LAPORAN KASUS
“Wanita Usia 43 Tahun dengan Keluhan Benjolan pada Payudara Kanan”
Disusun untuk Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Bedah Rumah Sakit Roemani Semarang
Diajukan kepada:
dr. Ivo Devi Kristyani, Sp.B, M.Si.Med, FINACS Disusun oleh:
Salsabila Rahmadhanti H3A022076
KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG RS ROEMANI SEMARANG
2024
LEMBAR PENGESAHAN
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
Presentasi Laporan Kasus dengan Judul:
“Wanita Usia 43 Tahun dengan Keluhan Bengkak pada Payudara Kanan”
Disusun untuk Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Bedah Rumah Sakit Roemani Semarang
Disusun Oleh:
Salsabila Rahmadhanti H3A022076
Telah disetujui oleh pembimbing:
Semarang, 14 Maret 2024
dr. Ivo Devi Kristyani, Sp.B, M.Si.Med, FINACS
BAB I
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. K
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 43 tahun
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Karyawan swasta
Agama : Islam
Alamat : Jl. Mustokokweni III No. 158 RT 003/001
Nomor RM : 26-XX-XX
Tanggal Masuk RS : 22 Februari 2024 Jaminan Kesehatan : BPJS Kesehatan II. ANAMNESIS
Dilakukan anamnesis secara autoanamnesis pada tanggal 22 Februari 2024 pukul 17.00 di Instalasi Bedah Sentral RS.Roemani Semarang
▪ Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada payudara kanan
▪ Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan tedapat benjolan di payudara kanan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien menyangka benjolan muncul seperti digigit nyamuk namun setelah dibiarkan beberapa lama keluhan tak kunjung hilang. Kemudian 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan benjolan tersebut membesar dan pecah mengeluarkan nanah dan darah.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada benjolan apabila disentuh. Tidak ada fakto yang memperberat maupun memperingan keluhan pasien.
Keluhan lain seperti demam (-), mual (-), muntah (-). Pasien tidak dalam keadaan menyusui.
Gangguan menstruasi disangkal dan tidak ada benjolan pada ketiak. Riwayat keluarga pada pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti ini. Pasien mengatakan sudah dilakukan pengobatan tetapi tidak membaik. Alergi obat asam mefenamat, alergi makanan disangkal.
▪ Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan seperti ini : (+) 1 tahun yang lalu, membaik
b. Riwayat HT : Disangkal
c. Riwayat operasi sebelumnya : SC tahun 2019, operasi tumor payudara kanan sejak lebih dari 10 tahun yang lalu (sebelum menikah)
d. Riwayat DM : Disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
f. Riwayat asma : Disangkal
g. Riwayat alergi : (+) asam mefenamat
▪ Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama : Disangkal
b. Riwayat kanker : Disangkal
c. Riwayat hipertensi : Disangkal
d. Riwayat diabetes mellitus : Disangkal e. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
f. Riwayat penyakit asma : Disangkal
▪ Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan karyawan swasta. Biaya pengobatan dengan BPJS.
Kesan ekonomi cukup.
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 Februari 2024 pukul 17.00 di Instalasi Bedah Sentral RS Roemani Semarang, didapatkan hasil:
1. Keadaan Umum : Tampak baik
2. Kesadaran : Compos mentis, E4M6V5
3. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg b. Frek. Nadi : 90 x/menit c. Frek. Nafas : 20 x/menit
d. Suhu : 36,5 ºC
e. SpO2 : 99%
4. Status Generalisata a. Kepala
Mesocephal, jejas (-), distribusi rambut merata b. Mata
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat regular isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
c. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), bleeding (-/-), jejas (-/-).
