• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA

N/A
N/A
Nasrullah Abdullah

Academic year: 2024

Membagikan "KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA "

Copied!
36
0
0

Teks penuh

Salah satu pendekatan alternatif pengembangan pariwisata adalah wisata desa untuk pembangunan pedesaan berkelanjutan di sektor pariwisata. Oleh karena itu, pemodelan kota wisata harus terus dilakukan dan secara kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas daerah. Unsur penting lainnya dalam upaya pengembangan desa wisata berkelanjutan adalah keterlibatan atau partisipasi masyarakat lokal, pengembangan kualitas produk wisata pedesaan, promosi kelompok usaha yang tepat.

Penyediaan sarana dan prasarana yang dimiliki masyarakat lokal yang biasanya mendorong partisipasi masyarakat dan memberikan akses terhadap sumber daya fisik menjadi batu loncatan bagi pengembangan desa wisata. Sedangkan prinsip perencanaan yang harus dimasukkan dalam “preelemenay, perencanaan” adalah (1) walaupun berada di kawasan wisata, tidak semua tempat dan sekitarnya harus dijadikan daya tarik wisata dan (2) potensi desa wisata juga tergantung pada kesiapan desa wisata. masyarakat setempat untuk melakukan tindakan yang kreatif, inovatif dan kooperatif. Unsur penting berikutnya dalam kawasan desa wisata berkelanjutan adalah pembinaan masyarakat dari berbagai tingkat pendidikan, karena jenis wisata ini memerlukan tenaga yang mumpuni dan profesional dalam pengelolaannya.

Dengan demikian, dalam proses perencanaannya, pemodelan desa wisata tidak lepas dari partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat dapat diajak terlibat dalam mendorong program perencanaan dan pemodelan desa wisata, dalam kerangka pembangunan desa secara menyeluruh, yang pada intinya adalah; (1) desa tempat dewan desa menjalankan pemerintahannya, (2) desa tempat masyarakat desa menjalankan kehidupan dan pola keagamaannya. Pentingnya kajian sosiologi terhadap penerapan model wisata menjadi semakin jelas, karena jenis wisata yang dikembangkan adalah desa wisata, dimana desa wisata mempunyai beberapa ciri seperti; desa wisata.

Oleh karena itu, kesadaran terhadap dampak lingkungan dalam pemodelan kota wisata yang akan ditimbulkan oleh kunjungan wisatawan secara massal sangat penting untuk menjaga keberlangsungan kualitas lingkungan/sumber daya alam yang tersedia di kota.

Pengelolaan Desa wisata

Pemodelan kelembagaan dan sumber daya manusia di desa wisata lebih menekankan pada: Pertama; investasi pada sumber daya manusia yaitu di bidang pendidikan dan kesehatan, kedua; peningkatan kapasitas organisasi di perdesaan, selain organisasi pemerintahan desa, yang bersama-sama mempunyai keinginan untuk mengembangkan desa wisata sebagai upaya pembangunan berkelanjutan, ketiga; memperluas dan mengintegrasikan mandat organisasi dan kelompok sehingga efisiensi dapat tercapai, keempat; meningkatkan budaya kerja, kerja keras, tanggung jawab dan hemat, kelima; Hilangkan sifat dan pola pikir negatif, boros, konsumeris yang dapat merugikan produktivitas.

Perencanaan Kawasan Desa wisata

Kota wisata yang mengandalkan masyarakat menjadi alternatif baru dalam meningkatkan output produksi guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Perencanaan partisipatif dapat terlaksana apabila para praktisi pembangunan tidak berperan sebagai perencana bagi masyarakat, namun sebagai pendamping dalam proses perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat.

Ciri-Ciri dan Perkembangan Desa

Hal ini terdapat dalam ungkapan “ciri-ciri sabumi, cara sadesa”, yang berarti setiap desa mempunyai adat istiadatnya masing-masing (Ekajati, 1995:114). Terbentuknya desa sangat mungkin terjadi di persawahan, karena syarat-syarat yang diperlukan untuk itu tidak terlalu sulit untuk dipenuhi. Perkampungan Nelayan, yaitu perkampungan yang penduduknya bermata pencaharian utama sebagai nelayan di laut, sehingga letak perkampungan tersebut berada di atas atau sekitar pantai.

Dilihat dari segi bangunan klasternya, desa-desa di Jawa Barat dapat digolongkan menjadi tiga jenis pola (Ekajati, 1995: 127). Desa linier, yaitu desa yang penduduk penduduknya (desa) dikelompokkan dalam garis-garis panjang mengikuti jalan desa atau jalan raya, aliran sungai, jalur lembah atau garis pantai. Desa radial yaitu desa yang tempat pemukiman penduduk (kampung) berkerumun pada persimpangan jalan, biasanya pada simpang jalan (persimpangan jalan).

