• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNITAS ISLAM ABOGE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KOMUNITAS ISLAM ABOGE"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora

Program Studi Sejarah Peradaban Islam

Oleh:

MUHAMMAD JA’FAR SODIQ NIM. U20154010

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

NOVEMBER 2019

(2)
(3)
(4)

اًرْسُي ِرْسُعْلا َعَم َّنِإَف

﴿ ٥

“ Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

(QS. Al-Insyirah : 5)1

1 Ayat Al-Qur’an yang selama ini saya tanamkan dalam hati, selalu berusaha tanpa mengenal rasa lelah dan senantiasa percaya bahwa usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil. Sesulit apapun amanah yang saya emban, saya tidak akan menyerah dan terus berusaha, karena setelah kesulitan pasti ada kemudahan.

(5)

Gusti Baginda Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat-Nya Selanjutnya

Ibunda Sholeha Tercinta sekaligus Ayahanda Supandi.

“Semoga anakmu menjadi Matahari bagi keluarga, masyarakat, agama, dan bangsa. Amin.”

Selanjutnya

Adik-adik Tercinta Yang Saya Banggakan Luluk Mukarromah, dan Muhammad Ubaidillah

Selanjutnya

Sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IAIN Jember Wa bil Khusus Rayon Ushuluddin, Adab dan Humaniora

Selanjutnya

Dulur-dulur Komunitas Sedulur Pati Wa bil Khusus angkatan 2015 Selanjutnya

Kepada Teman-teman Prodi Sejarah Peradaban Islam Wa bil khusus Teman- teman angkatan 2015

Selanjutnya

Kepada patner ku yang tanpa henting memberikan semangat serta motivasi dalam menyelesaikan kuliah.

“Terimakasih yang tanpa batas langit dan bumi karena selama ini merekalah yang memberikan asupan pengetahuan kepada saya”

Wallahul Muafiq Ila Aqwathorieq

(6)

هبحصو هلأ ىلعو دمحم انديس ىلع ملاسلاو ةلاصلاو ,اميكح اميلع للها ناكو ضرلأاو نيعمجأ

.

Alhamdulillah. Segala puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah Sang Causa Prima pemilik alam semesta yang telah melimpahkan ruang, waktu, kesehatan serta kekuatan sehingga skripsi dengan judul “Komunitas Islam Aboge (Kemunduran, Sistem Kalender, Kebudayaan Dan Sosial Keagamaan) Di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo Tahun 2007-2017.” dapat terselesaikan dengan baik dan berjalan dengan lancar.

Dengan mengharap ridho Allah SWT semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terhadap perkembangan bidang kajian pendidikan Agama Islam. Shalawat dan salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar kita Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat Nabi, yang telah mendidik kita memperjuangkan nilai-nilai ajaran Agama Islam.

Banyak pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ucapkan terimakasih, semoga Allah selalu memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Jazakuumullah Jaza’, khususnya kepada:

1. Rektor IAIN Jember, Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., MM, yang telah memberikan ilmu dan inspirasi selama belajar di kampus IAIN Jember.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Jember, Dr. M.

Khusna Amal, M.Si., dan sebagai Dosen pembimbing yang telah memberi motivasi, bimbingan, daran dan koreksi selama penulis menyelesaikan studi dan penulisan skripsi.

3. Ketua Perogram Studi Sejarah Peradaban Islam IAIN Jember, Dr. Akhiyat, S.Ag., M.Pdi

4. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Alumni Roubin (IKMAR) 5. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Bayu Angga (IKMABAYA)

(7)

Adab dan Humaniora.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya yang dapat penulis sampaikan, semoga bantuan dan do’anya yang telah diberikan dapat menjadi catatan amal kebaikan dihadapan Allah SWT.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk perbaikan di masa mendatang.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi pembaca, baik semua mahasiswa/i, para fasilitator pelatihan, masyarakat akademisi, dan masyarakat luas. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, taufik, dan inayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Wallahu A’lam Bi al-Shawab

Jember, 12 November 2019 Penulis

MUHAMMAD JA’FAR SODIQ NIM. U20154010

(8)

Di desa Besuk terdapat sebuah komunitas Islam yang masih mempertahankan budaya Jawa dan masih mempertahankan ajaran para pendahulunya, yaitu Komunitas Islam Aboge. Islam masuk ke tanah Jawa memang tidak merubah kebudayaan yang sudah melekat pada masyarkat Jawa, justru Islam memasukkan ajaran-ajaranya dalam budaya masyarakat Jawa.

Sehingga Islam mampu memperluas ajarannya dan dapat diterima oleh masyarakat. Komunitas Islam Aboge adalah salah satu produk hasil dari pencampuran kebudayaan Jawa dengan Islam.

Dari pemaparan diatas maka fokus penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1). Apa penyebab mundurnya Komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo Tahun 2007-2017? 2). Bagaimana Proses sistem kalender Komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo? 3). Kegiatan apa saja yang sudah dilakukan baik yang berhubungan dengan aktivitas kebudayaan dan aktivitas sosial keagamaan dari tahun 2007-2017? 4). Bagaimana respons masyarakat sekitar terhadap adanya Komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo?

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, Sedangkan jenis penelitianya adalah deskriptif. Menggunakan teori akulturasi dan Islam minoritas dengan pendekatan sejarah, karena penelitian yang saya lakukan adalah mengungkapkan bagaimana sejarah munculnya Komunitas Islam Aboge di tempat tersebut. Dalam pengumpulan data dengan menggunakan metode pengamatan/observasi, wawancara, dokumentasi.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1).Ada tiga penyebab diantaranya : Pindahnya kiyai yang diikuti, Memilih mengikuti pemerintah dan minimnya kesadaran. 2). Sistem kalender Aboge dijadikan sebagai patokan untuk memulai suatu kegiatan, pekerjaan yang sangat penting dan ibadah. 3). Aktivitas kebudayaan Komunitas Islam Aboge di desa Besuk antara lain : Kebudayaan maulid nabi, Kebudayaan percaya terhadap perhitungan Aboge dan Kebudayaan tidak memaki songkok haji. Sedangkan aktivitas sosial keagamaan antara lain : Mengutamakan ahlak dan Tidak membedakan tempat ibadah. 4). Terdapat dua respons masyarakat desa Besuk terhadap Komunitas Islam Aboge yaitu : respons positif dan respons negatif.

(9)

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Istilah ... 9

F. Sistematika Pembahasan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Penelitian Terdahulu ... 13

B. Kajian Teori ... 17

(10)

C. Interpretasi... 29

D. Historiografi ... 30

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 33

A. Gambaran Obyek Penelitian ... 33

1. Letak Geografis Desa Besuk ... 33

2. Keadaan Demografi ... 34

a. Pendidikan Masyarakat Desa Besuk ... 34

b. Perekonomian Masyarakat Desa Besuk ... 37

c. Kondisi Sosial dan Budaya Desa Besuk ... 39

d. Kondisi Keagamaan Desa Besuk ... 40

B. Komunitas Islam Aboge Desa Besuk ... 41

1. Sejarah dan Kemunduran Komunitas Islam Aboge ... 41

2. Biografi Penyebar Islam Aboge Desa Besuk ... 52

3. Penerapan Sistem Kalender... 54

a. Pengertian Kalender dan Macam-macamnya ... 54

b. Kalender Aboge ... 58

4. Kegiatan Kebudayaan dan Aktivitas Sosial Keagamaan .... 67

a. Kebudayaan ... 67

b. Akivitas Sosial Keagamaan... 74

5. Respons Masyarakat Terhadap Aboge ... 82

(11)

BAB V PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pernyataan Keaslian Tulisan 2. Surat Izin Penelitian

3. Dokumentasi 4. Biodata Penulis

(12)

4.1. Tingkat Pendidikan ... 36

4.2. Sarana Infrastruktur Pendidikan ... 37

4.3. Profesi Penduduk ... 38

4.4. Kalender Hijriyyah, Jawa dan Aboge... 56

4.5. Kalender Masehi ... 57

4.6. Kalender Aboge ... 61

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedatangan Islam ke tanah Jawa masih menjadi perdebatan diantara para peneliti. De Graaf dan Pigeau meyakini bahwa besar sekali kemungkinan pada abad ke-13 di Jawa sudah ada orang Islam yang menetap. Sebab, menurutnya, jalan perdagangan di laut yang menyusuri pantai timur Sumatera melalui laut Jawa ke Indonesia bagian timur, sudah ditempuh sejak zaman dahulu. Namun pendapat ini masih meragukan karena hipotesis yang dikemukakan bersifat umum dan masih dalam perdebatan1.

