• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN HASIL PENELITIAN Kontra Persepsi Tuan Guru Dan Tokoh Majelis Adat Sasak (MAS) Lombok Terhadap Pernikahan Adat Sasak dan Implikasinya Bagi Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN HASIL PENELITIAN Kontra Persepsi Tuan Guru Dan Tokoh Majelis Adat Sasak (MAS) Lombok Terhadap Pernikahan Adat Sasak dan Implikasinya Bagi Masyarakat"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

Penentu hukum Islam (mujtahid) harus memperhatikan hukum adat dalam menentukan hukum Islam, sebagaimana disepakati oleh para ahli Ushul Fiqh yang menentukan kaidah ُة َم ك َح ُم ُةد َا َعلا (hukum adat dapat dijadikan landasan hukum Islam). ), dan juga aturan lainnya. 18 Masnun Tahir: Tuan Guru dan Dinamika Hukum Islam di Pulau Lombok dalam Jurnal Asy-Syir'ah Vol. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mendalami permasalahan diatas dengan tema penelitian Kontra Persepsi Tuan Guru dan Tokoh Majelis Adat (Mas) Sasak Lombok terhadap Perkawinan Adat Sasak dan Implikasinya terhadap Tradisi Adat Sasak dan Hukum Islam.

Rumusan Masalah

Kedudukan penting para guru ulung kemudian dipandang sebagai pesaing para tokoh masyarakat adat Sasak yang berjuang mempertahankan keberlangsungan adat istiadat masyarakat adat Sasak di Gumi Paer Lombok, yang dianggap sebagai bentuk kearifan lokal yang perlu dipertahankan.

Tujuan Penelitian

Kajian Penelitian

Elsaninta Sembiring dan Vanny Christina, Kedudukan Hukum Perkawinan Adat dalam Sistem Hukum Perkawinan Nasional menurut UU No. Faktanya, jumlah upacara adat yang dilakukan dalam perkawinan adat pada umumnya terbatas pada hal-hal yang bersifat mutlak diperlukan saja. Fokus penelitian ini adalah mengenai tandingan persepsi antara Tuan Guru dan Tokoh Masyarakat Adat Sasak dalam tradisi perkawinan adat Sasak.

Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Proses pengumpulan, pengklasifikasian, dan analisis data Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis-tipologis, yaitu penelitian yang mencoba mendeskripsikan suatu fenomena, menganalisis fakta-fakta dengan pendekatan yang beragam, dan mengelompokkannya menurut sifat dan karakter fenomena tersebut. Dengan karakter yang demikian, maka penelitian ini mencoba mendeskripsikan secara komprehensif tentang hukum perkawinan dalam adat masyarakat Sasak, dan pandangan para guru ulung dan tokoh masyarakat adat Sasak, dengan mengambil dua titik tolak yaitu pendapat dan kerangka pemikiran. memikirkan dewa. guru, serta tradisi yang dilakukan dalam perkawinan pada tradisi masyarakat Sasak di berbagai tempat di Lombok, NTB. Reduksi data mengacu pada proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data mentah yang terkandung dalam catatan lapangan tertulis.

Rencana Pembahasan

Bagian ini juga membahas pandangan para guru besar terhadap topik ini, dengan mengkaji latar belakang teologis, normatif, dan sosio-kultural pandangan mereka. Hal ini diperlukan agar dapat diambil kesimpulan yang benar-benar mendalam dan akurat sebagai hasil penelitian ini. Bagian ini menyajikan hasil dan intisari penelitian yang dirangkum dari uraian sebelumnya.

Konsep Perkawinan dalam Fikih Islam (Fiqh Munakahat)

Dijelaskan dalam fiqh munakahat bahawa perkahwinan atau perkahwinan dalam Islam adalah doktrin yang berlandaskan al-Quran dan As-Sunnah dengan cara pengungkapan yang berbeza. Berdasarkan fitrah fitrah manusia yang diberikan dan dibekalkan oleh Allah, dan fitrah ini tidak boleh dihapuskan atau dibiarkan begitu sahaja tetapi harus diurus dengan sebaik mungkin, fiqh Munakahat menyandarkan perbincangannya kepada al-Quran dan as-Sunnah. Dalam fiqh munakahat yang dijadikan sandaran hukum oleh guru, proses nikahnya terdiri daripada peminangan dan nikah, diikuti dengan tafsir.