Setiap jenis dan pola desa mempunyai corak sosio-kulturalnya masing-masing, di samping persamaan-persamaannya yang merupakan hasil proses sosial dan sejarah. Pemerintahan di suatu desa dipimpin oleh seorang kepala desa, sebutan untuk desa di Jawa Barat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Kegiatan sehari-hari pemerintahan desa biasanya berlangsung di sebuah bangunan yang disebut bale desa (rumah desa).

Padahal bale desa mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan masyarakat desa. Salah satu pertemuan terpenting dalam mengambil keputusan dan mengatur kehidupan pemerintahan dan masyarakat desa diadakan di bale desa. Desa sekitar lapangan atau lapangan terbuka adalah desa yang mempunyai kawasan pemukiman dan perlengkapan desa (balai desa, dll). Jika diperhatikan pola pemekaran desa, dimungkinkan terbentuk dua jenis pola desa lainnya, yakni pola desa tersebar dan pola desa terpusat.

Model desa terdistribusi diidentifikasi sebagai model dimana desa-desa tersebar di beberapa lokasi yang dipisahkan oleh jalan, kebun, sawah, lembah, hutan. Dalam model desa terdistribusi, terdapat desa induk yang dapat dinyatakan sebagai pusat desa (pusat pemerintahan desa) yang ditandai dengan adanya kantor desa, dan kantor-kantor lain yang merupakan satu kesatuan dalam pemerintahan desa seperti LKMD, LMD. Model desa terkonsentrasi lebih menitikberatkan pada pemusatan desa-desa pada satu tempat dan berdekatan.

Identifikasi Rumah Tradisi Sunda

Sistem dan Struktural Rumah

Peranan pekarangan pada rumah masyarakat Sunda adalah sebagai tempat, lahan yang tidak hanya menciptakan struktur kehidupan dan keindahan sebagai makna lingkungan, namun juga mempunyai makna keamanan, biasanya pekarangan dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang menjadi daya tarik. Bagian depan ditanami pohon-pohon kuat yang buahnya bermanfaat seperti kelapa, rambutan, nangka, dan terkadang bagian depan pekarangan kosong yang biasa digunakan untuk menjemur padi. Penyediaan fasilitas seperti kolam renang, pancuran dan sumur merupakan fasilitas yang tidak boleh ditinggalkan karena masyarakat Sunda di pedesaan mempunyai konsep hidup bersama.

Berseka artinya bersih dan sehat, maksudnya air harus bersih dan sehat, sehingga masyarakat Sunda di pedesaan tidak bisa jauh dari air. Secara tidak langsung tata letak bangunan ini dibagi menjadi beberapa zona, misalnya zona pekarangan rumah merupakan zona tengah, di bagian tengah dan pinggiran pekarangan rumah biasanya terdapat zona perlindungan, dan di bagian belakang rumah merupakan zona pelayanan. . Bentuk-bentuk rumah adat Sunda saat ini banyak dijadikan prototype dan bentuk bangunan seperti bangunan hotel, bangunan restoran, gedung perkantoran.

Meskipun demikian, bentuk-bentuk rumah adat Sunda belum menjadi populer di masyarakat dan mempunyai payung hukum terkait dengan suatu kewajiban khususnya bagi mereka yang bergerak di bidang pariwisata untuk membangun fasilitas wisatanya dengan mengambil prototipe rumah adat Sunda. Maksudnya yang atapnya lebar dari depan ke belakang, bentuknya disebut juga heuay rhino. Variasi pada bentuk ini adalah dengan menambahkan sedikit lekukan pada bagian depan (seperti hewan peliharaan/topi).

Daripada dua pepatah itu, alang kayu memanjang ke empat penjuru rumah yang dipanggil jure. Walaupun apa yang dipanggil jure sebenarnya adalah rasuk kayu yang melintasi setiap sudut rumah, tetapi kini nama itu diterapkan pada bentuk rumah secara keseluruhan. Terdapat juga sebuah rumah jure yang menggunakan satu adeg, sehingga mempunyai satu puncak bumbung, yang dipanggil bentuk babancong.

Saat ini, di perkotaan, rumah jure telah menjadi rumah masyarakat umum. Bentuk rumah limasan tidak jauh berbeda dengan bentuk rumah jure, yang membedakan hanyalah pada bentuk rumah limasan (lilimasan) adeg adegnya lebih tinggi dengan kayu jure. Selain berbagai aspek rumah Sunda yang sangat penting untuk diperhatikan dalam kawasan kota wisata, aspek lainnya terkait dengan nilai geografis, biologi, fisik, tipologi, spasial, budaya, tradisional seperti cerita rakyat, seni, kerajinan, dan lain-lain. Aspek inilah yang mendasari ciri identitas lokal kawasan kota wisata yang dibentuk oleh lingkungan alam dan masyarakat setempat.

