Laporan Kasus
KASUS JARANG: HERPES ZOSTER OFTALMIKUS PADA PRIA 40 TAHUN DENGAN RIWAYAT HIV STADIUM 4 PUTUS OBAT
Didi Candradikusuma1, Alfan Fathoni2 Abstrak
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan satu dari dua human T-cell lymphotropic retrovirus yang utama. Virus tersebut akan menginfeksi dan menghancurkan limfosit T-helper (Cluster Differentiation 4-CD4), sehingga menyebabkan inang kehilangan imunitas seluler. Hal ini menyebabkan pasien mudah terkena infeksi oportunistik. Kondisi imunodefisiensi pada orang dengan HIV-AIDS (ODHA) menyebabkan prevalensi terinfeksi herpes zoster 15-25 kali lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Semakin rendah kadar CD4 pada tubuh, maka keparahan manifestasi kulit akan semakin meningkat. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk membahas suatu kasus pria yang datang ke IGD RSUD. dr. Saiful Anwar Malang dengan HIV stadium 4 disertai manifestasi pada mata dan kulit. Seorang pria berusia 40 tahun, datang dengan keluhan muncul luka bernanah di area wajah sejak sekitar 2 minggu lalu. Keluhan dirasakan nyeri seperti terbakar dan perih. Awalnya luka berbentuk bintik berisi air berukuran kecil pada area pelipis, kemudian makin membesar dan menyebar di seluruh wajah. Pasien juga mengeluh kedua matanya tampak merah. Satu tahun yang lalu pasien didiagnosis HIV dan hanya mengkonsumsi ARV sekitar 3 minggu. Hasil tes laboratorium menunjukkan hasil positif HIV menggunakan 3 metode dan nilai anti-HSV-1 IgG 135,4 U/
ml. Pemeriksaan Gram menunjukkan adanya polymorphonuclear (PMN) multiple. Pemeriksaan Tzank menunjukkaan multinucleated giant cell dan sel akantalosis. Tes fluorescence juga menunjukkan hasil posi- tif (+), menandakan adanya cacat pada epitel kornea. Pasien didiagnosa herpes zoster ophtalmicus dan diberi terapi Acyclovir 5x800 mg selama 7 hari. Pasien menunjukkan perbaikan selama diberikan pengobatan. Herpes zoster ophtalmicus dapat terjadi pada pasien HIV. Diagnosis dapat ditegakkan melalui penemuan klinis dan hasil tes fluorescence dan Tzank. Melalui diagnose yang memadai, pengobatan yang tepat dapat dilakukan sehingga dapat dicapai angka kesembuhan yang tinggi.
Kata kunci: herpes zoster ophtalmicus, HIV, Tzank
A RARE CASE: DISSEMINATED HERPES ZOSTER OPHTALMICUS IN 40 YEARS OLD MALE WITH HISTORY OF HIV STAGE 4 DROP OUT TREATMENT
Abstract
Human Immunodeficiency Virus (HIV) is one of the two major human T-cell lymphotropic retroviruses.
The virus will infect and destroy T-helper (CD4), causing the host to lose cellular immunity, thus making the patient more susceptible to opportunistic infections. Immunodeficiency conditions such as people living with HIV have a prevalence of herpes zoster infection 15-25 times greater than the general population. The low- er the CD4+ levels in the body, the more severe manifestations. This report aims to discuss a case of a man who came to the emergency room at a hospital. dr. Saiful Anwar with stage 4 HIV accompanied by manifestations in the eyes and skin. A 40-year-old male with the main complaint of pustules on his face for two weeks. That also came with a burning and stinging sensation. The wound was formed of vesicles, which got bigger and spread all over the face. He was also complaining of watery red eyes. He was diag- nosed with HIV 1 year earlier and taking ARV for about three weeks. The laboratory test showed HIV posi- tive in 3 methods, anti-HSV-1 IgG value was 135.4 U/ml. The Gram's examination found multiple PMNs.
Tzank's test showed multinucleated giant and acantalosis cells. The fluorescence test was positive (+), signifying that a corneal epithelial defect was obtained. The patient was eventually diagnosed with dissemi- nated herpes zoster ophtalmicus then he has treated with Acyclovir 5x800 mg for seven days. The patient experienced clinical improvement during the treatment. Herpes zoster ophthalmicus can occur in patients with HIV. The diagnosis can be made through clinical findings as well as through the results of the fluores- cence and Tzank’s test. With proper diagnosis, adequate treatment can be carried out so that a high cure rate can be achieved.