Pendapat lain mengatakan bahwa Islam datang ke Jawa pada abad ke- 15. Ma Huan, melaporkan bahwa antara tahun 1415-1432 M terdapat komunitas Islam di Jawa tepatnya bagian Timur. Selain itu juga ditemukan sejumlah batu nisa pada abad yang sama dengan makam Malik Ibrahim yaitu tahun 1419 dan putri Campa pada tahun 1370 caka (1448 M). Menurut babad Jawa, Malik Ibrahim adalah ulama dari tanah Arab, keturunan Zainal Abidin, cicit Nabi Muhammad2. Pendapat ini juga selaras dengan yang dikemukakan oleh Hamka, bahwa Maulana Malik Ibrahim adalah seorang bangsa Arab datang dari Kasyan, Persia, yang datang ke Jawa sebagai agama Islam3.

1 H.J de Graaf & Th. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa,(Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2003), 21

2 Dr. Hj. Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara, (Riau :LP2M UIN Syarif Kasim Riau, 2014), 55

3 Prof. Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1981), 135

(14)

Islam berkembang di Jawa setelah runtuh dan melemahnya kekuasaan Raja Majapahit. Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, yang berdiri pada tahun 1293 sampai 1528. Dilihat dari peninggalan Majapahit yang keseluruhannya berada di Jawa Timur khususnya di Trowulan Mojokerto yang menjadi bukti kongkrit adanya kerajaan Majapahit. Meskipun hanya sedikit bukti-bukti fisik yang ditemukan. Kerajaan Majapahit dan sejarahnya sulit untuk di cari karena sumber dasar sejarah Majapahit dari Negarakertagama, Paraton dan Babat serta tutur turun temurun dari masyarakat. Namun sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton (kitab Raja-raja). Pararaton sendiri banyak menceritakan kisah Ken Arok (raja Singhasari), meskipun ada beberapa memuat bagian pendek tentang Majapahit4

Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 14335. Dan telah terbentuk komunitas Muslim China dan Arab. Dalam berita Portugis, runtuhnya kerajaan Majapahit pada permulaan abad ke 16 tahun 1520 M, menurut berita tersebut pada tahun 1489 orang-orang sebelah timur semua masih menyembah berhala kecuali Malaka, pantai Sumatera, kota-kota besar di pantai Jawa dan kepulauan Maluku telah memeluk agama Islam6.

4 R.M Mangkudimedja, Serat Pararaton (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979), 5

5 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1, (Bandung: Grafindo Media Utama, 2012), 108

6 Renville Siagian, Candi Sebagai Warisan Seni dan Budaya Indonesia, ( Yogyakarta : Yayasan Cempaka Kencana 2002), 142

(15)

Pada saat kerajaan Majapahit melemah justrus dimanfaatkan oleh beberapa wilayah untuk memisahkan diri dari Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada para penguasa Islam untuk mendirikan kerajaan tersendiri seperti : Demak yang kemudian di susul oleh Pajang, Mataram, Cirebon, Banten dan sebagainya. Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang berdiri pada tahun 1475 M. Sebelumnya Demak merupakan daerah asal Majapahit yang dipercayakan Raja Majapahit kepada anaknya, Raden Patah.

Raden Patah sendiri menjadi raja pertama di Kesultanan Demak7. Salah satu penyebab runtuhnya Majapahit adalah adanya Intervensi Demak yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan.

Para sejarawan sepakat, bahwa diantara para penyebar Islam di Jawa adalah Maulana Malik Ibrahim. Ia dilaporkan mengislamkan kebanyakan wilayah pesisir utara Jawa, dan bahkan mencoba membujuk raja Hindu-Budha Majapahit Vikramavarddhana (berkuasa 788-833/1386-1429) agar masuk Islam8. Akan tetapi setelah kedatangan Raden Rahmat, putra seorang da’i Arab di Campa, Islam memperoleh momentum di istana Majapahit. Ia digambarkan mempunyai peran menentukan dalam Islamisasi Pulau Jawa dan karenanya, dipandang sebagai pemimpin Wali Songo dengan gelar Sunan Ampel9.

Sunan Ampel kemudian mendirikan pusat keilmuan Islam di Ampel Denta. Pada saat keruntuhan Majapahit, terdapat seorang Arab lain, Syaikh

7 Taufiq Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta : MUI, 1992), 69

8 Winstedt, The Adventof Muhammadanism in the Malay Paninsula and Archipelago, (JMBRAS, 1938, 12)

9 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama’ Timur Tenga dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII ( Jakarta : Kencana, 2004), 11

(16)

Nur Al-Din Ibrahim bin Maulana Izrail, yang kemudian terkenal dengan sebutan Gunung Jati. Kemudian seorang sayyid terkenal lainya di Jawa adalah Maulana Ishaq yang dikirim Sultan Pasai untuk mencoba mengajak penduduk Blambang, Jawa Timur, masuk Islam. Setelah Sunan Prawoto dibunuh oleh Aria Penangsang pada tahun 1549, yang kemudian dilanjutkan oleh kerajaan Islam lainya seperti : kerajan Pajang (1549-1587) kemudian diambil alih kerajaan Mataram (1557 -1678 M ), Kesultanan Cirebon (1479-1809) dan Kesultanan Banten (1526-1813)10.

Islam masuk ke tanah Jawa dalam keadaan penduduknya telah memiliki tradisi dan budaya yang berupa kepercayaan adanya kekuatan pada benda-benda tertentu (dinamisme), adanya kekuatan pada arwah orang yang meninggal (animisme) dan kepercayaan adanya kekuatan pada binatang- binatang (totemisme), serta ajaran yang masih sangat kental dengan corak Hindu dan Budha11. Tradisi ini telahh diwariskan secara turun temurun, diyakini dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika Islam datang, keyakinan dan kepercayaan tersebut melebur dalam budaya Islam. Kedatangan mereka membawa sejarah baru yang hampir mengubah wajah Jawa secara keseluruhan12. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan sinkretisme Islam, yaitu paham (aliran) baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham (aliran) yang berbeda untuk mencari

10 Badri Yatim, Sejarah peradaban islam, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014), 210

11 Purwadi, Petungan Jawa: Menentukan Hari Baik dalam Kalender Jawa, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2009) , 9.

12 Budiono Hadisutrisno, Islam Kejawen, (Yogyakarta: EULE BOOK, 2009), 130.

(17)

keserasian, keseimbangan, dan sebagainya13. Dalam artian terjadi akulturasi budaya Islam dengan tradisi lokal. Di antara bentuk akulturasi budaya lokal (Jawa) dengan Islam adalah tradisi yang dianut oleh komunitas Islam Aboge.

