• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

Gangguan stres pasca trauma (PTSD) setelah melahirkan atau yang bisa disebut dengan trauma lahir bukanlah fenomena baru dan langka yang muncul pada ibu pasca melahirkan. Selain itu, Lovelan-Cook, dkk. 2004) (dalam Yusdiana, 2011, p. 207) menjelaskan bahwa sekitar 7,7% wanita pasca melahirkan memenuhi kriteria diagnostik mengalami gangguan stres pasca trauma (PTSD) setelah melahirkan atau trauma kelahiran dengan gangguan mood dan kecemasan. Secara umum, gangguan stres pascatrauma (PTSD) setelah melahirkan atau trauma kelahiran dapat diartikan sebagai perasaan trauma yang disebabkan oleh 2 aspek berbeda yaitu kehamilan, persalinan, kelahiran, dan nifas (Svanberg, 2019, p. 24).

Selain itu, trauma kelahiran juga bisa terjadi akibat pengalaman traumatis yang dialami seseorang selama ia berada di dalam kandungan hingga ia dilahirkan. Kurangnya persiapan melahirkan dan ketidaksiapan menghadapi perubahan peran menjadi seorang ibu juga menjadi faktor terjadinya trauma kelahiran. Hal ini dikarenakan trauma kelahiran mempunyai dampak atau pengaruh yang besar terhadap ibu, kehamilannya di kemudian hari, serta hubungan ibu dengan pasangan dan bayinya (Ayers, 2009, p. 18).

Para peneliti melihat hal baru dalam mengurangi dampak trauma kelahiran dengan melibatkan tenaga profesional non-medis. Diharapkan melalui usulan kegiatan ini dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai dukungan psikologis terhadap PUS dengan trauma kelahiran.

Tujuan Penyuluhan a. Secara Umum

Metode Penyuluhan 1. Penyuluhan

Media Penyuluhan 1. Power Point

Materi Terlampir

LAMPIRAN

PEMBIAYAAN

KONSEP PASANGAN USIA SUBUR (PUS) 1. Pengertian Pasangan Usia Subur (PUS)

Batasan usia minimal menikah bagi perempuan sama dengan batasan usia minimal menikah bagi laki-laki, yaitu 19 (sembilan belas) tahun.

TRAUMA PERSALINAN

Faktor risiko terkuat saat melahirkan adalah pengalaman melahirkan subjektif yang negatif, persalinan operatif seperti operasi caesar, kurangnya dukungan saat melahirkan, dan disosiasi (Ayers, Bond, Bertullies, & Wijma, 2016, dalam Ayers, 2017, p. 427). Selain itu, penyebab trauma kelahiran adalah buruknya pelayanan antara penyedia layanan kesehatan dan ibu bersalin. Studi kualitatif yang meneliti pengalaman kelahiran traumatis menunjukkan bahwa interaksi dengan penyedia layanan kesehatan merupakan faktor yang lebih penting daripada intervensi medis atau jenis kelahiran.

Dalam studinya, Thomson dan Downe menemukan bahwa trauma terkait kualitas hubungan interpersonal yang buruk dengan pengasuh membuat perempuan atau ibu merasa frustrasi, tidak berdaya, dan terisolasi saat melahirkan (Reed, Sharman, & Inglis, 2017, hal. 2). Dampak dari trauma kelahiran akan berhubungan dengan permasalahan kesehatan mental pasca melahirkan (postpartum), seperti depresi pasca melahirkan yang mengubah perasaan ibu menjadi lebih emosional, apatis dan kurang percaya diri. Simkin (1991) dalam Ballen & Fuhler (2006, p. 305) menyatakan bahwa pengalaman melahirkan yang negatif (traumatik) akan menjadi semakin negatif seiring berjalannya waktu dan akan mempengaruhi kehidupan ibu dalam jangka panjang.

Hubungan emosional dan seksual antara suami dan istri juga akan mengalami keterasingan akibat trauma psikologis yang dialami ibu dengan trauma kelahiran. Ibu tidak dapat menjalankan perannya dengan baik, sehingga akan berdampak negatif pada perkembangan dan tumbuh kembang anak secara sosial, emosional, dan mental. Selain itu, trauma kelahiran atau pengalaman melahirkan yang traumatis akan mempengaruhi keputusan ibu mengenai kelahiran selanjutnya, seperti tempat melahirkan, metode dan pihak yang membantunya dalam proses persalinan.

