• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Healing Therapeutic Architecture pada Bangunan Rumah Sakit

N/A
N/A
Anissa Nimass

Academic year: 2024

Membagikan "Konsep Healing Therapeutic Architecture pada Bangunan Rumah Sakit "

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ESAI BAHASA INDONESIA

Konsep Healing Therapeutic Architecture pada Bangunan Rumah Sakit

Oleh :

Anissa Nimas Syaharani 210606110046

Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

(2)

Konsep Healing Therapeutic Architecture pada Bangunan Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014). Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang vital dan utama bagi masyarakat. Oleh karena itu, sebagai penyedia sarana dalam bidang kesehatan sudah seharusnya untuk memberikan pelayanan dan fasilitas yang berkualitas bagi masyarakat. Dalam hal ini, rumah sakit berperan untuk memberikan pelayanan pemulihan secara psikis atau non-medis, bukan sekedar memberikan pelayanan pemulihan secara medis atau fisik saja. Oleh karena itu, perancangan arsitektur rumah sakit yang baik dan efisien menjadi sangat perlu untuk diperhatikan dan dilaksanakan.

Perancangan bangunan rumah sakit yang sering dijumpai rerata terlihat monoton, ini bisa jadi karena fokus utamanya dikerahkan pada pemenuhan kebutuhan fungsional, juga program-programnya yang cukup kompleks. Pengerahan fokus pada pemenuhan kebutuhan fungsional tersebut kebanyakan hanya berpacu pada hal-hal teknis dan mengesampingkan pelayanan pemulihan secara psikis yang memiliki peranan cukup besar dan merupakan obat alami yang akan berpengaruh terhadap proses pemulihan pasien. Menciptakan ruang arsitektural yang nyaman tentu akan membantu mempercepat proses pemulihan pasien. Apabila ketidaknyamanan muncul dalam diri pasien, maka ini akan menjadi masalah dan dapat meningkatkan risiko munculnya stress pada pasien.

Stress dapat menyebabkan lebih banyak rasa sakit dan memperlambat proses pemulihan, juga berdampak pada sistem kekebalan tubuh. Ruang arsitektural secara langsung dapat memengaruhi emosi manusia, sehingga ruang arsitektural yang menyenangkan akan membantu proses pemulihan secara alami.

Menurut Jones Creedy (2003) dalam bukunya Health and Human Behaviour (Kurniawati, 2007), yang menjadi pemegang peran terbesar dalam proses pemulihan manusia adalah faktor lingkungan dengan nilai 40%, kemudian faktor medis 10%, faktor genetis 20% dan faktor lain-lain 30%. Selaras dengan pernyataan pernyataan mengenai besarnya peran lingkungan dalam proses pemulihan pasien, maka perancangan bangunan rumah sakit dapat diterapkan melalui pendekatan konsep Healing Therapeutic Architecture. Menurut Brian Schaller (2012) dalam Architectural Healing Environments

(3)

(Fadlilah & Lissimia, 2021) Healing Therapeutic Architecture merupakan konsep pendekatan arsitektur yang melibatkan peran desain sebagai salah satu media yang dapat membantu mempercepat proses pemulihan pasien. Desain arsitektur dapat membantu proses pemulihan karena desain arsitektur memengaruhi psikologis dan fisik pasien, menumbuhkan kenyamanan serta dapat menjadi pemacu semangat hidup bagi pasien.

Terdapat tiga aspek utama yang terkandung dalam konsep Healing Therapeutic Architecture terhadap proses pemulihan pasien, diantaranya aspek alam, aspek psikologis dan aspek panca indera. Aspek alam dinilai mampu menyalurkan energi positif terhadap psikologi pasien, energi positif ini timbul dari rasa nyaman dan rileksasi yang diserap dari lingkungan. Aspek psikologi dinilai sebagai pembangun persepsi positif dan dapat menumbuhkembangkan semangat optimisme pasien. Aspek panca indera memberikan rangsangan melalui penglihatan, suara, aroma, tekstur yang dijelma dalam elemen elemen lingkungan.

