KHUTBAH JUM’AT
IKATAN DA’I INDONESIA (IKADI) SUMATERA UTARA
______________________________________________________________
REFLEKSI DIRI DI BULAN ZULKAIDAH
Oleh : Dr. H. Umar Mukhtar Siregar, Lc. M.A
(Departemen Pengkajian dan Litbang PW IKADI Sumatera Utara)
مَهَلْأَوَ ،هدِيْحِوْتَ ىلْإِ ةِعَطِا سَّلْا نِيْهِارَبَلْابِ لَوْ)قُ)عَلْا دِشَرْأَوَ ،هبِاتَكِ رْوْ)نُبِ بَوْ)لُ)قُلْا ءَاضَأَ يْذِ لْا ه لُلْ )دِمْحَلْا هتَ يْسِدِ)قُبِ حَيْبَسَّ تَلْا رَجَحَلْاوَ رَجَ شَّلْا
)ه)دِبَعَ ا>دِ مْحَ)مُ نَّأَ )دِهَشَأَوَ ،هتَ يْهِوْ)لْ)أَوَ هتَ يْبِوْ)بِ)رْ يفِ ىلْاعَتَ ،هلْ كَيْرَشَ لاَ )هدِحِوَ )هلُلْا لاَإِ هلْإِ لاَ نَّأَ )دِهَشَأَ
هتَيْادِهِوَ هلُلْا رْوْ)نُ ىلْإِ يْدِاهَلْا ،ه)لْوْ)سِرْوَ
؛دِعَبِ ا مُأَ هتَ نُ)سَّبِ ةِمُايْقُلْا مِوْيْ ىلْإِ كَ سَّمْتَ نِمُوَ ،هبِاحَصْأَوَ هلْآ ىلُعَوَ Lدِ مْحَ)مُ انُMيْبَنُ ىلُعَ مَMلُسِوَ Mلِّصْ مَ)هَ لُلْا .
نَّوْ)حَلُفْ)تَ مَ)كُ لُعَلْ هتَعَاطِوَ هلُلْا ىوْقُتَبِ يسَّفْنُوَ مَ)كُيْصْوَ)ا ،هلُلْا دِابَعَ ايْفِ
« :
مَ)تَنُاوَ لاَا نِ)تَوْ)مْتَ لاَوَ هتَاقُ)تَ قَّحِ هلُلْا اوْ)قُ تَا اوْ)نُمُا نِيْذِ لْا اهَSيْأَ آUيْ مَيْرَكُلْا نَّآرَ)قُلْا يفِ ىلْاعَتَ )هلُلْا لَاقَ
نَّوْ)مْلُسَّ)مُ «
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Pada hari yang mulia ini kembali kita memuji dan bersyukur kepada zat yang Maha Mulia, Allah telah memuliakan kita dengan pemberian anugerah taufikNya kepada kita, sehingga kita dapat melaksanakan kewajiban mulia kita bersama –hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Shalawat dalam salam selalu kita sampaikan kepada Rasulullah yang selalu kita imani dan kita harapkan syafa’atnya di hari kemudian.
Nikmat yang besar Allah berikan kepada kita dalam hidup ini adalah nikmat beribadah dan istikomah.
Orang merugi itu digambarkan orang yang tak memiliki ilmu, sebab ilmu itulah modal dan alat dalam menggapai kesuksesan dan kebahagiaan hidup. Tapi orang yang berilmu itu tetap merugi jika ia tak
mengamalkan ilmunya. Pomeo Arab mengatakan bahwa ilmu yang tak diamalkan ibarat pohon tanpa buah, tak memiliki manfaat meskipun terlihat eksistensinya. Orang yang beramal juga masih dikatakan merugi jika ia tak ikhlas, dan orang yang sudah ikhlas beramal dapat merugi jika ia belum mampu istikomah.
Telah sebulan kita meninggalkan bulan Ramadhan yang memanjakan setiap diri untuk beramal soleh di dalamnya, siang hari bermujahadah dalam puasa, malam hari khusyu’ dalam munajat kiyamullail. Setiap waktu kita jaga waktunya tak ingin terbuang begitu saja tanpa amal soleh. Namun setelah kita berpisah dengannya, apakah nilai-nilai kebaikan kita tetap kita istikomahkan hingga saat ini? Ataukah meluap begitu saja tanpa bekas dan pengaruh baik dalam kehidupan sehari sehari kita.