Berdasarkan tinjauan Cochrane, disimpulkan bahwa wanita membutuhkan peningkatan dukungan emosional saat melahirkan dan pengasuhnya untuk mengurangi risiko trauma. Beck dan Watson (2010) dalam Svenberg (2019) menyatakan bahwa mayoritas wanita dapat mengalami penyembuhan persalinan setelah kelahiran pertama mereka yang traumatis. Namun dukungan tenaga profesional baik medis maupun non medis juga diperlukan untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental ibu serta membantu rencana persalinan ibu.

Dalam kontak kali ini, kami ingin menonjolkan EFA sebagai penyedia dukungan fisik, emosional dan informasional, terutama bagi klien dengan kondisi trauma lahir. Peneliti akan melihat bentuk dukungan yang diberikan dan bagaimana peran doula dilihat dari sudut pandang klien dalam upaya penyembuhan trauma kelahiran.

DUKUNGAN SUAMI 1. Pengertian Dukungan

  • Peran dari Dukungan Suami

Dukungan ini mencakup ungkapan rasa hormat, dorongan untuk maju, dan membantu seseorang melihat aspek positif dari dirinya dengan membandingkan dirinya dengan keadaan orang lain sehingga orang tersebut dapat merasakan penghargaan terhadap dirinya. Dukungan sosial merupakan upaya memberikan pertolongan kepada seseorang dengan tujuan meningkatkan kualitas kesehatan jiwa dengan cara memberikan rasa percaya diri, doa, semangat, semangat, nasehat, dan penerimaan. Depresi selama kehamilan dan pascapersalinan dapat berdampak negatif pada pernikahan dan kehidupan keluarga pasien. Primipara yang mengalami depresi akan mengalami mood lability dan ketidakmampuan beradaptasi terhadap berbagai perubahan yang terjadi.

Oleh karena itu, segala bentuk dukungan sangat diperlukan bagi primipara yang mengalami depresi pasca melahirkan. Dukungan laki-laki merupakan bentuk interaksi yang didalamnya terdapat hubungan saling memberi dan menerima (dirasakan dan diterima). Dukungan laki-laki terhadap istrinya dapat dilakukan dengan membantu pihak perempuan dalam mengurus bayi, misalnya mengganti popok bayi, memandikan bayi atau pada saat ibu sedang menyusui anaknya di malam hari, laki-laki tidak tidur tetapi menemani perempuan menyusui anaknya. .

Seorang wanita yang mengalami tekanan emosional setelah melahirkan akan mengalami hari-hari yang melelahkan setelah keluar dari rumah sakit. Menjadi seorang ibu dengan kelahiran anak pertamanya akan memberikan perubahan yang cukup besar dalam kehidupan seorang wanita. Tanpa dukungan, primipara yang mengalami depresi pasca melahirkan akan mengalami kesulitan dalam menghadapi masa nifas.

Dukungan suami berupa kasih sayang, perhatian, ungkapan simpati, kepedulian dan kasih sayang suami terhadap istrinya akan mempengaruhi wanita yang mengalami depresi pasca melahirkan dalam mengurangi depresi yang dialaminya. Seorang wanita akan merasa dihargai, dicintai, aman dan nyaman jika bisa berbagi dengan suaminya dan menerima aura positif darinya. Seorang wanita yang merasa dihargai, diperhatikan, dan dicintai suaminya tentu tidak akan merasa rendah diri, hal ini merupakan salah satu ciri seorang pasien.

Wanita yang kurang mendapat dukungan akan lebih mudah merasa dirinya tidak berharga dan kurang dipedulikan suaminya, sehingga wanita yang kurang mendapat dukungan dari suaminya akan lebih mudah mengalami depresi lebih lanjut dan tidak mampu mengatasi gejala depresi pasca melahirkan. . Oleh karena itu, dukungan suami berperan penting dalam membantu pasangan mengatasi trauma kelahiran yang dideritanya. Hubungan dukungan suami dan gaya hidup dengan kualitas hidup penerima KB IUD di wilayah Puskesmas Mulyorejo Surabaya.

Diakses tanggal 20 Maret 2015, dari http://health.liputan6.com/read/448659/depresi-usai-melahirkan-ibu-muda-cekik-dua-toddlernya. Hubungan faktor psikososial dan riwayat obstetri dengan depresi pada ibu hamil: fokus pada peran. Hubungan antara dukungan sosial aktual yang diterima dengan ada tidaknya gangguan depresi postpartum pada ibu dewasa muda.

Referensi

Dokumen terkait

Transmission coefficient of an electron incident on a heterostructure potential with nanometer-thick trapezoidal barrier grown on anisotropic materials are derived by solving