Islam sebagai sebuah doktrin diterima dan dipahami oleh masyarakat dengan bantuan budaya lokal. Sehingga tampak jelas peran penting kearifan budaya lokal dalam proses Islamisasi di pulau Jawa14. Penyebaran Islam ke Indonesia secara umum terjadi dalam dua proses. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia (Arab, Cina, India) yang telah memeluk agama Islam tingal secara tetap di suatu wilayah Indonesia, dan mengikuti gaya hidup lokal15. Misalnya dalam hal kesenian, Wali songo mengembangkan lirik dan langgam tembang-tembang macapat sebagai sarana untuk memberikan nilai- nilai Islam antara lain gambuh, sinom, mijil, dandang gula dan lain lain16.

Masyarakat Indonesia terkenal dengan keberagamannya, artinya tidak berwajah tunggal, akan tetapi memiliki beberapa aliran sesuai dengan ideologi masing-masing. Secara institusional memang aliran-aliran tersebut berwajah Islam, namun secara ritual dan ideologi berkembang berbagai macam aliran baik yang bersifat fundamental maupun moderat, seperti Islam Ahmadiyyah, Syiah, Suni, Aboge, dan lain-lain. Masing-masing aliran tersebut memiliki

13 Kamus Besar Bahasa Indonesia tentang Sinkretisme

14 Budiono Hadisutrisno, Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Tanah Jawa, (Yogyakarta:

Grha Pustaka, 2010), 177.

15 M.C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004.( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta 2005), 27

16 Suparjo. Islam dan Budaya: Strategi Kultural Walisongo dalam membangun Masyarakat Muslim Indonesia. (Jurnal Dakwah dan Komunikasi. Vol 2 No. 2 Jul-Des 2008. Purwokerto:

Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto), 182

(18)

penganut dan karakteristik ideologi yang ingin dibangun, serta identitas yang ingin ditegaskan baik melalui simbol-simbol keagamaan yang digunakan, ritual yang dijalankan, maupun kepercayaan yang diyakini. Salah satu aliran Islam yang berkembang, terutama di pulau Jawa adalah komunitas Islam Aboge (Alip Rebo Wage).

Perbedaan yang tampak pada Islam Aboge menjadikanya sebagai ciri khas dari penganutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bassam Tibi17 bahwa dalam agama, konsepsi manusia mengenai realitas tidak didasarkan pada pengetahuan tetapi pada keyakinan terhadap suatu otoritas, yang berbeda antara agama satu dengan agama lain. Begitu pula pada komunitas Aboge yang memahami Islam berdasarkan keyakinan mereka akan penggunaan kalender Aboge, walaupun Islam mayoritas menggunakan kalender hijriyah sebagai patokan penanggalan Islam.

Persinggungan antara agama dan budaya (khususnya budaya Jawa) menjadi cerita masif yang telah berkembang sejak lama. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Clifford Geertz di daerah Mojokuto tentang pembagian masyarakat Islam Jawa ke dalam tiga kategori yaitu priyayi, santri, dan abangan. Sedangkan Islam Aboge merupakan bentuk dari akulturasi kebudayaan Jawa dengan Islam yang dipelihara sampai sekarang.

Aliran Aboge yang telah berkembang lama di desa Besuk dan sekitarnya tidak terlepas dari loyalitas penganutnya yang masih berpegang teguh pada ajaran Aboge. Aliran Aboge sebagai sebuah realitas sosial dibentuk

17 Bassam Tibi. Islam, Kebudayaan, dan Perubahan Sosial. (Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

1999), 14

(19)

oleh penganutnya dan kemudian diinternalisasi dan diyakini sebagai sebuah ajaran bersama. Di samping dari sisi internal penganut ajaran Aboge, hal lain yang menarik adalah terkait budaya yang menjadi ciri has dari suatu daerah ataupun sebuah komunitas.

Tidak semua penduduk Besuk penganut aliran Aboge hanya ada sebagian musholla yang masih menggunakan kalender Aboge, baik kebudayaannya, namun masih bisa hidup rukun berdampingan dengan masyarakat sekitar yang bukan penganut Aboge. Hubungan keduanya berjalan dengan baik, tidak ada pertentangan maupun konflik yang berarti terkait perbedaan penanggalan yang berdampak pada perbedaan penentuan hari-hari besar keagamaan maupun dalam hal budaya yang telah tertanam.

Diantara keduanya, kerjasama pun sering dilakukan guna menjaga keharmonisan. Misalnya ketika penganut Aboge sedang melaksanakan sholat hari raya Idul Fitri, maka masyarakat sekitar akan menghormati dan tak jarang ikut berpartisipasi. Hal ini menjadi menarik untuk dilihat terkait dengan bagaimana pengikut Aboge melakukan kebudayaan yang telah mendarah daging, tetapi tetap mempertahankan hubungan sosial dengan masyarakat sekitar. Kehidupan penganut Aboge sama layaknya masyarakat muslim pada umumnya.

Berdasarkan fakta tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang masyarakat Islam Aboge di Desa Besuk dalam penelitian yang berjudul “Komunitas Islam Aboge (Kemunduran, Sistem Kalender,

(20)

Kebudayaan dan Sosial Keagamaan) Di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo Tahun 2007-2017”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah Komunitas Islam Aboge (Kemunduran, Sistem Kalender, Kebudayaan dan Sosial Keagamaan) Di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo Tahun 2007-2017 :

1. Apa penyebab mundurnya Komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo Tahun 2007-2017 ?

2. Bagaimana proses sistem kalender Komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo?

3. Kegiatan apa saja yang sudah dilakukan baik yang berhubungan dengan aktivitas kebudayaan atau aktivitas sosial kegamaan dari tahun 2007-2017,?

4. Bagaimana respon masyarakat sekitar terhadap adanya Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan Fokus Penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penyebab kemunduran Komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo Tahun 2007-2017.

2. Untuk mengetahui sistem kalender Komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo.

(21)

3. Untuk mengetahui Aktivitas Kebudayaan dan Aktivitas Sosial Komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo.

4. Untuk mengetahui respons masyarakat sekitar terhadap adanya Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat, memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terhadap bidang kajian ke-Islaman Nusantara atau lebih tepatnya Komunitas Islam di Nusantara.

b. Penelilitian ini diharapkan memberikan pemahaman tentang keberagaman Islam di Indonesia dengan budaya yang melekat didalamnya.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai rujukan atau untuk memperkaya refrensi sebagai dasar menyusun penelitian lanjutan yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.

E. Definisi Istilah

Agar tidak ada penafsiran yang berbeda dengan persoalan yang terkandung di dalam judul penelitian ini, maka dalam definisi istilah akan dibahas tentang pengertian istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti. Definisi istilah berisi tentang pengertian istilah yang menjadi fokus perhatian peneliti dalam judul penelitian ini. Hal ini dimaksudkan agar tidak

(22)

terjadi kerancuan maupun kesalah pahaman dalam memahami makna istilah yang ada.

Adapun definisi istilah tentang judul “Komunitas Islam Aboge (Kemunduran, Sistem Kalender, Kebudayaan dan Sosial Keagamaan) Di Desa Besuk kecamatan Bantaran kabupaten Probolinggo tahun 2007-2017” adalah sebagai berikut :

1. Komunitas Islam Aboge

Komunitas Islam Aboge adalah aliran Islam yang mendasarkan perhitungan bulan dan tanggalnya pada kalender Alif Rebo Wage disingkat Aboge, kemudian membentuk suatu wadah berdasarkan persamaan. Dasar penentuan kalender ini diyakini warga Aboge dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu, yang dimulai dari tahun Alif dan berakhir pada tahun jim akhir. Satu tahun terdiri atas 12 bulan, dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari. Perhitungan ini merupakan penggabungan perhitungan dalam satu windu dengan jumlah hari dan jumlah pasaran hari berdasarkan perhitungan Jawa, yakni : Pon, Wage, Kliwon, Legi (Manis) dan Pahing. Perhitungan ini mengakibatkan perbedaan dalam menentukan hari dan tanggal berdasarkan perhitungan Jawa maupun Hijriyah, termasuk bulan Ramadhan dan Idul Fitri serta hari besar agama lainnya18.