Keywords: herpes zoster ophtalmicus, HIV, Tzank’s
1 Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya-RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
2 Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya-RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
E-mail: [email protected]
Pendahuluan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah RNA retrovirus yang menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Sindrom ini terjadi akibat kegagalan sistem imun yang progresif. Penyebab terbanyak kasus HIV adalah tipe HIV-1.1 AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV.2 Populasi terinfeksi HIV terbesar di dunia adalah di Benua Afrika (25,7 juta orang), kemudian di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di Amerika (3,5 juta). Data kasus HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.
Selama 11 tahun terakhir jumlah kasus HIV di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2019, yaitu sebanyak 50.282 kasus. Kasus AIDS tertinggi selama 11 tahun terakhir terjadi pada tahun 2013, yaitu 12.214 kasus.3 HIV merupakan satu dari dua human T-cell lymphotropic retrovirus yang utama. human T- cell leukemia virus (HTCLV) adalah retrovirus utama lainnya. Virus tersebut akan menginfeksi dan menghancurkan limfosit T- helper (CD4), sehingga menyebabkan inang kehilangan imunitas seluler. Hal ini menyebabkan pasien mudah mengalami infeksi oportunistik.4
Belum banyak studi yang membahas tentang korelasi antara kejadian herpes zoster oftalmikus pada ODHA. Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus yang bermanifestasi pada mata yang disebabkan oleh varicella-zoster, dan virus herpes simplex 1. Herpes zoster oftalmikus terjadi ketika virus varicella zoster laten di kelenjar trigeminal yang mengalami reaktifasi. Kondisi imunodefisiensi seperti pada ODHA memiliki prevalensi terinfeksi herpes zoster 15-25 kali
lebih besar dibandingkan dengan populasi umum.5 Kelainan kulit adalah gejala umum pada penyakit HIV, sebagai akibat dari penurunan sistem imun atau akibat dari terapi antiretroviral. Penurunan fungsi sel Langerhans yang terinfeksi HIV menjadi penyebab kelainan pada kulit. Penyebab kelainan ini kemungkinan karena infeksi maupun non infeksi.6 Semakin berkurangnya kadar CD4+ pada tubuh, maka keparahan manifestasi kulit akan semakin meningkat.7 Data prevalensi ODHA dengan manifestasi herpes zoster dilaporkan sekitar 3,33 dalam 10.000 orang.8 Oleh karena itu, dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut suatu kasus pria 40 tahun yang datang ke IGD RSUD. dr. Saiful Anwar Malang dengan HIV stadium 4 disertai manifestasi pada mata dan kulit.
Ethical Statement
Foto dan kasus yang disajikan dalam naskah sudah mendapatkan persetujuan dari pasien untuk dipublikasikan.
Kasus
Seorang pria berusia 40 tahun datang dengan luka nanah di wajah sejak 2 minggu sebelumnya disertai rasa perih dan nyeri seperti terbakar. Luka nanah berawal dari bintik kecil berisi air di area pelipis yang kemudian membesar dan menyebar di seluruh wajah. Satu bulan sebelumnya pasien mengaku terdapat lenting berisi air pada area badan dan punggung. Kondisi ini menyebabkan pasien mengalami gatal dan sedikit nyeri. Kemudian lenting tersebut pecah dan mengering dengan sendirinya.
Keluhan lain yang diutarakan pasien adalah mata yang memerah dan berair sejak sekitar 5 hari sebelumnya yang disertai nyeri terutama pada kelopak mata. Pasien juga mengeluh badan lemas dan terdapat penu- runan berat badan sekitar 15 kg dalam 2 bulan yang disertai penurunan nafsu makan.
Keluhan tersebut bersamaan dengan muncul- nya bercak putih pada lidah dan rasa nyeri saat menelan.
Satu tahun yang lalu pasien didiagnosis HIV dan TB di rumah sakit swasta dan hanya mengkonsumsi ARV dan OAT sekitar 3 minggu. Tidak ada riwayat keluhan yang sama dan riwayat penyakit kronik pada keluarga pasien. Sedangkan dalam ke- hidupan sosialnya, pasien merupakan duda dengan riwayat seks bebas sebelum menikah.
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan indeks massa tubuh 17,6 kg/m2, suhu tubuh 36,6 oC, tekanan darah 110/80 mmHg, heart rate 82 x/menit, respiratory rate 18 x/menit, SpO2 98%, dan VAS 2/10. Pemeriksaan
dermatologis regio fasialis didapatkan dermatomal setinggi nervus V, patch eritematosa, multiple, sebagian menyatu (confluence), berbatas tegas, ukuran bervariasi, sebagian terdapat erosi dan ulkus multiple tertutup dengan krusta kecoklatan, di antaranya terdapat kulit normal. Serta ditemukan oral trush minimal pada pasien.
