Pada akhir bab ini, siswa akan mampu menjelaskan konsep dasar kesehatan mental dan sejarahnya. Namun, definisi kesehatan mental sebagai suatu disiplin ilmu yang jelas dan diterima secara umum masih kurang.
ASAL USUL KESEHATAN MENTAL a. Gerakan mental higiene
Hingga tahun 1960-an, dalam beberapa kasus, kebersihan mental digunakan secara bergantian dengan kesehatan mental dalam beberapa dokumen versi bahasa Inggris. Kongres tersebut dimulai sebagai konferensi internasional tentang kebersihan mental dan diakhiri dengan serangkaian rekomendasi mengenai kesehatan mental.
PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Contohnya adalah rekomendasi kepada WHO untuk segera membentuk komite penasihat yang terdiri dari para profesional di bidang kesehatan mental dan hubungan manusia. Dalam Kongres tersebut, konsep kesehatan mental dikemukakan oleh JC Flugel, Ketua Komite Program, bahwa kesehatan mental dianggap sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan optimal, baik fisik, intelektual, maupun emosional.
LATIHAN
PERSPEKTIF KESEHATAN MENTAL DAN SAKIT MENTAL DALAM PANDANGAN
SOSIOLOGIS
- TEORI GANGGUAN MENTAL
- PENDEKATAN SOSIOLOGIS TERHADAP KESEHATAN MENTAL Pendekatan sosiologis terhadap kesejahteraan psikologis pada
- PENGARUH SOSIAL TERHADAP KESEHATAN MENTAL
- LATIHAN
PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP KESEHATAN MENTAL Pendekatan sosiologis terhadap kesejahteraan psikologis Pendekatan sosiologis terhadap kesejahteraan psikologis pada dasarnya berbeda dengan pendekatan psikologis dan biologis yang melihat pada ciri-ciri pribadi dan karakteristik otak. Pendekatan sosiologi mempunyai pemikiran bahwa kesehatan mental tidak hanya merupakan kualitas hidup seseorang, tetapi juga muncul dari berbagai aspek keadaan sosial.
PARADIGMA KESEHATAN MENTAL
KONSEPSI KESEHATAN MENTAL
Pendekatan ketiga adalah model keadaan lengkap (complete state model) yang berasal dari kata kuno health as health yang berarti utuh. Pendekatan model seluruh negara (whole state model) merupakan satu-satunya paradigma yang dapat mencapai kesehatan mental masyarakat yang sesungguhnya.
KESEHATAN MENTAL SEBAGAI “SESUATU YANG POSITIF”
Pendekatan ini dicontohkan dalam definisi Organisasi Kesehatan Dunia (1948) mengenai kesehatan umum sebagai keadaan lengkap, yang terdiri dari adanya kapasitas dan fungsi manusia secara positif dan tidak adanya penyakit atau kelemahan. Pendekatan ini konsisten dengan definisi WHO (1948), yang mendefinisikan kesehatan mental tidak hanya sebagai tidak adanya psikopatologi, tetapi juga adanya tingkat kesejahteraan emosional, psikologis dan sosial yang memadai.
KESEHATAN MENTAL SEBAGAI LEBIH DARI SEKEDAR TIDAK ADANYA SAKIT MENTAL
SISTEM KESEHATAN MENTAL DALAM KONTEKS LINTAS BUDAYA
KONSEP KESEHATAN MENTAL ANTAR BUDAYA
Konsep kesehatan mental, perbedaan antara kesehatan mental dan penyakit mental, serta perbedaan antara penyakit mental dan fisik sangat bervariasi antar budaya. Norma budaya dan struktur sosial yang mengedepankan nilai kemandirian versus saling ketergantungan dan merendahkan status ketergantungan merupakan hal yang sangat penting dalam konsep kesehatan mental dan pengobatan disabilitas mental dan fisik.
KONTEKS BUDAYA DALAM MENDEFINISIKAN PENYAKIT MENTAL
Mungkin terdapat perbedaan ambang batas kesejahteraan fisik dalam perekonomian agraris dan industri, bagi orang-orang yang melakukan pekerjaan manual dan kognitif, atau dalam budaya di mana somatisasi keadaan emosi merupakan pola perilaku yang normatif (Kleinman & Good, 1985).