Pekan ini kita kembali kita diantarkan Allah pada waktu atau bulan yang istimewa dalam setahun. Hari ini kita telah berada di bulan Dzulqa’dah tahun 1446 H, salah satu bulan haram atau mulia yang dihidangkan kepada kita untuk memacu amal soleh kita kembali dan pembuktian nilai-nilai keistikomahan kita dalam beribadah. Terkait keistimewaan bulan ini Allah berfirman:
كَلْذَ Xمِ)رَ)حِ Xةِعَبِرْأَ آهَنُمُ ضَرْلأَاوَ تِاوَامْ سَّلْا قَّلُخَ مِوْيْ ه لُلْا بَاتَكِ يفِ >ارَهَشَ رَشَّعَ انُثْا ه لُلْا دِنُعَ رْوْ)هَ Sشَّلْا ةَ دِعَ نَّإِ
مَ)كُسَّ)فْنُأَ نِهَيْفِ اوْ)مْلُظْتَ لاَفِ )مَMيْقُلْا )نِيْMدِلْا
Artinya, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram.
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu,” (QS At-Taubah [9]: 36).
Para ulama mengatakan makna ayat tersebut bahwa manusia lebih ditekankan untuk larangan berbuat maksiat bila memasuki bulan haram seperti bulan Zulkaidah ini, bila ada yang melanggarnya maka ia akan memperoleh balasan yang lebih dibandingkan daripada bulan haram. Imam Al-Baghawi dalam kitab Ma’alimut Tanzil fi Tafsiril Qur’an menyebutkan:
نِ)هِاوْسِ امْيْفِ مَلُSظْلْا نِمُ )مَظْعَأَ نِهَيْفِ )مَلُSظْلْاوَ ،مِ)رَ)حَلْا رَ)هَشَلأَا يفِ ا>رَجْأَ )مَظْعَأَ )حَلْا صَّلْا )لِّمْعَلْا Artinya, “Amal saleh lebih agung (besar) pahalanya di dalam bulan-bulan haram. Sedangkan zalim pada bulan tersebut (juga) lebih besar dari zalim di dalam bulan-bulan selainnya.”
Pada bulan ini kita mesti mempersiapkan kembali amal ibadah terbaik kita, setidaknya ada tiga hal kerangka refleksi kita yang dapat diamalkan sejak dini.
Pertama, Evaluasi diri pasca bulan Ramadhan.
Hadrin yang dimuliakan Allah SWT
Bulan keagungan Ramadhan telah usai kita tinggalkan, bulan Syawwal baru saja kita lepas kepergiannya.
Bagaimana kabar kita di bulan Syawal itu? Apakah kebaikan-kebaikan dahulu itu tetap berlangsung sampai kini? Puasa wajib Ramadhan apakah dapat kita teruskan dengan puasa enam hari pada bulan syawwal ? Qiyamullail yang dikerjakan setiap malam sepanjang bulan dapat kita lanjutkan pada bulan Syawwal lalu? Al-Qur’an yang sudah kita khatamkan dulu masih kita rawat interaksinya sepanjang bulan Syawwal, sedekah dan amal lainnya apakah masih dapat kita teruskan sampai hari ini? Bila memang
semuanya sudah terputus, berhati-hatilah dan waspada, sebab bias jadi itu pertanda bahwa kita hamba yang tergolong hamba Allah yang baik pada bulan Ramadhan saja, belum menjadi hamba Allah sepanjang hayat sebagaimana perintah Allah dalam surat Al-Hijr ayat 99 :
)نِيْقُيْلْكَيْتَأْيْUى تَحِكَ بِرْدِ)بَعَوَ
Artinya: “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini”
Ibnu Abbas dan Mujahid menyatakan bahwa makna “yakin” yang dimaksud adalah kematian. Sebab semua manusia yakin bahwa ia akan mati, meskipun ia sendiri tidak beriman kepada Allah SWT.
Sebagaimana kematian itu yang memutuskan kenikmatan bagi ahli maksiat karena kemaksiatannya, begitu pula hanya kematian saja yang boleh untuk memutuskan kenikmatan kita dalam beramal soleh di dunia ini.
