena masyarakat merasa ketidakadilan, sikap otoriter raja dan ketidakcakapnya dalam menjalankan pemerintahan, maka gelar Batara Wajo disepakati diubah menjadi Arung Matoa, dengan sistem pemerintahan monarki konstitusional, dimana kekuasaaan raja dibatasi oleh aturan adat dan hukum yang berlaku. Wajo dibagi menjadi 4 distrik yaitu Majauleng (Majauleng, Gilireng, Tanasitolo, Tempe, Belawa, Maniangpajo) dikepalai Andi Makkaraka Ranreng Bettempola. Raja-raja di Kerajaan Wajo :

 Raja pertama => La Tenribali

 Raja pada masa kejayaan => La Tadampare Puang Ri Magglatung (1491-1521)

 Raja Terakhir => Andi Mangkona (1933-1949)

La Taddampare Puang Ri Maggalatung adalah seorang ahli pikir dizamannya, juga seorang negarawan, ahli strategi perang, ahli dibidang pertanian, dan ahli hukum sehingga. terkenal dalam menjalankan pemerintahan terkenal baik di dalam maupun di luar Wajo (Hariansyah, 2014).

Keberhasilannya dibuktikan dengan wilayah kekuasaan Wajo yang bertambah luas, kehidupan ekonomi yang stabil, dan struktur pemerintahan berjalan baik sesuai fungsinya.

(13)

C. KONDISI EKONOMI

Sebagian besar rakyat Wajo tinggal di kawasan subur tepi danau di pedalaman semenanjung.

Sebagaimana masyarakat Bugis lainnya, kebanyakan dari mereka mencari penghidupan dengan bercocok tanam.

Beras dan jagung adalah dua jenis tumbuhan utama yang dibudidayakan oleh orang Wajo. Selain menjadi petani, banyak pula orang Wajo yang menjadi nelayan, dengan wilayah operasi di perairan air tawar di pedalaman atau di sekitar wilayah pantai.

Wajo juga memiliki tradisi berniaga yang paling kuat di antara orang-orang Bugis. Wilayah pedalaman subur di pusat Wajo terhubung dengan laut melalui Sungai yang dapat dilalui kapal besar.

(14)

D. SOSIAL DAN BUDAYA

Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Kerajaan Gowa-Tallo adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Gowa-Tallo memiliki kebebasan untuk berusaha dalam kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral.

Kentalnya pengaruh adat dalam kehidupan sehari-hari rakyat Wajo, di mana hanya adatlah yang mereka jadikan pedoman. Masuknya pengaruh Islam di tahun 1610 juga tidak mempengaruhinya, bahkan terjadi hubungan kolaboratif-komulatif antar nilai-nilai adat dan agama, yang berguna bagi mereka sebagai benteng yang tangguh terhadap pengaruh modernisasi dan sekulerisme dari bangsa Barat.

(15)

E. AKHIR DARI KERAJAAN

Keruntuhan Kerajaan Wajo disebabkan oleh keterlibatan secara tidak langsung dengan Rumpa’na Bone dan saat itu Belanda mengeluarkan politik pasifikasi yaitu semua kerajaan di wilayah Sulawesi Selatan harus tunduk penuh kepada Belanda. Kekalahan Bone juga menyebabkan Kerajaan Wajo harus membayar denda. Wajo yang saat itu di bawah pimpinan Republik Indonesia Serikat menjadi swapraja pada tahun 1945-1949, setelah Konferensi Meja Bundar, swapraja berubah menjadi kabupaten.

(16)

F. PENINGGALAN KERAJAAN WAJO

1. Masjid Tello 2. Mushola Tua Menge

Mesjid Tello atau dikenal juga dengan nama mesjid Tosora, adalah masjid yang didirikan oleh Syekh Jamaluddin Akbar Husain sekitar tahun 1621.

Mushola berukuran 9x10 meter ini telah berdiri sekitar tahun 1621 Masehi, yaitu sejak Islam masuk pertama kali pada tahun 1610.

(17)

3. Saoraja Mallanga 4. Geddongnge (Gedung Mesiu)

Saoraja Mallangga, yaitu rumah bagi kediaman raja. Saoraja Mallangga sendiri adalah rumah tempat tinggal Arung Battempola.

Gedung mesiu dibangun untuk menyimpan sekaligus menyuplai persenjataan atau bahan peluru seperti meriam atau senapan di benteng pertahanan.

(18)

HUBUNGAN KERAJAAN GOWA-TALLO DAN WAJO

Hubungan baik antar Gowa dengan Wajo terjalin pada saat terjadi penyerangan (Perang Makassar 1667-1669), Gowa dibantu oleh Wajo, sedangkan Bone dibantu oleh Soppeng. Wajo

senantiasa setia terhadap Gowa, meskipun pada saat Bone memaksakan dengan keras ajaran agama Islam terhadap Wajo, Soppeng, dan lainnya. Namun Wajo menganggap ada unsur lain yang dinginkan oleh Bone, bagi Wajo lebih baik setia kepada

Gowa. Ini terbukti hingga pada saat terjadinya pengungsian secara besar-besaran setelah Perjanjian Bongaya, beberapa petinggi Kerajaan Gowa memperhatikan keselamatan Wajo.

(19)

TERIMA

KASIH

Referensi

Dokumen terkait