• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM CHITOSAN-BASED ACTIVE COATING FOR APPLE PRESERVATION

N/A
N/A
bianda capella

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM CHITOSAN-BASED ACTIVE COATING FOR APPLE PRESERVATION"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

CHITOSAN-BASED ACTIVE COATING FOR APPLE PRESERVATION

Oleh:

Bianda Capella Aulia Shafiyah NIM: 162012333049

Dosen Pembimbing:

Ilma Amalina, S.Si, M.Si, PhD

PRODI REKAYASA NANOTEKNOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI MAJU DAN MULTIDISIPLIN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2023

(2)

1 DAFTAR ISI

BAB I ... 2

PENDAHULUAN ... 2

1.1. TUJUAN ... 2

1.2. LATAR BELAKANG ... 2

1.3. TINJAUAN PUSTAKA ... 2

1.4. RUMUSAN MASALAH ... 3

BAB II ... 3

METODOLOGI ... 3

2.1. ALAT ... 3

2.2. BAHAN ... 3

2.3. PROSEDUR KERJA ... 3

2.3.1. PEMBUATAN CHITOSAN SOLUTION ... 3

2.3.2. PEMBUATAN ALOE VERA GEL ... 4

2.3.3. SINTESIS NANOEMULSI DENGAN ESSENTIAL OIL ... 4

2.3.4. PEMBUATAN FORMULASI COATING ... 4

2.3.5. PROSES COATING KE BUAH APEL ... 4

2.3.6. KARAKTERISASI FORMULASI COATING ... 4

BAB III ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

3.1. DATA OBSERVASI VISUAL... 5

3.2. DATA ANALISIS UV-VIS ... 8

3.3. DATA ANALISIS PSA ... 9

3.4. DATA ANALISIS WEIGH LOSS ... 10

KESIMPULAN ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(3)

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.TUJUAN

Menghasilkan dan mengkarakterisasi kitosan yang dikompositkan dengan aloe vera gel yang ditambahkan dengan nanoemulsi Eucalyptus sebagai lapisan aktif dalam pengawetan buah apel.

1.2.LATAR BELAKANG

Apel merupakan jenis buah yang dikenal memiliki umur simpan yang sangat pendek karena mudah teroksidasi sehingga apel susah untuk dikirim dalam waktu yang lama.

Meskipun apel banyak digunakan untuk pengolahan jus, namun di beberapa negara termasuk India, Asia Tenggara, dan lain-lain, apel juga dikonsumsi sebagai buah meja.

Biasanya, buah apel diangkut setelah dikemas dalam kondisi sekitar ke konsumen. Namun, kondisi sekitar mendorong konversi pati menjadi gula yang mengundang pembusukan mikroba, sehingga menyebabkan umur simpan pascapanen menjadi pendek.

Untuk mencegah hal tersebut, apel dapat di-coating dengan edible biopolymer karena telah terbukti efektif dalam memperpanjang umur simpan pascapanen buah dan sayuran dengan mengurangi kehilangan kelembaban, pertukaran gas, respirasi, pematangan dan laju reaksi oksidatif. Terlebih lagi, biopolimer memiliki sifat biodegradable, biocompatible, edible, environment-friendly, non-toxic, dan bisa menjadi carrier of active functional ingredients. Coating merupakan teknik yang sangat sederhana, murah, serta mudah untuk dilakukan. Coating juga tidak hanya menjaga buah agar tetap fresh, tetapi juga menjamin kualitas dan keamanan produk dengan mencegah kontaminasi dan pembusukan mikroba.

Kitosan merupakan biopolimer yang paling banyak digunakan dan dipelajari dengan baik untuk aplikasi dalam pengawetan dan pengemasan makanan karena beberapa keunggulannya termasuk kelarutan dalam asam lemah, kemampuan membentuk film yang sangat baik, ketersediaan melimpah, hidrofobik, aktivitas antimikroba dan antioksidan yang melekat, dan sifat semi-permeablenya (Basumatary et al., 2022). Ekstrak tumbuhan, terutama minyak atsiri dan nanoemulsinya menawarkan fungsi yang sangat baik dalam komposit berbasis biopolimer, untuk meningkatkan sifat mekanik dan penghalang serta bioaktivitas seperti antioksidan dan sifat antimikroba. Ekstrak tumbuhan, terutama essential oil dan nanoemulsinya memiliki fungsi yang sangat baik dalam komposit berbasis biopolimer, untuk meningkatkan sifat mekanik dan penghalang serta bioaktivitas seperti antioksidan dan sifat antimikroba.

