• Tidak ada hasil yang ditemukan

komunikasi antar budaya dalam peranan budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "komunikasi antar budaya dalam peranan budaya"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar belakang

Terwujudnya keharmonisan antar budaya dalam masyarakat bukan berarti menghambat kemajuan masing-masing kebudayaan, juga bukan sekedar menjaga dan menjaga keadaan agar tidak terjadi konflik dan ketegangan antar masyarakat yang berbeda budaya, dalam kehidupan sehari-hari interaksi sosial sering kali memakan waktu. tempat yang melibatkan hubungan individu dengan orang lain. individu. Dalam konteks komunikasi antarbudaya, cara setiap orang berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh budayanya, termasuk bahasa, aturan, dan norma masing-masing. Perbedaan perilaku komunikasi yang dimiliki oleh orang-orang yang berbeda budaya maka akan menimbulkan permasalahan dalam berinteraksi.

Sebagai contoh suku bangsa yang ada di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Utara, mempunyai suku dan budaya yang berbeda-beda seperti suku Batak, Melayu, dan Jawa, mereka juga perlu menggunakan sikap toleransi agar tidak terjadi masalah dalam pergaulannya, yang dapat menimbulkan konflik, perpecahan antar individu maupun kelompok dalam masyarakat, wilayah. Program pemukiman kembali yang dilakukan pemerintah mendorong banyak suku Jawa pindah ke Sumatera Utara, khususnya Kabupaten Simalungun. Pertemuan suku-suku yang berbeda dimana suku Batak Jawa dan Batak Toba merupakan suku pendatang dan suku Batak Simalungun merupakan penduduk asli di tanah Kabupaten Simalungun.

Kedatangan masyarakat Jawa dan Batak Toba di kawasan Simalungun memberikan warna dan keunikan tersendiri dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Komunikasi antarbudaya dalam peranan budaya Simalungun dalam kehidupan toleran di Simalungun”.

Pembatasan Masalah

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat penelitian

Sistematika Penulisan

URAIAN TEORITIS

  • Komunikasi Antarbudaya
  • Komponen Komunikasi Antarbudaya
    • Komunikator
    • Komunikan
    • Pesan
    • Saluran Komunikasi dan Media Komunikasi
    • Efek Komunikasi
  • Hambatan Komunikasi Antarbudaya
  • Interaksi Sosial dan Hubungan Sosial Antarsuku
  • Bentuk hubungan social
  • Etnisitas

Selain itu, ada juga komunikator yang disebut encoder karena komunikator menyandikan pesan yang ingin dibaca oleh penerima pesan. Pesan yang disampaikan oleh komunikator mempunyai tujuan dan motif tertentu agar dapat diterima oleh penerima pesan. Penerima Pesan : Komunikator Penerima pesan atau biasa disebut dengan komunikator adalah manusia wajar yang menjadi sasaran komunikator untuk menerima pesan yang disampaikan.

Sesuatu yang terjadi pada diri seorang komunikator sebagai akibat dari pesan yang disampaikan oleh komunikator disebut dengan efek komunikasi. Pengaruh kognitif, komunikator memahami atau memahami sesuatu karena pesan yang disampaikan oleh komunikator. Pengaruh afektif, dalam diri komunikator terjadi perubahan perasaan atau sikap karena pesan yang disampaikan komunikator menyentuh hati.

Banyak sekali kebutuhan dalam hidup yang hanya bisa dipenuhi dengan menjalin hubungan sosial dengan banyak individu. Komunikasi maksud, tujuan, dan keinginan terhadap reaksi (tanggapan) pihak lain merupakan sesuatu yang diperoleh dalam terjalinnya hubungan sosial. Etnis sebagai salah satu pendukung rasa primordialisme sering dimaknai sebagai suatu kelompok dalam suatu sistem sosial atau budaya yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu (Khairani, 2020).

Suku Jawa merupakan suku terbesar dan terpadat di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terjadi karena pada masa penjajahan Belanda orang Jawa didatangkan sebagai pekerja dan sekarang orang Jawa di sana dikenal dengan nama orang Jawa Suriname. Suku Jawa merupakan suku yang paling banyak memiliki mitos dalam kehidupannya, hal ini dikarenakan masyarakat Jawa sangat menghargai proses kehidupan yang tiada henti.

Melakukan upacara adat dalam proses kehidupannya, seperti yang dicontohkan oleh para leluhur, juga merupakan salah satu cara mengapresiasi proses kehidupan. Nama “Batak” pertama kali ditemukan dalam tulisan Ferdinand Mendez Pinto pada abad ke-16 dalam bukunya Peregrination (perjalanan) yang disebut dengan nama. Batak Simalungun adalah salah satu sub suku Batak Bangso di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang mendiami Kabupaten Simalungun dan sekitarnya.