Evaluasi diri akan hakikat amal kita pasca Ramadhan lalu menjadi suatu hal yang urgen mengingat pesan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18:
نَّوْ)لُمْعَتَ امْبِ Xرَيْبَخَه لُلْ نَّإِ ه لُلْ اوْ)قُ تَوَ Lدِغَلْ تْمُ دِقَ ا مُ Xسٌفْنُ رَ)ظْنُتَلْوَ ه لُلْ اوْ)قُ تَ اوْ)نُمُاءَنِيْذِ لْ اهَSيْأْgUيْرٌۢ ٱ ۚ ٱ ا۟ ٱ ۖ ٱ ا۟ٱا۟ٱ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (HR. Muslim)
Jama’ah sidang Jum’at yang dimuliakan Allah
Kedua, Muraqabatullah yang tetap permanen pada diri
Adapun refleksi kedua yang dapat kita laksanakan selanjutnya demi menjadi insan terbaik adalah muraqabatullah atau perasaan yang selalu diawasi atau merasa dalam controlling Allah SWT. Sikap ini akan menjadikan kita hidup dengan mawas diri, segala langkah selalu ditimbang hati terlebih dahulu, setiap kata lisan bahkan kedipan mata pun penuh perhitungan. Sebab ada kesadaran diri bahwa ia berada dalam pantauan sang Khalik.
Nilai ini sangat penting dalam kehidupan sebagai pengawalan diri untuk mencapai gelar muhsin. Suatu ketika malaikat Jibril hadir dalam majelis Rasulullah dengan penampilan anggun mengenakan pakaian putih cerah dan sisiran rambut hitam bersih yang rapi, seketika beliau duduk di hadapan Nabi dan bertanya perihal Islam dan Iman. Setelah itu beliaupun bertanya tentang ihsan atau karakter seorang muhsin;
« .
كَارَيْ )ه نُإِفِ )هارَتَ نِ)كُتَ مَلْ نَّإِفِ )هارَتَ كَ نُأْكِ هUjلُلْا دِ)بَعَتَ نَّأَ لَاقَ نَّاسَّحِلإِا نِعَ ىنُرَبَخَأْفِ لَاقَ
Artinya, “Dia bertanya lagi, ‘Beritahu aku tentang Ihsan.’ Nabi menjawab, ‘Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.’
Karakter Ihsan yang sudah ada lewat tarbiyah puasa pada bulan Ramadhan yang lalu, dan barangkali kembali melemah pada bulan Syawwal lalu, kini saatnya ruhiyah itu untuk kita hidupkan kembali. Nilai ini akan menjadikan ibadah kita semakin ternikmati dan memperoleh manisnya iman. Momentum bulan
haram ini sangat tepat untuk memilikinya kembali sebagai energi positif dalam mengantisipasi kualitas beribadah kita yang mengalami degradasi iman. Sekaligus hal ini menjadi kebaikan bagi kita untuk mengangkat derajat kita kepada level muhsin yang dicintai Allah SWT.
Situasi ini dapat didorong dengan kesadaran penuh bahwa tidak ada yang luput terjadi di muka bumi ini tanpa sepengetahuan dan izin dari Allah SWT. Inilah yang mengokohkan diri seorang muhsin, dan ia akan selalu mempersembahkan ibadah terbaiknya kepada Allah SWT.
Jama’ah hadirin yang dirahmati Allah
Ketiga, Persiapan diri dalam bermujahadah
Sebagaimana sudah dimaklumi bahwa bulan Dzulka’idah ini adalah bulan haram, maka kita perlu meningkatkan kualitas daya juang lagi dalam beramal soleh, itulah kira-kira makna dari mujahadah yang artinya adalah bersungguh-sungguh. Kesungguhan kita dalam isttikomah, up grading diri akan
dikaruniakan hadiah istimewa dari Allah dalam bentuk taufik serta petunjuk atau perlindungan Allah dalam setiap lini kehidupan. Pada surat Al-Ankabut pada ayat 69 Allah berfirman:
نَ ينِ نِ حْ مُ حْ ٱ نَ نَ نَ نَ نَ ٱ نَ نِ نَ ۚانَ نَ مُ مُ حْ مُنَ !نَ"نِ حْنَ نَ انَ ي#نِ ا۟ "مُ نَ$نَجَٰ نَ !&نِنَ ٱنَ
Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.
Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah menuliskan dalam tafsir Al- Wajiz bahwa makna “jalan-jalan kami’ yang dimaksud dalam ayat ini adalah jalan-jalan kebaikan dan ridha Allah SWT. Begitu tinggi cinta Allah kepada mereka yang selalu berusaha dan berikhtiar dalam kebaikan dengan ganjaran kebaikan dan keridhoan, dua hal yang memang sangat diperjuangkan oleh ahli ibadah.
Keutamaan bulan ini adalah tidak sebatas sebagai bulan haram saja, namun bulan ini adalah gerbang untuk memasuki ibadah agung lainnya, seperti haji dan kurban. Pada bulan ini kembali kita menyaksikan saudara-saudara kita secara berangsur menuju baitullah untuk melaksanakan rukun Islam kelima.
