• Tidak ada hasil yang ditemukan

konsep dasar filosofi pendidikan anak usia dini - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "konsep dasar filosofi pendidikan anak usia dini - Spada UNS"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DASAR FILOSOFI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

MARIA MONTESSORI, FRIEDRICH FROBEL, DAN KI HAJAR DEWANTARA

Oleh:

Vera Sholeha, S.Pd., M.Pd.

199304092019032023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2021

(2)

MARIA MONTESSORI

A. BIOGRAFI SINGKAT MARIA MONTESSORI

Maria Montessori lahir pada 31 Agustus 1870, di Chiaravalle, kota bukit dengan pemandangan laut Adriatik, di provinsi Ancona di Italia. Meskipun Italia telah muncul sebagai negara berdaulat, kebudayaan di Italia masih seperti kebudayaan di Romawi kuno. Pendidikan dan karier seseorang sebagian besar tetap ditentukan oleh latar belakang keluarga dan status sosial. Melawan adat-kebiasaan gender abad ke-19, Maria Montessori masuk ke sekolah menengah teknik, dan berikutnya sekolah kedokteran di Universitas Roma dan kemudian menjadi perempuan Italia pertama yang meraih gelar sarjana kedokteran. Dia mendorong kaum perempuan untuk mengambil posisi di depan dalam reformasi pendidikan dan untuk bekerja sebagai sukarelawan pengentas buta huruf di kalangan masyarakat miskin. Montessori membuka sekolah pertamanya yang bernama Casa dei Bambini, atau Children’s House, di distrik Larenzo yang merupakan kantong kemiskinan di Roma, pada 6 Jnuari 1907. Jumlah murid pada saat itu sebanyak 50 anak, dari usia 3 hingga 7 tahun.

B. TEORI PERKEMBANGAN MONTESSORI

Komponen utama teori Montessori adalah konsep periode-periode kepekaan (sensitive periods). Secara genetis anak sudah diprogram untuk waktu tertentu begitu anak ingin dan mampu menguasai tugas-tugas tertentu. Sebagai contoh terdapat periode- periode kepekaan untuk menguasai bahasa dan anak memulai untuk menggunakan tangan, selama periode ini anak bekerja dengan daya upaya untuk menguasai kemampuan-kemampuan tersebut sampai sempurna. Ketika anak dicegah dari menikmati pengalaman-pengalaman ini pada waktu tertentu yang sudah direncanakan alam agar berbuat demikian, maka kepekaan khusus yang yang menariknya kepada hal-hal tersebut

(3)

akan hilang, mengakibatkan gangguan pada perkembangannya (Montessori dalam William Crain, 2014: 100).

1. Periode kepekaan akan keteraturan

Selama periode kepekaan pertama ini, yang terjadi selama 3 tahun pertama, anak memiliki kebutuhan yang kuat terhadap keteraturan. Anak menyukai benda-benda yang diletakkan pada tempat semula, jika buku dan pena tergelatak bukan pada tempatnya, maka anak akan segera menaruhnya pada tempat semula. Montessori memberikan contoh seorang anak berumur 6 bulan menangis ketika seorang tamu berkunjung meletakkan payungnya di atas meja. Anak menatap meja dan menangis cukup lama. Dia menjadi tenang ketika ibunya dengan pengertian memindahkan payung tersebut pada rak khusus payung.

2. Periode kepekaan akan detail

Antara usia 1–2 tahun anak-anak memusatkan perhatian pada hal-hal yang detail selama bermenit-menit. Contohnya mereka memperhatikan semut atau serangga dengan teliti yang lolos dari perhatian orang dewasa. Mereka tertarik pada objek yang mencolok dengan warna dan cahaya yang cemerlang, kemudian memfokuskan objek- objek kecil dibelakangnya, mereka berusaha untuk memenuhi pengalaman- pengelamannya selengkap mungkin.

3. Periode kepekaaan bagi Penggunaan tangan

Periode kepekaan ketiga berisi penggunaan tangan. Antara usia 18-3 tahun, anak-anak suka memegang objek-objek. Secara khusus mereka suka membuka dan menutup sesuatu, meletakkan objek dalam kotak, menuangkannya keluar, lalu memasukkannya lagi. Selama dua tahun berikutnya atau lebih, mereka memperbaiki gerakan dan indrea sentuhan mereka. Sebagai contoh anak usia 4 tahun menikamti untuk mengidentifikasi objek-objek dengan menyentuh sambil memejamkan mata.

4. Periode kepekaan untuk berjalan

Periode kepekaan yang paling mudah dibaca adalah berjalan. Menurut Montessori belajar berjalan adalah sejenis “kelahiran kedua” yang artinya anak berubah dari makhluk yang tak berdaya menjadi makhluk yang aktif. Anak-ana didorong oleh impuls yang tidak bisa dilawan dalam upaya mereka untuk berjalan, dan mereka berjalan dengan bangga seolah-olah mereka telah menemukan caranya. Kegiatan berjalan pada anak, bukanlah seperti pada orang dewasa.

