PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Urgensi penelitian
STUDI PUSTAKA
- Manajemen Rantai Pasok
- Sistem Agribisnis Peternakan di Indonesia
- Sistem distribusi ayam pedaging
- Nilai tambah (value added chain)
- Pengukuran efisiensi
- Data envelopment analysis
- Hasil penelitian sebelumnya
Sedangkan manajemen rantai pasok merupakan suatu alat pendekatan untuk mengintegrasikan efisiensi pemasok, perusahaan, distributor, pengecer, sehingga alat tersebut dapat menghasilkan dan mendistribusikan produk dalam jumlah, lokasi dan waktu yang tepat, sehingga mengurangi biaya keseluruhan dalam sistem rantai pasok. . sebagai syarat untuk memberikan tingkat kepuasan pelayanan (Indrajid, 2002). Supply Chain Management sudah menjadi salah satu konsep penting yang diterapkan dalam implementasi suatu bisnis. Manajemen rantai pasokan yang efektif memerlukan pengembangan simultan dalam hal tingkat layanan pelanggan dan efisiensi operasional internal perusahaan dalam suatu rantai pasokan.
Dalam kondisi seperti ini, perlu dilakukan serangkaian modifikasi strategi dalam pengelolaan rantai pasok produk yang mempunyai sifat mudah rusak. Dalam proses pendistribusian ayam broiler dari produsen hingga konsumen akhir, banyak pelaku rantai pasok yang terlibat.
METODE PENELITIAN
- Metode Penelitian
- Populasi dan Sampel
- Teknik Pengumpulan Data
- Pengolahan Data
- Data Envelopment Analysis
- Penentuan DMU (Decision Making Unit)
- Identifikasi Input dan Output
- Pengukuran Efisiensi Kinerja
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa pelaku rantai pasok ayam beserta perannya, kondisi umum pelaku rantai pasok dan data harga jual ayam dari tingkat peternak hingga tingkat konsumen. . Sebelum mengidentifikasi efisiensi kinerja relatif perantara, diperlukan pengetahuan umum tentang pola distribusi pemasaran ayam broiler. Penelitian ini akan fokus mengkaji saluran distribusi ayam broiler pada skema 1, yang kemudian akan mengidentifikasi efisiensi relatif pengepul sebagai perantara dalam distribusi broiler.
DMU yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pihak perantara (kolektor) yang ada di Kabupaten Bantul. Ada 11 pihak perantara (agregator) yang akan didalami sebagai DMU. Tinjauan literatur, wawancara dengan pemilik usaha dan observasi langsung di lapangan dilakukan untuk mempertimbangkan faktor-faktor apa saja yang dijadikan input dan output dalam mengukur efisiensi di kalangan peternak ayam pedaging (pengepul).
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Gambaran peta distribusi ayam pedaging
Perhitungan nilai tambah
- Penentuan DMU (Decision Making Unit)
- Klasifikasi Faktor
- Rekapitulasi Data
Faktor yang dipilih adalah variabel yang mengukur tingkat efisiensi relatif pada setiap DMU, mengikuti “aturan pertama” yang menyatakan bahwa jumlah DMU harus 2 kali jumlah input dan output (Golany, et al., 1989 ). Suatu usaha/perusahaan dapat dikatakan efisien secara ekonomi apabila perusahaan tersebut dapat meminimalkan biaya input untuk menghasilkan suatu produk tertentu pada tingkat teknologi dan harga pasar yang berlaku (Ascarya, dkk., 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja bisnis perantara sebagai distributor adalah jumlah tenaga kerja, jumlah produk, jumlah sumber daya yang digunakan (Vitasek, 2009).
Hasil observasi dan wawancara dengan pemilik usaha juga diperhitungkan ketika menentukan faktor kinerja perantara. Oleh karena itu, faktor-faktor yang dipilih akan menjadi variabel yang mengukur tingkat efisiensi teknis pada masing-masing bisnis perantara dalam penelitian ini dan akan dikonversikan ke dalam satuan rupiah. Data yang akan digunakan dikelompokkan menjadi variabel input dan output usaha perantara dan merupakan rata-rata dari data yang dimiliki.
Pengolahan data
- Perhitungan efisiensi relatif kinerja pihak perantara
- Rekomendasi perbaikan berdasarkan software SIAD
Dari tabel 5.3 di atas terlihat bahwa untuk meningkatkan efisiensi, kinerja pedagang perantara (pengepul) DMU 3 sebaiknya mengacu pada kinerja pedagang perantara DMU 1, DMU 4, DMU 7 dan DMU 11. Sedangkan, Pedagang perantara DMU 5 harus merujuk pada kinerja pedagang Pialang DMU 1, DMU 2 dan DMU 7. Selain itu, Pialang DMU 6 dapat merujuk pada Pialang DMU 1, DMU 2, DMU 7 dan DMU 11.