METODE PENELITIAN

  • Jenis penelitian
  • Kerangka Konsep
  • Defenisi Konsep
  • Ketegorisasi Penelitian
  • Informan atau Narasumber
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Teknik Analisis Data
  • Lokasi dan Watu Penelitian
    • Deskripsi Singkat Objek Penelitian

Asimilasi dan akulturasi antara suku Simalungun dan Batak Jawa harus melalui dua penyesuaian budaya mulai dari proses komunikasi antar budaya hingga interaksi antar budaya agar kedua pihak yang berbeda etnis mampu melihat faktor penghambat komunikasi dalam interaksi antar budaya masyarakat Bandar. Desa Manik. Dengan demikian subjek penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari 3 orang suku Jawa dan 3 orang suku Batak Simalungun di Bandar Manik Kabupaten Simalungun. Penelitian ini menggunakan klasifikasi non-participant observer yang artinya peneliti hanya mengamati interaksi suku Batak dan suku Jawa di Desa Bandar Manik Kabupaten Simalungun.

Tujuan dari penelitian ini adalah komunikasi antar budaya yang terjadi pada masyarakat Bandar Manik menuju kehidupan toleran khususnya etnis Jawa dan Batak Simalungun. Berdasarkan data di atas terlihat bahwa jumlah penduduk Batak Simalungun dan Batak Toba di Bandar Manik lebih banyak yaitu 656 jiwa. Berdasarkan data di atas, kelompok usia produktif di Bandar Manik mempunyai prioritas tertinggi yaitu sebanyak 689 orang, sedangkan anak-anak menempati urutan kedua sebanyak 256 orang dan terakhir ditempati oleh masyarakat berusia 60 tahun ke atas sebanyak 88 orang.

Masyarakat Simalungun dan Batak Jawa yang tinggal di Bandar Manik hidup berdampingan dalam waktu yang cukup lama. Mayoritas masyarakat Jawa yang tinggal di Bandar Manik merupakan keturunan kuli kontrak tahun 1867. Terhitung sejak kedatangan kuli kontrak, masyarakat yang tinggal di Bandar Manik sudah memasuki generasi keenam.

Cara mereka berkomunikasi dan mau diajak berdiskusi dalam acara kemeriahan menjadi faktor pendukung masyarakat Bandar Manik untuk bisa melestarikan tradisi yang ada. Komunikasi antarbudaya yang terbentuk dalam penelitian ini adalah komunikasi antara suku Jawa dengan suku Batak Simalungun. Dalam penelitian ini stereotipe menjadi faktor penghambat yang tidak terlalu mempengaruhi komunikasi antar budaya antara masyarakat Jawa dan Batak Simalungun.

Masyarakat Jawa di Bandar Manik masih menganggap bahwa orang Batakan adalah orang yang kasar, begitu pula dengan masyarakat Batakan yang masih menganggap bahwa orang Jawa adalah orang yang lemah lembut dalam ucapan dan tindakan. Dalam penelitian ini, etnis Jawa dan Batak Simalungun melakukan kegiatan marhoba untuk menyukseskan acara kerabatnya. Berbagai kendala yang terjadi dalam proses interaksi antar budaya antara kedua etnis tersebut menjadi bukti nyata bahwa perbedaan tersebut tidak menjadi hambatan bagi dua etnis yang berbeda untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi guna mewujudkan masyarakat Bandar Manik yang harmonis.

Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Lahan seluas 2.891,84 Ha ini berisi komplek perumahan perkampungan di antara perkebunan PT Perkebunan Nusantara IV, sebuah perusahaan teh yang dikoordinasikan oleh Kabupaten II. Berdasarkan data yang diperoleh dari jumlah penduduk sebanyak 998 jiwa, jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin hampir seimbang, yakni 50,40 persen laki-laki dan 49,60 persen perempuan.

Tabel 4.1 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin  Laki-laki  Perempuan
Tabel 4.1 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Laki-laki Perempuan

Karakteristik Umum Masyarakat Bandar Manik

Perbedaan budaya suku Batak Simalungun Jawa bukan lagi menjadi hal baru bagi mereka yang hidup berdampingan sejak lahir. Keterlibatan mereka dalam pementasan tradisi etnis yang berbeda ini membuat mereka merasakan kekerabatan yang semakin erat antar kedua suku tersebut. Tradisi Marhobas merupakan tradisi dimana masyarakat yaitu tetangga terdekat dan keluarga berkumpul untuk melakukan kegiatan gotong royong demi mensukseskan perayaan tuan rumah.

Acara Marhobas ini dilaksanakan tiga atau empat hari sebelum dimulainya acara syukuran dan berakhir satu atau dua hari setelah berakhirnya acara syukuran. Pertukaran informasi tentang berbagai topik untuk dekorasi dan realisasi tradisi Marhoba ini. Untuk mengakhiri acara Marhobas, salah satu perayaannya ditandai dengan penyiapan kue lape yang akan diberikan kepada tetangga dan keluarga yang bersedia melaksanakan Marhobas dengan ikhlas.