5. Periode kepekaan terhadap bahasa

(4)

Periode kepekaan kelima periode kepekaan yang menakjubkan, yaitu kecepatan belajar anak dalam menguasai proses kompleks tersebut. untuk mempelajari sebuah bahasa, anak belajar bukan hanya kata-kata dan maknanya, namun juga gramatika, serta sistem-sistem aturan tentang berbagai macam bagian ujaran. Menurut Montessori jika anak diajari dua bahasa, maka mereka sanggup menguasai keduanya.

Karena kemampuan anak untuk memahami bahasa begitu besar, disimpulkan jika anak dilengkapi dengan jenis khusus penerimaan atau “mekanisme” bahasa.

Sumber: William Crain, 2014: 104

0 1 2 3 4 5 6

Berjalan Detail

Kebutuhan akan keteraturan

Pemahaman bahasa secara sadar Penggunaan Tangan

(5)

FRIEDRICH FROEBEL

A. BIOGRAFI SINGKAT FRIEDRICH FROEBEL

Friedrich Wilhelm August Froebel lahir di Oberweißbach, Saalfeld-Rudolstadt, Jerman, pada 21 April 1782. Meninggal di Schweina, Jerman pada Juni 1852 usia 70 tahun. Ayahnya adalah seorang pendeta bernama Johan Jakob Froebel, ibunya meninggal pada saat Froebel baru berusia satu tahun. Tahun 1792 paman dari pihak ibunya bernama Johann Cristoph Hoffmann mengadopsi Froebel selama 5 tahun dimulai dari usianya 10 tahun. Dengan pamannya tersebutlah Froebel merasakan kasih sayang dan penghargaan sebagai seorang anak.

Froebel adalah Pendiri Kindergarten atau taman kanak-kanak yang mengembangkan idenya bahwa pendidikan anak usia dini harus diselenggarakan di lingkungan yang dikreasi secara khusus, yaitu kindergarten atau taman kanak-kanak.

Walupun ia banyak mempelajari visi kependidikan Pestalozzi, namun Froebel banyak memberikan critical thinking pada sekolah Pestalozzi. Pestalozzi terutama dari segi kurangnya keterpaduan model pelaksanaan pembelajaran. Pola pendidikan demokratis yang dikembangkannya banyak menimbulkan konfrontasi dengan pihak pemerintah sehingga ia dianggap sebagai pemberontak (Yus: 2011). Menurut Froebel yang menganut filsafat idealis, anak-anak dilengkapi dengan kekuatan spiritual yang akan terbuka dalam lingkungan pendidikan yang mendorong pembelajaran melalui kegiatan mandiri dan penggunaan bahan-bahan yang dirancang secara khusus (Montessori: 2015). Kemudian tahun 1817 ia mendirikan sekolah di Keilhau. Froebel juga menulis buku pertamanya yang berjudul “The education of man”, juga menciptakan 500 kotak kubus dari kayu kemudian dipakainya dalam pendidikan taman kanak-kanaknya. Kemudian ia

(6)

menciptakan konsep kotak kubus (gifts), permainan-permainan, lagu-lagu, cerita, kerajinan tangan, sebagai sarana belajar bagi anak-anak prasekolah.

B. PENGENALAN TERHADAP PENDEKATAN FROEBELIAN

Froebel berpendapat bahwa tahun-tahun awal kehidupan seorang anak adalah yang paling penting dalam pendidikan anak dan meletakkan dasar bagi semua pembelajaran nanti. anak-anak, ia berpendapat, belajar terbaik melalui aktivitas diri, berbicara dan bermain. Ide-ide ini, meskipun diterima secara luas hari ini, namun pada zaman itu merupakan konsep radikal. Meskipun kata 'TK' dikenal luas saat ini, nama 'Froebel' kurang dikenal. Namun banyak dari sumber daya yang kita terima untuk diberikan pada pembelajaran sekarang, seperti blok, pasir, air, tanah liat, sajak jari, melukis dan menggambar dan bermain di luar dan praktek seperti perencanaan observasi yang dipimpin dan kemitraan dengan orang tua dan masyarakat terkait erat dengan ide Froebel ini. Dia sangat unik dalam cara dia terintegrasi sumber daya dan praktek dalam pendekatan pedagogis yang koheren.

Terdapat tiga prinsip didaktik yang dikemukakan Froebel, yaitu (Maryatum:

2015): pengembangan otoaktivitas merupakan prinsip utama. Anak didik harus didorong untuk aktif sehingga dapat melakukan berbagai kegiatan (pekerjaan) yang produktif.

Prinsip kedua adalah kebebasan atau suasana merdeka. Otoaktivitas anak akan tumbuh dan berkembang jika pada anak diberikan kesempatan dalam suasana bebas sehingga anak mampu berkembang sesuai potensinya masing-masing. Melalui suasana bebas atau merdeka, anak akan memperoleh kesempatan mengembangkan daya fantasi atau daya khayalnya, terutama daya cipta untuk membentuk sesuatu dengan kekuatan fantasi anak.

Prinsip ketiga yang dikemukakan Frobel adalah pengamatan dan peragaan. Kegiatan ini dimaksudkan terutama dalam mengembangkan seluruh indra anak. Prinsip ini selaras dengan apa yang telah dikemukakan Pestalozzi terdahulu. Agar pembelajaran tidak verbalistik maka anak harus diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai kondisi lingkungan alam di sekitar. Pada lingkungan alam yang jauh atau sulit untuk diamati maka dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip peragaan. Pendidik dapat meragakan hal-hal yang tidak mungkin diamati anak secara langsung, baik berupa lingkungan fisik, sosial maupun keagamaan.

