• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maka dalam konseling SFBC ditemukan beberapa teknik yang dapat menjadi acuan dalam menangani kasus yang dialami oleh tokoh Anna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Maka dalam konseling SFBC ditemukan beberapa teknik yang dapat menjadi acuan dalam menangani kasus yang dialami oleh tokoh Anna"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PROCEEDING STUDIUM GENERALE 2021 ISBN : 978-632-7583-84-4

TEACHING AND LEARNING IN THE 21 ST CENTURY :

Challenges and Opportunities For Educator 471

PANDANGAN KONSELING SOLUTION-FOCUSED BRIEF COUNSELING (SFBC) TERHADAP MASALAH TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

“REPRESI” KARYA FAKHRISINA AMALIA

Tiya Indriani1, Rudi Haryadi.2

1Bimbingan Konseling,86201,FKIP,Universitas Islam Kalimantan MAB

2Bimbingan Konseling,86201,FKIP,Universitas Islam Kalimantan MAB [email protected] [email protected]

ABSTRAK

Abstrak: Novel merupakan suatu karya sastra yang merupakan pokok pikiran yang dihasilkan oleh pengarangnya yang berbentuk cerita fiksi. Dalam pembahasan ini akan membahas mengenai pandangan konseling Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) terhadap tokoh utama dalam novel “Represi” karya Fakhrisina Amalia. Tokoh utama dalam novel tersebut adalah Anna, dia merupakan gadis remaja yang memiliki masalah akan kehidupannya. Permasalahan utamanya adalah selalu muncul keinginan untuk mengakhiri hidupnya, bahkan dengan cara meminum cairan obat nyamuk. Dan untungnya dia masih terselamatkan namun jianya mengalami kecemasan dan ketakutan yang mendalam. Maka dari itu diambil model konseling SFBC dalam penanganan masalah Anna. Metode yang digunakan adalah menggunakan metode pustakawan, dengan cara mengumpulkan berbagai literatur yang kemudan dilakukan studi kasus atas permasalahan dengan teori dengan berdasarkan konsep dasar model konseling SFBC. Dalam pembahasan termuat bahwa tokoh Anna dalam mengatasi masalahnya memiliki ketidakefektifan akan mencari dan menggunakan solusi dan dia menganggap dirinya sendiri rendah, terpuruk, bahkan tidak berharga. Maka dalam konseling SFBC ditemukan beberapa teknik yang dapat menjadi acuan dalam menangani kasus yang dialami oleh tokoh Anna. Selain itu agar konseling berjalan dengan lancar maka diperlukan tahapan yang sesuai dengan model konseling SFBC.

Kata Kunci: Novel; Anna; Bunuh diri; SFBC

ABSTRACT

Novel is a literary work which is the main idea produced by the author in the form of a fictional story. In this discussion, we will discuss the Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) perspective on the main character in the novel "Repression" by Fakhrisina Amalia. The main character in the novel is Anna, she is a teenage girl who has problems with her life. The main problem is that there is always a desire to live, even by drinking mosquito repellent fluids. And luckily he was still saved but his jian was experiencing deep anxiety and fear.

Therefore, the SFBC counseling model was taken in handling Anna's problem. The method used is the librarian method, by collecting various literatures by conducting case studies on problems with theories based on the basic concepts of the SFBC counseling model. In the discussion, it is stated that Anna's character in overcoming her problems has ineffectiveness in seeking and finding solutions and considering herself low, down, even not expensive. So in counseling SFBC found several techniques that can be used as a reference in the case experienced by the character Anna. In addition, in order for counseling to run smoothly, stages are needed that are in accordance with the SFBC counseling model.

Keywords: Novels; Anna; Suicide; SFBC

(2)

PROCEEDING STUDIUM GENERALE 2021 ISBN : 978-632-7583-84-4

TEACHING AND LEARNING IN THE 21 ST CENTURY :

Challenges and Opportunities For Educator 472

PENDAHULUAN

Karya sastra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain memiliki keunggulan,seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Sastra berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya tulisan atau karangan Jadi, karya sastra dapat dikatakan sebagai segala tulisana tau karangan yang mengandunf nilai-nilai kebaikan dan keindahan yang ditulis dengan bahasa yang indah.

Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan estetika. Fungsi karya sastra adalah untuk mengkomunikasikan ide dan menyalurkan pikiran serta perasaan estetis manusia pembuatnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Sumardjo dan Saini dalam (Rokhmansyah, 2014. Hal 2) yang mana sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kokret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

(Rokhmansyah, 2014. Hal 2) Mengapresiasi karya sastra artinya berusaha meemukan nilai-niai kehidupan yang tercermin dala kaya sastra. Banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa ditemukan dalam karya sastra. Sastra terlahir sebagai perenungan pengarang terhadap kajian fenomena di lingkungan yang disuguhkan melalui bahasa indah.

Salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa adalah novel. Novel lahir setelah karya sastra lama seperti puisi atau hikayat. Kisah di dalam novel merupakan hasil karya imajinasi yang membahas tentang permasalahan kehidupan seseorang atau berbagai tokoh. Novel adalah karya fiksi naratif yang biasanya diterbitkan dalam bentuk buku yang banyak menyajikan berbagai permasalahan yang kompleks. Permasalahan tersebut biasanya berfungsi untuk menggambarkan pergulatan jiwa dan tokoh dalam cerita novel, karena novel berpusat pada tokoh ceritanya. Pergulatan tokoh dalam novel akhirnya akan menentukan sikap tokoh dalam menghadapi semua permasalahan yang dihadapi.

Novel memiliki ciri deskriptif karena harus menggambarkan keadaan atau situasi di dalam ceritanya agar dunia novel tersebut terbangun lebih utuh dan jelas untuk para penikmatnya. Selain itu ciri novel adalah memiliki lebih dari satu impresi, efek, dan emosi. Artinya novel dapat memberikan dampak lebih dari satu kesan atau impresi dan lebih dari satu emosi, serta lebih dari satu efek pada diri pembaca.

Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan, atau kata-kata yang di dalamnya terkandung unsur instrinsik atau ekstrinsik (Venni Darmalia, dkk. Analisis Psikologi Terhadap Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata). Alasan penulis memilih novel yang berjudul “Represi” karya Fakhrisina Amalia adalah karena novel ini banyak menuangkan perasaan emosi yang dialami oleh tokoh utama dalam permasalahan yang dialaminya. Perasaan emosi yang dimunculkan dalam novel ini seperti permasalahan yang dipendam sendiri, rasa bersalah, kesedihan, kebencian, penghukuman tehadap diri sendiri, dan cinta yang salah.

Novel ini adalah sebuah karya sastra yang berbentuk novel roman yang berisi kisah tokoh utama, yaitu Anna Alexandra Rahimi yang mengalami pelecehan seksual.

Dalam kisah novel, awalnya kehidupan Anna berjalan dengan keadaan baik tanpa adanya gangguan permasalahan yang dialaminya. Meski ada satu keinginannya yang tidak tercapai, yaitu ingin mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari ayahnya. Namun Anna memiliki seorang ibu yang selalu memberikan perhatian dan sahabat yang setia kepadanya. Tetapi situasi itu berubah menjadikan Anna jauh dari sahabat dan selalu bertengkar dengan ibunya. Hal itu dikarenakan Anna menjalin hubungan dengan seorang lelaki yang bernama Sky. Ia datang dengan cinta yang posesif dan kasih sayang yang selama ini tidak Anna dapatkan dari orang- orang terdekat, terutama dari Ayahnya. Namun kasih sayang dan cinta yang diberikan oleh Sky tidak berlangsung lama dan meninggalkan Anna dari kehidupannya, disaat inilah kegelisahan Anna kembali muncul.

Dalam keadaan ini Anna memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan melakukan bunuh diri. Keyakinannya akan menjalankan hidup runtuh begitu saja ketika dia menganggap dirinya tidak bermakna. Pertahanan yang dilakukan Anna hancur setelah semua sudah diberikannya kepada Sky yang kemudian meninggalkannya dengan alasan sudah bosan.

Novel ini juga memiliki sisi psikologi yang mana tentang perempuan yang mengalami pertentangan batin tentang cinta dan kehidupannya, dimana dia tidak bisa menangani permasalahan pertentangan itu dengan solusi yang tepat.

Penulis memilih pendekatan model konseling Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) yang mana bertujuan agar dapat membantu menyelesaikan permasalahan tokoh utama. (Mulawarman: 2019. Hal 45-46) Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) juga merupakan intervensi psikologis pendekatakn jangka pendek

(3)

PROCEEDING STUDIUM GENERALE 2021 ISBN : 978-632-7583-84-4

TEACHING AND LEARNING IN THE 21 ST CENTURY :

Challenges and Opportunities For Educator 473

(short-term approach) yang berorientasi pada tujuan spesifik untuk menangani konseli dengan memfokuskan intervensinya pada pemberdayaan potensi dan tindakan positif konseli.

Dengan ini maka diharapkan agar dapat menerapkan pendekatan SFBC dalam mengatasi permasalahan kasus tokoh utama,yaitu Anna. Dengan membantunya mendapatkan keefektifan dalam mencari dan melakukan atau menggunakan solusi yang dibuatnya agar tidak berpikir untuk mengakhiri hidupnya kembali dan mewujudkan jalan keluar dari masalah.

PEMBAHASAN

I. Pandangan Model Konseling Solution-Focused Brief Counseling terhadap Kasus Masalah Yang Di Hadapi Oleh Tokoh Anna

Tokoh utama dalam novel “Represi” adalah Anna, yang diceritakan sebagai gadis remaja yang ingin melakukan bunuh diri dengan meminum cairan obat nyamuk. Hal itu dilakukannya karena pacarnya yang bernama Sky meninggalkan dirinya dan mengakhiri hubungan mereka dengan alasan yang tidak masuk akal, yaitu “Bosan”. Dalam keadaan terpuruk ini Anna merasakan kesedihan mendalam dan menganggap dirinya sudah tidak beharga dan tidak pantas dimaafkan oleh ibu serta sahabatnya.