d. Telinga
deformitas (-/-), mikrotia (-/-), darah (-/-), sekret (-/-) e. Mulut
Sianosis (-/-), sekret (-/-), bleeding (-/-), jejas (-/-), bibir kering (-), f. Leher
Simetris, pembesaran kelenjar tiroid dan KGB (-), jejas (-), nyeri tekan (-)
g. Thorax 1) Paru-paru
a) Inspeksi : kedua hemithorax simetris pada keadaan statis dan dinamis, penggunaan otot bantu pernafasan (-)
b) Palpasi : Gerakan dada simetris, ICS tidak melebar/
menyempit, stem fremitus (-)
c) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
d) Auskultasi: suara nafas vesikuler pada kedua hemithorax, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
2) Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis kiri c) Perkusi : dalam batas normal, tidak terdapat pembesaran
jantung
d) Auskultasi : S1, S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
h. Abdomen
1) Inspeksi : tampak datar , warna sama dengan kulit sekitar, jejas (-), pelebaran vena (-)
2) Auskultasi : Bising usus (+) normal, 10x/menit 3) Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen.
4) Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-) i. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Capillary Refill Time
< 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik
Sianosis -/- -/-
5. Status Lokalis : Mammae Dextra
• Inspeksi : Warna hiperpigmentasi disekitar papilla, p’eau d’orange (-), satellite nodule (-), pelebaran vena (-),skin dimpling (-), sekret puting susu (-)
• Palpasi : terdapat sebuah massa mammae dextra pada arah jam 12, kurang lebih 1 cm dari papilla mammae, ukuran 2x2x1, batas tidak tegas, perabaan hangat, konsistensi padat, nyeri (+), terfiksasi pada jaringan dasar.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium
Dilakukan pada tanggal 22 Februari 2024
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah Lengkap :
Hemoglobin 12.1 g/dl 11.7-15.5
Leukosit 6970 /mm3 3600-11000
Hematokrit 36.8 % 35-47
Trombosit 298000 /mm3 150000-
400000
Eritrosit 4.41 juta/mm3 3.8-5.2
MCV 83.5 fl 80-100
MCH 27.5 Pg 26-34
MCHC 32.9 g/dL 32-36
RDW 14.3 % 11.5-14.5
MPV 7.3 fL 7.0-11.0
Diff count
- Eosinophil 1.7 L % 2 – 4
- Basophil 0.2 % 0 – 1
- Neutrophil 58.1 % 50 – 70
- Limfosit 31.9 % 25 – 40
- Monosit 8.1 % 2 – 8
LED - mm/jam 0-20 Koagulasi
Waktu perdarahan (BT)
1’30’’ Menit 1-3
Waktu pembekuan (CT)
3’30’’ Menit 2-6
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 262 H Mg/dL 70-140
Imunologi/ serologi
HBsAg kualitatif Negatif Negatif
V. DIAGNOSIS Diagnosis Kerja Abses mammae dextra Diagnosis Banding Galaktokel
Mastitis
VI. INITIAL PLAN a. Ip Dx : -
b. Ip Tx:
- Rawat inap
- Puasa makan minum persiapan pre-op - Infus RL 20 tpm
- Konsul dokter spesialis penyakit dalam - Konsul dokter spesialis bedah
c. Ip Mx:
- Keadaan umum - Tanda vital - Gula Darah - Keluhan nyeri d. Ip Ex:
a. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga bahwa penyakit yang diderita pasien yaitu abses pada payudara kiri. Abses mammae
merupakan benjolan pada payudara yang berisi nanah, yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
b. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga penyebab terjadinya abses mammae ini salah satunya karena tingginya kadar gula dalam darah pasien yang melebihi normal. Sehingga kuman dapat dengan mudah berkembang pada tubuh yang memiliki kadar gula darah yang tinggi.
