LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEBIDANAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN ELIMINASI
(STASE I KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK)
EKA FAUZIAH RAMADHAN 202309010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO 2023/2024
TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Pembuangan dapat melalui urine ataupun feses. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostatis melalui pembuangan feses dan urine.
Eliminasi urine adalah pengosongan kandung kemih yang lengkap. Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan. Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra. Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu: filtrasi, reabsorpsi dan sekresi. Proses filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen. Proses reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan beberapa ion karbonat. Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan, kemudian dikeluarkan melalui anus.
Saluran pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut sampai anus. Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adalah usus besar. Usus besar memiliki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan dan elektrolit, proteksi atau perlindungan dengan mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding usus dari trauma oleh feses dan aktivitas bakteri,
mengantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan berkontraksi. Proses eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena adanya feses dalam rektum.
2.2 Etiologi
A. Eliminasi Urine 1. Diet dan intake
Jumlah dan tipe makanana mempengaruhi output urine, seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar.
2. Respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan yang mengabaikan respon awal untuk berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya urine banyak tertahan dalam kandung kemih.
Masyarakat ini mempunyai kapasitas kamdung kemih yang lebih dari normal.
3. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
4. Stress psikologi
Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan
berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus spingter internal dan eksternal.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya.
7. Kondisi patologis
Saat seseorang dalam keadaan sakit produksi urinnya sedikit hal ini disebabkan oleh keinginan untuk minum sedikit.
B. Eliminasi Fekal
1. Tingkat perkembangan
Pada bayi sistem pencernaannya belum sempurna. Sedangkan pada lansia proses mekaniknya berkurang karena berkurangnya kemampuan fisiologis sejumlah organ.
2. Diet
Ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, makanan berserat akan mempercepat produksi feses. Secara fisiologis, banyaknya makanan yang masuk kedalam tubuh juga berpengaruh terhadap keinginan defekasi.
3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras. Ini karena jumlah absorpsi cairan dikolon meningkat.
4. Tonus Otot
Tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang cukup akan membantu defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan materi feses bergerak disepanjang kolon.
5. Faktor psikologis
Perasaan cemas atau takut akan mempengaruhi peristaltik atau motilitas usus sehingga dapat menyebabkan diare.
6. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan katartik dapat melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik. Akan tetapi, jika digunakan dalam waktu lama, kedua obat tersebut dapat menurunkan tonus usus sehingga usus menjadi kurang responsif terhadap stimulus laksatif. Obat-obat lain yang dapat mengganggu pola defekasi antara lain: analgesik narkotik,opiat, dan anti kolinergik.
7. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare atau konstipasi.
8. Gaya hidup
Aktivitas harian yang biasa dilakukan, bowel training pada saat kanak- kanak, atau kebiasaan menahan buang air besar.
9. Aktivitas fisik
Orang yang banyak bergerak akan mempengaruhi mortilitas usus.
10. Posisi selama
defekasi Posisi jongkok merupakan posisi paling sesuai untuk defekasi.
Posisi tersebut memungkinkan individu mengerahkan tekanan yang terabdomen dan mengerutkan otot pahanya sehingga memudahkan proses defekasi.
11. Kehamilan
Konstipasi adalah masalah umum ditemui pada trimester akhir kehamilan seiring bertambahnya usia kehamilan, ukuran janin dapat menyebabkan obstruksi yang akan menghambat pengeluaran feses. Akibatnya, ibu hamil sering kali mengalami hemoroid permanen karena seringnya mengedan saat defekasi.
2.3 Fisiologis
Saluran kencing adalah satu jenis untuk mengeluarkan kotoran beberapa garam organis produk-produk buangan yang mengandung nitrogen dan air
disingkarkan dari aliran darah dikumpulkan dan dibuang atau dikeluarkan melalui fungsi yang baik dari saluran urine.
1. Ginjal
Terletak di kanan dan dikiri tulang punggung, di belakang peritoneum dan di belakang rongga perut.
2. Ureter
Adalah saluran yang mengalirkan urine dari ginjal ke kandung kemih.
3. Kandung kencing
Adalah sebuah kantung dengan otot yang mulus yang berfungsi sebagai penampung air seni.
4. Uretra
Adalah saluran yang berfungsi untuk mengeluarkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh. Ukurannya 13,7-16,2 cm terdiri dari 3 bagian : prostate, selaput, dan bagian yang berongga. Ada 3 tahap pembentukan urine :
1) Proses Filtrasi
Terjadi di Glomerolus adanya penyerapan darah, sedangkan sebagian lagi (glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat) ditmapung oleh simpai bowman untuk diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses Reabsorbsi
Terjadinya penyerapan kembali dari sampai bowman yaitu : glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat pada tubulus atas (obligat reabsorbsi) sodium dan ion bikarbonat pada tubulus bawah (reabsosbsi fakultatif) sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3) Proses Sekresi
Sisanya penyimpanan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan keluar pada ginjal.