(Mulawarman: 2019. Hal: 48-9), Individu cenderung menggunakan bahasa dalam dirinya untuk mempolakan dan menginterpretasikan “realitas” yang terjadi seakan-akan dirinya adalah individu yang paling terpuruk, paling rendah, paling tidak bermakna dari individu lain. Berdasarkan dengan teori yang dipaparkan tersebut maka dapat dikaitan dengan permasalahan novel “represi” (Hal: 226), “Anna teringat rasa bersalah di dalam dirinya yang belum sepenuhnya hilang. Rasa bersalah karena telah bersikap buruk pada ibu, juga pada teman-temannya. Rasa bersalah yang muncul karena membiarkan dirinya melakukan hal-hal itu. Anna juga tahu, kenangan belasan tahun yang terjadi antara dirinya dan Mas Bayu masih meninggalkan jejak yang tidak bisa Anna hapus, dan Anna masih merasa kesulitan untuk melihat dirinya sendiri di cermin tanpa harus merasa...kotor. Hal itu sejalan dengan teori dimana ia merasakan bahwa dirinya paling terpuruk, paling rendah, paling tidak bermakna disaat dia merasa bersalah dan kenangan buruk yang tidak bisa dia lupakan sehingga dirinya menjadi rendah dengan melihat dirinya sendiri sebagai seseorang yang kotor.

Selain itu juga termuat dalam novel “represi” (Hal: 179), “Ketika Sky mengatakan “Kamu nggak seberharga itu”. Anna akhirnya meledak tanpa suara. Dia berhenti menangis begitu saja meski merasakan hatinya berhamburan menjadi serpihan kecil. Jiwanya seperti ditarik tiba-tiba. Dan ketika akhirnya Sky berdiri, Anna merasa dirinya jatuh, jauh ke lubang yang gelap dan dalam. Perasaan tidak berdaya dan tidak berharga seperti sedang mengelilingi dan menertawakannya”. Ketika itu Anna merasa dirinya sangat terpuruk ketika Sky mengatakan Anna tidak berharga dan meninggalkannya.

(Mulawarman: 2019. Hal: 50), Individu menjadi bermasalah karena ketidak efektifannya dalam mencari dan melakukan atau menggunakan solusi yang dibuatnya. Hal ini dialami oleh tokoh Anna dalam novel

“Represi” (Hal: 20), “Seketika Anna tahu, dia muak dengan dirinya sendiri. Anna benci hidupnya, Gadis itu harus mati”. Dalam permasalahan Anna, ia berkeinginan untuk mati bahkan dengan cara meminum obat nyamuk untuk mengakhiri hidupnya. Maka dapat dipandang bahwa tokoh Anna tidak efektif dalam menggunakan solusi atas masalahnya, karena dia tidak mecari solusi yang bahkan dapat menjadikan kehidupannya menjadi lebih baik, tetapi malah melakukan solusi yang sangat tidak efektif.

(Mulawarman: 2019. Hal: 50), Individu menjadi bermasalah karena ia meyakini bahwa ketidakbahagiaan atau ketidaksejahteraan ini berpangkal pada dirinya; misalnya, bagaimana ia memandang dirinya, memurukkan dirinya yang kemudian individu itu sendirilah yang mengonstruk kisah (cerita) yang ia beri label “masalah” dan bukan mengonstruk “kekuatan atau kemampuan diri” yang berguna bagi penyelesaian masalahnya. Maka dalam pandangan SFBC terhadap individu terhadap masalahnya tersebut sama dengan ciri masalah yang dihadapi oleh tokoh Anna. Ia merasa bahwa sumber masalah berasal dari dirinya yang membuat masalah yang berlalu yang seharusnya sudah terselesaikan masih menjadi suatu permasalahan yang begitu berat, dia membenci dirinya, dan mengalami kesedihan akan suatu hubungan yang diakhiri dengan alasan bosan, hal itu membuat dirinya ingin mengakhiri hidupnya saja, karena ia merasa sulit menjani hari selanjutnya dengan permasalahan yang selalu dikenangnya yang membuat dirinya selalu merasa sedih bahkan ketika ada masalah kecil dia akan merasa sedih.

(Corey.Gerald, 2017: 367), Fokus unik yang berfokus pada solusi bertumpu pada asumsi bahwa orang dapat terperosok dalam konflik masa lalu yang belum terselesaikan dan terhalang ketika mereka fokus pada masalah masa lalu atau sekarang daripada solusi masa depan. Maka dari pandangan SFBC masalah Anna merupakan dimana ia mengalami hanya fokus konflik masa lalu yang belum terselesaikan bukan fokus pada solusi masa depan. Hal ini terjadi ketika Anna tidak bisa melupakan kenangannya dengan pacarnya Sky, dimana ia merasa salah ketika mau memberikan segalanya untuk Sky. Sebaliknya Sky hanya menjerumuskan Anna

(4)

PROCEEDING STUDIUM GENERALE 2021 ISBN : 978-632-7583-84-4

TEACHING AND LEARNING IN THE 21 ST CENTURY :

Challenges and Opportunities For Educator 474

kepada masalah baru dimana dia hanya memenuhi nafsunya sedangkan Anna membutuhkan cinta dan kasih sayang dari Sky. Anna terjebak pada masalah masa lalunya hingga dia tidak dapat hidup seperti dulu, dia selalu sedih, cemas, takut, dan terpuruk. Anna tidak bisa mengatasi masalahnya dengan solusi yang efektif.