1.3.TINJAUAN PUSTAKA

Emulsi adalah campuran dari dua fase cair yang tidak bercampur di mana satu fase terdispersi ke fase lainnya. Pada dasarnya, emulsi terdiri dari fase kontinyu yang dikenal sebagai fase eksternal, di mana tetesan terdispersi, dan fase terdispersi yang didefinisikan sebagai fase internal atau diskontinu (Abdel-Raouf, 2012). Emulsi adalah sistem yang tidak stabil karena kontak antara fase minyak dan air yang sangat buruk. Untuk membentuk emulsi diperlukan gaya mekanik untuk memisah satu fase ke fase lainnya. Namun, emulsi yang terbentuk tanpa menambahkan bahan aktif permukaan tidak akan stabil, dan fase emulsi akan mulai terpisah dalam lapisan yang berbeda berdasarkan perbedaan densitasnya. Oleh karena itu, penambahan surfaktan diperlukan untuk membuat emulsi yang stabil dalam jangka waktu yang lama (Akbari & Nour, 2018). Menurut Jaiswal et al.

(2015), nanoemulsi adalah miniemulsi yang merupakan dispersi minyak/air atau

(4)

3

air/minyak halus yang distabilkan oleh molekul surfaktan yang memiliki rentang ukuran tetesan 20–600 nm.

Kitosan merupakan turunan dari kitin yang regolong dalam polisakarida linier yang terdiri dari residu terkait (β1→4) dalam jumlah bervariasi dari N-asetil-2 amino-2-deoksi- D-glukosa (glukosamin, GlcN) dan residu 2-amino-2-deoksi-D-glukosa (N-asetil- glukosamin, GlcNAc). Kitosan larut dalam media asam berair melalui protonasi amina primer (Aranaz et al., 2021). Pada jurnal Cheba (2020), menjelaskan kitosan memiliki sifat- sifat yang sangat menguntungkan, yaitu sifat biokompatibilitas, biodegradibilitas dan bioaktivitas yang baik. Selain itu, kitosan juga memiliki sifat physico-chemical yang baik.

Aloe vera adalah tanaman yang telah dikenal selama bertahun-tahun untuk aplilasinya pada bidang kesehatan, kosmetik, dan dermatologi (Surjushe et al., 2008). Aloe vera memiliki banyak keunggulan sehingga banyak diaplikasikan di berbagai bidang. Aloe vera gel sendiri memiliki sifat antioksidan, antibakteri dan antifungi. Aloe vera juga edible, tidak toksik, ramah lingkungan serta dapat mempertahankan warna, kekencangan dan memperpanjang umur simpan tanpa mempengaruhi rasa dan tekstur produk makanan yang di-coating.

Eucalyptus merupakan salah satu jenis essential oil yang sering dimanfaatkan pada bidang kesehatan. Menurut Koswandy dan Ramadhania (2016), spesies tanaman Eucalyptus yang banyak digunakan untuk kebutuhan medis adalah Eucalyptus globulus.

Eucalyptus globulus banyak diperoleh dalam bentuk minyak essential di beberapa toko untuk menjadi anastesia, antiseptik, deodoran, adstringen, desinfektan, ekspektoran, inhalasi, pengusir serangga, menghilangkan rubefacient, dan antelmintik.

1.4.RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang dapat dikaji pada praktikum kali ini adalah:

1. Apakah dengan melapisi buah apel dengan kitosan yang dikompositkan dengan aloe vera gel yang ditambahkan dengan nanoemulsi Eucalyptus bisa digunakan sebagai agen antioksidan dan antimikroba?

2. Bagaimana observasi dan karakterisasi yang dilakukan untuk mengamati dan menganalisis formulasi-formulasi yang dibuat serta apel yang telah dilapisi oleh formulasi-formulasi tersebut?

BAB II METODOLOGI 2.1.ALAT

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gelas beaker, magnetic stirrer dan hot plate, mikropipet 20-200 𝜇𝐿, termometer, timbangan digital, spatula, homoginizer, gelas ukur, UV-Vis dan PSA.