Selain itu, ditemukan juga vesikel ber- gerombol sesuai yang ditunjukkan pada foto klinis regio facialis maupun juga pada regio thorakalis sinistra (tanda panah kuning). Di atas patch eritema multiple ditambah dengan erosi multiple tertutup krusta kecoklatan setinggi dermatome T6 dextra thoracalis anterior. Pemeriksaan oftalmologis didapat- kan adanya edema dan crust pada palpebra, injeksi konjungtiva dan injeksi perikornea, purulent, chemosis, dan SCH inferior. Kondisi klinis pasien dapat dilihat pada Gambar 1. Di samping itu, pada kornea pasien didapatkan epithelial defect dan tes fluorosence menunjukkan hasil positif pada orbita dextra dan sinistra (Gambar 2).
Gambar 1. Foto klinis pasien
Gambar 2. Pemeriksaan fluorescene test orbita dextra dan sinistra
Pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai Hb 9,9 g/dl, PCV 27,50%, IgG anti-CMV 30,23 U/mL, NLR 7,38%, albumin 7,38%, SGOT 149, SGPT 124, natrium 120 mmol/L, kalium 2,86 mmol/L, IgG anti-Toxoplasma 53,52 U/mL, CD4 7 sel/mm3, dan IgG anti- HSV-1 135,4 U/mL, serta rapid test anti-HIV menunjukkan hasil reaktif. Diagnosis HSV 1 atau 2 tidak dapat ditegakkan, karena lokasi predileksi lesi pada HSV 1 adalah di mulut (oral) sedangkan HSV 2 pada genital.
Berdasarkan hasil laboratorium menunjukkan jika IgG tinggi, maka menunjukkan infeksi yang sudah lama, namun apabila IgM menunjukkan hasil positif, maka dapat disebut sebagai herpes simpleks. Hasil pemeriksaan Gram pada regio facialis menunjukkan ada- nya Polymorphonuclear (PMN) multiple (Gambar 3a). Hasil pemeriksaan Tzank dari lokasi pada regio facialis, menunjukkan multinucleated giant cell dan sel akantalosis (Gambar 3b).
Pembahasan
Human Immunodeficiency Virus/AIDS mampu mempengaruhi beberapa sistem da- lam tubuh, namun manifestasi ophthalmicus dapat terjadi pada 70-80% pada pasien.
Keterlibatan mata ini baik secara langsung oleh virus HIV maupun tidak langsung karena infeksi oportunistik, salah satunya ialah herpes zooster ophthalmicus (HZO).9 Pada pasien ini, diagnosis HZO dikonfirmasi meng- gunakan tes Tzank. Pada kasus ini tes fluore- scence menunjukkan hasil positif (+), menggambarkan adanya corneal epithelial defect. Manifestasinya digeneralisasikan sebagai kondisi immunocompromised. Tes Gram regio fasialis menunjukkan adanya PMN yang mengarah pada infeksi sekunder.
Pada pasien immunocompromised dengan HZO, komplikasi okular yang serius dapat muncul, termasuk outcome yang buruk pada pasien yang terinfeksi HIV. Namun, prognosis baik untuk penglihatan pasien dapat diperoleh apabila terapi diberikan dengan sangat baik dan segera menggunakan acyclovir topical.
Studi retrospektif sebelumnya menyebutkan bahwa pemberian acyclovir oral 400 mg dua kali sehari atau valacyclovir 500 mg setidak- nya dalam satu tahun menurunkan kekambuhan HZO sebesar 35%.10 Pada kasus ini, pasien diberikan terapi PO Acyclovir 5x800 mg selama 10 hari, Natrium Fusidat Cream bd, Levofloxacin Eye Drop setiap 4 jam, Acyclovir salep mata 5 kali per hari, Saline compress 3 kali per hari.
Gambar 3. a) Hasil pemeriksaan Gram menunjukkan adanya PMN multiple (panah hitam), b) Hasil pemeriksaan Tzank menunjukkaan multinucleated giant cell dan sel akantalosis (panah hitam)
a b
Selama terapi, pasien menunjukkan perbaikan yang signifikan. Pada hari pertama dan kedua, pasien mengeluhkan nyeri pada kulit, pada area yang mengalami luka dan area wajah. Hingga pada hari ketiga, pasien belum bisa membuka matanya. Namun pada hari keempat, pasien sudah mulai membuka mata dan sekret di kedua mata menurun.
Pada pasien HZO, pertimbangan ada- nya infeksi HIV perlu diperhatikan selain menggarisbawahi aktivasi HZV pada ODHA.
Kondisi ini salah satunya ditandai dengan adanya multiple dermatomes.11 Spektrum kondisi kulit mencakup temuan kulit yang terkait dengan infeksi HIV primer dan berbagai masalah kulit yang terkait dengan defisiensi imun pada AIDS tingkat lanjut.