Dari analisis kasus atas pendekatan teori yang telah dijabarkan diatas maka masalah yang dialami oleh tokoh Anna akan ditangani dengan memberikan bantuan dengan menggunakan model konseling SFBC, hasil akhir yang diinginkan agar dalam pelayanan konselingnya dapat menemukan solusi efektif yang ditetapkan oleh konseli sendiri dengan bantuan bimbingan dari konselor akan penyelesaiannya.

II. Teknik Konseling SFBC dalam Menangani Kasus Masalah Yang Di Hadapi Oleh Tokoh Anna

(Heri Nugroho.Ahmad,2018), Pada pendekatan Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) ini berfokus pada pencarian solusi untuk mengatasi masalah dan melakukan suatu perubahan untuk bisa menjadi pribadi yang berkembang. Sama halnya konsep dari Shazer (dalam Sobhy dan Cavallaro,2010:2) menyampaikan bahwa klien memiliki kemampuan yang dipelukan dan sumber daya untuk berubah dan konseling yang paling aktif ketika membangun solusi yang unik untuk klien.

Maka dari itu sejalan dengan pandangan SFBC terhadap masalah tokoh Anna dapat ditangani dengan beberapa teknik. (Erford,2016:2), membahas tentang kelima teknik, yaitu scaling, exceptions, problem-free talk, miracle question, dan flagging the minefield.

1. Teknik Scaling Question

(Erford,2016:5), Scaling (penskalaan) adalah teknik yang membantu konselor maupun klien untuk membuat masalah kompleks tampak lebih konkret dan nyata (Murphy,2008). Pikiran, perasaan, dan perilaku klien tidak selalu realistis atau konkret, pertanyaan-pertanyaan scaling mengediakan cara untuk pindah dari konsep-konsep yang lebih abstrak ini ke sasaran yang lebih mungkin dicapai (Sklare,2005).

Maka dapat diimplementasikan teknik ini dalam membantu mengatasi permasalahan yang dialami oleh tokoh Anna. Dalam teknik ini bisa dipakai dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan scaling yang melibatkan untuk memerintah tokoh Anna untuk memberikan angka 1 sampai dengan 10 atas rasa kesedihan yang selalu dialami oleh tokoh Anna. Dimana angka 10 merupakan benar-benar sedih yang luar biasa, seperti tidak bisa untuk menjalani hidup dan angka 1 adalah merasa sangat bahagia dan menikmati hidup. Dengan teknik ini diharapkan dapat mengidentifikasi sasaran atau membantu Anna untuk menuju ke arah sasaran yang telah ditetapkan. Tokoh Anna dapat mengidentifikasi sasaran dengan mengidentifikasi indikator-indikator perilaku tertentu yang menandakan bahwa tokoh Anna telah mencapai angka 10 pada skala angka tersebut. Setelah sebuah tujuan atau sasaran ditetapkan, teknik scaling dapat digunakan untuk membantu tokoh Anna bergerak menuju sasaran itu. Sasaran yang diinginkan oleh tokoh Anna disini adalah agar rasa ingin bunuh dirinya tidak muncul kembali.

Menurut Corcoran dalam (Erford,2016:6) Setelah klien mengidentifikasi dimana posisinya pada skala (10 berarti baha ia telah mencapai sasaran yang telah ditetapkan), konselor dapat melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk menemukan langkah-langkah kecil yang dapat diambil klien untuk mencapai nomor peringkat berikutnya. Menurut Lethem,2002 dalam (Erford,2016:6) Pertanyaan- pertanyaan itu termasuk: Apa yang akan Anda gunakan sebagai indikasi bahwa Anda telah bergerak ke nomor 6? Jadi, apa yang akan Anda lakukan kemudian?. Scaling juga memberikan kesempatan bagi konselor untuk memuji kemajuan klien dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti,

“Bagaimana Anda bisa mencapai 1 dari yang hanya 5?”.

Dengan teknik ini maka diharapkan tokoh Anna bisa lebih memperhatikan apa yang ia telah lakukan dan bagaimana ia dapat mengambil langkah yang akan mengarahkan pada perubahan-perubahan yang ia inginkan.

2. Teknik Exceptions Question

(Erford,2016:19) Asal muasal teknik exceptions adalah asumsi bahwa semua masalah memiliki pengecualian yang dapat digunakan untuk memfasilitasi solusi. (Mulawarman, 2019:69) Dalam pendekatan SFBC terdapat suatu asumsi bahwa ada saat-saat di dalam kehidupan konseli ketika permasalahan yang mereka alami tidak terus-menerus ada dalam kehidupan mereka sepanjang waktu.