LATIHAN
STRESSOR, STRESS, AND DISTRESS
STRESSOR
Menanggapi stres, individu menggunakan sumber daya koping, dukungan sosial, dan penguasaan untuk mengatasi stresor. Ketiga sumber daya ini semuanya mendapat perhatian penelitian yang cukup besar, dan hasilnya ditemukan memediasi dampak stres.
STRES
Meskipun setiap individu mungkin memiliki tingkat toleransi stres yang berbeda-beda, stres kronis pada akhirnya akan menghancurkan orang yang paling kuat sekalipun.
STRES DAN MANIFESTASI FISIOLOGISNYA
Jika sistem saraf simpatis mengalihkan darah dari saluran pencernaan ke otot, sistem saraf parasimpatis melakukan sebaliknya. Selain itu, sistem saraf parasimpatis menurunkan tekanan darah dan laju pernapasan, meningkatkan penyimpanan energi, meningkatkan pertumbuhan, dan umumnya menginduksi relaksasi.
DUKUNGAN SOSIAL DAN KESEHATAN MENTAL
- RUANG LINGKUP DUKUNGAN SOSIAL DAN KESEHATAN MENTAL Setiap individu yang hidup bermasyarakat pasti memerlukan dukungan
- DUKUNGAN SOSIAL
- Komponen Dukungan Sosial
- KESEHATAN MENTAL
- Komponen Kesehatan Mental
- Prinsip Dasar Kesehatan Mental
- DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KESEHATAN MENTAL
Konsep dukungan sosial diartikan sebagai informasi, nasehat, bantuan nyata atau perilaku yang diberikan secara verbal atau non-verbal oleh orang-orang yang mengenal subjek di lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan manfaat. suatu pengaruh terhadap perilaku penerimanya, dimana dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasihat verbal dan/atau nonverbal, bantuan atau tindakan nyata yang diberikan karena keakraban sosial atau diterima karena kehadirannya dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi penerimanya (Gottlieb, 1983). Artinya, individu yang kurang mendapat dukungan sosial lebih besar kemungkinannya mengalami konsekuensi psikologis negatif.
GENDER DAN KESEHATAN MENTAL
- KONSEP DAN ISU GENDER
- DEFINISI GENDER
- NORMA, STEREOTIP, DAN PERAN GENDER
- DISKRIMINASI GENDER
Sedangkan jenis kelamin (gender) adalah status/kondisi biologis seseorang yang tidak dapat berubah dan dapat dipertukarkan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Secara umum dapat diartikan bahwa gender merupakan perbedaan yang terlihat antara laki-laki dan perempuan jika dilihat dari sudut pandang nilai dan perilaku. Norma dan nilai gender mengacu pada gagasan tentang apa yang seharusnya atau harus dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat.
Stereotip gender adalah keyakinan masyarakat mengenai kemampuan anak laki-laki/laki-laki dewasa dan anak perempuan/perempuan dewasa. Misalnya; Anak laki-laki membantu ayahnya di luar rumah dan anak perempuan membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah. Meskipun banyak negara yang melarang diskriminasi atas dasar jenis kelamin atau gender dan mendorong kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam undang-undang/undang-undang.
PERKAWINAN DAN KESEHATAN MENTAL
STATUS PERKAWINAN DAN KESEHATAN MENTAL
Selama bertahun-tahun, penjelasan ini didasarkan pada hasil studi cross-sectional yang membandingkan rata-rata kesehatan mental individu yang menikah dan belum menikah (Scheid & Brown, 2010). Sebaliknya, model krisis perkawinan menunjukkan bahwa ketegangan dalam perkawinan lebih merugikan kesehatan mental daripada melindungi sumber daya perkawinan (Scheid & Brown, 2010). Jika benar demikian, maka kesehatan mental pasangan suami istri tidak jauh berbeda dengan orang belum menikah yang belum pernah mengalami perceraian.
Bias seleksi merupakan penjelasan alternatif atas perbedaan status perkawinan dalam kesehatan mental (Scheid & Brown, 2010). Bias seleksi menghubungkan perbedaan kesehatan mental antara individu yang menikah dan belum menikah karena dua sumber. Namun, akibatnya, individu yang menikah berbeda dengan individu yang belum menikah dalam banyak hal, sehingga sulit untuk menentukan apakah pernikahan menyebabkan kesehatan mental.
