• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan kasus iridosiklitis amh compress

N/A
N/A
19.018 - Chintya Lubna Cahyadi

Academic year: 2023

Membagikan "Laporan kasus iridosiklitis amh compress"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian Ilmu Penyakit Mata RSU Bahteramas Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo Agustus 2016

OD IRIDSIKLITIS AKUT

Oleh :

Andi Muh Hidayat, S.Ked K1A2 10 002

Supervisor :

dr. H. Ilyas Raupong, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSU BAHTERAMAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI 2016

(2)

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. H Umur : 66 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Alamat : Konda Pekerjaan : IRT Agama : Islam

Suku : Bugis (Makassar) Tanggal Berobat : 3 Agustus 2016 Dokter Muda Pemeriksa : Andi Muh Hidayat No. Register : 48 11 85

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Penglihatan mata kanan kabur Riwayat Penyakit :

Pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur mendadak sejak 2 minggu yang lalu. Semakin hari penglihatan dirasa semakin kabur. Selain itu, pasien juga merasa mata kanannya merah, sering berair, dan terasa nyeri. Pasien juga merasa sedikit silau jika melihat lampu. Keluhan lain seperti rasa pusing, mual, muntah disangkal oleh pasien.

Riwayat berobat sebelumnya disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit terdahulu : Pasien memiliki riwayat hipertensi. Riwayat diabetes mellitus disangkal.

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien.

(3)

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Sakit ringan

Tanda vital : Tekanan darah : 150/80 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : Tidak diukur

2. Status ophtalmologis a. Inspeksi

Pemeriksaan OD OS

Palpebra

App. Lakrimalis Silia

Konjungtiva

Bola mata Mekanisme muskular ODS OD OS Kornea

Bilik mata depan Iris

Pupil Lensa

Edema (-), Ptosis (-) Lakrimasi (+)

Secret (-), Trikiasis (-) Hiperemis (-),

Injeksi Konjungtiva (-), Injeksi Siliar (+)

Normal

Ke segala arah

Jernih

Kesan Normal Coklat

Bulat, sentral, isokor Jernih

Edema (-), Ptosis (-) Lakrimasi (-)

Secret (-), Trikiasis (-) Hiperemis (-)

Injeksi Konjungtiva (-), Injeksi Siliar (-)

Normal

Ke segala arah

Jernih

Kesan Normal Coklat

Bulat, sentral, isokor Jernih

b. Palpasi

Pemeriksaan OD OS

(4)

Tensi Okuler Nyeri Tekan Massa Tumor

Glandula Periaurikuler

Normal (-) (-) (-)

Normal (-) (-) (-) c. Tonometri : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Visus : VOD = 1/60 VOS = 6/60 e. Penyinaran Obliq

Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Kornea Keratik presipitat (+) Jernih

Bilik mata depan Normal Normal

Iris Coklat, Sinekia posterior (-) Coklat, Sinekia posterior (-) Pupil Bulat, sentral, Refleks

cahaya (+)

Bulat, sentral, Refleks cahaya (+)

Lensa Jernih Jernih

f. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan g. Laboratorium :Tidak dilakukan pemeriksaan h. Colour Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan i. Campus Visual :Tidak dilakukan pemeriksaan j. Slit Lamp :Tidak dilakukan pemeriksaan D. Resume

Pasien Ny.H 66 tahun datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur mendadak sejak 2 minggu yang lalu. Semakin hari penglihatan dirasa semakin kabur.

Selain itu, pasien juga merasa mata kanannya merah, sering berair, dan terasa nyeri.

Pasien juga merasa sedikit silau jika melihat lampu. Keluhan lain seperti rasa pusing, mual, muntah disangkal oleh pasien.

Pada pemeriksaan oftalmologi melalui inspeksi didapatkan lakrimasi (+) dan Injeksi siliar (+) pada konjungtiva mata kanan. Pada pemeriksaan palpasi didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 1/60 dan VOS = 6/60. Dan pada pemeriksaan penyinaran obliq didapatkan konjungtiva hiperemis (+), Keratik presipitat (+) pada kornea mata kanan dan sinekia posterior (-) pada iris mata kanan dan kiri.