Saat demikian itu disebut pengecualian (exceptions). Hal ini dapat diterapkan dalam permasalahan

(5)

PROCEEDING STUDIUM GENERALE 2021 ISBN : 978-632-7583-84-4

TEACHING AND LEARNING IN THE 21 ST CENTURY :

Challenges and Opportunities For Educator 475

tokoh Anna untuk mengetahui ketika dalam situasi apa permasalahan akan keinginannya melakukan bunih diri tidak muncul.

Dalam implikasinya teknik ini, maka konselor SFBC memberikan pertanyaan-pertanyaan pengecualian untuk mengarahkan konseli pada saat di mana permasalahan tersebut tidak ada bahkan tidak muncul.

Konselor bisa mengajukan pertanyaan pengecualian seperti, “Kapan terakhir anda merasa diri anda berharga dan bahagia?”, “Adakah saat-saat di mana dirimu merasakan sedikit terkurangi atas permasalahan yang kamu alami seperti berkurangnya rasa keinginan untuk bunuh diri?”, “Menurutmu apa yang telah kamu lakukan dalam rangka penyelesaian masalahmu walaupun hanya menyelesaikan sedikit dari masalah yang kamu hadapi?”.

Dengan berbagai pertanyaan pengecualian tersebut, maka tokoh Anna diajak untuk membangun kembali pandangannya dalam memecahkan suatu masalah yang dialaminya sekaligus Anna diajak untuk mencermati faktor-faktor yang penting di masa lalu, dimana dirinya mampu menghadapi masalah yang dialaminya.

3. Teknik Miracle Question

(Mulawarman, 2019:70) Pertanyaan mukjizat atau pertanyaan keajaiban adalah suatu bentuk petanyaan yang meminta individu untuk membayangkan atau berimajinasi di masa depan ketika masalah yang merekahadapi saat ini tepecahkan (Corey,2016; Macdonald,2007; Sklare,2014) Meminta konseli untuk membayangkan bahwa suatu “ Keajaiban atau mukjizat” membuka suatu kesempatan untuk kemungkinan-kemungkinan penyelesaian masalah di masa depan.

Dalam teknik pertanyaan ini dapat diimplementasikan kepada permasalahan yang diamali oleh tokoh Anna dapat didorong untuk membiarkan dirinya sendiri bermimpi tentang suatu cara/jalan untuk mengidentifikasi jenis-jenis perubahan yang paling ia inginkan, seperti keinginan untuk hidup damai seperti dulu dan dapat menjalin hubungan yang kembali membaik dengan orang tua serta para sahabatnya yang setia kepadanya.

Konselor dapat memberikan pertanyaan keajaiban yang dikemukakan oleh Shazer & Yolan (2007) adalah sebagai berikut: “Bayangkan ketika Anda tertidur di suatu malam, lalu terjadi keajaiban dan semua masalah yang kita bicarakan tadi hilang. Hanya saja karena tidur, Anda tidak mengetahui bahwa keajaiban memang terjadi. Ketika Anda bangun, apa tanda pertama/isyarat pertama yang menunjukkan bahwa keajaiban tersebut memang terjadi?”.

Kemudian tokoh Anna didorong untuk melakukan hal-hal yang berbeda yang telah dipikirkan berdasarkan hasil imajinasinya atau merenungkan “apa yang menjadi berbeda” sehingga kondisinya lebih baik di masa mendatang meskipun permasalahannya masih dirasakan.

Tujuan dari menggunakan teknik ini adalah agar tokoh Anna memiliki fokus masa depan dan dapat mulai mempertimbangkan kehidupannya yang berbeda yang tidak didominasi atau berkutat pada masalah-masalah yang terjadi di masa lalu maupun masalah yang terjadi saat ini, namun suatu kondisi yang mana akan mengarah pada perbaikan hidup yang lebih baik di masa mendatang.

4. Teknik Presession Change Question

Pertanyaan perubahan prapertemuan dimaksudkan untuk menemukan pengecualian/mengeksplorasi solusi yang telah diupayakan konseli sebelum pertemuan konseling (Mulawarman, 2019:73). Teknik ini merupakan teknik Non-pertanyaan, dimana akan menanyakan perubahan sebelum sesi konseling.

Contoh pengimplementasiannya kedalam kasus masalah tokoh Anna adalah, konselor akan mengajukan teknik dengan berkata “Sejak Anda membuat janji konseling, hal apa yang telah anda lakukan yang kira-kira telah membuat perbedaan dalam masalah anda?”. Tujuan dari teknik ini adalah agar dapat menciptakan harapan terhadap perubahan akan permasalahan Anna dan dapat menimbulkan serta dapat melakukan solusi dengan efektif terhadap permasalahannya, selain itu juga menekankan peran aktif dan tanggung jawab tokoh Anna, serta dan menunjukkan bahwa perubahan bisa terjadi diluar konseling.