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa bobot tiap variabel tiap DMU atau perantara (kolektor) dalam mempengaruhi nilai efisiensi teknis berbeda-beda. Untuk pedagang perantara DMU 4, DMU 4, DMU 5, DMU 6 dan DMU 7 hanya satu variabel yang mempengaruhi tingkat efisiensi kinerja. Sedangkan untuk pedagang perantara DMU 9 dan DMU 10 terdapat dua variabel yang mempengaruhi yaitu variabel input overhead dan biaya pemeliharaan dengan bobot overhead masing-masing sebesar 0,000005 dan 0,000001.
Rangkuman nilai pergerakan aktual, target dan slack masing-masing variabel pada broker DMU 3 dapat dilihat pada Tabel 4.8. Berdasarkan Tabel 4.8 terlihat bahwa nilai variabel yang akan diturunkan adalah variabel input biaya distribusi agar perantara DMU 3 dapat menggunakan sumber daya bahan bakar dengan lebih efisien. Hal ini sejalan dengan benchmark yang melibatkan broker Nasib yang mengeluarkan biaya distribusi harian hanya Rp 90.000.
Rangkuman nilai pergerakan aktual, target dan slack masing-masing variabel pada perantara DMU 5 menunjukkan bahwa terdapat variabel input biaya distribusi dan biaya overhead yang perlu diturunkan agar efisiensi perantara Andris meningkat. Rangkuman nilai pergerakan aktual, target dan slack masing-masing variabel pada broker DMU 6 menunjukkan bahwa terdapat variabel input biaya distribusi yang perlu diturunkan agar efektivitas efisiensi broker Anita Dewi meningkat. Harga jual ayam dari peternak ke tengkulak disesuaikan dengan harga pasar penjualan ayam hidup.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Nilai tambah
Nilai tambah adalah selisih antara biaya masukan dan nilai keluaran, atau dengan kata lain nilai tambah adalah semua nilai tambahan yang diciptakan pada suatu tahap tertentu oleh faktor-faktor produksi, termasuk nilai tambah yang berwujud seperti transformasi bahan uang, tenaga kerja, barang, modal, serta nilai tambah tak berwujud melalui modal intelektual (penggunaan aset pengetahuan) dan hubungan pertukaran (yaitu membangun hubungan kerja sama). Untuk memperkirakan keuntungan yang diterima masing-masing pelaku distribusi pemasaran, pedagang pasar nampaknya memperoleh keuntungan terbesar dibandingkan dengan pelaku distribusi pemasaran lainnya, namun besarnya keuntungan yang diterima pedagang pasar tidak sebanding dengan tingginya nilai tambah yang diperoleh dari produk karkas ayam yang dijual. . . Hal ini dikarenakan setiap distributor pemasaran ayam pedaging boleh saja memasarkan produknya dalam periode pemasaran dengan volume muatan yang berbeda-beda.
Dalam pembelian dari kandang, calo dan pengepul bisa mengumpulkan 1000 hingga 3000 kg ayam, sedangkan pedagang pasar hanya menjual 50 kg hingga 300 kg ayam per hari. Diketahui harga jual ayam hidup (live birds) dari sangkar rata-rata Rp 16.500/kg (Pinsar. Indonesia, 2017), dan harga jual daging ayam di pasar tradisional Rp 30.000/kg (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2017). Perbedaan harga daging ayam hingga Rp 10.000/kg antara pengumpul dan pedagang pasar disebabkan oleh penurunan bobot ayam.
Misal berat 1 ekor ayam hidup dari kandangnya adalah 1,8 kg, setelah disembelih dan dibersihkan bulunya akan menyusut 25% sehingga bobotnya menjadi 1,35 kg, dan bila karkasnya dipotong (dipisahkan dari kepala, cakar, ampela dan usus), bobot daging ayam mengalami kerugian sebesar 5%. Berdasarkan pantauan, para tengkulak (pengepul) menjual daging ayam ke pedagang pasar berdasarkan berat kandang yaitu 1,8 kg, dan bukan berdasarkan berat sebenarnya ayam yang sudah disusutkan. Daging ayam tersebut kemudian dipotong menjadi bangkai oleh pedagang pasar dan dijual kepada pengguna akhir berdasarkan berat sebenarnya.
Selain itu juga terdapat resiko biaya yang ditanggung pedagang pasar jika produknya tidak terjual, mengingat daging ayam merupakan produk yang mudah rusak yang akan mengalami perubahan fisik terhadap waktu, suhu udara, jarak, kelembaban dan lain sebagainya. Hasil analisis biaya di atas sesuai dengan hasil wawancara dan observasi lapangan yang telah dilakukan terhadap masing-masing pelaku rantai pasok pada tanggal tertentu seperti tergambar pada Gambar 5.2, dimana fluktuasi harga ayam di pasar tradisional akan mengikuti harga ayam. ayam (burung hidup) dari sangkar dan harga jual dari tengkulak (pengepul). Berdasarkan ilustrasi di atas terlihat bahwa peran tengkulak sangat mempengaruhi pembentukan harga ayam di konsumen akhir, sehingga perlu memperhatikan efektivitas kinerja tengkulak (pengepul) guna mengurangi kerugian. tingginya harga jual ayam tingkat menengah.