Alam merupakan media yang mudah didapat dan dapat melahirkan emosi positif, mengurangi kadar hormon kortisol dan menambah energi positif. Perancangan rumah sakit dengan aspek alam dapat diwujudkan melalui tanaman, elemen air, material alam seperti kayu dan bebatuan, dapat merangsang pikiran dan jiwa pasien agar merasa lebih nyaman dan rileks dengan ambience dalam rumah sakit. Selain itu, alam dapat berperan sebagai peningkat sistem imunitas pasien dan penurun tekanan darah. Paduan antara lingkungan buatan dan lingkungan alamiah dapat turut berperan dalam melahirkan kesatuan lingkungan yang kondusif untuk proses pemulihan, baik pemulihan psikis maupun pemulihan fisik.

Melalui indera manusia, konsep Healing Therapeutic Architecture pada bangunan rumah sakit dapat dioptimalkan guna menciptakan kesan dengan perantara visual, suara, aroma, dan tekstur. Pada perancangan rumah sakit, konsep alam perlu diberikan bagian yang besar agar terapi rangsangan indera dapat dilakukan. Aspek indera meliputi pengelihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa.

Indera penglihatan memengaruhi perasaan seseorang dan dapat dirangsang dengan permainan visual berupa pemandangan, pencahayaan, dan warna. Pemandangan yang menenangkan pikiran dan mata seperti panorama yang indah, sunset, dan rerimbunan pohon, akan merangsang dan mengaktifkan sel saraf otak yang dapat

(4)

meminimalisir stress pasien dan menenangkan pasien. Selain pemandangan, pencahayaan juga berpengaruh terhadap terapi rangsangan indera pengelihatan. Terdapat dua sumber cahaya yaitu cahaya alami berupa cahaya matahari yang dapat didapatkan melalui bukaan-bukaan dinding seperti jendela, pintu, dan dinding kaca maupun pada langit- langit (skylight) dan cahaya buatan berupa lampu. Pencahayaan buatan dianjurkan untuk menggunakan lampu warm tone agar memberikan kesan yang hangat dan nyaman, karena jika menggunakan lampu fluorescent dapat memicu lelah dan bisa juga menyebabkan alergi hingga stress. Permainan warna juga penting untuk diperhatikan dalam perancangan rumah sakit. Secara psikologis, tubuh manusia peka terhadap warna dan setiap warna memberikan dampak sensorik yang berbeda-beda. Disarankan untuk menggunakan warna yang soft dan memiliki tone warna alam juga warna-warna yang menumbuhkan ketenangan dan rasa optimisme.

Indera pendengaran dapat dirangsang dengan suara tenang dan menyenangkan.

Suara-suara tersebut dapat menstabilkan tekanan darah dan detak jantung serta sistem saraf. Suara-suara tenang dan menyenangkan itu dapat berupa suara alam seperti suara gemercik air, desiran angin dan kicauan burung yang dapat menangkan pikiran dan suara musik yang dapat membangkitkan emosi positif. Selain itu, perlu untuk meminimalisir kebisingan, seperti dengan memposisikan kamar inap yang jauh dari jalan raya untuk menghindari kebisingan yang ditimbulkan dari motor, mendesain ruangan yang terbuka dan menggunakan material yang dapat menyerap suara.

Aroma bisa dirasakan melalui indera penciuman atau hidung yang dapat berfungsi sebagai perangsang bagian otak yang berkaitan dengan emosi. Tekanan darah dan detak jantung dapat distabilkan dengan aroma-aroma atau bebauan yang menyenangkan . Aroma yang menyenangkan itu dapat diciptakan dengan meletakkan ataupun menanam bunga-bunga yang wangi sebagai aroma relaksasi baik di indoor maupun outdoor.

Indera peraba dapat menerima rangsangan melalui sentuhan. Sentuhan berkaitan dengan tekstur dari material-material yang digunakan dalam perancangan rumah sakit.

Pemilihan material akan menciptakan pengaruh psikologis pada bangunan. Salah satu pengaplikasiannya adalah dengan memanfaatkan material-material alam seperti material kayu yang memiliki tekstur dan bebatuan pada ruang rumah sakit. Dengan penggunaan

(5)

material alam ini tidak hanya bermanfaat dalam proses pemulihan tetapi juga bermanfaat terhadap ekologi.

Indera perasa juga berpengaruh dalam hal ini. Pada saat pasien mengalami gangguan kesehatan, biasanya indera perasa menjadi terganggu. Rasa makanan dan minuman yang dikonsumsi menjadi terasa pahit dan tidak enak. Oleh karena itu, dalam memberikan dan menyajikan makanan ataupun minuman untuk pasien juga perlu perhatian yang lebih demi kenyamanan dan kesembuhan pasien.