Kue lappet ini dibuat dengan pengertian sebagai makanan yang dapat menggantikan tenaga yang mereka keluarkan selama melakukan aktivitas marhoba. Kue lapet terbuat dari tepung beras dan kelapa parut yang dibungkus dengan daun pisang lalu dikukus hingga campuran kelapa dan tepung beras tersebut matang dan terlihat apakah bungkus daun pisang tersebut sudah berubah warna menjadi kuning. Tepung beras yang sudah tercampur dan berwarna putih mempunyai makna suci hati, pikiran dan jiwa setelah marhobas serta makna rasa syukur dan kebahagiaan dari pemilik pesta syukuran.

Di marhobas juga mempunyai tradisi setelah acara selesai yaitu memberikan beras secukupnya kepada pihak yang membantu acara. Respon Masyarakat Batak Jawa dan Simalungun dalam Tradisi Marhobas Masyarakat Batak Jawa dan Simalungun mempunyai kesamaan dalam tradisi menolong ketika sanak saudara atau tetangga mempunyai kesempatan. Suku Batak berusaha sekuat tenaga menjalankan tradisi Marhobas begitu pula suku Jawa Simalungun berusaha sekuat tenaga menjalankan tradisi Rewang.

Tak hanya itu, kedua suku ini mempunyai hubungan timbal balik yang baik dalam menjalankan tradisi etnis yang berbeda tersebut. Sebaliknya, jika dalam agama Islam suatu suku ada acara syukuran, maka semua orang yang membantu mensukseskan acara tersebut akan diikutsertakan. Penghormatan terhadap masing-masing agama ini menunjukkan bahwa pelaksanaan tradisi tolong menolong diterima dengan baik oleh semua suku, baik suku Batak Simalungun maupun suku Jawa.

Pembahasan

Kesiapan mereka untuk membantu juga menunjukkan bahwa respon mereka sangat baik dalam membantu sanak saudaranya yang membutuhkan pertolongan. Hambatan bahasa, perbedaan nilai dan perbedaan perilaku budaya merupakan hal yang paling mendasar dalam proses komunikasi antar budaya. Ya wajar kalau orang Batak punya suara yang lantang, agak kasar dan terkesan mengintimidasi, tapi tak apa kalau dibiasakan bicara dengan mereka.'

Prasangka mempunyai banyak bentuk dan yang paling populer adalah prasangka rasial, prasangka etnis, prasangka gender dan prasangka agama. Dalam penelitian ini tidak terlihat secara jelas prasangka etnis, namun terlihat prasangka agama, yaitu ketika umat Kristiani mengadakan pesta untuk tamu undangan. Bukan tanpa alasan mereka melakukannya, mereka melakukannya untuk melindungi diri dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Keterasingan sering terjadi dalam penelitian ini ketika tradisi Marhobas sedang berlangsung; Percakapan suatu kelompok etnis dengan menggunakan bahasanya sendiri menimbulkan rasa keterasingan di antara orang-orang yang berbeda etnis. Namun hal seperti ini bisa dihindari jika kita ingin mempelajari bahasa etnis lain sebagai pelajaran dan cara untuk bergaul lebih baik. Dalam proses ini terjalin saling pengertian, timbal balik dan kerjasama antara kedua pihak dengan tujuan dan cita-cita yang sama.

Bentuk proses asosiatif adalah kerjasama (collaboration) dan akomodasi (accommodation), yang muncul pada saat proses Marhobas. Kalau suami kita membagi tugas, mulai dari siapa yang memasak, mengemas makanan hingga mencuci piring, itu semua terbagi dalam tugas. Dalam penelitian ini suku Jawa Simalungun dan Batak berusaha menjaga dan menjalin hubungan sosial yang baik melalui interaksi yang mereka ciptakan.

Dimulai dari cara mereka mendiskusikan acara yang akan diadakan, dimana diskusi merupakan sebuah interaksi yang memerlukan kepala dingin untuk menerima saran dan masukan dari setiap individu. Melaksanakan tradisi Marhobas sejak acara dimulai hingga acara berakhir dan sukses merupakan cara mereka menjaga dan menjaga keharmonisan hubungan sosial. Suku Simalungun dan Batak Jawa yang sudah hidup berdampingan selama 6 generasi harus mampu melestarikan tradisi yang sudah ada sejak lama maupun yang baru muncul dari proses asimilasi.

PENUTUP

Simpulan

Saran

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Kategorisasi Penelitian
Gambar 4.1 Lokasi Desa Bandar Manik di Maps
Diagram 4.1 Jumlah penduduk Desa Bandar Manik berdasarkan suku
+4

Referensi

Dokumen terkait

1) Administrasi proyek seperti time schedule, kurva S (rencana dan realisasi), daftar personil lapangan, daftar alat dll. 2) Dampak dari keputusan-keputusan teknis yang diambil