Meskipun banyak dari ide-ide Froebel ini telah menjadi aliran utama pada saat ini, nilai-nilai yang mendukung mereka tidak selalu dipahami dengan baik, yang mengarah ke interpretasi dan praktek yang sangat berbeda (Tovey: 2013). Hal ini penting untuk kita

(7)

semua melihat prinsip-prinsip yang mendukung ide Froebelian dan untuk mempertimbangkan apakah mereka dalam kaitannya dengan praktek saat ini sudah sesuai dengan ide Frobel. Adapun pendekatan Froebelian didukung oleh prinsip-prinsip utama dijelaskan di bawah ini.

a. Rasa Hormat

Pendekatan Froebelian secara inheren menghormati anak-anak. Ini dilihat anak- anak sebagai peserta didik yang kuat, termotivasi dari lahir untuk mengeksplorasi, menyelidiki dan ingin tahu tentang dunia dan untuk mencoba, melalui usaha mereka sendiri, untuk memahaminya. Pendidikan harus membangun dorongan kuat untuk belajar.

b. Keterhubungan

Belajar harus bermakna dan terhubung dengan pengalaman anak-anak sendiri.

Seharusnya tidak dibagi ke dalam mata pelajaran tetapi harus dialami secara keseluruhan bermakna sehingga anak-anak dapat menghubungkan ide-ide baru untuk apa yang telah mereka ketahui. Pandangan dari seluruh anak adalah sangat penting, untuk semuanya dihubungkan.

c. Bermain

Bermain adalah pusat untuk belajar anak usia dini. Bermain mengintegrasikan semua pembelajaran dan bentuk terkemuka pembangunan pada anak-anak, yang memungkinkan mereka untuk beroperasi pada tingkat tertinggi.

d. Kreativitas

Kreativitas adalah inti dari menjadi manusia dan merupakan dasar untuk belajar- ing. Kreativitas memungkinkan anak-anak untuk membuat koneksi antara dunia batin mereka perasaan dan ide-ide dan dunia luar mereka dari hal-hal dan pengalaman, dan untuk merenungkan mereka berdua. Bermain, imajinasi dan representasi simbolis adalah fitur penting dari kreativitas.

e. Kebebasan dan bimbingan

Gerakan bebas, pilihan bebas dan kegiatan mandiri yang penting, tetapi mereka harus dalam kerangka pembinaan di mana peran orang dewasa sangat penting.

f. Bermain di Luar

Pengalaman langsung, pengalaman sehari-hari dari alam luar adalah penting sehingga anak-anak dapat belajar untuk menghargai keajaiban dan keterkaitan antara semua makhluk hidup. Pembibitan taman lingkungan yang kaya menawarkan potensi untuk semua bidang pembelajaran.

g. Masyarakat

(8)

Pembibitan dan sekolah harus demokratis, masyarakat menghormati peserta didik, di mana orang dewasa dan anak-anak dapat belajar dari satu sama lain. Mereka harus terhubung erat dengan masyarakat luas orang dan tempat.

h. Hubungan yang Positif

Hubungan dengan anak-anak harus dekat, mempercayai, responsif, interaktif dan menarik secara intelektual. Mereka harus membangun karakteristik positif dari masing- masing anak, memperluas apa yang mereka sudah bisa lakukan, bukan apa yang mereka belum mampu melakukan.

i. Informasi dan Pendidik yang Berkualitas

Perawatan dan pendidikan anak-anak adalah penting untuk masyarakat. Anak- anak berhak untuk profesional yang berpengetahuan luas dan berkualitas baik yang sangat diberitahu tentang dan selaras dengan sifat khas dari pembelajaran dan perkembangan anak-anak. Praktisi harus secara konstan berusaha untuk mengembangkan pemahaman mereka melalui pelatihan, observasi, penelitian, refleksi dan diskusi.

C. KURIKULUM FROEBEL

Dalam Tovey (2013) dijelaskan bahwa kurikulum Frobelian pertama adalah pelbagai peristiwa dan pekerjaan sehari-hari yang terjadi dalam keluarga. Tetapi bagi anak kecil, Froebel merencanakan kurikulum yang paling teratur, yang terdiri dari pemberian dan ketrampilan (kerajinan tangan), permainan yang berporos pada nyanyian yang diiringi dengan gerak badan sesuai dengan syair dan lagunya, pemeliharaan tanaman dan berkunjung ketentangga.

Pemberian (Gifts) terdiri dari 6 pemberian berupa sebuah kotak kayu yang didalamnya terdapat bermacam-macam barang yang akan menolong anak untuk secara bertahap belajar, mulai dari hal-hal yang sederhana sampai kepada yang makin kompleks (Tovey: 2013).

a. Gift 1 – kotak kayu berisi 6 bola dari benang wol berwrna, merah, kuning, biru, jingga, hijau dan ungu, enam buah jarum, sepotong belebas kayu pendek yang sudah dilubangi.