(5)

Gambar 1. Mata Kanan Pasien E. Diagnosis

OD Iridosiklitis Akut .

F. Rencana Terapi Medikamentosa :

1) Tobroson ed No.X √4dd1 gtt OD 2) Methylprednison 4mg No.XV √3dd1 3) Natrium Diclofenac 50mg No.X √3dd1 Non Medikamentosa :

1) Penggunaan Kacamata Hitam 2) Kompres Hangat

G. Prognosis Dubia et Bonam

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut ataupun kronis, biasanya tampak mata merah yang unilateral dan nyeri.1

Iridosiklitidis harus dibedakan dengan penyakit yang menyebabkan mata merah lainnya, seperti glaukoma akut sudut tertutup, trauma akibat benda asing, keratitis dan ulkus kornea.2

Gambar 2. Iridosiklitis akut

B. Epidemiologi

Di Indonesia belum ada data akurat mengenai jumlah kasus uveitis. Di Amerika Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang dari 100.000 penduduk per tahun. Insidennya meningkat pada usia 20-50 tahun dan paling banyak pada usia sekitar 30-an.1,2

Menurut American Optometric Association (AOA), berdasarkan etiologinya ada beberapa faktor resiko yang menyertai kejadian uveitis anterior antara lain, penderita toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan hewan perantara toxoplasma. Beberapa penyakit menular seksual juga meningkatkan angka kejadian uveitis anterior seperti sifilis, HIV, dan sindroma Reiter.3

C. Klasifikasi

Berdasarkan spesifitas penyebabnya uveitis anterior (iridosiklitis) dapat dibagi atas uveitis infeksius, uveitis noninfeksius, dan uveitis tanpa penyebab yang jelas.

(7)

Uveitis infeksius dapat disebabkan oleh agen non spesifik (endotoksin dan mediator peradangan lainya), agen spesifik pada mata (oftalmika simpatika, uveitis imbas lensa), dan penyakit sistemik seperti Behcet, sarcoidosis, sindroma Reiter, dll.2,3

Berdasarkan asalnya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis eksogen dan uveitis endogen. Uveitis eksogen pada umumnya dikarenakan oleh trauma, operasi intra okuler, ataupun iatrogenik. Sedangkan uveitis endogen dapat disebabkan oleh fokal infeksi di organ lain maupun reaksi autoimun.1

Secara klinis (menurut cara timbul dan lamanya perjalanan penyakitnya) uveitis anterior dibedakan menjadi uveitis anterior akut dan uveitis anterior kronik. Uveitis anterior akut biasanya timbul mendadak dan perjalanan penyakitnya kurang dari 6 minggu. Sedangkan yang kronik mulainya berangsur-angsur, dan perjalanan penyakitnya didapat berbulan-bulan maupun tahunan.4

Klasifikasi uveitis anterior berdasarkan patologi anatominya terdiri dari tipe granulomatosa dan nongranulomatosa. Tipe granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel epiteloid dan makrofag. Sedangkan tipe non granulomatosa infiltratnya terdiri dari sel-sel plasma dan limfosit.3,4

D. Etiologi

Secara umum uveitis disebabkan oleh reaksi imunitas. Uveitis sering dihubungkan dengan infeksi seperti herpes, toksoplasmosis dan sifilis. Reaksi imunitas terhadap benda asing atau antigen pada mata juga dapat menyebabkan cedera pada pembuluh darah dan sel-sel pada traktus uvealis. Uveitis juga sering dikaitkan dengan penyakit atau kelainan autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis reumatoid. Pada kelainan autoimun, uveitis mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas terhadap deposisi kompleks imun dalam traktus uvealis.5

E. Patofisiologi

Peradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan dapat mengenai satu atau ketiga bagian secara bersamaan. Bentuk uveitis paling sering terjadi adalah uveitis anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan ditandai dengan riwayat nyeri, fotofobia dan penglihatan kabur, mata merah, pupil kecil serta ireguler.4,5

(8)

Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada orang dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis; yang non granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa.5

Uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrate sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.6

Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humous aqueus) yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris dan badan siliar, maka timbullah hiperemis yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder.

Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah dan eksudat yang akan mengakibatkan tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan glaukoma. Cairan dengan lain- lainnya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antara lensa, iris dan pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang sehingga cairan akan bergerak ke atas. Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis cairan bertambah, sehingga cairan disini akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut kamera okuli anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis schlemn untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan bola mata akan berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma sekunder. Glaukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit.1,5,6

Elemen darah dapat bertumpuk di kamera okuli anterior dan timbullah hifema (bila banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak

(9)

mengandung sel darah putih). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin yang menempel pada pupil dapat juga mengalami organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa. Perlengketan ini disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris menempel pada lensa disebut seklusio pupil sehingga cairan yang dari kamera okuli posterior tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli anterior, iris terdorong ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli anterior menyempit, dan timbullah glaucoma sekunder. Perlengketan-perlengketan iris pada lensa menyebabkan bentuk pupil tidak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar juga dapat menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti kekeruhan karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun dapat mengakibatkan organisasi jaringan yang tampak sebagai membran yang terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskuler dari retina yang disebut renitis proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasio retina.7

F. Gambaran Klinis

Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri, penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat sedang terjadi.2,4,7

1). Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa

Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus. Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda

(10)

khas pada herpes zoster dan Fuch’s uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar.

Seiring bertambahnya waktu, akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen.

Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur. 2,4,7 2). Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa

Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat.

Penglihatan berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non- granulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat.

Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut nodul Busacca.1,4,6

G. Diagnosis

Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1). Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.1,2,5

Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:

a Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera setelah muncul.

(11)

b Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat menambah rasa tidak nyaman pasien

c Kemerahan tanpa sekret mukopurulen d Pandangan kabur (blurring)

e Umumnya unilateral

2). Pemeriksaan Oftalmologi

a Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun b Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih

rendah daripada mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos.

c Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva

d Kornea : KP (+), udema stroma kornea

Gambar 5. Keratik precipitat

e Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion. Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat

(12)

digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari:

i 0 : tidak ditemukan sel ii +1 : 5-10 sel

iii +2 : 11-20 sel iv +3 : 21-50 sel v +4 : > 50 sel

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:7,8

i 0 : tidak ditemukan flare

ii +1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti iii +2 : moderat, iris terlihat bersih

iv +3 : iris dan lensa terlihat keruh

v +4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos

Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.

f Iris : dapat ditemukan sinekia posterior

g Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang.

3). Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana

(13)

uveitis anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis etiologisnya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus selalu dipertimbangkan khususnya pada kasus-kasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat memberikan kemungkinan sarkoidosis.

Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensineconverting enzyme sangat membantu.5,7

Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada kasus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.6,8

H. Diagnosis Banding

Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:

1) Konjungtivitis.

Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris.

2) Keratitis atau keratokonjungtivitis.

(14)

Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.

3) Glaukoma akut.

Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan korneanya “beruap”.3,4,7

I. Terapi

Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena. Baik pengobatan topikal atau oral bertujuan untuk mengurangi peradangan. Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah memperbaiki tajam penglihatan, meredakan nyeri pada okular, menghilangkan inflamasi okular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan mengatur tekanan intraokular.8

Pengobatan uveitis anterior tidak spesifik, pada umumnya menggunakan kortikosteroid topikal dan cycloplegics agent. Antiinflamasi steroid atau antiinflamasi non-steroid oral kadang digunakan, namun obat-obatan steroid dan imunosupresan lainnya mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah, hipertensi, osteoporosis, dan glaukoma, khususnya pada steroid dalam bentuk pil.8

Kortikosteroid topikal

Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan diberikan secepatnya.8 Tujuan penggunaan kortikosteroid sebagai pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel, menghambat pelepasan lisosim oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limfosit.9 Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, serta bentuk larutan.8,9

Semakin tinggi konsentrasi obat dan semakin sering frekuensi pemakaiannya, maka semakin tinggi pula efek antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian

(15)

dalam dan uveitis diberikan preparat deksametason, betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat medrison, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada palpebra, konjungtiva, dan kornea superfisial.8

Kornea terdiri dari tiga lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata, yaitu epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, dan endotel yang terdiri dari selapis sel. Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air, maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut dalam lemak maupun air (bifasik). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan alkohol dan asetat bersifat bifasik.9

Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena bersifat bifasik, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan komplikasi seperti glukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis pupil, dan pseudoptosis.9

Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolone acetate 0,125% dan 1%, prednisolone sodium phospate 0,125%, 0,5%, dan 1%, deksamentason alkohol 0,1%, dexamethasone sodium phospate 0,1%, fluoromethasone 0,1% dan 0,25%, serta medrysone 1%.9

Cycloplegics dan mydriatics

Semua agen cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja memblokade neurotransmitter pada bagian reseptor dari sfingter iris dan otot siliaris.

Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu untuk mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris dengan lensa anterior (sinekia posterior) yang akan mengarahkan terjadinya iris bombe dan peningkatan tekanan intraokular, menstabilkan blood-aqueous barrier, dan mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh. Agen cycloplegics yang biasa digunakan adalah atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%, scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%.9,10

Antiinflamasi oral steroid (SAID) dan non-steroid (NSAID)

(16)

Prednison oral digunakan pada uveitis anterior dimana dengan penggunaan steroid topikal hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAID (biasanya aspirin dan ibuprofen) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan, NSAID digunakan untuk mengurangi peradangan yang dihubungkan dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior.7,9

Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal antara 12 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari (alternating single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal selama dua minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dosis deksametason diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama dua minggu.9

Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah uveitis posterior, uveitis bilateral, edema makula, uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu lama akan terjadi efek samping yang tidak diinginkan seperti sindrom Cushing, hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis, tukak lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.9

Pengobatan lainnya

Jika pasien tidak kooperatif atau iritis tidak berespon banyak dengan penggunaan steroid topikal, steroid injeksi subkonjungtival (celestone) akan berguna.

Steroid seharusnya dihindari pada kasus uveitis sekunder, seperti yang diakibatkan oleh herpes atau toksoplasmosis karena dapat memperparah penyakitnya. 10

Injeksi periokular dapat diberikan dalam bentuk long-acting berupa depo maupun bentuk short-acting berupa solutio. Keuntungan injeksi periokular adalah dicapainya efek antiperadangan secara maksimal di mata dengan efek samping sistemik yang minimal.10

Indikasi injeksi periokular adalah bila pasien tidak responsif terhadap pengobatan tetes mata, maka injeksi periokular dapat dianjurkan pada uveitis unilateral, preoperasi pada pasien yang akan dilakukan operasi mata, anak-anak, dan komplikasi edema sistoid makula pada pars planitis. Penyuntikan steroid periokular merupakan kontraindikasi pada uveitis infeksi (toksoplasmosis) dan skleritis.10

(17)

Lokasi injeksi periokular subkonjungtiva dan subtenon, serta injeksi subtenon posterior dan retrobulbar. Keuntungan injeksi subkonjungtiva dan subtenon adalah dapat mencapai dosis efektif dalam 1 kali pemberian pada jaringan intraokular selama 24 minggu sehingga tidak membutuhkan pemberian obat yang berkali-kali seperti pemberian topikal tetes mata. Untuk kasus uveitis anterior berat dapat dipakai deksametason 24 mg. Injeksi subtenon posterior dan retrobulbar, cara ini digunakan pada peradangan segmen posterior (sklera, koroid, retina, dan saraf optik).10

Komplikasi injeksi periokular adalah perforasi bola mata, injeksi yang berulang menyebabkan proptosis, fibrosis otot ekstraokular dan katarak subkapsular posterior, glaukoma yang persisten terhadap pengobatan, terutama dalam bentuk depo dimana dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola mata, atrofi lemak subdermal pada teknik injeksi via palpebra.9,10

Follow-up awal pasien uveitis anterior harus terjadwal antara 1-7 hari, tergantung pada keparahannya. Yang dinilai pada setiap follow-up adalah tajam penglihatan, pengukuran tekanan intraokular, pemeriksaan dengan menggunakan slitlamp, asesmen flare, dan evaluasi respon terhadap terapi.10

J. Komplikasi

Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:

a Sinekia anterior perifer.

Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior) sehingga dapat menimbulkan glaukoma.

b Sinekia posterior

Dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan.

c Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak

Katarak merupakan komplikasi lebih lanjut yang serius, yang dapat dilihat setelah serangan uveitis anterior yang berulang. Hal ini selalu memberikan efek awal pada daerah subkapsular posterior dari lensa dan dapat menganggu

(18)

penglihatan pada stadium dini. Katarak juga dapat terjadi pada penggunaan steroid topikal dan sistemik jangka panjang.

d Edema kistoid makular dan degenerasi makula

Dapat timbul pada uveitis anterior yang berkepanjangan.10

BAB III DISKUSI

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan ananmnesis, pada pasien didapatkan mata kanan mendadak kabur sejak 2 minggu sebelum ke rumah sakit. Keluhan penglihatan kabur ini bisa disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin. Pasien juga mengeluh mata merah, berair, dan nyeri. Mata berair ini disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia. Keluhan nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar bila melihat dekat.

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan penurunan visus pada mata kanan pasien yaitu 1/60. Keluhan penglihatan kabur ini disebabkan eksudasi sel radang dan

(19)

fibrin. Pada pasien ini didapatkan sel dan fibrin pada bilik mata depan. Hal ini juga akan menyebabkan penglihatan pasien menjadi kabur. Sel berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan terganggu bila efek Tyndall hebat. Fibrin dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau bercabang, warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea. Pada pemeriksaan kornea juga ditemukan keratik presipitat yang terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea akibat aliran konveksi humor akuos, gaya berat, dan perbedaan potensial listrik endotel kornea. Keluhan mata merah merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat, hiperemi dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva. Pupil yang mengecil disebabkan oleh edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai nyeri.

Diagnosis uveitis anterior pada pasien ini sudah dapat ditegakkan karena pada pemeriksaan lain didapatkan tanda normal. Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah pemeriksaan retinometri dan perimetri untuk melihat seberapa besar dan luas kerusakan yang terjadi pada serabut saraf nervus optikus agar dapat dinilai derajat keparahan glaukoma yang dialami, serta dapat diperkirakan prognosis dari fungsi penglihatan pasien ini.

Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena. Pengobatan topikal maupun oral bertujuan untuk mengurangi peradangan. Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah memperbaiki tajam penglihatan, meredakan nyeri pada okular, menghilangkan inflamasi okular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan mengatur tekanan intraokular. Terapi medikamentosa yang diberikan adalah steroid yaitu Tobroson diberikan secara topikal dan methyl prednisolone yang diberikan secara oral. Penggunaan antiinflamasi steroid atau antiinflamasi non-steroid oral harus hati-hati karena obat-obatan tersebut mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah, hipertensi, osteoporosis, dan glukoma, khususnya pada steroid secara oral. Antibiotik juga diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder pada pasien ini.

Prognosis kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan diberi pengobatan. Uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada

(20)

penyebab sistemiknya, karena itu baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobatinya dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyakan akan pulih dengan baik, jika tanpa disertai adanya katarak, glaukoma, atau posterior uveitis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S., Yulianti, R.S., 2012. Ilmu Penyakit Mata : Uveitis. Edisi Keempat : Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

2. Riordan, E.V., Whitcher, J.P., 2015. Vaughan & Asbury : Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC : Jakarta.

3. Anesi, S.D., dan Foster, C.S. 2011. Anterior Uveitis : Etiology and Treatment.

Advanced Ocular Care : h.32-34.

4. Waheed, M.K. 2010. HLA-B27 Associated Uveitis. England : h.1-9.

5. Melinda, V. 2009. Uveitis. FK UNRI : hal.1-9.

6. Mustafa, M., dkk. 2014. Uveitis : Pathogenesis, Clinical Prescentations and Treatment. IOSR Journal of Pharmacy : Vol.4, p.42-47.

7. Alexander, K.L., dkk. Anterior Uveitis. Optometric Clinical Practice Guideline : h.1-23.

(21)

8. Suhardjo dan Alhafizh, R.T. 1998. Sindrom Vogt - Koyanagi Harada. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran : Vol.30, No.2, hal.107-115.

9. Septina, L. 2009. Uveitis Anterior. FK UNRI : hal.1-9.

10. Olver, J., dan Cassidy, L. 2005. Ophtalmology at a Glance. England : hal.33-34.

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan dalam pembentukan karakter siswa kelas 5A SD Negeri Tegalrejo 1.