18 Siska Laelatur Barokah. 2013. Skripsi. Eksistensi Komunitas Islam Aboge di Desa Cikakak Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas. (Yogyakarta: UNY), 6

(23)

2. Aktivitas Kebudayaan

Aktivitas Kebudayaan menurut beberapa ahli adalah19 :

a. Koentjaraningrat, Kebudayaan adalah kegiatan keseluruhan sistem gagasan, milik dari manusia dengan belajar.

b. Herkovits, Kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.

c. Selo Soemardjan dan Solaeman Soemardi, Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.

3. Aktivitas Sosial keagamaan

Aktivitas Sosial Keagamaan adalah perilaku yang telah menjadi kebiasaan dan berhubungan dengan masyarakat yang merupakan pengejewantahan dari ajaran agama dengan tujuan agar tidak terjadi kekacuan dalam kehidupan sehar-hari.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk menentukan kerangka pembahasan yang jelas pada penulisan ini mengenai “Komunitas Islam Aboge (Kemunduran, Sistem Kalender, Kebudayaan dan Sosial Keagamaan) Di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo Tahun 2007-2017”, maka penulis menyusun sistematika pembahasan agar penulisan ini terarah. Penulisan ini dibagi menjadi lima bab, yaitu:

19 Elly M, Setiadi dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta : Prenada Media Group, 2006), 26

(24)

BAB I PENDAHULUAN.

Pada bab ini meliputi antara lain : Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Istilah dan Sistematika Pembahasan.

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN.

Pada bab ini terdiri dari penelitian terdahulu dan kajian teori yang berkaitan dengan Islam Aboge.

BAB III METODE PENELITIAN.

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Subjek Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Analisis Data, Keabsahan Data, Tahap-Tahap Penelitian.

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS.

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang Gambaran Objek Penelitian, Penyajian Data dan Analisis dan Pembahasan Temuan.

BAB V PENUTUP.

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian skripsi ini. Kesimpulan adalah hasil akhir yang diberikan penulis berdasarkan hasil dari penelitian sedangkan saran yaitu anjuran penulis kepada para pembaca khususnya yang memiliki perhatian terhadap Komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo.

(25)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian terdahulu merupakan referensi yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian terdahulu ini diharapkan peneliti dapat melihat perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu pada penelitian terdahulu peneliti juga dituntut untuk menampilkan ciri khas dari penelitiannya, dengan cara mengkhaji penelitian terdahulu dan menambahkan hal yang kurang dari penelitian sebelumnya.

Berikut tabel beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini :

1. Muhammad Riza Chamadi, Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun penelitian Tesisi 2016 dengan Judul “Materi Pendidikan Islam Dalam Peribadatan Islam Aboge di Desa Cikawung Kec.

Pakuncen Banyumas”.

Pada penelitian tersebut fokus membahas tentang materi pendidikan Islam dalam peribadatan Islam Aboge. Muhammad Riza berkesimpulan bahwa terdapat dua bentuk peribadatan dalam Aboge yaitu:

(magdlah) dan (gairu magdlah). Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan pendekatan sosiologis.

(26)

Persamaan dengan penelitian ini terletak pada peribadatannya yang sama-sama terbagi menjadi dua. Sedangkan perbedaanya, pada penelitian ini mencoba menjelaskan kebudayaan yang telah tertanam di masyarakat Islam Aboge.

2. M. Alfatih Husain, Fakultas Adab dan Ilmu Kebudayaan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun penelitian Skripsi 2015 dengan judul “Komunitas Islam Aboge (Penerapan Antara Sistem Kalender dengan Aktivitas Sosial Keagamaan di Desa Onje Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga”.

Pada penelitian tersebut fokus membahas tentang Penerapan Sistem Kalender dengan Aktivitas Sosial Keagamaan di Desa Onje Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga yang dibatasai pada hari-hari besar Agama Islam saja seperti : 1 Muharram (1 Suro), Bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Dalam penelitian tersebut menggunakan teori Akulturasi yang dijelaskan oleh Koentjaraningrat dengan pendekatan pendekatan historis.

Persamaan dari penelitian yang akan peneliti lakukan adalah terletak pada objek, yaitu “Komunitas Islam Aboge”. Selain itu persamaan pada teori yang digunakan yaitu teori Akulturasi. Hanya saja tempat penelitiannya yang berbeda, antara Desa Onje Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dengan Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo.

(27)

Perbedaan yang lain adalah pada penelitian sebelumnya hanya pada Penerapan Sistem Kalender dengan Aktivitas Sosial Keagamaan.

Sedangkan pada penelitian ini adalah Penerapan Sistem Kalender, Aktivitas Kebudayaan dan Aktivitas Sosial Keagamaan. Dan juga pada penelitian ini tidak hanya pada hari-hari besar saja akan tetapi semua kejadian yang terjadi antara Islam Aboge dengan masyarakat sekitar, sejak 2007 samapai 2017.

3. Galih Latiano, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun penelitian Skripsi 2014 dengan Judul “Dimensi Religiusitas Dalam Tradisi Masyarakat Islam Aboge Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas (Studi Analisis Pendidikan Agama Islam)”

Penelitian tersebut fokus kepada bagaimana tradisi Komunitas Islam Aboge dikaitkan dengan Studi Pendidikan Agama Islam. Galih mengungkapkan bahwa, dimensi religiusitas keyakinan masyarakat Islam Aboge menyadari segala bentuk keyakinan ajaran Islam Mahdzab Ahlusunnah wal Jamaah. Metode yang digunakan adalah metode ganda dengan sumber ganda yang merupakan penelitian Kualitatif.

Persamaan dengan penelitian ini terletak pada keyakinan ajaran masyarakat Islam Aboge serta cara masyarakat Islam Aboge mengerjakan ibadah mereka sehari-hari. Sedangkan perbedaanya, penelitian tersebut tidak mengungkap kebudayaan masyarakat Islam Aboge.

(28)

4. Mutsabbitatul Imania, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, tahun penelitian Skripsi 2017 dengan judul

“Studi Tentang Islam Aboge di Desa Pajaran Saradan Madiun”.

Penelitian tersebut fokus pada praktik keagamaan dan perilaku keagamaan Islam Aboge di Desa Pajaran Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun. Mustabbitatul Imania menyimpulkan, bahwa praktik keagamaan Islam Aboge di Desa Pajaran Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun, merupakan praktik keagamaan varian abangan. Dalam penelitian tersebut menggunakan metode pengumpulan data dan metode analisis data serta pendekatan historis.

Persamaan penelitian terdahulu dengan yang dilakukan peneliti ini terletak pada subjeknya yaitu “Islam Aboge”, dan juga metode yang digunakan. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek, pada penelitian terdahulu yaitu “Islam Aboge yang berada di Desa Pajaran Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun”. Pada penelitian ini yaitu “ Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo” selain itu juga pada penelitian tersebut tidak terdapat Kebudayaan dan Kondisi sosial keagamaan.

5. Joko Sulistyo, Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, tahun penelitian Skripsi 2008 dengan judul “ Analisis Hukum Islam Tentang Penanggalan Aboge di Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo”.

