Berdasarkan pokok-pokok sebagaimana diuraikan di atas, maka rumusan pertanyaan pokok kajian ini adalah: bagaimanakah masyarakat Muslim di Bima Ijbar memaknai dan menerapkan hak wali dalam tradisi perkawinan? Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh penjelasan secara detail bagaimana masyarakat Muslim Bima secara sosiologis memaknai hak ijbar seorang wali dalam tradisi perkawinan mereka.
Hasil Penelitian Terdahulu
Berkaca dari tingginya angka perceraian tersebut, ia cenderung sependapat dengan pendapat Imam Hanafi yang tidak sependapat dengan hak Idzbar. Penelitian Ahmad Rasyid yang mengkaji pemikiran Ibnu Qayyim al Jauziyah tentang hak ijbar dari perspektif hak anak menemukan keselarasan antara para ulama mazhab Hambali tersebut dengan konsep hak asasi manusia, khususnya hak anak.
Kajian Teoritik
Wali Mujbir dan Syaratnya: Sudut Pandang Normatif
Imam Syafi'i sendiri sebagai pendiri mazhab yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia menjelaskan secara rinci hak-hak wali ijbar. Menurut pendapat ini, Imam Syafi'i lebih banyak membebankan syarat kepada calon suami daripada calon istri. Calon suami harus menjalin hubungan dengan istrinya dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi atau keturunan. Mampu memenuhi kewajiban finansial baik berupa mahar maupun tunjangan. Kepribadian yang baik yang mampu mengamalkan prinsip mu'asyarah bil ma'ruf terhadap istrinya. Sedangkan syarat calon istri satu-satunya adalah terkait dengan identitas dirinya, yakni harus perempuan. ).
Teori Agensi Perempuan
Memiliki pengetahuan pribadi, menyadari pengaruh struktural yang lebih luas, dan memahami keadaan di mana aspek pribadi dan struktural berjalan beriringan memungkinkan seseorang untuk bertindak dengan cara mengubah atau mempertahankan struktur. Penjelasan ini, menurut Stones21, memberikan sintesis antara perbedaan pandangan strukturalisme dan pendekatan struktural sebelumnya, yang lebih deterministik, dan dengan demikian, menurut beberapa penulis, tidak manusiawi, dibandingkan dengan pandangan eksistensialis dan interpretatif yang lebih idealis dan subyektif.
Teori Signifikasi dan Representasi Sosial
Anthony Giddens menawarkan konsep kerja “dualitas struktural” dalam teori strukturasi, untuk memahami bagaimana agensi (kapasitas pribadi) dan struktur (pengaruh eksternal) berinteraksi.20 Ia menjelaskan bahwa meskipun struktur bertindak sebagai penyebab bagi seseorang untuk memulai tindakan tertentu, ia sebenarnya memiliki pengetahuan pribadi untuk memahami situasi. Namun, pemahaman ini juga dipengaruhi oleh kehidupan sosial, budaya dan agama yang membentuk pengetahuan pribadi. Konstruksi agensi sebagaimana yang dikembangkan dalam teori penataan akan digunakan dalam penelitian ini untuk memberikan kerangka pemahaman tentang agensi perempuan di mana nilai dan norma sosial, budaya dan agama bersinggungan.
Alur Pikir
Representasi, di sisi lain, berbicara tentang bagaimana dunia dikonstruksi secara sosial dan ditunjukkan oleh kita dan untuk kita, oleh karena itu representasi adalah bentuk budaya dan identitas masyarakat, yang kita pahami melalui eksplorasi makna tekstual dan kontekstual sekaligus.
Paradigma Penelitian
Jenis Penelitian
Masalah lain yang kami hadapi adalah sejauh mana cerita pribadi para informan mewakili “pandangan publik” orang lain yang tidak memiliki kesempatan untuk berbicara langsung dan berbagi cerita dengan mereka. Untuk melakukan hal tersebut, etnografer harus menggunakan empati (verstehen) dan melihat kasus dari sudut pandang partisipan 31 Dengan demikian, laporan penelitian ini bukan sekadar kumpulan cerita pribadi dari para informan, tetapi berbagi cerita dengan peneliti yang dibungkus dalam kerangka penelitian interpretatif.