KAJIAN RISET TENTANG STATUS PERNIKAH DAN KESEHATAN MENTAL
Studi tentang perubahan kualitas hubungan perkawinan sepanjang hidup menunjukkan bahwa manfaat pernikahan bagi kesehatan mental dapat memudar seiring berjalannya waktu. Hal ini mungkin berarti bahwa manfaat pernikahan bagi kesehatan mental, yang tergantung pada kualitas pernikahan, juga akan berkurang seiring berjalannya waktu (Williams, 2003; Hawkins & Booth, 2005). Dengan melakukan hal ini, para peneliti dapat menilai dampak menikah terhadap kesehatan mental, dengan asumsi bahwa mereka yang menikah memiliki tingkat kesehatan mental yang sama dengan mereka yang tidak menikah.
Hal ini mengurangi peran seleksi dalam menjelaskan hubungan yang diamati antara status perkawinan dan kesehatan mental. Sebaliknya, penelitian tentang janda umumnya mendukung model krisis, yang menunjukkan bahwa kesehatan mental pulih dalam beberapa tahun setelah kematian pasangannya (Harlow, Goldberg, & Comstock, 1991; Lund, Caserta, &. Dengan kata lain, bercerai atau Orang-orang yang menjadi janda mungkin kembali mengalami tingkat penderitaan yang sebelumnya meningkat, namun kesehatan mental mereka masih lebih buruk dibandingkan sebelum masalah perkawinan mereka muncul.
KESEHATAN MENTAL DAN TERORISME
- MUNCULNYA TERORISME
- KONSEP TERORISME
- TERORISME DAN KESEHATAN MENTAL
- FAKTOR PENDORONG TERORISME
- PRO DAN KONTRA KAJIAN TERORISME DAN KESEHATAN MENTAL
Hal ini diilustrasikan pada pelaku bom bunuh diri yang direkrut sebagai bagian dari kelompok yang yakin bahwa dirinya terlibat dan dilatih secara cermat untuk memberikan korban yang masih hidup. Perlu perencanaan yang matang, perhitungan risiko, bahkan teroris juga melakukan simulasi awal untuk memastikan keberhasilan bom bunuh diri tersebut. Padahal pelaku bom bunuh diri bisa saja mengikuti instruksi orang lain.
Sedangkan menurut Merari, Diamant dan Bibi (2009), pelaku bom bunuh diri lebih sering memiliki gaya kepribadian impulsif dan emosi yang tidak stabil. Studi lain yang dilakukan Merari, Diamant, dan Bibi (2009) menemukan bahwa 40% pelaku bom bunuh diri Palestina yang ditangkap menunjukkan gejala klinis perilaku bunuh diri, dan 53,3%. Selain itu, individu yang tidak stabil secara emosional masih dapat dimanfaatkan secara strategis oleh organisasi teroris sebagai sumber daya yang tersedia untuk melakukan bom bunuh diri (Cyrus, Quek, Roger & Choo, 2019).
RESILIENSI DAN KESEHATAN MENTAL
- DEFINISI RESILIENSI
- FAKTOR DALAM RESILIENSI
- RESILIENSI DAN SOSIAL BUDAYA
- RESILIENSI KELUARGA 5. RESILIENSI KOMUNITAS
- RESILIENSI DAN BUDAYA PADA SITUASI KHUSUS
Connor dan Davidson (2003) menjelaskan bahwa resiliensi merupakan kualitas pribadi seseorang yang memungkinkan dirinya berkembang dalam mengatasi kesulitan dalam hidup. Melalui sifat-sifat pribadi yang dimilikinya, diharapkan individu yang mengalami kesulitan hidup dapat bangkit dan tidak terkalahkan oleh keadaan. Individu yang menunjukkan resiliensi ditandai dengan kekuatan dan kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan, yaitu dengan memperoleh pengalaman baru, bangkit dan berkembang menjadi lebih baik dari kesulitan yang dihadapi.
Oleh karena itu, Reivich dan Shatte (2003) mengembangkan cara untuk menjadi pribadi yang tangguh dengan mengubah cara berpikir individu terhadap suatu masalah sehingga individu dapat membangun ketahanan yang lebih besar dan berhasil menjadi individu yang tangguh. Definisi menurut Connor dan Davidson (2003) menyatakan bahwa resiliensi merupakan suatu karakteristik pribadi seseorang yang memungkinkan dirinya berkembang menghadapi kesulitan dalam hidup dengan karakteristik pribadinya, diharapkan individu yang menghadapi kesulitan dalam hidup yang dialami dapat berdiri dan tidak bisa dikalahkan oleh situasi tersebut. Dengan cara ini, individu dapat kembali beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari, mereka menunjukkan dirinya sebagai individu yang tangguh.