(29)

Penelitian tersebut fokus pada prinsip penanggalan dan hukum islam prinsip penanggalan Aboge di Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. Sedangkan metodenya menggunakan metode penelitian lapangan (fieled research), dengan teknik analisis deskriptif kualitatif.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada subyek yaitu” Prinsip Penanggalan Islam Aboge”. Sedangkan perbedaanya, pada penelitian terdahulu hanya membahas tentang kalender Islam Aboge dan tidak membahas budaya dan aktivitas sosial keagamaanya.

B. Kajian Teori

Komunitas Islam Aboge merupakan salah satu hasil dari Akulturasi Budaya Islam dengan Budaya Jawa. Untuk menganalisis Islam Aboge yang berada di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo, maka perlu menggunkan teori Akulturasi Budaya.

Mulyana beranggapan bahwa akulturasi adalah suatu bentuk perubahan budaya yang diakibatkan oleh kontak kelompok-kelompok budaya, yang menekankan penerimaan pola-pola dan budaya baru dan ciri-ciri masyarakat pribumi oleh kelompok-kelompok minoritas20.

Akulturasi menurut Kim merupakan bentuk enkulturasi (proses belajar dan penginternalisasian budaya dan nilai yang dianut oleh warga asli) kedua.

Kim mendefinisikan akulturasi sebagai suatu proses yang dilakukan imigran

20 H. Khomsahrial Romli, “Akulturasi dan Asimilasi Dalam Konteks Interaksi Antar Etnik”, Ijtimaiyya, Vol. 8, No. 1 (Februari, 2015), 2

(30)

untuk menyesuaikan diri dengan dan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi21.

Suyono menyatakan bahwa akulturasi merupakan pengembilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang saling berhubungan atau bertemu22. Menurut Joyomartono akulturasi sebagai akibat kontak kebudayaan ini dapat terjadi dalam salah satu kebudayaan pesertanya tetapi dapat pula terjadi di dalam kedua kebudayaan yang menjadi pesertanya23.

Sedangkan menurut Koenjaraningrat, Akulturasi atau acculturation adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan satu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri24.

Koenjaraningrat meringkas masalah akulturasi menjadi lima golongan, diantaranya :

1. Mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat dan melukis suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat.

2. Mengenai unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima, dan sukar diterima masyarakat.

21 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat (ed.), Komunikasi Antarbudaya, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2001), 139

22 Ariyono Suyono. Kamus Antropologi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), 15

23 Mulyono Joyomartono. Perubahan Kebudayaan dan Masyarakat Dalam Pembangunan (Semarang: IKIP Semarang Press, 1991), 41

24 Koenjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. (Jakarta : Rineka Cipta, 2002) 202

(31)

3. Mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau diubah, dan unsur-unsur yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing.

4. Mengenai individu yang suka dan cepat menerima, dan individu-individu yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing

5. Mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang timbul sebagai akibat akulturasi.

Selain itu dalam meneliti jalannya akulturasi, seorang peneliti sebaiknya memperhatikan masalah khusus, yaitu25 :

1. Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan.

2. Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing.

3. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima

4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur- unsur kebudayaan asing tadi

5. Reaksi dari para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.

6. Yang dimaksud akulturasi dalam deskripsi diatas adalah sistem kalender yang dianut oleh Komunitas Islam Aboge desa Besuk, yang pada kalendernya terdapat dua kebudayaan yang menjadi satu, kalender Jawa yang ditandai dengan pasaran yang berjumlah lima ( pon, wage, kliwon, legi dan pahing) yang tentunya hanya ada di kalender Jawa, dan disisi lain

25 Ibid, 205

(32)

yaitu budaya Islam, ditandai dengan huruf hijaiyah yang terdapat pada kalender Aboge (tahun alif, dan tahun-tahun setelahnya).

Sebelum datangnya Islam masyarakat Besuk menggunkan kalender Jawa dan kebudayaan Jawa. Setelah masuknya Islam kemudian terjadi akulturasi antara kalender Jawa dengan Kalender Islam, kemudian disebut Kalender Sultan Agung. Kalender Sultan Agung merupkan perpaduan Jawa dan Islam yang diterapkan pertama kali pada tahun 1633 M, bertepatan dengan tahun 1043 H atau 1555 saka26.

Perhitungan kalender Aboge adalah sebuah perhitungan yang dasarnya pada kepastian, dalam artian dalam kalender Aboge umur bulan dalam setiap tahunnya sudah tetap atau beraturan, yaitu bulan ganjil adalah 29 hari dan untuk bulan genap 30 hari, jadi pada tahun berikutnya perhitungan bulan sudah bisa diketahui lewat perhitungan tadi. Pada awal penyusunannya sistem kalender ini atas perintah Sultan Agung Hanyakrakusuma sebagai pemegang tertinggi kerajaan Mataram. Dengan berjalannya waktu terjadi modifikasi dan beberapa penyesuaian, sehingga model kalender Aboge sedikit berbeda dengan yang ditetapkan pertama kali oleh Sri Sultan27.

Dari segi budaya, yang sebelumnya masyarakat menggunakan budaya Jawa, setelah datangnnya Islam kemudian budaya tersebut berakulturasi dengan budaya Islam sehingga melahirkan budaya baru dalam masyarakat

26 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontenporer (Jakarta : Modern english Press, 1991), 648

27 Purwadi, Sejarah Sultan Agung : Harmoni Antara Agama dengan Negara (Yogyakarta : Media Abadi), 5

(33)

Islam Aboge di Besuk. Yang kemudian budaya tersebut dijaga dan dilestarikan sampai sekarang.

Salah satu contoh dari budaya tersebut yaitu pada budaya peringatan maulid Nabi, pada Islam Aboge yang berada di Besuk, menggunakan budaya yang di wariskan oleh wali songon yaitu ketika peringatan maulid nabi diiringi dengan penabuhan terbang sembari bersholawat yang waktunya sampai berjam-jam lamanya. Berbeda dengan budaya masyarkat di sekitarnya yang ketika peringatan maulid nabi penabuhan terbangnya yang diiringi Sholawat hanya sebentar.

Sedangkan dari segi sosial keagamaan, Islam Aboge di Besuk mendirikan musholla sendiri sebagai pusat untuk mengajarkan agama, banyak dari para penganut Islam Aboge dari anak-anak yang mengaji di musholla tersebut sampai orang dewasa yang memperingati hari-hari besar Islam seperti Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha dan lain sebagainya.

Selain itu banyak juga para penganut Islam Aboge juga melaksanakn sholat berjemaah lima waktu di musholla tersebut dan tidak jarang juga terlihat masyarakat sekitar walaupun bukan penganut Islam Aboge juga melaksanakan jamaah di musholla tersebut. Untuk masalah ibadah sholat tidak ada perbedaan antara Islam Aboge dengan masyarakat sekitar.

Realitas sosial di desa Besuk menunjukan dua kategori yang saling berhadapan yaitu antara Islam Aboge dengan NU. Meskipun begitu NU maupun Aboge tidak merasa saling diunggulkan antara satu dengan yang lain.

(34)

Islam Aboge merupakan kelompok minoritas dan NU sebagai mayoritas, keduanya sama-sama produk Islam Jawa.

Menurut Suparlan minoritas adalah orang-orang yang karena ciri-ciri fisik tubuh asal usul keturunannya atau kebudayaannya dipisahkan dari orang lain dan diperlakukan secara tidak sederajat atau tidak adil dalam masyarakat dimana mereka hidup. Kelompok minoritas ini mengalami eksploitasi dan diskriminasi karena kelompok minoritas tidak mempunyai kebudayaan yang dominan sehingga berkembang persaingan yang ketat antar etnik dan hubungan antar etnik pun mengalami ketegangan28.