Lokasi Penelitian
Data dan Sumber Data
Penentuan Subyek Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Uji Keabsahan Data
Islam sebagai Identitas Keagamaan
Islam menjadi agama resmi orang Bima setelah penduduk lokal memeluk Islam secara massal setelah transformasi budaya yang dilakukan oleh keluarga kerajaan pada tahun 1640. Oleh karena itu, budaya orang Bima merupakan representasi dari budaya Islam dengan beberapa modifikasi lokal yang memungkinkan orang Bima mempertahankan beberapa tradisi dan identitas mereka sendiri untuk membedakan mereka dari Muslim Arab. Sila mengeksplorasi bagaimana masyarakat Bima mempraktikkan ajaran dan nilai-nilai Islam, menyoroti bahwa ekspresi identitas keislaman mereka beragam karena cara masyarakat membangunnya terkait dengan keragaman budaya dan politik mereka.
Sistem Pemerintahan: Kerajaan, Kesultanan, dan Birokrasi
Kemudian pada tahun 14 M, kedua putra Bhima, Indra Jamrud dan Indra Kemala diutus menjadi raja pertama di Dompu dan Bima. Bima secara resmi diislamkan pada tanggal 5 Juli 1640, dan tanggal ini menandai peralihan dari kerajaan Bima ke kesultanan Bima (Chambert-Loir, 1985).54 Sejak itu menjadi hari jadi kesultanan Bima. Perubahan besar dalam sistem pemerintahan tersebut di atas dipengaruhi oleh perubahan politik, ekonomi dan sosial di Bima. Daerah semi urban seperti Belo yang dekat dengan perkotaan sebagai pusat pemerintahan juga terkena imbas dari sistem birokrasi pemerintahan yang baru. Pada zaman kesultanan, kesempatan untuk menjadi bagian dari sistem kerja (atau) terbatas pada mereka yang urban dan berhubungan dengan keturunan sultan. selama mereka memenuhi persyaratan pendidikan dan keterampilan tertentu yang diperlukan untuk posisi tersebut, mereka tidak dapat memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh sistem baru ini.
Sistem Kekerabatan: Bilateral dan Matrifokalitas
Hal ini berkembang di masyarakat Arab Muslim Madinah pada masa Nabi yang memiliki sistem kekerabatan patrilineal yang sangat kental dimana tanggung jawab keuangan keluarga sepenuhnya ditanggung oleh pihak laki-laki. Bagi umat Islam Indonesia yang umumnya memiliki struktur keluarga bilateral dan turun-temurun, aturan mahar bisa diartikan berbeda. Dengan fungsi kekerabatan bilateral seperti yang dipraktikkan di Bima, baik laki-laki maupun perempuan dapat mengakses harta keluarga dan juga berkontribusi dalam pembiayaan perkawinan dan kehidupan keluarga baru. Dengan demikian ampa co'i ndai di kalangan masyarakat Bima merupakan contoh bagaimana sistem kekerabatan bilateral memberikan kontribusi dalam pembentukan dan pembentukan sistem kekerabatan bilateral. Sementara itu, sistem kekerabatan matrifokal merupakan salah satu aspek penting dari banyak sistem kekerabatan di Indonesia.
Pernikahan dan Praktik Memilih Pasangan Hidup
Jenis Pernikahan dan Posisi Orangtua/Wali
Idealnya, keputusan untuk melangsungkan perkawinan terletak pada musyawarah antara orang tua dan anak, dan semua pihak harus memberikan persetujuannya. Masa transisi ini menimbulkan ketegangan antara kekuatan tradisional orang tua dan penolakan anak-anak mereka untuk patuh. Namun, jika anak-anak merasa bahwa orang tua mereka tidak menyetujui pasangan hidup pilihan mereka, mereka menyadari bahwa keputusan mereka menyebabkan kekecewaan.
Kompromi dalam Komunalisme
Pada masa awal, ketika pasangan lebih mengenal satu sama lain dan mengembangkan hubungan yang baik (taho angi), orang tua dari kedua belah pihak biasanya terlibat. Jika ada perjodohan, taho angi melibatkan orang tua dan keluarga (terutama dalam mencari pasangan yang tepat), dan ketika anak merasa nyaman satu sama lain, mereka dapat mengambil langkah selanjutnya untuk menunjukkan minat satu sama lain (ne'e angi). Ngge'e nuru (secara harfiah berarti 'tinggal dan ikuti') mengacu pada praktik pengantin pria yang tinggal di rumah calon istrinya - tetapi pasangan tersebut tidak diperbolehkan bersosialisasi kecuali melalui orang tua mereka.
Praktik Ijbar dalam Pernikahan Masyarakat Muslim Bima
Cairnya Peran dan Implikasi Gender (fungsional dan tidak hirarkis) d. Perempuan penentu 82
Tetapi anak-anaknya juga meminta pendapat keluarga lain, yang ternyata tidak. Beberapa kerabat dekat, yang mengetahui karakter anak dan gadis itu, mengatakan bahwa banyak ketidakcocokan akan muncul di kemudian hari. Tidak ingin proses ini berlanjut, anak-anak meminta waktu kepada ayah mereka untuk berbicara serius.