Dari sana anak belajar tentang konsep warna (dasar dan sekunder) dan belajar

‘melakukan sesuatu” dengan benda-benda tersebut.

b. Gift 2 – Sama dengan gift sebelumnya tetapi benang wol diganti dengan benda-benda yang bentuknya berbeda-beda, ada silinder, kubus dan bola. Dari hal tersebut anak belajar sifat khas setiap benda dan cara memanfaatkannya secara kreatif melalui bermain yang terpimpin bersama guru.

(9)

c. Gift 3 – terdiri dari 8 kotak kubus yang sama besarnya yang membentuk sebuah kotak kubus yang besar. Dari hal tersebut anak belajar menghitung, belajar tentang hubungan antara bagian dan keseluruhan.

d. Gift 4 – Sebuah kotak yang terbangun dari 4 balok persegi panjang, 2 kubus yang sama besar, empat balok persegi empat. Dari sana anak belajar walaupun benda-benda tersebut tidak sama bentuk dan ukurannya tetapi dapat membentuk satu kesatuan yaitu kubus yang besar.

e. Gift 5 – Bentuk kubus masih ada tetapi kali ini bentuknya lebih majemuk, terdiri dari kubus, kubus yang dipotong menjadi dua agar membentuk dua buah segitiga, kubus lain yang dipotong membentuk 4 segitiga. Dari hal itu anak belajar tentang hubungan- hubungan yang semakin sulit dan kompleks.

f. Gift 6 – Kotak berbentuk kubus tetapi bagian-bagiannya tidak lagi kubus atau bagian- bagian yang dapat dijadikan kubus. Dari hal itu menuntut pemahaman dan ketrampilan anak.

Kerajinan Tangan, pengalaman belajar yang berporos pada penggunaan bahan yang dapat digunting, dilipat, dicat, semua bahan yang dapat dibentuk kembali menurut kehendak anak dan dibimbing oleh guru. Tujuannya mempersiapkan anak untuk tugas dikemudian hari, memakai dan memanfaatkan peralatan serta perkakas yang ada. Disini sebenarnya Froebel juga telah menaruh perhatian pada pendidikan kejuruan. Nyanyian yang diiringi gerak badan, secara bersama melalui permainan, nyanyian dan gerakan badan anak memperoleh pengalaman yang menyenangkan secara pribadi tetapi juga belajar mempunyai sikap sosial yang selaras dan bagaimana bekerja sama dalam kelompok. Pemeliharaan Tanaman (atau bianatang kecil) dan berkeunjung ke tetangga, anak diajar untuk mengamati, memperdalam pengetahuannya, memelihara dan bertanggung jawab melalui pengalamannya (Tovey: 2013).

(10)

KI HAJAR DEWANTARA

A. BIOGRAFI KI HADJAR DEWANTARA

Ki Hadjar Dewantara yang nama aslinya Suwardi Suryaningrat dilahirkan pada 2 Mei 1889, bertepatan dengan 1303H. di Yogyakarta, dan wafat pada tanggal 26 April 1959 bertepatan dengan 1376 H (berusia 70 tahun). Dilihat dari segi leluhurnya, ia adalah putra dari Suryaningrat, putra Paku Alam III. Sebagai seorang keluarga ningrat, ia termasuk yang memperoleh keuntungan dalam mendapatkan pendidikan yang baik.

Pendidikan dasarnya ia peroleh dari Sekolah Rendah Belanda (Europeesche Lagere School, ELS). Setelah itu ia melanjutkan ke Sekolah Guru (Kweek School), tetapi sebelum sempat menyelesaikannya, ia pindah ke STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Arten). Namun di sekolah ini pun ia tidak sempat menamatkan pendidikannya, dikarenakan ayahnya mengalami kesulitan ekonomi. Sejak saat itu, ia memilih terjun ke dalam bidang jurnalistik, suatu bidang yang kelak mengantarkannya ke dunia pergerakan politik nasional.

Dalam masa mudanya, Ki Hadjar Dewantara banyak dipengaruhi oleh suasana kesusastraan Jawa, agama Islam serta pembicaraan-pembicaraan tentang ajaran yang dipengaruhi oleh Hinduisme dengan ayahnya. Suasana kesenian dengan cabang- cabangnya, kesenian Ganding, seni suara dan seni sastra tak asing baginya. Dari suasana inilah, yang merupakan perpaduan rasa keindahan dan religi, Suwardi Suryaningrat dibesarkan sebagai seorang muslim yang lebih suka mengutamakan hakikat dari pada syari’at. Tokoh-tokoh pahlawan yang dipujanya ialah tokoh-tokoh dalam Mahabarata, terutama Yudistira (lambang perdamaian dan cinta kasih), dan Sri Kresna, penjelmaan

(11)

Wisnu yang bijaksana serta guru politik yang cerdas dan berpandangan jauh dari keluarga Pandawa.

Menurut silsilah susunan Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hadjar Dewantara masih mempunyai alur keturunan dengan Sunan Kalijaga. Jadi Ki Hadjar Dewantara adalah keturunan bangsawan dan juga keturunan ulama, karena merupakan keturunan dari Sunan Kalijaga. Sebagaimana seorang keturunan bangsawan dan ulama, Ki Hadjar Dewantara dididik dan dibesarkan dalam lingkungan Sosio-Kultural dan Religius yang tinggi serta kondusif. Pendidikan yang diperoleh Ki Hadjar Dewantara di lingkungan keluarga sudah mengarah dan terarah ke penghayatan nilai-nilai kultural yang sesuai dengan lingkungannya. Pendidikan keluarga yang tersalur melalui pendidikan kesenian, adat sopan santun, dan pendidikan agama turut mengukir jiwa kepribadiannya.