2.2.BAHAN

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah bubuk kitosan, eucalyptus essential oil, tween 80, asam asetat, aquades, buah apel, sodium hypochloride, dan aloe vera.

2.3.PROSEDUR KERJA

2.3.1. PEMBUATAN CHITOSAN SOLUTION

Pertama, bubuk kitosan ditimbang terlebih dahulu hingga 4.5 gram. Untuk membuat larutan kitosan, 15 mL asam asetat dicampurkan dengan 1485 mL akuades, kemudian

(5)

4

larutan tersebut diletakkan ke atas magnetic stirrer. Bubuk kitosan yang telah ditimbang sebelumnya, dimasukkan ke dalam larutan asam asetat dan akuades secara perlahan-lahan seiring dengan stirring. Setelah semua bubuk kitosan dimasukka, larutan tersebut dibiarkan teraduk secara konstan pada 750 rpm selama 18 jam.

2.3.2. PEMBUATAN ALOE VERA GEL

Daging dari aloe vera dikeruk terlebih dahulu hingga habis. Kemudian aloe vera tersebut di-homogen-kan selama 15 sampai 30 menit hingga aloe vera tersebut sudah benar-benar homogen. Langkah selanjutnya yaitu aloe vera yang telah homogen dipasteurisasi pada suhu 70 hingga 75oC dengan pengadukan konstan selama 15 menit.

Selanjutnya aloe vera didinginkan dan disaring.

2.3.3. SINTESIS NANOEMULSI DENGAN ESSENTIAL OIL

Sebelum mensintesis nanoemulsi, larutan tween 80 dibuat terlebih dahulu. 60 mL tween 80 dicampurkan dengan 340 mL akuades. Setelah itu, untuk mensintesis nanoemulsi, larutan tween 80 yang telah dibuat ditambahkan dengan 42.8 mL eucalyptus dan diaduk selama 10 menit pada 1200 rpm.

2.3.4. PEMBUATAN FORMULASI COATING

Formulasi coating yang dibuat pada praktikum kali ini terdapat 4 jenis. Untuk membuat formulasi kitosan (CH), larutan kitosan yang telah dibuat diambil 150 mL.

Untuk membuat formulasi kitosan dan aloe vera (CH/AVG) larutan kitosan 150 mL dicampurkan dengan 37.5 mL aloe vera gel kemudian diaduk selama 10 menit. Untuk membuat formulasi kitosan dan eucalyptus (CH/EUC) larutan kitosan 150 mL dicampurkan dengan 30 mL eucalyptus dan diaduk selama 10 menit. Untuk membuat formulasi kitosan, aloe vera dan eucalyptus (CH/AVG/EUC) larutan kitosan 150 mL dicampurkan dengan 37.5 mL aloe vera gel dan ditambahkan dengan 30 mL eucalyptus dan diaduk selama 10 menit.

2.3.5. PROSES COATING KE BUAH APEL

Sebelum di-coating, apel dicuci terlebih dahulu, kemudian disanitasi selama 15 menit dengan larutan 166.6 mL sodium hypochloride dan 2000 mL akuades yang telah dibuat sebelumnya. Kemudian apel dikeringkan hingga benar-benar kering. Setelah kering, apel mulai di-coating ke larutan-larutan coating formulation yang telah dibuat masing- masing tiga buah apel per formulasi.

2.3.6. KARAKTERISASI FORMULASI COATING

Setelah dilakukan coating pada apel, apel tersebut diamati selama 7 hari secara visual untuk mengetahui apa yang telah berubah setiap harinya dari permukaan apel yang di- coating. Selain itu formulasi-formulasi coating yang telah dibuat, dikarakterisasi dan dianalisis menggunakan UV-Vis dan PSA. UV-Vis digunakan untuk mengetahui panjang gelombang pada peak tertinggi. Dan PSA digunakan untuk mengetahui ukuran nanopartikel yang terbentuk di dalam formulasi coating yang telah dibuat.