c. Menjelaskan bahwa akan dilakukan tindakan eksisi dan drainase pengeluaran pus (nanah) dan diberikan antibiotik, anti nyeri, akan dibuat lubang kemudian ditampon menggunakan kassa yang dipilin dengan tujuan untuk mengeluarkan pus dan sisa-sisanya, lubang ini akan menutup dengan sendirinya dengan perawatan luka yang baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Payudara
Mammae merupakan sekumpulan kelenjar kulit karena secara embriologis payudara berasal dari ektoderm. Batas payudara yang normal terletak antara iga ke 2 di superior dan iga ke 6-7 di inferior, serta antara sternocostal di medial dan linea aksilaris anterior di lateral. Dua pertiga atas mammae terletak di atas otot pectoralis mayor sedangkan sepertiga bawahnya terletak di atas otot serratus anterior, otot oblikus ekternus abdominis, dan otot rektus abdominis.2,3
Payudara terdiri dari 15 – 20 lobus yang setiap lobusnya bermuara pada papillae mamae melalui duktus laktiferus. Di bawah areola terdapat
pelebaran duktus laktiferus yang dinamakan sebagai sinus laktiferus. Di antara lobolus, terdapat jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang membentuk kerangka payudara.2,3
a. Payudara diperdarahi oleh Arteri Thoracic Interna yang berasal dari Arteri Subclavia, Arteri Thoracic Lateral dan Thoracoacromial yang merupakan percabangan dari Arteri Axillaris, dan Arteri Intercostalis Posterior yang
merupakan percabangan dari Aorta Thoracic. Aliran darah pada vena bermuara ke Vena Axillaris dan sebagian ke Vena Thoracic Interna.1,3
Perdarahan arteri dan vena pada Payudara
b. Persarafan kulit payudara bersifat segmental dan berasal dari segmen dermatom T2 sampai T6. Persarafan pada payudara berasal dari percabangan dari Nervus Intercostalis 4 sampai 6. Percabangan tersebut menjadi saraf sensoris pada kulit payudara dan saraf simpatik untuk pembuluh darah di payudara dan otot polos di bawah kulit dan puting susu.1,3
Persarafan Payudara
c. Muara aliran limfe berperan penting dalam penyebaran metastasis sel kanker. Limfe yang melalui puting susu, areola, dan lobus dari kelenjar akan menuju ke subareolar lymphatic plexus. Kemudian dari sana, lebih dari 75% limfe dari kuadran lateral payudara akan bermuara ke limfe nodus axilaris dan sisanya yang berasal dari kuadran medial payudara akan bermuara ke limfe nodus parasternal.1,3
Drainase Lymphatic Payudara 2.2 Fisiologi Payudara
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormone. Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak, kemudian masa pubertas, masa fertilitas, sampai klimakterium lalu menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen dan progesterone yang diproduksi ovarium serta hormon hipofisis menyebabkan berkembangnya ductus dan timbulnya asinus.3
Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan siklus haid. Sekitar hari ke-8 siklus haid, payudara membesar; dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik terutama palpasi, sulit dilakukan. Pada waktu itu, mamografi terjadi rancu karena kontras kelenjar terlalu besar.
Begitu haid mulai, semua hal tersebut berkurang.3,4
Perkembangan dan fungsi payudara tergantung dari beberapa rangsang hormonal termasuk estrogen, progesteron, prolaktin, hormon tiroid, kortisol dan growth hormon. Estrogen, progesteron dan prolaktin memiliki efek yang sangat penting untuk perkembangan dan fungsi mammae. Estrogen mengawali perkembangan duktus sementara progesteron bertanggung jawab terhadap diferensiasi epitel dan perkembangan lobus mammae. Prolaktin adalah hormon utama yang dapat merangsang laktogenesis pada kehamilan tua dan masa menyusui. Hormon tersebut juga memperbaharui regulasi
reseptor-reseptor hormon dan merangsang perkembangan epitel mammae.
Mammae berkembang selama pubertas karena peran mammotropin hormon, ada lima fase perkembangan payudara menurut Tanner. Fase I (8-10 tahun) adalah penonjolan puting susu tanpa disertai perkembangan kelenjar susu.
Fase II (10-12 tahun) pembentukan gundukan kelenjar susu atau pembentukan kelenjar subareolar. Fase III (11-13 tahun) penambahan jumlah kelenjar dan peningkatan pigmentasi daerah areola. Fase IV (12-14 tahun) peningkatan pigmentasi dan penambahan luas areola. Fase V ( 13-17 tahun) merupakan fase akhir dimana perkembangan dan pembentukan payudara menjadi sempurna. Peningkatan drastis estrogen dan progesteron pada siklus ovarium dan plasenta terjadi selama masa kehamilan, yang mengawali perubahan mencolok dari bentuk dan substansi mammae. Mammae membesar seiring dengan proliferasi epitel, penggelapan areola dan tubulus Montgomery menjadi menonjol.3,4
Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada masa awal kehamilan, duktus bercabang dan berkembang, selama trimester tiga, lemak terakumulasi di sekitar epitel dan colostrum mengisi sinus dan duktus yang kosong. Pada akhir kehamilan, prolaktin merangsang pengeluaran lemak susu dan protein. Pada masa menopause terjadi penurunan sekresi estrogen dan progesteron oleh ovarium dan involusi duktus pada mammae.