5. Formula First Session Task/FFST

FFST adalah suatu format tugas yang diberikan oleh konselor kepada konseli untuk diselesaikan pada antara sesi pertama dan sesi kedua (Mulawarman, 2019:72). Dalam penanganan kasus masalah yang dialami oleh tokoh Anna, maka (menurut de Shazer,1985, hlm.137 dalam Corey,2016) Konselor dapat berkata: “Diantara saat ini dan pertemuan kita selanjutnya, saya berharap Anda dapat mengamati,

(6)

PROCEEDING STUDIUM GENERALE 2021 ISBN : 978-632-7583-84-4

TEACHING AND LEARNING IN THE 21 ST CENTURY :

Challenges and Opportunities For Educator 476

sehingga Anda dapat menjelaskan pada saya pada sesi pertemuan yang akan datang, tentang apa yang terjadi pada (keluarga, hidup, pernikahan, hubungan) Anda yang harapkan terus terjadi”. Pada sesi kedua, konseli dapat ditanya tentang apa yang telah mereka amati dan apa yang mereka inginkan dapat terjadi dimasa mendatang.

6. Teknik Problem-Free Talk

Menurut George, Iveson, dan Ratner (1990) (dalam Erford,2016: 28) menetapkan problem-free talk (percakapan bebas-masalah) sebagai salah satu teknik terfokus-solusi penting yang berguna untuk membangun hubungan dengan klien. Problem-free talk adalah suatu perkakas yang dimaksudkan untuk membangkitkan percakapan yang mengungkapkan berbagai kekuatan dan sumber daya. Problem-free talk dapat memberikan kesempatan bagi konselor untuk melihat klien yang didefinisikan oleh sesuatu selain presenting problemnya (apa yang digambarkan seorang klien sebagai kesulitannya selama tahap- tahap awal konseling) dan dalam melakukan itu, memungkinkan identifikasi berbagai kekuatan dan sumber daya yang seharusnya dicatat untuk kelak digunakan dalam berbagai solusi.

Berkaitan dengan itu maka dalam tahap awal terapi dengan psikolognya yang bernama Nabila, tokoh Anna akan merasakan takut bercerita dimana dia takut jika masalahnya diketahui oleh orang lain, dia beranggapan orang akan menjauhi bahkan akan menganggapnya tidak berharga.

Teknik ini sering terjadi secara alamiah di awal sesi pertama dan di awal sesi-sesi berikutnya sebagai hasil sosialisasi. Akan tetapi, sama alamiahnya dengan datangnya, selama saat itu konselor profesional seharusnya sengaja mendengarkan secara khusus untuk mencatat beberapa kompetensi dan potensi klien. Kompetensi dan potensi ini seharusnya kemudian dicatat dan kelak dimanfaatkan sebagai pengecualian untuk permasalahan, sebagai bahan untuk masa depan yang lebih disukai, dan sebagai bagian dari solusi. Jika teknik ini tidak terjadi secara alamiah di awal konseling, konselor profesional dapat menanyakan pertanyaan tertentu untuk memunculkannya. Biasanya, pertanyaan ini berbentuk, “ Sebelum membicarakan masalah Anda lebih jauh, saya ingin mendengar lebih banyak tentang Anda.

Kegiatan apa saja yang Anda nikmati dan di mana Anda merasa mahir?”. Pertanyaan lainnya termasuk,”Apa yang Anda rasa telah Anda tangani dengan baik?”, “Bagaimana Anda mengatasi masalah di masa lalu?”, dan “Hal-hal baik apa yang dikatakan orang tentang Anda?”. Versi lainnya,

“Ceritakan seperti apa hidup Anda sebelum semua ini dimulai. “Seperti apakah Anda sebagai pribadi?”.

Konselor profesional seharusnya bergabung dengan percakapan ini sehingga ada perasaan ringan dan alamiah tentang itu. Selama percakapan dua-arah ini,konselor seharusnya mendengarkan untuk mencatat saat-saat ketika tokoh Anna mengalami pengalaman yang lebih baik dan atribut positif.

Tujuan dari diterapkannya teknik ini untuk kasus masalah yang dialami Anna adalah agar dapat membantu mengembangkan rapport dengan orang tua dan sahabatnya yang mencari pelayanan konseling, selain itu untuk meredakan kegugupan atau kecemasan serta ketidakseimbangan dalam mencari, melakukan, atau menggunakan solusi yang efektif terhadap permasalahannya.

7. Teknik Flagging the Minefield

Menurut Sklare(2005) dalam (Erford,2016:43) Flagging the Minefield adalah suatu teknik yang merupakan bentuk kepatuhan pada penaganan dan pencegahan kekambuhan yang diciptakan untuk membantu klien menggeneralisasikan apa yang mereka pelajari dalam konseling ke situasi-situasi di masa mendatang yang mungkin akan mereka temui.