(6)

5 BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.DATA OBSERVASI VISUAL

Hari ke- Kontrol CH CH/AVG CH/EUC CH/AVG/EUC

0

1

2

3

6

7

Tabel 1. Data observasi visual apel hijau yang telah di-coating dalam kurun waktu tujuh hari

(7)

6 Hari

ke- Kontrol CH CH/AVG CH/EUC CH/AVG/EUC

0

1

2

3

6

7

Tabel 2. Data observasi visual apel merah yang telah di-coating dalam kurun waktu tujuh hari

Jenis

Apel Kontrol CH CH/AVG CH/EUC CH/AVG/EUC

Apel Hijau

Apel Merah

Tabel 3. Data observasi kebusukan sampel pada apel hijau dan apel merah

Observasi visual dilakukan selama tujuh hari setelah apel di-coating. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kebusukan dari apel-apel tersebut perharinya. Pada praktikum ini kitosan berfungsi sebagai antimikroba serta memperpanjang umur simpan dari buah (Duan et al., 2019). Menurut Nicolau-Lapeña et al. (2021), aloe vera dalam coating pada buah berfungsi sebagai antioksidan, antimikroba serta dapat memperpanjang umur simpan. Sedangkan Eucalyptus merupakan salah satu jenis essential oil yang akan dibuat menjadi nanoemulsi dan akan bertindak sebagai surfaktan. Untuk membuat nanoemulsi, diperlukan tween 80, dimana tween 80 ini berfungsi sebagai stabilizer

(8)

7

sehingga partikel-partikel dari Eucalyptus tidak kembali bergabung menjadi satu (Basumatary et al., 2022).

Pada praktikum ini, dua jenis apel diamati untuk mengetahui masa simpan dari setiap jenisnya. Tabel 1 merupakan data observasi dari apel hijau yang telah di-coating dan diamati selama tujuh hari. Pada hari ke-0 hingga hari ke-1 apel hijau masih belum terlihat perubahan yang signifikan. Pada hari ke-2, apel-apel sudah mulai terlihat perubahan warna, terlebih lagi apel sampel kontrol dan CH/AVG yang perubahan warnanya terlihat sangat signifikan berbeda. Pada hari ke-3 perubahan warna dari semua sampel apel terlihat jelas.

Formulasi kontrol, CH, serta CH/AVG pada setiap apel sudah mulai banyak yang berubah menjadi warna coklat. Sementara pada formulasi CH/EUC dan CH/AVG/EUC masih terdapat buah apel yang lebih banyak warnah hijau dibandingkan warna coklatnya. Pada hari ke-4 dan ke-5, karena bertepatan dengan hari Sabtu dan Minggu, sehingga kami tidak bisa mengamati visualnya. Pada hari ke-6 apel yang menjaid kontrol sudah benar-benar berubah menjadi warna coklat di ketiga sampel. Sementara pada empat formulasi lain, masih terlihat sisi-sisi yang berwarna hijau. Pada hari ke-7, semua apel kontrol menjadi coklat gelap. Apel dengan formulasi CH hanya satu yang berubah menjadi coklat sepenuhnya sementara dua lainnya masih didominasi dengan warna hijau. Apel dengan formulasi CH/AVG dua apel didominasi oleh warna kecoklatan tetapi masih ada beberapa sisi yang berwarna hijau dan satu apel masih berwarna hijau meskipun banyak bercak- bercak coklat. Apel dengan formulasi CH/EUC hanya satu apel yang didominasi oleh warna coklat dan dua lainnya masih didominasi oleh warna hijau. Dan apel dengan formulasi CH/AVG/EUC, dua apel telah berubah menjadi coklat dan hanya satu apel yang masih berwarna hijau.