Jaringan ikat sekitar meningkat dan jaringan mammae (kelenjar mammae) digantikan oleh jaringan lemak. Duktus – duktus akan berakhir pada duktus terminal yang disebut acini. Pada acini terdapat kelenjar pembuat air susu yang bersama-sama dengan duktus-duktus kecil lainnya yang disebut lobulus.
Acini terbentuk dari jaringan ikat longgar yang terdiri dari pembuluh darah, limfosit dan mononuklear sel.3,4
2.3. Definisi Abses Mammae
Abses payudara adalah akumulasi pus pada jaringan payudara, melokalisasi infeksi dengan membentuk sawar jaringan granulasi yang mengelilinginya. Jaringan ini kemudian akan menjadi kapsul abses, yang terisi
dengan pus. Pada kasus yang terlambat ditangani, benjolan menjadi berfluktuasi, dengan perubahan warna kulit dan nekrosis.5
2.4. Etiologi dan Faktor Risiko
Abses mammae terjadi karena salah satu komplikasi dari peradangan payudara/ mastitis. Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi.
Statis ASI biasanya merupakan penyebab primer, yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi. Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini dapat terjadi bila payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat bila bayi tidak mengisap ASI, yang dihasilkan dari sebagian atau seluruh payudara.Penyebabnya termasuk kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi atau durasi menyusui, dan sumbatan pada saluran ASI.
Situasi lain yang merupakan predisposisi terhadap ASI, termasuk suplai ASI yang sangat berlebihan , atau menyusui untuk kembar dua atau lebih.6
Organisme penyebab infeksi yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staph,albus. Infeksi masuk melalui duktus laktiferus ke dalam lobus dengan penyebaran hematogen dan melalui fisura putting susu kedalam system limfatik periductal.6
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum ditemukn pada kulit normal (staphylooccus aureus).Infeksi ini terjadi khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah. Pada kasus yang langka, wanita muda sampai usia pertengahan yang tidak menyusui mengalami subareolar abses (terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting susu). Kondisi ini sering terjadi pada perokok.Faktor risiko abses payudara:
1) Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik yang paling sering kedua berkaitan dengan dengan pasien abses mammae. Diabetes mellitus akan menyebabkan efek pada sistem imun sehingga pasien dengan diabetes
mellitus memiliki kerentanan lebih tinggi untuk terkena infeksi. Selain diabetes dan obesitas yang merupakan faktor resiko utama, beberapa faktor lain ternyata dapat meningkatkan resiko abses payudara.7
2) Perokok berat
Salah satu faktor yang dimaksud adalah rokok, yang dapat meningkatkan resiko abses payudara 6 kali lipat dibanding pada wanita yang tidak merokok.
3) Tindik dibagian puting susu
Resiko untuk mengalami abses payudara pada wanita yang putingnya ditindik cenderung meningkat pada kurun waktu hingga 7 tahun sejak tindik dibuat.
4) Infeksi setelah melahirkan.
5) Anemia.
6) Penggunaan obat steroid.
7) Rendahnya sistem imun.