Dalam kasus masalah tokoh Anna maka teknik ini dapat membantunya untuk dapat memikirkan cara mengatasi masalah akan rasa cemas, sedih, dan takut akan keinginannya untuk bunuh diri dan nantinya dengan teknik ini kasus yang dialami Anna mendapatkan solusi yang efektif sehingga dapat menyesuaikan diri dengan dunia nyata.

Teknik flagging the minefield biasanya digunakan di akhir proses konseling. Dalam teknik ini klien akan menandai situasi di masa mendatang yang dapat digunakan klien atas apa yang telah dipelajarinya untuk menghindari kemunduran. Konselor dan klien akan menciptakan situasi yang mungkin terjadi di masa mendatang yang belum pernah didiskusikan. Konselor meminta klien yang mengatasi masalah situasi itu dengan menggunakan apa yang telah dipelajari klien di sesi-sesi sebelumnya dan setelah itu memprediksi apa yang akan dilakukannya dalam situasi semacam itu.Begitu klien telah memberikan prediksi, konselor membantu klien memproses situasinya, berdasarkan apa yang telah

(7)

PROCEEDING STUDIUM GENERALE 2021 ISBN : 978-632-7583-84-4

TEACHING AND LEARNING IN THE 21 ST CENTURY :

Challenges and Opportunities For Educator 477

merekadiskusikan di sepanjang proses konseling. Dengan cara ini konselor membantu klien mentransfer pembelajaran ke dunia luar dan kejadian di masa mendatang.

Setelah tokoh Anna dapat mencari, melakukan, dan menggunakan solusi dengan efektif, maka konselor bisa berkata: “Saya lihat anda sudah menemukan solusi untuk masalah anda saat ini. Sekarang saya ingin mengajak anda berdiskusi mengenai kemungkinan masalah di masa depan.

Dalam teknik ini diharapkan dapat membantu Anna mentransfer insight konseling dan perilaku,pikiran, dan perasaan kompensatoris ke dalam dunia yang ditemui oleh Anna sehari-hari.

Dari beberapa teknik yang telah dijabarkan diatas, maka kasus Anna dapat ditangani oleh satu bahkan bisa saja lebih dari satu teknik untuk dapat membantu Anna dalam mengatasi permasalahannya dan menemukan keefektifan akan solusi yang telah ditemukan untuk menyelesaikan permasalahannya di masa lalu.

III. Tahapan Konseling SFBC dalam Mengatasi Kasus Masalah yang Di Hadapi Tokoh Anna 1. Tahap 1

a. Membangun Hubungan Kolaboratif

Dalam tahap ini untuk memulai konseling dengan tokoh Anna maka dalam konseling SFBC dalam sesi pertama , yaitu membangun hubungan kolaborati untuk meragakan atau mengejawantahkan membangun hubungan baik dan kolaboratif, konselor dapat menggunakan keterampilan penghadiran (Attending) (Mulawarman, 2019:76). Yang perlu diperhatikan dalam attending adalah posisi tubuh, kontak mata, dan keterampilan untuk mendangarkan aktif. Hal tersebut untuk memberikan kesan bahwa konseling bukanlah suatu hal atau proses yang menakutkan.

b. Membuka Pembicaraan Konseling

Konselor mengajak Anna untuk membicarakan hal-hal yang tidak terkait dengan masalahnya. Pada tahap ini bisa dibuka dengan mengucapkan salam, mempersilahkan duduk dan mengawali pembicaraan yang sifatnya umum dan tidak menyinggung perasaan konseli.

c. Rumusan Tugas Antar-Sesi Konseling

Konselor dan Anna bersama-sama merangkum pembicaraan mengenai permasalahan selama sesi konseling berlangsung.

2. Tahap 2

a. Merumuskan Secara Spesifik Tujuan-tujuan Terapeutik

Dalam tahap ini konselor menggunakan pertanyaan yang didasarkan pada kisah-kisah yang telah diungkapkan oleh Anna. Seperti “Apa yang akan menjadi berbeda dalam hidupmu ketika masalahmu terselesaikan?”. Dalam mengubah tujuan menjadi spesifik maka diperlukan untuk mengubah tujuan kalimat negatif konseli dengan kalimat positif dan konseli datang dengan tujuan “tidak tahu”.

b. Menggeser Percakapan Berfokus Masalah Kepada Percakapan Berfokus Solusi

Konselor mengejawantahkan dengan menggunakan teknik bertanya, seperti “Setelah kejadian yang Anna kemukakan itu berulang kali kamu rasakan ketakutan akan keinginan akan bunuh diri akan kembali lagi dan mungkin Anna ingin mengubahnya mulai hari ini, menurutmu hal apa yang akan kamu lakukan sehingga kejadian yang menyakitkan dirimu itu tidak terus membuatmu cemas?”.

3. Tahap 3

a. Membangun Solusi

Meragakan solusi atau mengajak tokoh Anna untuk berimajinasi sebagai upaya pemecahan masalahnya. Konselor bisa menggunakan teknik exception, seperti “Kapan masalah yang biasanya terjadi, tidak terjadi lagi?”.

b. Mengajak Berimajinasi

Mengajak kembali Anna untuk berimajinasi menggunakan pertanyaan mukjizat. Seperti

“Coba Anna bayangkan ketika Anna berada di suatu tempat di mana disitu Anna merasa nyaman dan tenang, menurutmu apa yang akan Anna lakukan secara berbeda?”. Setelah itu konselor bisa menggunakanlembar solusi atau imajinasi untuk diidi oleh Anna.