Fenomena ini menjadikan kita lebih terpacu untuk mempersiapkan diri pada tahun mendatang melaksanakan ibadah suci ini. Begitu juga dalam hal ibadah kurban, maka sejak bulan Zulkaidah ini kita sudah mulai memikirkan dan mengeluarkan rezeki yang Allah titipkan dalam rangka ibadah kurban tahun ini. Bila memang kita belum mampu melaksanakan ibadah yang besar, setidaknya kita tak meninggalkan ibadah-ibadah kecil atau tingkat sederhana dalam kehidupan ini.
Selain itu, pada bulan ini kita dapat melaksanakan ibadah-ibadah sunnah yang dapat menguatkan sendi- sendi amal soleh kita, seperti membaca Al-Qur’an, kiyamullail dan puasa sunnah. Semua itu dilaksanakan dengan keimanan yang baik dan nilai bentuk mujahadah yang paripurna. Maka Allah pun ridha kepada kita.
Hadirin ma’asyral muslimin rahimakumullah
Mudah-mudahan tiga bentuk refleksi kehidupan ini yaitu Evaluasi diri pasca bulan Ramadhan, Muraqabatullah yang tetap permanen pada diri dan Persiapan diri dalam bermujahadah dapat kita
implementasikan dalam mengawali kehidupan kita di bulan Dzulkaidah yang istimewa ini. Dan kita tetap menjadi pribadi yang istikomah karena mampu membuktikan kesolehan kita pada bulan Ramadhan, di luar bulan Ramadhan atau di bulan-bulan haram yang mulia.
,
ا نُمُ )هلُلْا لِّ بَقُتَوَ مَيْكُحَلْا رَ)كِذَوَ ةِيْآ نِمُ هيْفِامْبِ مَ)كِا يْإِوَ ىنُعَفْنُوَ مَيْظْعَلْا نَّآرَ)قُلْا ىفِ مَ)كُلْوَ ىلْ هلُلْا كَرْابِ
,
مَيْحِ رَلْا )رْوْ)فْغَلْا وْ)هِ )ه نُإِ مَيْظْعَلْا هلُلْا )رَفْغَتَسِافِ اذِهِ ىلْوْقَ )لَوْ)قَأَوَ )مَيْلُعَلْا )عُيْمْ سَّلْاوْ)هِ )ه نُاوَ )هتَوَلاَتَ مَ)كُنُمُوَ
KHUTBAH KEDUA
هنُانُتَمُاوَ هقُيْفِوْتَ ىلُعَ )هلْ )رَكُ Sشَّلْاوَ هنُاسَّحِإِ ىلُعَ هلُلْ )دِمْحَلْا .
)ه)لْوْ)سِرْوَ )ه)دِبَعَ ا>دِ مْحَ)مُ انُدِMيْسِ نَّأَ )دِهَشَأَوَ )هلْ كَيْرَشَ لاَ )هدِحِوَ )هلُلْاوَ )هلُلْا لاَإِ هلْا لاَ نَّأَ )دِهَشَأَوَ
ا>رَيْثكِ ا>مْيْلُسَّتَ مَMلُسِوَ هبِاحَصْأَوَ هلْا ىلُعَوَ Lدِ مْحَ)مُ انُدِMيْسِ ىلُعَ Mلِّصْ مَ)هَلُلْا
لآمْبِ ىنُـثْوَ هسَّفْنُبِ هيْفِ أَدِبِ Lرَمُأْبِ مَ)كِرَمُأَ هلُلْا نَّأَ اوْ)مْلُعَاوَ ىهَنُ ا مْعَ اوْ)هَتَنُاوَ رَمُأَ امْيْفِ هلُلْااوْ)قُ تَا )سُا نُلْا اهَSيْا ايْفِ )دِعَبِ ا مُأَ