Pada tahun 1912, nama Ki Hadjar Dewantara dapat dikategorikan sebagai tokoh muda yang mendapat perhatian Cokro Aminoto untuk memperkuat barisan Sarekat Islam cabang Bandung. Oleh karena itu, ia bersama Wignyadisastra dan Abdul Muis, yang masing-masing diangkat sebagai ketua dan wakil ketua, Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai sekretaris. Namun keterlibatannya dalam Sarekat Islam ini terhitung singkat, tidak genap satu tahun. Hal ini terjadi, karena bersama dengan E.F.E. Dowes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ia diasingkan ke Belanda (1913) atas dasar orientasi politik mereka yang cukup radikal. Selain alasan tersebut, Ki Hadjar Dewantara pun jauh lebih mengaktifkan dirinya pada Indische Partij yang didirikan pada tanggal 6 September 1912. Dengan alasan ini, maka Ki Hadjar Dewantara tidak memiliki kesempatan untuk menjadi tokoh penting di lingkungan Sarekat Islam. Karena pengabdiannya terhadap bangsa dan negara, pada tanggal 28 November 1959, sosok Ki Hadjar Dewantara (Soewardi Soeryaningrat) ditetapkan sebagai “Pahlawan Nasional”. Dan pada tanggal 16 Desember 1959, pemerintah menetapkan tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara tanggal 2 Mei sebagai “Hari Pendidikan Nasional” berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor. 316 tahun 1959.

B. PANDANGAN KI HADJAR DEWANTARA

Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Pendidikan itu membentuk manusia yang berbudi pekerti, berpikiran (pintar, cerdas) dan bertubuh sehat.

Citra manusia di Indonesia berdasarkan konsepsi pendidikan Ki Hadjar Dewantara:

(12)

Pertama, manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang memiliki kekuatan batin dan berkarakter. Artinya, pendidikan diarahkan untuk meningkatkan citra manusia di Indonesia menjadi berpendirian teguh untuk berpihak pada nilai-nilai kebenaran.

Dalam tataran praksis kehidupan, manusia di Indonesia menyadari tanggungjawabnya untuk melakukan apa yang diketahuinya sebagai kebenaran. Ekspersi kebenaran itu terpancarkan secara indah dalam dan melaluitutur kata, sikap, dan perbuatannya terhadap lingkungan alam, dirinya sendiri dan sesamanya manusia. Jadi, budi pekerti adalah istilah yang memayungi perkataan, sikap dan tindakan yang selaras dengan kebenaran ajaran agama, adat-istiadat, hukum positif, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Kedua, manusia di Indonesia yang maju pikirannya adalah yang cerdas kognisi (tahu banyak dan banyak tahu) dan kecerdasannya itu membebaskan dirinya dari kebodohan dan pembodohan dalam berbagai jenis dan bentuknya (misalnya: karena rekayasa penjajah berupa indoktrinasi). Istilah maju dalam pikiran ini menunjukkan meningkatnya kecerdasan dan kepintaran. Manusia yang maju pikirannya adalah manusia yang berani berpikir tentang realitas yang membelenggu kebebasannya, dan berani beroposisi berhadapan segala bentuk pembodohan. Ketiga, manusia di Indonesia yang mengalami kemajuan pada tataran fisik atau tubuh adalah yang tidak semata sehat secara jasmani, tapi lebih-lebih memiliki pengetahuan yang benar tentang fungsi-fungsi tubuhnya dan memahami fungsi-fungsi itu untuk memerdekakan dirinya dari segala dorongan ke arah tindakan kejahatan. Manusia yang maju dalam aspek tubuh adalah yang mampu mengendalikan dorongan-doroangan tuntutan tubuh. Dengan dan melalui tubuh yang maju itu pula, pikiran yang maju dan budi pekerti yang maju memperoleh dukungan untuk mendeklarasi kemerdekaan diri dari segala bentuk penindasan ego diri yang pongah dan serakah di satu sisi dan memiliki kemampuan untuk menegaskan eksistensi diri secara beradab sebagai manusia yang merdeka (secara jasmani dan ruhani) di sisi lain. Dalam praksis kehidupan, kemajuan dalam tubuh bisa dipahami sebagai memiliki kekuatan untuk memperjuangkan kemerdekaan dan keterampilan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan segala pembangunan yang humanis. Dalam konteks penalaran atas konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara di atas, pendidikan adalah upaya pemanusiaan manusia secara manusiawi secara utuh dan penuh ke arah kemerdekaan lahiriah dan batiniah. Maka pendidikan harus bersentuhan dengan upaya-upaya konkret berupa pengajaran dan pendidikan. Menurut Ki Hadjar Dewantara pengajaran adalah upaya memerdekakan aspek badaniah manusia (hidup lahirnya).