Otoritas orang tua yang terbagi (Bilateral dan Complementarity) c. Ayah penentu, ibu pemutus 86
Namun ia menjadi dekat dan seperti keluarga, karena ibunya pernah hidup mengabdi pada kakek si gadis, dan ia menyampaikan keinginannya ini kepada orang tuanya bahwa ia telah menemukan gadis yang diimpikannya, “bukan yang dari daerah lain, tapi juga dari daerah lain. Kemudian ia menjelaskan bahwa gadis itu adalah orang keturunan Bima, tetapi lahir dan besar di luar Bima, tidak berhubungan dengan ibunya, tetapi sebagai keluarga. Ia menikah saat sedang menempuh pendidikan S1 di kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Intervensi Keluarga Besar
Namun tanggapan orang tua gadis itu sangat menyakiti hatinya bahwa anaknya harus mendapatkan suami yang memiliki kepastian di masa depan. Tampaknya ayah gadis itu tidak memberi Ziyad kesempatan untuk membicarakan semua ini, apalagi membuktikan kemampuannya untuk kedua kalinya. Ziyad menuduh bibi gadis itu paling aktif memberikan entri dan informasi palsu tentang Ziyad, yang memengaruhi sikap dan keputusan orang tua gadis itu.
Makna Sosiologis dan Dimensi Kultural Ijbar pada Masyarakat Muslim Bima
- Makna Sosiologis
- Dimensi Kultural (Cultural Studies)
- Suara kaum subaltern (anak perempuan)
- Situasi hegemonik yang memaksa penerimaan dan resistensi
Pertama, karena dalam budaya Bima ada istilah ngge'e nuru dimana mempelai pria harus tinggal di rumah calon ibu mertua selama kurang lebih tiga bulan untuk membantu baik dalam pekerjaan di lapangan maupun di rumah. Pendek kata, aksi hukum atas persoalan faktor 'terpaksa' dalam perkawinan di masyarakat Muslim Bima memperluas makna "ijbar" dalam hukum dalam teks. Perluasan disini dapat berupa modifikasi atau penambahan maupun kontradiksi terhadap kaidah-kaidah tertulis sebagaimana terdapat dalam teks-teks fikih. Kasus-kasus yang diangkat pada bagian-bagian sebelumnya selalu menunjukkan adanya unsur “paksaan” dalam perkawinan, dan hal ini berlaku secara universal pada semua masyarakat atau kebudayaan dengan tingkatan dan variannya masing-masing.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Apabila kasama manggahi gagal, maka londo iha menjadi pilihan yang diterima, dengan kata lain londo iha adalah upaya menolak paksaan (ijbar) wasiat oleh orang tua. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tradisi perkawinan masyarakat muslim di Bima merupakan praktik penting, dalam artian termasuk perangkat budaya yang berpotensi meruntuhkan struktur lama dan membangun struktur baru dalam hubungan sosial budaya dan sikap masyarakat. Struktur baru yang dimaksud adalah agensi yang memungkinkan perempuan memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan struktur dalam masyarakat.
Implikasi Teoritik
Secara sosiologis, nilai dan konteks budaya yang melatarbelakangi tradisi pernikahan sebagai proyek kasama dan mendengarkan pendapat berbagai pihak adalah pandangan bahwa pernikahan bukan hanya acara individu, tetapi juga acara keluarga dan hajatan bagi masyarakat luas. Perspektif ini didasarkan pada nilai-nilai umum komunitas Tumbuhan dan timbal balik anak terhadap orang tua dan individu terhadap masyarakat yang mendominasi seluruh proses kehidupan tumbuhan. Sementara itu, dari sudut kajian kajian budaya, praktik perkawinan dalam kasus-kasus yang dihadirkan mengandung representasi persoalan budaya yang mencakup praktik hegemoni, kontra-hegemoni, perlawanan dan negosiasi kepentingan.
Saran
Abubakar, “Kawin Paksa: Masalah Perwalian dan Hak Perempuan dalam Perjodohan” dalam al Ihkam, Jurnal Lembaga Hukum dan Sosial,. MA Sahal Mahfud” dalam Al Mabsut, Journal of Islam and Social Studies http://ejournal.iaingawi.ac.id/index.php/almabsut/article/view/1. Meninggalkan 'Taman' Sihir: Modernisme Islam dan Penegasan Spirit yang Dilawan di Bima" in Indonesia and the Malay World Vol.38 no.