Aspek yang terakhir yakni aspek psikologis. Aspek psikologis ini dapat dicapai dengan pemberian respon perlakuan positif terhadap kondisi pasien, yang dapat dilaksanakan melalui keluarga, lingkungan sosial, dan kehidupan religius yang akan berperan sebagai pembangun hubungan positif antara pikiran dan tingkah laku pasien.

Untuk itu, dibutuhkan fasilitas untuk membuka ruang sosial berupa ruang komunal, taman healing therapeutic, dan sebagainya. Dalam ruang sosial tersebut diharapkan mampu menciptakan optimisme, kepercayaan dan semangat untuk sembuh bagi pasien pada saat menjalankan proses pemulihan.

Aspek lingkungan, psikologis, kesehatan dan kesembuhan saling berkaitan erat.

Melalui lingkungan pasien akan memiliki kedekatan sehingga akan melahirkan rasa nyaman, optimisme dan semangat positif. Kondisi tersebut dapat menstabilkan emosi pasien, sehingga proses pemulihan akan berjalan dengan lebih cepat. Oleh karena itu, perancangan rumah sakit harus mampu menyajikan pelayanan terbaik terhadap segala aspek, baik pelayanan secara medis maupun non medis, baik pemulihan fisik maupun psikis. Diterapkannya konsep Healing Therapeutic Architecture pada bangunan rumah sakit, diharapkan mampu memaksimalkan dan mengoptimalkan peran rumah sakit dalam membantu proses pemulihan pasien.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, R. I. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Fadlilah, N., & Lissimia, F. (2021). KAJIAN KONSEP HEALING THERAPEUTIC ARCHITECTURE PADA FASILITAS PENDIDIKAN ANAK-ANAK LUAR BIASA STUDI KASUS: YPAC JAKARTA. PURWARUPA Jurnal Arsitektur, 5(1), 21-28.

Hafidz, I. Y. N., & Nugrahaini, F. T. (2020). Konsep Healing Environment untuk Mendukung Proses Pemulihan Pasien Rumah Sakit. Sinektika: Jurnal Arsitektur, 16(2), 94-100.

Lidayana, V., Alhamdani, M. R., & Pebriano, V. (2013). Konsep dan Aplikasi Healing Environment dalam Fasilitas Rumah Sakit. Jurnal Teknik Sipil, 13(2).

Kurniawati, F. (2007). Peran Healing Environment Terhadap Proses Pemulihan. Universitas Gadjah Mada.

Zohby, A. (2020). Therapeutic architecture: Role of architecture in healing process rethinking the future. RTF | Rethinking The Future. Diakses pada 13 Desember 2021, dari https://www.re-thinkingthefuture.com/rtf-fresh-perspectives/a597-therapeutic architecture-role-of-architecture-in-healing-process/.

Referensi

Dokumen terkait

tatanan ruang kamar dan Healing Enviroment terhadap wujud rancangan bangunan rumah sakit jantung di Kota Yogyakarta. BAB VI KONSEP PERANCANGAN RUMAH SAKIT

Menyusun dan membuat konsep perencanaan dan perancangan serta mendesain rumah sakit jiwa Islami yang dapat mewadahi segala aktivitas yang berkaitan dengan

Perancangan Rumah Sakit Umum Kelas B di Kabupaten Wonogiri dengan Konsep Biophilic Design berbasis Healing Environment merupakan strategi perancangan rumah sakit yang

Atas berkah, rahmat, dan hidayah- Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul, “Perancangan Rumah Sakit Umum (Kelas C)

Berdasarkan konsep perencanaan dan perancangan, rumah sakit paru yang direncanakan menerapkan pendekatan konsep healing environment dalam aspek kebisingan, bentuk

Perancangan arsitektur akhir ini mencoba mendesain rumah sakit umum daerah Jakarta selatan dengan pendekatan “Green Architecture” agar menjadi bangunan rumah sakit

Pendekatan Arsitektur Bali diterapkan pada perancangan ini karena selaras dengan konsep bangunan kesenian yang diperlukan, mengacu pada konsep-konsep dasar dari Arsitektur Bali seperti

Ruang Tunggu Sumber: Analisis Penulis, 2022 KESIMPULAN Penerapan healing environment merupakan metode perancangan yang tepat untuk diterapkan pada rumah sakit khusus paru-paru..