Aspek fisik yang meliputi elemen

Unsur air, desa wisata harus kaya/berlimpah air, air merupakan konsep Sunda yang bersih, sehat dan melambangkan kesuburan khas parahyangan Yang.

Aspek sosial

Aspek biotis

Aspek tipologis

Lahan untuk desa wisata dapat dikembangkan dengan memperhatikan letak geografis, tipologi dan kedudukan pemerintahan desa.

Aspek tata ruang

Aspek kebudayaan

Kesenian yang disajikan selain sebagai hiburan juga mengandung makna apresiasi masyarakat lokal yang memiliki, melindungi dan mengembangkan kesenian, yang bertujuan untuk memahami generasi muda di masa depan dan memahami wisatawan.

Aspek cerita rakyat dan upacara tradisional

Aspek kerajinan

Aspek pola ruang

Dalam melakukan pemodelan desa wisata, perlu dilakukan upaya untuk menghadirkan kemampuan atau bahan tersebut sebagai daya tarik wisata dengan cara menyajikan cara pembuatannya atau melalui partisipasi pengunjung dalam pembuatannya. Struktur perencanaan dan pengembangan kawasan wisata desa dimulai dari bawah ke atas dengan mengkaji berbagai kekuatan masyarakat desa baik dari segi sosial budaya, lingkungan, perekonomian dan sumber daya yang menjadi landasan kehidupan masyarakat desa. Unsur-unsur pembangunan di atas berkembang menjadi potensi desa yang dapat menjadi bagian integral dari pembangunan di tingkat desa dan kelurahan bahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan Kabupaten Bandung Barat.

Perencanaan dan pengembangan kawasan desa wisata, baik dari arah strategis maupun programnya, tidak dapat dipisahkan dari pengembangan sub kawasan dan pengembangan desa. Sebab desa wisata merupakan salah satu bentuk penghubung pembangunan antar sektor yang tercermin dalam perencanaan dan pembangunan terpadu baik berupa prasarana, sarana, dan pemberdayaan masyarakat. Untuk mencapai optimalisasi unsur-unsur tersebut maka pendekatan zonasi pada kawasan desa wisata merupakan suatu sistem yang dapat memadukan antara kebutuhan fasilitas dan perlindungan atau konservasi.

Pertimbangan pemilihan lokasi kawasan desa wisata di Kelurahan Cikalong Wetan, Kelurahan Parongpong dan Kelurahan Cililin adalah: Sebagai upaya menyebarkan kunjungan wisata di tiga kelurahan yang mewakili wilayah di Kabupaten Bandung Utara dan Barat Daya. Kapasitas sumber air mencukupi seperti Cikalong Wetan, 52 mata air dengan kapasitas 3.675 liter/detik, Parongpong memiliki 20 mata air dengan kapasitas 264 liter/detik, Cililin memiliki 11 mata air dengan kapasitas 156 liter/detik.

Dukungan terhadap usaha pertanian dan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan mendukung pengembangan daya tarik wisata. Aspek fisik yang meliputi: unsur tanah, unsur air dan unsur iklim pada ketiga kecamatan tersebut cukup memadai. Aspek sosial, kehidupan penduduk seolah-olah tinggal di pedesaan, pola usaha berkaitan dengan komposisi perekonomian yang dapat berkembang dari berbagai potensi produksi.

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang yang menjadi dasar dalam mengembangkan Desa Wangen sebagai kawasan wisata Islami adalah sebagai berikut

Tidak semua kegiatan pariwisata yang dilaksanakan di desa adalah benar- benar bersifat desa wisata, oleh karena itu agar dapat menjadi pusat perhatian pengunjung, desa tersebut

Tugas Akhir ini merupakan penelitian terkait pencapaian dari pengembangan kawasan cagar budaya Keraton Kasunanan sebagai1. kawasan wisata budaya yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tata ruang kawasan Desa Wisata Pendidikan Kembangarum berdasarkan hubungan antar bangunan, dalam menentukan arah hadap

Mendapatkan landasan konseptual perencanaan dan perancangan Desa wisata di Kawasan Rawa Pening dengan penekanan desain ekowisata sebagai fasilitas wisata yang di harapkan mampu

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan berkaitan dengan bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan wisata di Desa Jembul, Kecamatan Jatirejo,

Berdasarkan kriteria fisik dan lingkungan diatas dalam menentukan klasifikasi zona wisata, berikut dibawah ini klasifikasi wisata yang dihasilkan dari teknik overlay

Etnobotani tumbuhan dapat diintegrasikan dalam pengembangan desa wisata Sesaot dengan pendekatan arsitektur ramah lingkungan dengan menanam berbagai jenis tumbuhan obat tersebut di