(8)

PROCEEDING STUDIUM GENERALE 2021 ISBN : 978-632-7583-84-4

TEACHING AND LEARNING IN THE 21 ST CENTURY :

Challenges and Opportunities For Educator 478

4. Tahap 4

a. Menumbuhkan Pemahaman dan Kesadaran Konseli

Konselor memberikan pertanyaan yang hakikatnya untuk pilihan kepada Anna. Contoh pertanyaan “Bagaimana sesuatu dapat dilakukan secara berbeda ketika kamu telah melakukan sesuatu itu sebelumnya?”. Dengan pertanyaan itu sejatinya Anna diajak untuk memahami untuk dapat melihat dan menyadari apakah perilaku yang ia lakukan sebelumnya efektif dalam mengatasi masalahnya.

b. Membuat Pilihan Positif Berdasarkan Kesadaran Konseli

Konselor membantu Anna mengejawantahkan pilihan positif dengan mengatakan dengan pertanyaan untuk direspon positif oleh Anna. Seperti “Apa yang akan anda lakukan sebagai gantinya anda meninggalkan rasa takut dan cemas akan keinginan bunuh diri?.

Dengan demikian Anna dapat menyatakan tujuan terapeutik dalam suatu pernyataan diri positif.

5. Tahap 5

a. Mengevaluasi Pencapaian Perubahan Konseli

Konselor dapat menggunakan teknik scaling question untuk mengukur sejauh mana perubahan yang telah dirasakan oleh Anna.

b. Mengidentiikasi Rencana dan Tindak Lanjut

Konselor meminta Anna menjelaskan rintangan yang dialami oleh Anna dalam mempertahankan perubahan yang telah mereka buat. Selain itu konselor juga meminta Anna menjelaskan kemungkinan rencana tindakan yang akan dilakukan Anna apabila rintangan itu terjadi.

Tujuan dari penjabaran tahapan diatas adalah untuk membimbing jalannya konseling yang lancar secara beraturan berdasarkan tahapannya agar tidak menjadi proses konseling menjadi berantakan.

PENUTUP

Mendasar kepada pembahasan di atas maka dapat disimpulkan mengenai pandangan konseling SFBC terhadap masalah tokoh Anna dalam novel “represi” karya Fakhrisina Amalia. Tokoh Anna dalam novel

“represi” mengalami masalah dalam mengatasi masalahnya memiliki ketidakefektifan akan mencari dan menggunakan solusi dan dia menganggap dirinya sendiri rendah, terpuruk, bahkan tidak berharga. Yang mendorong ia untuk berkeinginan bunuh diri dengan meminum cairan obat nyamuk. Maka dalam konseling SFBC ditemukan beberapa teknik yang dapat menjadi acuan dalam menangani kasus yang dialami oleh tokoh Anna. Teknik tersebut ada yang berupa pertanyaan dan non-pertanyaan yang dapat diimplikasikan dalam kasus masalah Anna sesuai dengan teori konsep mengenai teknik. Selain itu agar konseling berjalan dengan lancar maka diperlukan tahapan yang sesuai dengan model konseling SFBC,agar dapat mengarahkan konseli dengan baik saat proses konseling. Tahapannya terdiri dari tahap 1-5,yang diakhiri dengan evaluasi dan tindak lanjut.

Mendasar dari kesimpulan di atas saran yang diajukan untuk para pembaca terutama konselor, yaitu pentingnya untuk memahami setiap model konseling yang telah ada untuk dapat menjadikan dasar acuan dalam penanganan kasus konseli. Selain itu juga harus benar-benar menguasai semua teorinya agar konsseling dapat berjalan lancar tanpa hambatan atau rintangan apapun.

REFERENSI

Rokhmansyah,Alfian. (2014). Studi dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Amalia.Fakhrisina. (2018). Represi. Jakarta: PT Gramedia.

Heri Nugroho,Ahmad & dkk. (2018). Penerapan Solution-Focused Brief Counseling (SFBC) untuk Meningkatkan Konsep Diri Akademik Siswa. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Jurnal Bikotetik.

Vol 02 Nomor 01, 73-114.

Erford,B.T. (2016). 40 Teknik yang Harus Diketahui Setiap Konselor (Edisi ke-2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Corey, G. (2017). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (10th Edition). Boston, MA:Cengage Learning.

Mulawarman. (2019). SFBC:Konseling Singkat Berfokus Solusi. Jakarta: Kencana Prenada Media.

(9)

PROCEEDING STUDIUM GENERALE 2021 ISBN : 978-632-7583-84-4

TEACHING AND LEARNING IN THE 21 ST CENTURY :

Challenges and Opportunities For Educator 479

Referensi

Dokumen terkait