Namun, berbeda dengan yang diutarakan oleh Suparlan, untuk mempertahankan identitas mereka sebagai Islam Jawa, masyarakat desa Besuk tidak mengutamakan antara Islam Aboge dengan Islam NU, bisa membedakan antara kepentingan Islam Aboge sendiri, kepentingan NU atau kepentingan keduanya. Islam Aboge dan NU di desa Besuk justru saling melengkapi untuk menjaga kemaslahatan masyarakatnya.

Secara umum antara Islam Aboge dengan NU yang berada di desa Besuk tidak pernah membandingkan antara Islam Aboge dengan NU terkait mayoritas dan minoritas di desa tersebut. Sebenarnya NU dengan Aboge sama saja, akan tetapi yang membedakan hanya dalam hal penanggalan dan tradisi.

NU maupun Aboge di desa Besuk saling menghormati dan menghargai antara satu dengan yang lain. Bahkan keduanya mampu hidup berdampingan dengan damai. Bahkan keduanyapun sulit dibedakan.

28 Hikmat Budiman, Hak minoritas (etnos, demos, dan batas-batas multikultural) (Jakarta : Gramedia, 2009), 47

(35)

Dalam penelitian ini kajiannya pada pelaku sejarah yaitu masyarakat Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo, yang menyinggung tentang awal masuknya Islam Aboge dan perkembangannya di desa Besuk dari 2007 sampai 2017, kebudayaan, sosial keagamaan serta respon masyarakat sekitar terhadap Islam Aboge. Maka penulis menggunakan pendekatan historis untuk menggali data yang dibutuhkan.

Historis sendiri adalah untuk mengetahui asal usul, silsilah, seusatu yang berhubungan dengan masa lalu, riwayat dan peristiwa. Dalam hal ini pendekatan historis sangat dibutuhkan untuk mengkaji Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Data yang diperoleh melalui penelitian adalah data empiris yang mempunyai kriteria yaitu, valid dalam artian menunjukan ketepatan antara data yang sesungguhnya. Sedangkan tujuan dan kegunaan harus dimiliki dalam penelitian. Secara umum terdapat tiga sifat antara lain, bersifat penemuan, pembuktian dan pembangunan.

Terdapat dua jenis metode penelitian yaitu, Metode penelitian Kuantitatif dan metode penelitian Kualitatif. Kuantitatif juga dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan, sehingga mentradisi sebagai metode untuk penelitian dan pada metode ini data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Kualitatif juga dinamakan dengan metode baru, karena popularitasnya belum lama, pada metode ini berpacu pada hasil penelitian dilapangan artinya temuan-temuan data di lapangan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Sejarah (Kualitatif). Menurut Dudung Abdurahman dalam bukunya yang mengutip dari pernyataan Gilbert J. Garraghan (1957:33), bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematika untuk mengumpulkan sumber-

(37)

sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis29. Menurut Helius Sjamsuddin, metode historis adalah suatu prosedur, proses, atau teknik yang sistematis dalam penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek (bahan-bahan) yang ditelit30.

Secara lebih ringkas terdapat empat langkah penelitian dalam metode sejarah yaitu heuristic (pengumpulan sumber), kritik sumber (eksternal/bahan dan internal/isi), interpretasi (penafsiran), dan historiografi (penulisan kisah sejarah).

A. Heuristik

Heuristik atau pengumpulan data adalah langkah awal bagi peneliti dalam menyusun skripsi. Pada tahap ini peneliti mencari sumber-sumber sejarah baik yang berupa sumber lisan maupun sumber yang tertulis yang relevan dengan tema peneliti. Sumber sejarah merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti dalam memecahkan masalah yang diangkatnya dan menjadi bagian tahap paling utama dalam menyusun penelitian. Sumber sejarah dibedakan menjadi dua bagian diantaranya :

1. Sumber Tertulis

Pada tahap ini peneliti mencari dari berbagai sumber yang berkaitan dengan penelitian yang di kaji. Dengan cara melakukan penelitian baik dengan studi kepustakaan dengan mencari jurnal, buku ataupun hasil penelitian yang pernah meneliti Islam Aboge di Desa Besuk. Selain itu juga

29 Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2007), 53

30 Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah (Yogyakarta : Ombak, 2007), 11

(38)

bisa dengan mengkaji hasil dokumentasi yang disimpan oleh Tokoh Agama ataupun pemerintah Desa terkait dengan Islam Aboge di Desa Besuk.

Selain itu sumber tertulis ini juga mencangkup informasi primer dan sekunder. Informasi primer biasa dikenal dengan pengetahuan tentang peristiwa dari tangan pertama atau langsung dibuat ketika peristiwa itu terjadi. Sumber primer umumnya berupa arsip, catatan perjalanan, risalah sidang, daftar hadir peserta, surat keputusan dan sebagainya. Informasi sekunder adalah sumber sejarah yang tidak langsung (berasal atau dibuat) pada saat peristiwa berlangsung. Dalam hal ini peneliti harus membaca semua sumber tertulis yang berkaitan dengan Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo.

2. Sumber Lisan

Seperti yang dikemukan oleh Sjamsuddin, bahwa ada dua kategori untuk dijadikan sumber lisan dalam penelitian sejarah yaitu31 :

a. Sejarah Lisan (Oral History) Ingatan Lisan (Oral Reminiscence) yaitu ingatan tangan pertama yang diturunkan secara lisan oleh orang-orang yang diwawancarai oleh sejarawan.

b. Tradisi Lisan (Oral Tradition) yaitu narasi dan deskripsi dari orang- orang dan peristiwa-peristiwa masa lalu yang telah disampaikan dari mulut ke mulut selama beberapa generasi

Dalam mengumpulkan sumber lisan ini, penulis berusaha mencari narasumber yang dianggap sebagai pelaku sejarah. Narasumber yang

31 Ibid, 102-103

(39)

dijadikan sebagai sumber lisan ini cukup banyak dan jenis sumber primer masih bisa ditemukan.

Sumber Lisan merupakan pelengkap dari sumber tertulis yang telah peneliti dapatkan dilapangan. Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menelusuri sumber dengan melakukan wawancara kepada narasumber yang berhubungan dengan komunitas Islam Aboge di Desa Besuk diantaranya : Tokoh masyarakat Islam Aboge Desa Besuk, Kepala Desa Besuk, pengikut Islam Aboge dan masyarakat sekitarnya.

B. Kritik Sumber

Setelah semua sumber telah terkumpul, tahap selanjutnya adalah kritik sumber. Kritik Sumber adalah proses menguji sumber-sumber yang telah didapatkan dari tahap pengumpulan dan pencarian sumber (Heuristik). Dalam hal ini peneliti perlu menjaring sumber-sumber secara kritis yang telah didapat agar mendapatkan fakta yang benar.

Berdasarkan sifatnya, sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber sekunder. Sumber Primer adalah sumber yang waktu pembuatanya tidak jauh dari peristiwa terjadi. Misalnya berupa karya buku ataupun artikel ilmiah. Sedangkan Sumber Sekunder adalah dokumen atau rekaman yang berhubungan atau membahas informasi yang pada dasarnya menyajikan dari mana saja. Misalnya, analisis, sintesis, interpretasi atau penilaian terhadap informasi asli.