(13)

Menurut Ki Hadjar Dewantara Pendidikan Nasional ialah pendidikan yang berdasarkan garis hidup bangsanya dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan pantas bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia diseluruh dunia. Berikut merupakan pandangan-pandangan Ki Hadjar Dewantara mengenai dunia pendidikan:

1. Pengajaran ialah suatu bagian dari pendidikan. Pengajaran adalah memberi ilmu atau pengetahuan, serta kecakapan pada anak-anak, yang kedua-duanya bermanfaat untuk hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Pengajaran pengetahuan digunakan untuk mendidik pikiran dan ini perlu sekali, tidak saja untuk memajukan kecerdasan batin, namun juga untuk melancarkan hidup pada umumnya. Pendidikan pikiran ini dibangun setinggi-tingginya, sedalam-dalamya dan seluas-luasnya, agar anak-anak kelak dapat membangun hidup dengan baik.

2. Pendidikan adalah tuntunan dalam hidup, menuntun anak-anak ataupun manusia sebagai anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

3. Hidup dan tumbuhnya anak-anak itu terletak pada kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai manusia tumbuh menurut kodratnya sendiri.

4. Dalam pendidikan harus senantiasa diingat, bahwa kemerdekaan itu sifatnya tiga macam: berdiri sendiri, tidak tegantung pada orang lain, dan mengatur diinya sendiri.

5. Di dalam hidupnya anak-anak ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan atau (tri pusat pendidikan) yang aat penting bagi anak itu: alam-keluarga, alam-perguruan, dan alam-pergerakan pemuda (masyarakat).

6. Tri Nga (ngerti, ngroso, nglakoni atau mengerti, merasa, melakukan).

7. Tri Pantangan, (jangan menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan, jangan melakukan manipulasi di bidang keuangan, jangan melanggar kesusilaan).

8. “Amongsisteem” (sistm among) menyokong kodrat alamnya anak-anak yang kita didik agar dapat mengembangkan hidup lahir dan batin. Kata among yang berasal dari bahasa jawa adalah istilah dari seseorang yang tugasnya tugasnya “ngemong” atau

“momong”. Yang jiwanya penuh pengabdian. Sistem among ini merupakan sebuah sistem yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua dasar:

a. Kemerdekaan, sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak, sehingga dapat hidup merdeka (berdiri sendiri).

(14)

b. Kodrat alam, sebagai syarat untuk mencapai kemajuan dengan secepat- cepatnyadan sebaik-baiknya.

9. Ki Hadjar Dewantara menjadikan “Tut Wuri Handayani” sebagai semboyannya sistem among. Tut Wuri Handayani, tidak lain berarti pengakuan terhadap otonomi individu untuk berkembang, namun tidak terlepas dari dialog atau interaksi dari manusia lain termasuk pendidik.

Semboyan “Tut Wuri Handayani” yang dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara mendapat tanggapan positif dari RMP. Sostrokartono (Kakak dari RA. Kartini), seorang fisuf dan ahli bahasa, dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu “Ing madya mangun karsa” (di tengah membangkitkan kehendak, memberikan motivasi) dan “Ing ngarsa sung tuladha” (di depan memberi contoh).

10. “Azas Tri-Kon” yang dikemukakan Ki Hadjar, yaitu:

a. “Kontinuitet”, yang berarti bahwa garis-hidup kita di jaman sekarang harus merupakan “lanjutan, terusan” dari hidup kita di jaman yang silam, jangan

“ulangan”, ataupun “tiruan” hidup bangsa lain.

b. “Konvergensi”, dalam arti keharusan untuk menghindari “hidup menyendiri”

(isolasi) dan untuk menuju kearah pertemuan dengan hidupnya bangsa-bangsa lain sedunia.

c. “Konsentrisitet”, yang berarti bahwa sesudah kita “bersatu” dengan bangsa- bangsa lain sedunia, janganlah kita kehilangan “kepribadian” kta sendiri;

sungguhpun sudah bertitik pusat, namun di dalam lingkaran-lingkaran yang

“konsentris” itu, kita tetap asih mempunyai sirkel sendiri.

C. ASAS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Dalam pendidikannya, Ki Hadjar Dewantara menggunakan tujuh dasar yang sampai saat ini masih menjadi pedoman dan juga menjadi pondasi dasar bagi taman siswa, dimana asas tersebut disusun pada tahun 1922 dan kemudian disahkan pada tanggal 07 Agustus 1930, ketujuh asas tersebut antara lain:

1. Adanya hak seseorang untuk mengatur dirinya.

2. Pengajaran harus mendidik anak menjadi manusia yang merdeka lahir batin, pikiran dan tenaga.

3. Pengajaran jangan terlampau mengutamakan kecerdasan pikiran karena dapat memisahkan orang terpelajar dengan rakyat.

(15)

4. Mempertinggi pengajaran, tetapi yang tidak menghambat tersebarnya pendidikan dan pengajaran untuk seluruh masyarakat.

5. Berkehendak untuk mengusahakan kekuatan diri sendiri.

6. Keharusan untuk hidup sederhana.

7. Mengorbankan segala kepentingan untuk kebahagiaan anak didik.

Namun dalam perkembangannya asas-asas tersebut diperbaharui yang kemudian kita kenal dengan istilah Panca Darma, asas tersebut antara lain:

1. Kemerdekaan (kebebasan). Manusia dalam hidupnya mempunyai kebebasan di dalam mengembangkan dirinya. Akan tetapi, kebebasan ini tidak berarti kebebasan yang tidak terbatas, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab. Anak sebagaimana manusia, perlu diberikan kebebasan agar anak dapat mengembangkan diri sebaik-baiknya.