هسِدِ)قُبِ هتَكُئِ
ا>مْيْلُسَّتَ اوْ)مْMلُسِوَ هيْلُعَ اوْSلُصْ اوْ)نُمُآ نِيْذِ لْا اهَSيْا آيْ ىبَ نُلْا ىلُعَ نَّوْSلُصَّ)يْ )هتَكُئِلآمُوَ هلُلْا نَّإِ ىلْاعَتَ لَاقَوَ . ةِكُئِلآمُوَ كَلُ)سِ)رْوَ كَئِآيْبَنُا ىلُعَوَ Lدِ مْحَ)مُ انُدِMيْسِ لَآ ىلُعَوَ مَMلُسِوَ هيْلُعَ )هلُلْا ى لُصْ Lدِ مْحَ)مُ انُدِMيْسِ ىلُعَ Mلِّصْ مَ)هَلُلْا نِيْعَبِا تَلْاوَ ةِبِاحَ صَّلْا ةِ يْقُبِ نِعَوَ ىلُعَوَ نَّامْث)عَوَ رَمْ)عَوَ Lرَكُبِ ىبِأَ نِيْدِشَا رَلْا ءَافْلُ)خُلْا نِعَ مَ)هَjلُلْا ضَرْاوَ نِيْبِ رَقُ)مْلْا نِيْمْحِا رَلْا مَحِرْأَ ايْ كَتَمْحِرَبِ مَ)هَعَمُ ا نُعَ ضَرْاوَ نِيْMدِلْا مِوْيْىلْا Lنَّاسَّحِابِ مَ)هَلْ نِيْعَبِا تَلْا يعَبِاتَوَ
تِاوْمُلاَاوَ مَ)هَنُمُ )ءَآيْحِلاَا تِامْلُسَّ)مْلْاوَ نِيْمْلُسَّ)مْلْاوَ تِانُمُؤْ)مْلْاوَ نِيْنُمُؤْ)مْلُلْ رَفْغْا مَ)هَلُلْا نِيْMدِلْا رَصَّنُ نِمُ رَ)صَّنُاوَ ةِ يْدِMحِوْ)مْلْا كَدِابَعَ رَ)صَّنُاوَ نِيْكِرَشَّ)مْلْاوَ كَرَ Mشَّلْا لَذَأَوَ نِيْمْلُسَّ)مْلْاوَ مِلاَسِلإِا زَّعَأَ مَ)هَلُلْا نِيْMدِلْا مِوْيْ ىلْإِ كَتَامْلُكِ لِّعَاوَ نِيْMدِلْا ءَادِعَأَ رَMمُدِ وَ نِيْمْلُسَّ)مْلْا لَذِخَ نِمُ لَ)ذِخَاوَ
مَ)هَجْرَخَأَوَ مَ)هَمْحِرْاوَ مَهَبِ فْ)طُلْا مَ)هَ لُلْا ، نِيْطُسَّلُفِ يفِ نِيْفْعَضْتَسَّ)مْلْا نِيْمْلُسَّ)مْلْا انُنُاوْخَإِ جِنُأَ مَ)هَ لُلْا
مَ)هَلْ نِ)كِ مَ)هَ لُلْا ، ىحِرَجَلْاوَ ىضَرَمْلْا )مَ)هَنُمُ فْشَاوَ ءَادِهَ Sشَّلْا )مَ)هَنُمُ لِّ بَقُتَ مَ)هَ لُلْا ، رْاصَّحَلْاوَ قَّيْMضْلْا نِمُ
كَبِ لاَإِ ةَ وْ)قَ لاَوَ مَ)هَلْ لَوْحِ لاَ )ه نُإِفِ مَهَيْلُعَ نِ)كُتَ لاَوَ
نِيْقُفِانُ)مْلْاوَ رْا فْ)كُلْا نِمُ مَ)هَنُوَاعَ نِمُوَ دِوْ)هَيْلْا ىلُعَ مَ)هِرَ)صَّنُا مَ)هَ لُلْا نِيْطُسَّلُفِ يفِ نِيْدِهِاجَ)مْلْا رَ)صَّنُا مَ)هَ لُلْا
، )مِوْSيْقَايْ Sيحِ ايْ Mقَّحَلْا ىلُعَ مَ)هَتَمْلُكِ عُمْجْاوَ مَ)هَفِوْ)فْ)صْ دِMحِوَوَ مَ)هَمْهَسِ دِMدِسِ مَ)هَ لُلْا رْا نُلْا بَاذِعَ انُقَوَ >ةِنُسَّحِ ةَرَخَلآا ىفِوَ >ةِنُسَّحِ ايْنُSدِلْا ىفِ انُتَآ انُ بِرْ
مَ)كُ لُعَلْ مَ)كُ)ظْعَيْ ،يغَبَلْاوَ رَكُنُ)مْلْاوَ ءَاشَّحَفْلْا نِعَ ىهَنُيْوَ ىبِرَ)قُلْا يْذَ ءَاتَيْإِوَ نَّاسَّحِلإِاوَ لَدِعَلْابِ )رَ)مُأْيْ هلُلْا نَّإِ ،هلُلْا دِابَعَ
)رَبَكِأَ هلُلْا )رَكِذِلْوَ مَ)كِرَ)كِذِيْ مَيْظْعَلْا هلُلْا اوَ)رَ)كِذَافِ نَّوَ)رَ كِذِتَ .