Sedangkan fisiologis defekasi adalah : 1. Mulut
Proses pertama dalam sistem pencernaan berlangsung di mulut.
2. Faring
Berfungsi dalam sistem pencernaan sebagai penghubung antara mulut dan esofagus.
3. Esofagus
Pada saat menelan, makanan akan dipicu oleh gelombang peristaltic yang akan mendorong masuk ke lambung.
4. Lambung
Di dalam lambung makanan yang masuk akan disimpan lalu disalurkan ke usus halus.
5. Usus halus
Tempat penyerapan berlangsung.
6. Usus besar
Organ penyimpanan makanan.
7. Rektum dan anus
2.4 Klasifikasi Eliminasi Urin
1. Gangguan eliminasi urin merupakan disfungsi eliminasi urin.
2. Inkontinensia urin berlanjut adalah pengeluaran urin tidak terkendali dan terus menerus tanpa distensi atau perasaan penuh pada kandung kemih.
3. Inkontinensia urin berlebih adalah kehilangan urin yang tidak terkendali akibat overdistensi kandung kemih.
4. Inkontinensia urin fungsional adalah pengeluaran urin tidak terkendali karena kesulitan dan tidak mampu mencapai toilet pada waktu yang tepat.
5. Inkontinensia urin refleks adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada saat volume kandung kemih tertentu tercapai.
6. Inkontinensia urin stress adalah kebocoran urin mendadak dan tidak dapat dikendalikan karena aktivitas yang meningkatkan tekanan intra abdominal.
7. Inkontinensia urin urgensi adalah keluarnya urin tidak terkendali sesaat setelah keinginan yang kuat untuk berkemih.
8. Retensi urin adalah pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Eliminasi Fekal
1. Inkontinensia fekal adalah perubahan kebiasaan buang air besar dari pola normal yang ditandai dengan pengeluaran feses secara involunter (tidak disadari).
2. Konstipasi adalah penurunan defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta kering dan banyak.
3. Diare adalah pengeluran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk.
2.5 Manifestasi Klinis Eliminasi Urin
1. Penurunan kekuatan atau dorongan aliran urine, tetesan.
2. Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih.
3. Nokturia, disuria, hematuria.
4. ISK berulang, riwayat batu.
Eliminasi fekal 1. Rasa ingin BAB
2. Rasa sakit di bagian rectum 3. Nyeri pada abdomen
4. Rasa tidak nyaman pada daerah abdomen 5. Feses disertai darah
6. Terdengar bunyi timpani di abdomen 7. Iritasi pada daerah sekitar anus
8. Diperlukan tenaga yang besar saat mengedan 9. Distensi pada lambung dan usus
2.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Urinalis
Warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum menunjukkan SDM, SDP, kristal, asam urat, kalsium oksalat, serpihan. mineral, bakteri, pus. PH mungkin asam (meningkatkan sistim dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat amonium atau batu kalsium fosfat).
2. Urine (24 jam)
Kreatinin, asam urat, kalsium, fofat, oksalat atau sistin mungkin meningkat.
3. Kultur urine
Mungkin menunjukkan ISK (stupilococus auresus, proteus, klebsiola, pesuodomonas).
4. BUN/Kreatinin Serum Urine
Abnormal (tinggi pada serum atau rendah pada urine) sekunder terhadap tinggi batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia atau nekosis.
5. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses.
2.7 Penatalaksanaan A. Eliminasi Urin
1. Mengawasi pemasukan dan pengeluaran karakteristik urine.
2. Menentukan pola berkemih normal pasien.
3. Menyelidiki keluhan kandung kemih penuh
4. Mengobservasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran 5. Memberikan posisi yang nyaman
6. Melakukan perawatan chateter
7. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
B. Eliminasi Fekal
1) Menganjurkan untuk banyak minum atau cair 2) Mengadakan pola kebiasaan untuk BAB
3) Pemberian katartik atau laksatif (pencahar) untuk melunakkan feses sehingga merangsang peristaltic dan BAB
4) Pemberian enema
5) Pemberian makanan yang adekuat untuk mengurangi resiko eliminasi (diet tinggi serat dan sari buah)
6) Memperbanyak kegiatan fisik atau aktivitas