Dahlan, R, Fikih Munakahat (Yogyakarta: Deepublish Nikah menurut bahasa: al-jam'u dan al-dhamu yang bermaksud himpunan. Dalam hukum perkahwinan yang berlaku di Indonesia selepas mazhab fiqh munakahat Imam Syafi'I ialah terdapat empat jenis perhubungan: Pertama: UU mengikut sepenuhnya fiqh munakahat, walaupun UU memetik secara langsung daripada Al-Quran Kedua: Ketentuan yang terkandung dalam UU itu tidak terdapat sama sekali dalam fiqh munakahat mana-mana Mazhab, tetapi kerana ia adalah pentadbiran dan tidak penting, ia boleh ditambah kepada undang-undang kes

Ketiga: Ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tidak termasuk dalam yurisprudensi munakahat dalam mazhab mana pun, namun mengingat manfaatnya maka dapat diterima. Hal ini berbeda antara Fiqih Munakahat dengan adat istiadat yang terdapat pada masyarakat Islam Sasak di Lombok yang memiliki tata cara yang tidak sesederhana yang dijelaskan dalam ajaran Islam. Proses pelarian diawali dengan persiapan dari pihak laki-laki, mulai dari proses komunikasi mengenai tempat pertemuan hingga tempat pelarian.

Pria atau pemuda yang Anda sukai menjalankan rencana yang tidak diketahui wanita tersebut.

Perkawinan Adat Sasak dalam perspektif teori Stratifikasi Sosial

Beberapa masyarakat adat Sasak berusaha untuk melegitimasi kembali tradisi adat Sasak (kewenangan formal hukum) melalui istilah awik-awik yaitu hukum adat Suku Sasak Lombok yang merupakan peraturan adat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama didalamnya. Misalnya jika terjadi suatu pelanggaran, maka pelakunya akan dikenakan hukuman adat yang berlaku pada masyarakat suku Sasak berupa: Pembayaran denda, besaran atau bentuk denda yang dibayarkan didasarkan pada status sosial pelakunya. keluarga yang melakukan tindak pidana berupa uang, beras, kelapa dan hasil pertanian lainnya, yaitu sebagai berikut: a. Dengan menghitung denda yang dikenakan maka masyarakat adat akan mengetahui siapa yang melakukan penyimpangan dan yang bersangkutan telah memenuhi kewajibannya sesuai ketentuan hukum adat suku Sasak.

Ada cara penyelesaian adat yang dilakukan masyarakat suku Sasak jika salah satu pihak membatalkan perkawinan Merarik. Aturan adat adalah ketentuan adat istiadat yang harus dihormati oleh setiap orang, aturan hidup bermasyarakat dalam masyarakat. Termasuk didalamnya adalah ketentuan-ketentuan yang bersifat adat, adat, adat, dan adat yang mencakup berbagai wilayah yang bercampur, tidak terpisah-pisah, seperti ketentuan yang berkaitan dengan tata cara perkawinan, tata cara pewarisan dan lain sebagainya. terjadi sehingga menimbulkan masukan dan koreksi dari pejabat hukum adat dan.

Perbuatan laki-laki ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat asli setempat, seperti kekacauan, keresahan, keresahan (ngerayang). Sehingga, para tetua adat dan masyarakat adat yang bersangkutan menilai tindakan pria tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum adat yang bersangkutan. Harus melalui peninjauan kembali (krame) di lingkungan keluarga pemuda tersebut kemudian diserahkan kepada dewan adat dan masyarakat adat diberitahukan bahwa laki-laki tersebut telah melanggar adat dan harus membayar denda.

Sanksi dari tetua adat yang dapat dikenakan kepada laki-laki yang membatalkan perkawinan.

Maqosidus Syari’ah. 45

Kedudukan hukum upacara dan tradisi pernikahan adat sasak menurut guru ulung dan tokoh Masyarakat Adat Sasak (MAS) Lombok. Atas dasar itu, terjadilah tandingan persepsi antara para guru ulung dengan tokoh masyarakat adat Sasak. Jika dilihat dari aspek hukum Islam, prosesi perkawinan dalam tradisi Sasak lebih banyak merugikan dan juga dapat menimbulkan konflik.

Atas dasar hal tersebut, sebagian masyarakat yang menamakan dirinya tokoh masyarakat adat Sasak berupaya melakukan pemurnian atau pengembalian nilai-nilai kearifan lokal tradisional Sasak yang dianggap jauh dari adat istiadat yang sebenarnya. Anggawa Nuraksi kemudian menjelaskan, beberapa adat Sasak yang menjadi bagian dari ritual pernikahan adat Sasak dianggap menyimpang. Tak hanya itu, rangkaian prosesi pernikahan adat Sasak juga mengalami perubahan standar dalam beberapa hal.

Pernikahan dalam tradisi Sasak merupakan perpaduan budaya asli Sasak dengan ajaran Islam, yang oleh sebagian tokoh masyarakat dianggap relevan dengan ajaran Islam. Perkawinan menurut adat Sasak adalah sah, asalkan kegiatannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dibandingkan dengan kaidah fiqih munakahat dalam Islam, menurut saya sistem perkawinan yang berkembang dalam tata cara perkawinan adat Sasak sudah tidak relevan lagi.