Sjamsuddin menjelaskan bahwa fungsi dari kritik sumber adalah untuk mencari kebenaran. Dalam tahap ini sejarawan sering dihadapkan untuk

(40)

membedakan apa yang benar dan, apa yang tidak benar (palsu), apa yang mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil. Menurut Jacques Barzun &

Henry F. Graff dalam buku Sjamsuddin menyatakan bahwa untuk memutuskan ini semua sejarawan harus mengerahkan segala kemampuan pikirannya, bahkan sering kali ia harus menggabungkan antara pengetahuan, sikap ragu, percaya begitu saja, menggunakan akal sehat, dan menggunakan tebakan inteligen32.

Secara umum terdapat dua macam dalam melakukan kritik sumber diantaranya :

1. Kritik Eksternal adalah melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek

“luar” dari sumber sejarah, ktitik ini bertujuan memeriksa sumber sejarah atas dasar dua butir pertama dan menegakkan sedapat mungkin otentisitas dan integritas dari sumber itu. Yaitu dengan meneliti tanggal pembuatan, siapa pembuatnya, dan bukti-bukti yang mendukung pembuatannya seperti, bentuk huruf, ejaan, tinta atau alat tulis, bahan yang dipakai dan bahasanya.

2. Kritik Internal adalah sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber, kritik ini bertujuan untuk melihat kredibilitas dan reabilitas isi sumber atau teks, digunakan untuk menguji bagaimana nilai pembuktian yang sebenarnya dari isinya atau berusaha untuk menetapkan kesahihan (validity) dan dapat dipercaya atau tidak isi sumber itu (credibility)

32 Ibid,131.

(41)

Dalam melakukan kritik internal, peneliti membandingkan informasi dari data satu yang didapatkan dengan data yang lain untuk kemudian dicocokan dengan data yang bersangkutan yang memuat informasi tentan Islam Aboge di Desa Besuk. Sedangkan peneliti melakukan kritik eksternal yaitu usaha untuk mengadakan pengujian atas asli tidaknya sumber yang didapatkan memalui seleksi fisik sumber, yang digunakan untuk meneliti keaslian dokumen-dokumen yang dimiliki komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo.

C. Interpretasi

Setelah melakukan pengumpulan sumber dan melakukan kritik eksternal dan internal, kemudian peneliti melakukan tahap interpretasi atau penafsiran terhadap sumber yang di dapatkan. Interpretasi menurut Kuntowijoyo terdapat dua macam, yaitu analisis dan sentesis. Analisis berarti menguraikan. Kadang-kadang sebuah sumber mengandung beberapa kemungkinan, misal seseorang menemukan daftar pengurus suatu ormas, dari kelompok sosialnya tertera di situ ada petani, pedagang, pns, orang swasta, guru, tukang, mandor. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa ormas itu terbuka untuk umum. Sentesis artinya menyatukan, misal ditemukan data terjadi pertempuran, rapat-rapat, mobilisasi massa, pergantian pejabat, pembunuhan, orang-orang mengungsi, penurunan dan pengibaran bendera.

Dari data ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi revolusi. Jadi revolusi adalah hasil interpretasi setelah data itu dikelompokan menjadi satu 33

33 Kuntowijaya. Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995), 100-101

(42)

Tahap ini menuntut kehati-hatian dan integritas penulis untuk menghindari interpretasi yang subjektif terhadap fakta. Hal ini dimaksud untuk memberi arti terhadap aspek yang diteliti, mengaitkan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain, agar ditemukan kesimpulan atau gambaran sejarah yang ilmiah. Dibutuhkan pengetahuan yang luas pada peneliti dalam ilmu sejarah ataupun ilmu yang lainnya, seperti sosiologi, antropologi, arkeologi atau filologi, agar dapat memberikan interpretasi yang tepat di dalam sumber sejarah.

Interpretasi adalah penafsiran akan makna fakta dan hubungan antar satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran ini harus dilandasi oleh sikap obyektif.

Kalaupun dalam hal tertentu bersifat subyektif, harus subyektif rasional, jangan subyektif emosional. Dalam penulisan ini dapat dilakukan dengan mengetahui kondisi umum yang sebenarnya tentang keberadaan dan perkembangan komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo kemudian menggunakan nalar kritis agar ditemukan kesimpulan atau gambaran sejarah yang bersifat ilmiah.

D. Historiografi

Historiografi merupakan tahap akhir dari metode sejarah yaitu menyajikan cerita sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalam penelitian ini bentuk tulisan atau cerita sejarah disusun secara sistematis dari berdirinya komunitas Islam Aboge di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo sampai mundurnya Islam Aboge dari 2007 samapai 2017.

(43)

Menurut Sjamsuddin dalam bukunya Metodologi Sejarah menjelaskan mengenai historiografi adalah ketika sejarawan memasuki tahap menulis, maka ia mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan- kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama penggunaan pikiran- pikiran kritis dan analisisnya karena ia pada akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi34.

Tahap historiografi ini tidak hanya menuliskan hasil temuan berdasarkan penulisan analisis-kritis, namun juga harus memperhatikan penulisan yang benar sehingga dapat menjadi tulisan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun dalam kebebasannya peneliti harus memperhatikan ketentuan-ketentuan umum baik dalam penulisannya maupun dalam penafsirannya. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah penafsiran (Interpretasi), penjelasan (Eksplanasi) dan penyajian (Ekspose, Darstellung)35.

Adapun tujuan dari punilisan sejarah yaitu menciptakan kembali totalitas dari fakta sejarah dengan menulis kejadian atau peristiwa masa lampau yang sebenarnya terjadi dengan melakukan sintesis dan analisis. Pada tahap ini penulis berusaha merekontruksi kembali jalannya peristiwa dalam bentuk karya sejarah. Hasil tersebut dipaparkan dalam bentuk deskriptif naratif dan deskriptif analisis.

Penulisan sejarah dalam penelitian ini digunakan dalam mempersatukan unsur-unsur yang diperoleh dari rekaman-rekaman melalui

34 Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah,,, 156.

35 Ismaun. Sejarah sebagai ilmu. (Bandung: Historia Utama Press, 2005), 157.

(44)

penerapan yang seksama dari metode sejarah.36 Setelah melakukan interpretasi, penulis akan menuliskan laporan penelitian kedalam sebuah karya tulis ilmiah yang penulisannya akan dibagi menjadi lima bab yang saling berkaitan, yaitu skripsi tentang Komunitas Islam Aboge (Kemunduran, Sistem Kalender, Kebudayaan dan Sosial Keagamaan) Di Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo Tahun 2007-2017

36 Louis Gottschalk, “Mengerti Sejarah”, terj. Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI-Press, 1985), 168.

(45)

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

A. Gambaran Obyek Penelitian 1. Letak Geografis Desa Besuk

Letak geografis Desa Besuk terletak di Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo. Desa Besuk terletak kira-kira 5 km dari kecamatan. Desa Besuk mempunyai 4 batas wilayah desa, diantaranya adalah batasan sebelah utara dan barat berbatasan dengan Desa Patokan, sebelah selatan berbatasan dengan pasar Bantaran, dan sebelah timur berbatasan dengn Desa Jebun. Total Desa Penanggungan memiliki luas wilayah kira-kira 556,59 Ha37.

Desa Besuk ke kantor kecamatan bisa ditempuh dengan jarak sekitar 5 km, dan lama perjalanan yang dibutuhkan adalah 0,10 jam jika menggunakan kendaraan bermotor sedangkan jika ditempuh dengan berjalan kaki membutuhkan waku 0,45 jam. Jarak dari Desa Besuk ke Ibu Kota Kabupaten sekitar 36 km, lama perjalanan yang dibutuhkan adalah 1,30 jam jika menggunakan kendaraan bermotor. Jarak ke Ibu Kota Provinsi berjarak sekitar 80 km, lama perjalanan yang dibutuhkan adalah 3,0 jam jika menggunakan kendaraan bermotor38.