Penyakit inflamasi seperti eksim papular dapat muncul dengan papula yang ter- lokalisasi dan tersebar luas yang bergabung menjadi plak yang sering dikaitkan dengan scarring dan pruritus.12
Pada pemeriksaan hari kelima kondisi klinis pasien mulai membaik. Krusta pada regio facialis bilateral berkurang dan sekret pada ODS sudah negatif. Pemeriksaan silt lamp mata juga menunjukkan hasil negatif (-) akan tetapi tes fluorosence masih positif (+).
Pasien pulang dengan terapi PO Cotrimoxazole 1x960mg, IV Fluconazole 1x400 mg pada hari pertama dan diturunkan menjadi 1x200mg pada hari kedua sampai hari ke-14, PO Acyclovir 5x800 mg selama 10 hari, Natrium Fusidat Cream untuk luka erosi, dan kompres neutral saline (NS) 3 kali selama 10 menit pada luka. Untuk perawatan pada mata, pasien diberi Levofloxacin Eye Drop tiap 4 jam ODS, Cendo Lyteers Eye Drops 1 gtt per 1 jam ODS, serta Acyclovir Eye Ointment 5 dd 1 ODS. Pasien disarankan rutin kontrol ke Poliklinik dan rutin meng- konsumsi Cotrimoxazole serta makanan yang bergizi.
Kesimpulan
Infeksi HZO pada pasien HIV me- rupakan kasus yang jarang terjadi. Pada ka- sus ini, terapi menggunakan Acyclovir memberikan prognosis yang baik. Selain itu, penggunaan kortikosteroid oral juga direkomendasikan untuk mengurangi nyeri selama fase akut penyakit. Topical steroid juga dapat membantu apabila terjadi komplikasi mata akibat infeksi HZO.
Daftar Pustaka
1. Simon V, Ho DD, Abdool Karim Q. HIV/
AIDS Epidemiology, Pathogenesis, Prevention, and Treatment. The Lancet.
2006; 368(9534):489-504. doi:10.1016/
S0140-6736(06)69157-5.
2. Lane H. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Longo D (Editor). 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2011. P. 1560–1587.
3. Kementerian kesehatan RI. Infodatin HIV AIDS. (Online). 2020. Jakarta: Kemenkes RI. https://www.kemkes.go.id/article/
view/20120100004/infodatin-hiv-dan-aids- 2020.html.
4. Levinson W. Review of Medical Microbiology and Immunology. Weitz M and Naglieri C (Editors). 11th ed.
Philadelphia: McGraw-Hill; 2010. P. 322–
330.
5. Ubani U. Herpes-Zoster Virus Ophthalmicus As Presenting Sign of HIV Disease. J Optom. 2011; 4(4):117–21. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/S1888-4296(11) 70052-8
6. Jordaan HF. Common Skin and Mucosal Disorders in HIV/AIDS. South African Fam Pract. 2008; 50(6):14–23. doi: https://
doi.org/10.1080/20786204.2008.10873772 7. Karadag AS, Elmas ÖF, Altunay İK.
Cutaneous Manifestations Associated with HIV Infections: A Great Imitator. Clin Dermatol. 2020; 38(2):160–75. doi:
10.1016/j.clindermatol.2019.10.001.
8. Lai SW, Lin CL, Liao KF, Chen WC.
Herpes Zoster Could Be An Early Manifestation of Undiagnosed Human Immunodeficiency Virus Infection. J Formos Med Assoc. 2016; 115(5):372–6.
doi: 10.1016/j.jfma.2015.08.012. Epub 2015 Sep 26.
9. Saini N, Hasija S, Kaur P, Kaur M, Pathania V, Singh A. Study of Prevalence of Ocular Manifestations in HIV Positive Patients. Nepal J Ophthalmol. 2019; 11 ( 1 ) : 1 1 – 8 . d o i : 1 0 . 3 1 2 6 / nepjoph.v11i1.25411.
10. Osman SA. Successful Oral Treatment of Third Cranial Nerve Palsy and Optic Neuritis from Neglected Herpes Zoster in
an Immunocompetent Patient. Am J Ophthalmol Case Reports. 2020; 20 ( M a y ) : 1 0 0 9 5 3 . d o i : h t t p s : / / doi.org/10.1016/j.ajoc.2020.100953.
11. Saxena P. Cardiac Manifestations in HIV Patients and Their Correlation with CD4 Count. J Med Sci Clin Res. 2020; 08 ( 0 2 ) : 7 8 3 – 7 . D O I : h t t p s : / / d o i . o r g / 1 0 . 1 8 2 0 3 / 2 3 4 9 - 3933.ijam20172272.
12. Altman K, Vanness E, Westergaard RP.
Cutaneous Manifestations of Human Immunodeficiency Virus: a Clinical Update. Curr Infect Dis Rep. 2015 Mar;17 (3):464. doi: 10.1007/s11908-015-0464-y.