Analisis efisiensi teknis
Variabel faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempunyai hubungan linier terhadap output pendapatan. Berdasarkan prioritas peningkatan efisiensi dengan pertimbangan biaya maka diperoleh variabel-variabel yang akan terlibat dalam penelitian ini. Selain itu, hasil observasi dan wawancara dengan pemilik usaha pengumpul ayam juga menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan variabel yang akan digunakan.
Pembahasan Technical Efficiency CRS
Tolak ukur tersebut digunakan untuk menentukan DMU yang akan menjadi acuan perbaikan terhadap DMU yang belum efisien, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai efisiensi pedagang perantara (pengepul) yang masih relatif tidak efisien. Bobot setiap variabel input output pada setiap DMU umumnya akan berbeda-beda tergantung dari banyaknya variabel yang digunakan pada setiap DMU. Rekomendasi perbaikan dirumuskan dengan menetapkan target perbaikan pada setiap variabel input dan output yang dikaitkan dengan perhitungan kinerja.
Seperti diketahui, dari segi kinerja tengkulak di Kabupaten Bantul yang masih tergolong kurang efisien adalah tengkulak DMU 3, DMU 4 dan DMU 6. Diketahui bahan bakar yang digunakan adalah solar sehingga mengurangi lembah biaya distribusi. . dengan Rp 82.065, sehingga biaya pendistribusiannya berkisar Rp 68.000. Selain anjuran di atas, jaringan koneksi yang luas, komunikasi dan koordinasi yang baik dengan peternak dalam transaksi pembelian ayam juga diperlukan untuk menjamin ketersediaan jumlah dan kondisi ayam agar para tengkulak tidak kehabisan stok ayam ketika sampai. kandang ayam karena hal ini akan meningkatkan biaya distribusi.
Dan sebaiknya mempunyai data daftar peternak di wilayah Bantul dan sekitarnya sehingga pedagang perantara dapat memperkirakan jarak antara satu lokasi kandang dengan lokasi pengangkutan ayam lainnya. Variabel input distribusi sebaiknya diturunkan sebesar Rp131.975 untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya bahan bakar, sehingga diperoleh biaya distribusi yang sesuai dengan patokan dealer perantara Lestari Karya yang mengeluarkan biaya distribusi sekitar Rp. 90.000/hari. Untuk variabel input, biaya distribusi harus diturunkan sebesar Rp.126.728,-/hari untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya bahan bakar, sehingga diperoleh biaya distribusi yang sesuai dengan patokan yaitu pedagang perantara Yohanes Nindarto yang menanggung biaya distribusi. biaya kurang lebih Rp 100.000,- /hari.
Harga jual ayam dari tengkulak sendiri didasarkan pada biaya operasional dan distribusi atau sumber daya yang dikeluarkan untuk mengolah unggas hidup menjadi daging ayam yang siap diperdagangkan di pasar tradisional. Selain itu, perlu juga peran pemerintah sebagai subsistem jasa pendukung dalam mengatur pasokan dan permintaan daging ayam serta intervensi pasar dalam hal semakin tingginya harga yang harus dibayar oleh perantara (pengepul) ketika menjual ayam ke pedagang pasar. Jadi. agar kenaikan dan fluktuasi harga ayam hidup dapat dihindari. DMU yang masih belum efisien dapat ditingkatkan efisiensinya dengan melakukan perbaikan terhadap variabel-variabel input yang mempengaruhinya sehingga mendekati efisiensi DMU standar.
Misalnya pada DMU 3 perlu dilakukan peningkatan efisiensi dengan melakukan penyesuaian pada variabel input biaya distribusi, sedangkan pada DMU 5 dengan menyesuaikan variabel input biaya distribusi dan biaya overhead, dan pada DMU 6 dengan menyesuaikan variabel input biaya distribusi. biaya distribusi. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kinerja perantara (pengepul) rata-rata efisien dengan rasio nilai tambah sekitar 1,24, sehingga pemerintah perlu melakukan intervensi pasar dengan menetapkan harga eceran tertinggi berdasarkan hasil pengumpul. perhitungan nilai tambah yang telah dilakukan, dan jika ada perantara yang menjual lebih dari harga tersebut, maka harus dilakukan operasi pasar agar harga ayam di pasaran tidak melonjak.
I. KESIMPULAN DAN SARAN