Nyongkolan mengacu pada budaya tradisional yang ada, dalam adat Sasak zaman dahulu, nyongkolan disebut dengan “bejango”. Abdul Mannan, Lc, mengatakan proses pernikahan adat Sasak seperti nyongkolan dan prosesi lainnya merupakan budaya yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam bahkan dalam fiqh sekalipun. Jamiluddin A'wan Muktasar PWNU dengan tegas menyatakan bahwa apabila suatu perkawinan tidak dilaksanakan menurut adat istiadat Sasak maka dapat dikatakan seseorang dalam masyarakat dianggap tidak mengetahui adat istiadat.64.

Faktor yang melatarbelakangi perbedaan persepsi tuan guru dan Tokoh Masyarakat Adat Sasak

Pernyataan tersebut didukung oleh sebagian masyarakat Sasak yang dipimpin oleh tokoh adat antara lain H. Lalu Azhar, mantan Wakil Gubernur NTB dan kini Ketua Masyarakat Adat Sasak (MAS); dan peneliti Belanda Nieuwenhuyzen mendukung pandangan ini. Menurut Nie u wenhuyzen seperti dikutip Kemendikbud, banyak adat istiadat Sasak yang mempunyai kemiripan dengan tradisi suku Bali, namun adat istiadat atau adat istiadatnya, khususnya perkawinan Sasak, merupakan adat istiadat Sasak yang sebenarnya.66 Dilihat dari sudut akulturasi Merariq. Selain itu, praktik perkawinan adat Sasak memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga sebagian masyarakat Lombok enggan mengambil calon istri yang berasal dari daerah yang melaksanakan perkawinan adat Sasak.

Praktek perkawinan adat Sasak pada umumnya dilakukan oleh kalangan bangsawan Sasak dan kaum borjuis yang mempunyai tingkat ekonomi mapan. Beberapa guru ulung membolehkan, menurut mereka pernikahan dengan adat sasak tidak melanggar syariat Islam, itu termasuk didalamnya. Sedangkan para tokoh masyarakat adat Sasak memandang prosesi pernikahan adat Sasak lebih melestarikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang terkandung dalam adat itu sendiri.

Namun para tokoh masyarakat adat Sasak tidak memungkiri bahwa beberapa prosesi pernikahan adat Sasak saat ini sedikit berbeda dengan aturan yang mengatur prosesi adat Sasak. Ketua Dewan Adat Sasak Provinsi NTB Lalu Bayu Windia mengatakan, Suku Sasak mempunyai budaya dan kesenian yang kental dengan pesan moral sehingga penting untuk menanamkan kearifan lokal tersebut dalam kehidupan masyarakat.72. Menurut budayawan Lalu Ari Irawan, penyimpangan tradisi adat Sasak disebabkan oleh adanya pergeseran aspek budaya.

Oleh karena itu perkawinan menurut adat Sasak dilangsungkan oleh sebagian masyarakat yang masih menganut sistem kebangsawanan Sasak, antara lain di daerah Sakra, Dasan Lekong, Lombok Timur, Bonjeruk, Lombok Tengah, sebagian Lombok Utara, seperti pemenang, Bayan. .

PEMBAHASAN

  • Persepsi tuan guru dan tokoh Masyarakat Adat Sasak (MAS) Lombok Terhadap Upacara dan
  • Implikasi perbedaan pendapat bagi hukum Islam dan hukum adat pernikahan adat sasak Lombok
  • Kesimpulan
  • Saran-Saran

Di sisi lain, masyarakat adat Sasak menilai ritual pernikahan adat Sasak menyimpang dari ritual sebenarnya. Tuan Guru lebih menyukai ajaran Islam yang terdiri dari Khitbah dan Nikah dihadirkan dalam prosesi pernikahan adat Sasak. Peran kepala sekolah juga mengubah peran tokoh masyarakat adat Sasak dalam menentukan keabsahan berbagai upacara adat Sasak.

Perbedaan pendapat antara Tuan Guru dan Masyarakat Adat Sasak mengenai perkawinan adat Sasak terbagi menjadi 3 pendapat. Pertama: pernyataan yang menyatakan bahwa tradisi perkawinan adat Sasak merupakan tradisi yang berasal dari tradisi Hindu atau Wetu Telu. Sementara itu, sebagian Tuan Guru berpendapat bahwa tradisi perkawinan adat Sasak tidak menyimpang dari ajaran Islam.

Tokoh masyarakat adat Sasak dan para guru ulung berpendapat bahwa sebagian ritual pernikahan adat Sasak telah terdistorsi sehingga unsur sakralnya semakin memudar. Bagi Bapak Guru hendaknya diperjelas hukum perkawinan adat Sasak berdasarkan dalil maqosidus syariah. Para tokoh adat Sasak hendaknya mengkaji kembali relevansi sistem perkawinan adat Sasak dengan ajaran Islam.

Bagi masyarakat hendaknya melestarikan dan melestarikan budaya tradisional Sasak dengan menjaga kemurnian tradisi tersebut.

Referensi

Dokumen terkait