8) Penanaman silikon6 2.5. Patofisiologi
Meningkatnya kadar glukosa darah akan membuat kerja sel darah merah yang kaya akan O2 dan nutrisi menjadi terganggu, sehingga darahke bagian perifer menurun dan menjadi salah satu penyebab luka diabetes sukar untuk sembuh. Pada umumnya kasus luka diabetes melitus sebanyak (60%) mengalami ulkus pada kaki yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai darah kearah distal terutama pada ekstremitas bawah. Namun tidak jarang pula penderita diabetes melitus mengalami infeksi pada kulit salah satunya abses. Penderita diabetes memiliki respon imun yang lebih buruk dibandingkan dengan non-diabetes. Penurunan sistem pertahanan tubuh mengakibatkan penderita diabetes lebih rentan terserang berbagai infeksi, jamur dan bakteri. Infeksi berulang dan penyembuhan luka yang lama biasanya merupakan komplikasi pada penderita DM karena tingginya kadar glukosa dalam darah.8
2.6. Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara:
Teraba benjolan yang membengkak dan sangat nyeri
Kemerahan, panas, edema pada kulit diatasnya.
Benjolan terasa lunak karena berisi nanah
Kadang-kadang keluar cairan nanah melalui puting susu
Dapat juga terjadi pembesaran KGB dibawah ketiak.
Demam dapat ada atau tidak ada.
Teraba fluktuasi
Jika dibiarkan terus menerus, benjolan menjadi berfluktuasi dengan perubahan warna kulit dan nekrosis5
2.7. Penegakan Diagnosis 1) Anamnesis
Pasien merasakan nyeri pada payudara, kemerahan,rasa hangat, bengkak, mungkin mengalami demam, mual, muntah, keluarnya cairan bernanah dari puting susu. Pasien sedang atau tidak menyusui. Riwayat infeksi payudara sebelumnya dan pengobatan sebelumnya juga perlu untuk ditanyakan. Termasuk riwayat medis seperti diabetes. Mayoritas mastitis pasca persalinan terlihat dalam waktu 6 minggu setelah menyusui.
2) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi kedua payudara: warna kulit, lekukan, retraksi papila, adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus, dan benjolan. Cekungan kulit (dimpling) akan terlihat lebih jelas bila pasien diminta untuk mengangkat lengannya lurus ke atas.
Pada palpasi abses mammae hamper sama dengan mastitis, dapat teraba indurasi, pembengkakan, dan nyeri tekan. Palpasi dilakukan pada pasien
dalam posisi duduk, dokter melakukan perabaan pada seluruh bagian payudara. Palpasi diulang menggunakan berbagai tingkat tekanan, mulai tekanan ringan sampai kuat, pemeriksaan dari superfisial ke dalam sambil memperhatikan jaringan di setiap kedalaman jaringan.
Palpasi dimulai pada bagian medial dinding dada di bawah klavikula dan bergerak ke bawah dan ke atas. Palpasi juga dilakukan pada payudara yang berlawanan.
Selanjutnya, pasien diminta untuk berbaring dengan lengan payudara yang sedang diperiksa di belakang kepala pasien. Posisi ini akan sangat membantu dalam memeriksa kuadran bawah. Terakhir, dilakukan pemencetan pada area puting seperti "memerah" payudara nilai apakah terdapat pengeluaran sekret.5
3) Pemeriksaan penunjang a. USG Payudara
Dilakukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul / untuk membedakan infeksi payudara (mastitis) yang ringan dengan infeksi yang sudah menjadi abses.
b. Mamografi
Dilakukan dengan menggunakan sinar X-Ray yang menghasilkan gambar dari jaringan payudara pada suatu film foto. Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi apakah terdapat kista, kalsifikasi, atau tumor di dalam payudara.
c. Biopsi
Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kanker payudara, lebih akurat dalam menentukan keganasan tumor. Tindakan biopsi juga dilakukan pada prosedur deteksi kelainan sel dalam kasus lainnya d. Pemeriksaan kultur
Untuk mengidentifikasi bakteri atau pathogen penyebab infeksi, yang nantinya berhubungan dengan pemilihan antibiotic yang diperlukan e. Kimia klinik
(Glukosa darah sewaktu, Glukosa darah post prandial, Glukosa darah puasa, Hba1c)5
2.8. Tatalaksana
Insisi dan drainase adalah gold standard untuk abses payudara. Jika pasien diperiksa di layanan primer pasien dapat diberikan antibiotik dan dirujuk ke dokter spesialis bedah umum untuk mendapatkan penanganan definitif.