37 Data Monografi Desa Besuk Kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo tahun 2015

38 Ibid

(46)

2. Keadaan Demografi

Keadaan Demografi Desa Besuk jika dilihat dari jumlah penduduk. Jumlah penduduknya pada tahun 2015 tercatat sebanyak 3.350 jiwa. Dengan rincian jenis kelamin laki-laki sebanyak 1.601 jiwa dan jenis kelamin perempuan sebanyak 1.749 jiwa, yang tersebar dalam 4 Dusun yaitu Dusun Krajan, Dusun Bata, Dusun Nangka, dan Dusun Polay, 5 Rukun Warga (RW) dan 10 rukun tetangga (RT)39.

Sedangkan jumlah penduduk Desa Besuk menurut jumlah usia kelompok pendidikan adalah sebagai berikut, jumlah penduduk usia 0-03 tahun berjumlah 20 orang, usia 04-06 tahun berjumlah 25 orang, usia 07- 12 tahun berjumlah 21 orang, usia 13-15 tahun berjumlah 27 orang, 16-18 tahun berjumlah 30 orang, dan usia 19 tahun keatas berjumlah 32 orang.

Sedangkan jumlah penduduk Desa Besuk menurut usia kelompok tenaga kerja adalah sebagai berikut, jumlah penduduk usia 10-14 tahun berjumlah 10 orang, usia 15-19 tahun berjumlah 34 orang, usia 20-26 tahun berjumlah 348 orang, usia 27-40 tahun berjumlah 823 orang, usia 41-56 tahun berjumlah 684 orang, dan usia 57 tahun keatas berjumlah 70 orang40.

a. Pendidikan Masyarakat Desa Besuk

Pendidikan adalah salah satu kunci yang sangat penting dalam kehidupan. Peranan pendidikan sangat vital dalam menopang kualitas sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa dan akan menjadi

39 Ibid

40 Ibid

(47)

sangat berbahaya ketika terjadi keterbelakangan pendidikan. Karena tujuan pendidikan sendiri adalah memberikan suatu ilmu pengetahuan, sehingga dapat mencerdaskan bangsa dan anak-anak bangsa mempunyai keterampilan dan keahlian untuk membangun bangsanya kelak dimasa depan.

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Besuk digolongkan menjadi dua macam yaitu tingkat pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pada pendidikan formal jumlah masyarakat yang lulusan pendidikan formal berjumlah 1.312 orang dengan perincian sebagai berikut, jumlah masyarakat yang berpendidikan sampai tamat Taman Kanak-Kanak berjumlah 132 orang, jumlah masyarakat yang berpendidikan sampai tamat Sekolah Dasar berjumlah 314 orang, jumlah masyarakat yang berpendidikan sampai tamat Sekolah Menengah Pertama berjumlah 576 orang, jumlah masyarakat yang berpendidikan sampai tamat Sekolah Menengah Atas berjumlah 265 orang, jumlah masyarakat yang berpendidikan sampai tamat Akademi/D1-D3 berjumlah 15 orang, dan jumlah masyarakat yang berpendidikan sampai tamat Sarjana/S1-S3 berjumlah sebanyak 10 orang41.

41 Ibid

(48)

Tabel : 4.1 Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Taman Kanak-kanak (TK) 132

2. Sekolah Dasar (SD) 314

3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 576 4. Sekolah Menengah Atas (SMA) 265

5. Akademik / D1-D3 15

6. Sarjana / S1-S3 10

Sumber : Data Monografi Desa Besuk tahun 2015

Dari data diatas dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat Desa Besuk berpendidikan akhir SMP yang jumlahnya mencapai 576 orang. Banyaknya masyarakat yang berpendidikan akhir SMP, karena salah satu faktornya pendidikan SMA/SMK yang statusnya Negeri jauh dijangkau. Sehingga para orang tua memilih memondokkan anaknya ke pondok pesantren yang biasanya Salaf .

Selain pendidikan formal, masyarakat Desa Besuk juga ada yang berpendidikan non formal seperti mengaji diniyah dan TPQ/TPA yang tersebar pada 10 gedung di wilayah Desa dengan jumlah murid 450 sebanyak orang42. Selain itu masyarakat Desa Besuk untuk meneruskan pendidikan agama anaknya, biasanya dengan memondokkan anaknya keluar desa, karena di desa Besuk tidak terdapat pondok pesantren.

Secara infrastruktur pendidikan Desa Besuk bisa dikatakan sangat lambat atau tertinggal, baik sarana pendidikan formal maupun non formal. Di Desa Besuk terdapat sarana pendidikan formal terdiri

42 Ibid

(49)

dari gedung sekolah Taman Kanak-Kanak sebanyak 2 gedung, gedung SD sebanyak 3 gedung. Sedangkan untuk gedung SMP dan SMA masih belum ada43. Sehingga masyarakat Desa Besuk untuk meneruskan jenjang pendidikannya setelah lulus SD harus keluar dari desa, bisa di desa sekitar (Kropak) atau ke daerah kota Probolinggo.

Berikut tabel sarana infrastruktur Desa Besuk : Tabel : 4.2

Sarana Infrastruktur Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Taman Kanak-kanak (TK) 2

2. Sekolah Dasar (SD) 3

3. TPQ/TPA 10

Sumber : Data Monografi Desa Besuk tahun 2015 b. Perekonomian Masyarakat Desa Besuk

Masyarakat Desa Besuk mayoritas pendapatan utamanya adalah sebagai petani jagung, padi, kacang tanah, kedelai dan ubi kayu. Karena bertani memiliki panghasilan besar yang bisa di panen 1 tahun 2 kali. Petani di Desa Besuk berjumlah sebanyak 539. Dan bahkan dari 5.722 ton produksi padi kecamatan Bantaran, desa Besuk menyumbang 880 ton padi. Selain itu jumlah peternak Desa Besuk berjumlah 490 orang44.

Masyarakat Desa Besuk juga memiliki bermacam-macam pekerjaan antara lain Pegawai Negri Sipil (PNS) yang tercatat sebanyak 54 orang, ABRI tercatat sebanyak 10 orang,

43 Ibid

44 Ibid

(50)

wiraswasta/pedagang tercatat sebanyak 150 orang, buruh industri tercatat sebanyak 132 orang, dan jasa tercatat sebanyak 120 orang45.

Tabel : 4.3 Profesi Penduduk

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Pegawai Negri Sipil (PNS) 54

2. ABRI 10

3. Wiraswasta/Pedagang 150

4. Petani 539

5. Peternak 490

6. Buruh Industri 132

7. Jasa 120

Sumber : Data Monografi Desa Besuk tahun 2015

Dengan banyaknya masyarakat Desa Besuk yang bekerja sebagai petani dan peternak, keadaan perekonomian Desa Besuk bisa dikatakan menengah kebawah. Hal ini dapat diketahui peneliti dari hasil wawancara dengan Bapak Nahadi yang bekerja sebagai KAUR Keuangan Pemerintahan Desa Besuk, yang juga menekuni profesi petani. Rata-rata anggaran yang dibutuhkan untuk belanja sehari adalah Rp. 35.000,-, dengan Bapak Hamid yang bekerja sebagai pedagang rata-rata anggaran yang dibutuhkan untuk belanja sehari- hari adalah Rp. 35.000,-,46. Keduanya sama-sama memiliki ternak yaitu ternak sapi, dengan alasan ternak tersebut sebagai tabungan begitu menurut mereka.

45 Ibid

46 Nahadi dan Hamid, Wawancara 18 Juli 2019

Referensi

Dokumen terkait