KONTEKS DAN PROSES SOSIAL KESEHATAN MENTAL
- INDIVIDU, ORGANISASI, DAN SISTEM
- MENTAL HEALTH CARE ORGANIZATIONS
- MENTAL HEALTH CARE SYSTEMS AND NETWORKS
- TRANSITIONS FROM YOUTH TO ADULT MENTAL HEALTH SYSTEMS
- TANTANGAN DALAM MEMAHAMI PEMANFAATAN PERAWATAN KESEHATAN MENTAL
- PENYAKIT MENTAL DAN SISTEM PERADILAN PIDANA
- PERAWATAN KESEHATAN MENTAL DALAM ORGANISASI DAN SISTEM
- INTEGRASI SISTEM LAYANAN BAGI ORANG DENGAN PENYAKIT
Organisasi dan distribusi layanan kesehatan mental bervariasi antar konteks dan struktur sosial dalam sistem organisasi dan institusi yang dinamis (Scheid & Greenberg, 2007). Perawatan kesehatan mental diberikan oleh para profesional di organisasi publik dan swasta, dipimpin oleh dokter, yang semakin terintegrasi dengan rumah sakit dan sistem kesehatan (Rundall, Shortell, & Alexander, 2004). Kemajuan nyata di bidang kesehatan menuju Tujuan Pembangunan Milenium PBB dan prioritas kesehatan nasional lainnya sangat bergantung pada sistem kesehatan yang lebih kuat berdasarkan layanan kesehatan primer.
Oleh karena itu, untuk memahami organisasi dan sistem kejiwaan, kita perlu memahami teori operasi organisasi dalam bidang organisasi dan lingkungan kelembagaan (Scott & Davis, 2007). Masing-masing perspektif makroteoritis ini menggabungkan praktik psikiatris dalam kelompok dan jaringan organisasi. Perspektif ini mengkaji bentuk struktural organisasi kesehatan mental dalam populasi, jaringan sosial, dan lingkungan, sehingga memungkinkan pembaca untuk memahami bagaimana organisasi kesehatan mental berhubungan dengan konteks sosial yang lebih besar.
LABEL DAN STIGMA
KONSEP LABEL DAN STIGMA 1. Definisi Labeling
- Bangkitnya Ketertarikan pada Stigma
Scheff (1966) mengembangkan teori pelabelan formal penyakit mental yang sangat mendukung proses pelabelan dalam perkembangan penyakit mental yang stabil. Lebih jauh lagi, menurut Scheff, begitu seseorang diberi label, kekuatan sosial yang kuat akan ikut berperan sehingga menciptakan pola "penyakit mental" yang stabil. Orang yang pernah mengalami label penyakit mental mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami kekambuhan penyakit mentalnya.
Teori ini dimulai dengan observasi bahwa orang mengembangkan konsep penyakit mental sejak dini sebagai bagian dari sosialisasi (Angermeyer & Matschinger, 1996). Keyakinan ini memiliki relevansi yang sangat besar bagi orang-orang dengan penyakit mental yang parah, karena kemungkinan devaluasi dan diskriminasi menjadi relevan secara pribadi. Orang yang mengantisipasi dan takut akan penyakit mental di rumah sakit mungkin bertindak kurang percaya diri dan lebih defensif, atau mereka mungkin sama sekali menghindari kontak yang berpotensi mengancam.
STIGMA DALAM KAITANNYA DENGAN PELABELAN, STEREOTIP, DAN DISKRIMINASI
- Pelabelan dan Stigma Penyakit Mental
Cognitive styles and psychological functioning in rural South African schoolchildren: understanding influences on risk and resilience in the face of chronic adversity. Understanding labeling effects in the field of mental disorders: An assessment of the effects of expectations of rejection. Subjective experiences of stigma: A focus group study of schizophrenic patients, their relatives and mental health professionals.
Marital transitions and mental health: Are there gender differences in the short-term effects of marital status change?. Effects of widowhood on physical and mental health, health behaviors, and health outcomes: The Women's Health Initiative. Resilience in the context of chronic stress and health in adults, a social social and personality psychological compass.
RIWAYAT HIDUP