Aspirasi jarum dapat dilakukan untuk abses yang berukuran lebih kecil dari 3 cm atau pada abses laktasi. Abses non-laktasi memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi dan sering kali memerlukan beberapa prosedur drainase.
Insisi dan drainase memiliki tingkat kekambuhan yang lebih rendah, tetapi lebih invasif daripada aspirasi jarum dan dapat menyebabkan jaringan parut dan kemungkinan kosmesis yang buruk. Jika terjadi kekambuhan abses setelah aspirasi jarum, insisi dan drainase harus dilakukan. Jika terdapat rongga yang besar, setelah insisi dan drainase, pembalutan rongga dapat dilakukan untuk mendorong drainase lebih lanjut dan mencegah sayatan kulit sembuh sebelum drainase selesai. Biasanya, luka ini akan sembuh dengan cepat. Jika penyebab abses adalah saluran laktiferus yang tersumbat atau ektopik, eksisi bedah mungkin diperlukan.
Antibiotik dapat diberikan sebelum atau setelah drainase abses payudara.
Terdapat banyak pilihan untuk pengobatan. Penting juga untuk mempertimbangkan apakah pasien sedang menyusui dan apakah antibiotik yang diberikan aman pada pasien menyusui. Kultur harus diperoleh untuk memandu terapi antibiotik, terutama pada abses payudara yang berulang.
Beberapa antibiotik yang dapat dipertimbangkan adalah 500 mg kloksasilin diberikan secara oral empat kali sehari selama 7-10 hari. Alternatifnya adalah
yang diberikan tiga kali sehari, atau 500 mg cefazolin yang diberikan empat kali sehari. Beberapa penulis menyarankan untuk menambahkan 500 mg metronidazol yang diberikan tiga kali sehari sejak awal dalam pengobatan abses nonpuerperal.
Pasien dengan abses payudara yang besar atau tanda-tanda sepsis harus dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit. Pengendalian nyeri dengan NSAID dan/atau resep narkotika juga harus dipertimbangkan. Jika abses payudara telah didiagnosis, bayi tidak boleh disusui pada payudara tersebut untuk mencegah penularan infeksi.9,10
DAFTAR PUSTAKA
1. Liwang, Ferry, dkk. (editor). (2020). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi ke-5 (Edisi ke-5). Depok: Media Aesculapius Fak. Kedokteran UI.
2. Verteramo Chiu, L. J., Tauer, L. W., Gröhn, Y. T., & Smith, R. L. (2019).
Mastitis risk effect on the economic consequences of paratuberculosis control in dairy cattle: A stochastic modeling study. PloS one, 14(9), e0217888.
3. Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat- De Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (1). 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2017.
4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Empat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2011. h. 140-5; 158; 177-9; 183-5; 213; 282- 7
5. Toomey AE, Le JK. Breast Abscess. [Updated 2023 Jun 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459122/
6. World Health Organization. Mastitis Penyebab dan Penatalaksanaan.
Departement of Child Adolescent Health and Development.2003
7. Gollapalli, Vinod MD, et all. Risk Factor for Development and Recurrence of Primary Breast Abscesses. Journal of the Amerucan College of Surgeons. July 2010. 211 (1)
8. Chloranyta, S., Junaidi, E., & Kartono, J. (2022). Perbaikan Ulkus Diabetik Dengan Penerapan Latihan Range Of Motion Ekstremitas Bawah Pada Diabetes Tipe 2. Madago Nursing Journal, 2(2), 48–57.
https://doi.org/10.33860/mnj.v2i2.605
9. Rao R, Ludwig K, Bailey L, Berry TS, Buras R, Degnim A, Fayanju OM, Froman J, et all. Select Choices in Benign Breast Disease: An Initiative of the American Society of Breast Surgeons for the American Board of Internal Medicine Choosing Wisely® Campaign. Ann Surg Oncol. 2018 Oct;25(10):2795-2800. [PMC free article] [PubMed]
10. Li J. Diagnosis and Treatment of 75 Patients with Idiopathic Lobular Granulomatous Mastitis. J Invest Surg. 2019 Aug;32(5):414-420. [PubMed]