Judul: “Sampai Hujan Berhenti”
Hujan turun sejak pagi. Bukan gerimis yang malu-malu, tapi hujan deras yang jatuh seperti beban yang tak sempat diucapkan.
Di bangsal rumah sakit itu, Amira duduk di tepi ranjang sambil menggenggam tangan kecil yang mulai dingin.
Anaknya, Dilan, baru delapan tahun.
Sudah tiga bulan terakhir mereka tinggal di sana. Bukan karena ingin, tapi karena paru-paru Dilan sudah terlalu rapuh untuk menahan dunia luar. Ia tak bisa bermain bola, tak bisa berlari, bahkan untuk tertawa saja kadang ia harus mencuri napas lebih dulu.
Amira pernah bekerja sebagai kasir di toko kelontong. Tapi sejak Dilan masuk rumah sakit, ia berhenti. Tak ada waktu. Uang simpanan sudah lama habis. Sisa biaya dibantu dari galang dana online dan tetangga yang iba.
Setiap malam, Amira tidur di kursi plastik. Dan setiap pagi, Dilan bangun dengan senyum.
“Mama,” katanya hari itu, suaranya lirih. “Kalau aku pergi duluan, Mama jangan sedih terus ya...”
Amira menahan napas. “Jangan ngomong gitu, Sayang. Kamu gak akan ke mana-mana.”
Dilan tertawa kecil, lalu batuk. Darah sedikit membasahi tisu yang ia sembunyikan di bawah selimut.
“Aku cuma takut Mama sendirian.”
Air mata Amira jatuh tanpa izin. “Mama gak akan sendiri. Kamu di sini. Selalu.”
Tapi malam itu, alarm mesin berbunyi.
Waktu seperti berhenti. Para perawat berlari. Amira terdorong keluar ruang ICU. Dunia jadi kabur.
Tangannya gemetar. Hujan masih turun di luar.
Satu jam kemudian, seorang dokter keluar. Menggeleng pelan.
“Maaf, Bu…”
Amira tidak berteriak. Tidak menangis histeris. Ia hanya berdiri mematung, seperti kehilangan bagian dari tubuhnya. Seperti kehilangan dirinya sendiri.
Ia masuk ke ruangan, menatap wajah kecil yang kini tenang. Dan tersenyum.
Karena untuk pertama kalinya, Dilan tidak kesakitan lagi.
Ia membungkuk, mencium dahi anaknya, lalu berbisik:
“Mama janji gak akan sedih terus. Tapi izinkan Mama sedih malam ini. Izinkan Mama kehilanganmu... dengan perlahan.”
Malam itu hujan belum berhenti.
Dan di dalam kamar rumah sakit yang sunyi, seorang ibu duduk sendiri, menggenggam tangan kecil yang mulai dingin.