2. 2. Kemanusiaan. Darma tiap-tiap kemanusiaan itu ialah mewujudkan kemanusiaan dengan kesucian dan kemurnian hati serta adanya rasa cinta kasih terhadap sesama.

Pendidikan merupakan usaha kebudayaan yang bermaksud untuk memberikan tuntunan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak agar kelak dalam garis kodrati pribadinya dan dengan adanya pengaruh segala keadaan yang mengelilingi dirinya anak dapat berkembang lahir batinnya dan maju ke arah peradaban kemanusiaan.

3. Kodrat hidup (Alam). Diri manusia menunjukkan adanya suatu kekuatan, sebagaimana telah ditentukan adanya oleh kekuatan dari ilahi. Kekuatan ini perlu dikembangkan agar anak mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup.

4. Kebangsaan. Manusia di dunia ini memang mempunyai harkat dan martabat yang sama. Akan tetapi, di dalam mengembangkan harkat dan martabatnya, manusia mempunyai ciri-ciri khas sendiri sesuai denga ciri-ciri kehidupan kebangsaannya.

Hidup manusia tidak akan memperoleh kebahagiaan apabila manusia itu menyendiri.

Manusia tidak dapat mengabaikan kehidupan bersama, terutama hidup dalam kelompok kemasyarakatan. Pendidikan bertujuan menuntun anak agar dapat bekerjasama secara kooperatif, bersatu dalam satu kekuatan bangsa.

5. Kebudayaan. Kebudayaan sebagai buah budi manusia di dalam memperjuangkan hidupnya terhada kekuasaan alam dan kemajuan zaman. Manusia harus dapat membuktikan kesanggupannya mengatasi persoalan-persoalan hidupnya agar dapat mencapai kebahagiaan hidupnya, dalam suasana tertib dan damai. Menurut Ki Hadjar Dewantara, kebudayaan yang merupakan buah budi manusia yang bersifat lahir dan batin, selalu mengandung sifat-sifat keluhuran, kehalusan dan keindahan/keharuan, yang ada pada hidup manusia pada umumnya. Pendidikan juga harus diarahkan untuk

(16)

mengembangkan kebudayaan agar bangsa Indonesia dapat maju sesua dengan perkembangan zaman.

D. METODE PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara merangkum konsep yang dikenal dengan istilah Among Methode atau sistem among. Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang. Pelaksana

“among” (momong) disebut Pamong, yang dianggap mempunyai kepandaian dan pengalaman lebih dari yang diamong. Guru atau dosen di Taman Siswa disebut Pamong yang bertugas mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu. Tujuan sistem Among membangun anak didik menjadi manusia beriman dan bertakwa, merdeka lahir batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketrampilan, serta sehat jasmani rohani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya. Sistem among yang menyokong kodrat alam anak didik bukan dengan “perintah- paksaan”, tetapi dengan tuntunan agar berkembang hidup lahir dan batin anak menurut kodratnya secara subur dan selamat. Sistem among mengemukakan dua prinsip dasar, yaitu:

1. Kemerdekaan merupakan syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin sehingga bisa hidup merdeka, tidak berada dalam kekuasaan golongan apapun. Kemerdekaan ini diinternalisasikan dengan sedemikian rupa dalam kehidupan praksis anak didik sehingga mereka merasa sudah berada dalam kehidupannya, bukan kehidupan yang lain yang diupayakan masuk dalam kehidupannya.

2. Kodrat alam adalah syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya. Kodrat alam tersebut adalah bahwa alam yang selama ini ada harus dijaga dengan sedemikian baik, jangan dirusak karena alam menjadi modal bagi pendidikan anak didik agar bertanggung jawab melestarikan dan memajukannya. Kemerdekaan itu menjadi hak milik setiap anak bangsa, bukan satu golongan saja. Oleh karenanya, kita harus mempertahankannya dengan menggerakkan dan menghidupkan prinsip kekuatan sendiri. Sistem Among selalu dilaksanakan secara “Tutwuri Handayani” dimana kita dapat “menemukenali” anak, bila perlu perilaku anak boleh dikoreksi (handayani) namun tetap dilaksanakan dengan kasih sayang. Tidak dengan hukuman atau paksaan karena itu akan

(17)

menghilangkan jiwa merdeka anak. Ki Hadjar Dewantara menetapkan tujuh azas Tamansiswa 1922 yang salah satu butirnya berbunyi: “Sang anak harus tumbuh menurut kodrat (Natuurlijke Groei) itulah perlu sekali untuk segala kemajuan (Evolutie) dan harus dimerdekakan seluas-luasnya. Pendidikan yang beralaskan paksaan-hukuman-ketertiban (Regering-Tucht En Orde) kita anggap memperkosa hidup kebatinan sang anak. Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Itulah yang kita namakan Among Methode”.

Ki Hadjar Dewantara menempatkan jiwa merdeka sebagai sifat kodrati sang anak yang harus ditumbuh kembangkan melalui pendidikan dan pengajaran. Ketika Ki Hadjar Dewantara melawan OO (Onderwijs Ordonantie) terlontar gagasan sekolah semesta dimana secara kodrati setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah guru. Dikembangkannya juga KBM (kegiatan belajar mengajar) melalui sifat kodrati anak dalam naluri Kinder Spellen. Kinder Spellen (dolanan anak) yaitu fase pertumbuhan jiwa makhluk hidup menuju dewasa yang menjadi “Embrio” jiwa merdeka sang anak. Ki Hadjar Dewantara sering menganjurkan para pamong untuk mengajak siswa sambil “bermain” dalam memberikan pelajarannya. Misalnya pelajaran ilmu bumi (geografi) dengan menggambar pulau Indonesia pada tanah atau pasir dan menandai kota-kota dengan batu, gunungnya dengan gundukan kecil, hutan dengan lumut hijau. Pelajaran menghafal abjad dengan bernyanyi atau tembang, pelajaran biologi dan botani (tumbuhan) dengan bermain jalan-jalan ke sawah atau kebun, dan sebagainya. Bahkan pelajaran seni dengan nyanyi atau tari dolanan anak hingga kini masih menjadi ciri khas perguruan Taman Siswa. Pelajaran dengan cara bermain dalam sistem among dapat menyentuh jiwa merdeka sang anak di semua tingkat usia. Dalam salah satu Azas Taman Siswa disebutkan pula “Pamong jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik (menurut silabus) saja, akan tetapi harus mendidik siswa untuk senantiasa mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum”. Yang perlu kita ketahui bahwa dalam setiap prakteknya sistem among melakukan pendekatan secara kekeluargaan, artinya menyatukan kehangatan keluarga dengan sekolah. Dengan berpijak kepada semboyan Ing Ngarsa Asung Tuladha, Ing Madya Amangun Karsa, Tut Wuri Handayani, maka Ki Hadjar Dewantara menggunakan beberapa cara dalam melakukan sebuah pendidikan, misalnya metode Trino (nonton, niteni, nirokke) dan

(18)

juga Tringo (ngerti, ngroso, nglakoni), akan tetapi semua metode tersebut terangkum dalam sebuah metode yang sampai saat ini kita kenal dengan istilah Among methode (metode momong).

E. TUJUAN PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan merupakan tonggak berdirinya sebuah bangsa yang besar, berdaulat, berharkat dan bermartabat. Dalam konteks demikian, pendidikan bertujuan menanamkan nilai-nilai hidup rukun dan damai di antara semua elemen bangsa, tanpa memandang kelas sosial apapun, baik ras, suku, agama, adat, dan lain seterusnya. Pendidikan adalah alat yang bisa mempersatukan segala anak bangsa dalam satu wadah yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di bawah bendera merah putih dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945.38 Pendidikan yang ingin dijalankan oleh Ki Hadjar Dewantara itu berorientasi pada pendidikan kerakyatan. Ia mau mendidik rakyatnya, membina kehidupan bangsa dan kebudayaan nasional. Dan pendidikan sendiri harus benar-benar bisa merakyat, mencakup seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya pembedaan tingkat dan golongan, dan bisa mengangkat derajat rakyat untuk membebaskan diri dari penindasan dan kemiskinan. Ki Hadjar menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada masyarakatnya. Menjadi manusia merdeka berarti (a) tidak hidup terperintah, (b) berdiri tegak karena kekuatan sendiri, dan (c) cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Singkatnya, pendidikan menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak bisa disetir.39 Ki Hadjar yang menekankan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan ia belajar. Baginya perlu dihindari pendidikan yang hanya menghasilkan orang yang sekedar menurut dan melakukan perintah (dalam bahasa Jawa = dawuh). Ki Hadjar mengartikan mendidik sebagai “berdaya-upaya dengan sengaja untuk memajukan hidup- tumbuhnya budi-pekerti (rasa, fikiran, roh) dan badan anak dengan jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan.”. Menurutnya, jangan ada perintah dan paksaan dalam pendidikan.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Crain, William. (2014). Teori Perkembangan Konsep Aplikasi. (Terjemahan Yudi Santoso).

Dwi Siswoyo, (2008). Ilmu Pendidikan.Yogyakarta. UNY Press.

George Morison. (2012). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. (Terjemahan Suci Romadhona & Apri Widiastuti). New Jersey: Pearson.

Ki Hadjar Dewantara, (1977). Karya Ki Hadjar Dewantara. Yogyakarta. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Lee, Jenniver. (tt). An Introduction to Montessori Preschool.

Maryatum, Ika Budi & Nur Hayati. Modul Pengembangan Program Anak Usia Dini.

Montessori. (2015). Metode Montessori; Panduan Wajib untuk Guru dan Orangtaua Didik PAUD. (Terjemahan Ahmad Lintang Lazuardi). Maryland U.S.A:

United States.

Sujiono, Yuliani Nurani. (2005). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:

Indeks.

Tovey, Helen. (2013). Bringing the Froebel Approach to Your Early Years Practice.

USA: Routledge.

Yus, Anita. (2011). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.

Referensi

Dokumen terkait