Dapat dilihat bahwa dari kelima formulasi tersebut, sampel CH, CH/AVG, CH/EUC dan CH/AVG/EUC terjadi perlambatan perubahan warna dibandingkan dengan sampel kontrol. Hal ini dapat terjadi karena coating yang diberikan kepada apel-apel tersebut dapat menjadi penghalang semi-permeabel dan memiliki sifat bioaktid seperti antioksidan dan antimikroba. Selain itu perlambatan perubahan warna juga terikat dengan proses dehidrasi dan oksidasi. Menurut literatur, penggabungan Eucalyptus nanoemulsion ke dalam kitosan dan aloe vera dapat menghambat pertukaran uap air dan gas lainnya antara buah yang di- coating dengan lingkungan sekitarnya serta dapat menunda perubahan warna dan pembusukan dimana tingkat oksidasi dan dehidrasi menjadi lebih rendah sehingga dapat meningkatkan umur simpan dari buah (Basumatary et al., 2022). Namun, pada praktikum yang kami lakukan, apel yang di-coating dengan CH/EUC/AVG jauh lebih busuk dibandingkan dengan apel yang di-coating dengan CH dan CH/EUC. Hal ini menandakan bahwa tingkat oksidasi dan dehidrasi dari formulasi tersebut lebih tinggi dari kedua formulasi lainnya. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena saat diberi coating pada apel dengan formulasi CH/AVG/EUC lebih banyak dari apel yang di-coating dengan formulasi laibn, sehingga saat diletakkan pada baskom, coating tersebut jatuh ke bawah apel sehingga dapat menggenang apel tersebut yang dapat mengakibatkan apel terdrbut lebih cepat membusuk karena kelebabab yang disebabkan oleh genangan.

Tabel 2 merupakan data observasi dari apel merah yang telah di-coating dan diamati selama tujuh hari. Dibandingkan dengan apel hijau, perubahan warna yang dihasilkan oleh apel merah setiap harinya tidak terlalu signifikan. Pada hari ke-0 hingga hari ke-3 tidak ada perubahan warna yang sangat signifikan pada setiap sampel kecuali pada formulasi CH/AVG, CH/EUC, dan CH/AVG/EUC terdapat beberapa bagian yang berubah menjadi

(9)

8

warna hitam. pada hari ke-4 dan ke-5, kami tidak dapat melakukan observasi secara visual karena hari tersebut betepatan dengan hari Sabtu dan Minggu. Pada hari ke-6 dan ke-7 juga tidak terlihat perubahan warna yang sangat signifikan seperti pada apel hijau. Kami menyimpulkan bahwa sampel-sampel apel merah yang di-coating maupun yang tidak, tidak mengalami perubahan warna yang signifikan dan pembusukan karena kemungkinan apel tersebut sudah dilapisi oleh lilin yang diberikan pada swalayan untuk memperlambat proses pembusukan, sehingga denga nada atau tidak adanya coating tersebut kami tidak bisa mengamati tingkat dehidrasi dan oksidasinya.

Tabel 3 merupakan hasil observasi kebusukan setiap sampel pada apel hijau dan apel merah. Pada apel hijau dapat terlihat bahwa diantara lima sampel yang ada, sampel kontrol merupakan sampel yang paling busuk, ditandai dengan berubahnya warna daging apel yang menjadi coklat. Setelah itu, sampel apel yang di-coating dengan CH/AVG terdapat salah satu apel yang berubah menjadi kecoklatan. Sampel CH/AVG/EUC juga terdapat warna kecoklatan. Selain itu dua sampel lainnya tidak terjadi perubahan yang sangat signifikan, yang menandakan bahwa coating yang dilakukan dapat menghambat pembusukan dari apel. Pada apel merah, semua sampel tidak terjadi perubahan warna yang signifikan pada dagingnya. Hanya saja, jika diamati lebih detail, apel merah sampel kontrol terjadi perubahan warna menjadi sedikit berwarna coklat. Selain itu sampel CH/AVG/EUC terdapat sedikit warna kehitaman di beberapa sisi yang menandakan pembusukan tidak merata.

3.2.DATA ANALISIS UV-VIS

Gambar 1. Grafik analisis sampel dengan menggunakan UV-Vis

Gambar 1 merupakan grafik analisis setiap formulasi sampel dengan menggunakan UV- Vis. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa peak kitosan muncul di sekitar 275-300 nm.

Sampel yang mengandung AVG dan EUC memiliki peak paling tinggi, sementara sampel yang tidak mengandung kedua hal tersebut memiliki peak paling rendah. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa dengan adanya penambahan AVG, EUC atau AVG/EUC akan meningkatkan peak yang terbentuk. Namun pada jurnal Basumatary et al. (2022), dengan penambahan AVG dan EUC justru menurunkan peak yang ada.

Selain itu, UV-Vis dapat digunakan untuk mengetahui SPR atau surface plasmon resonance yang dapat menentukan bentuk dari nanopartikel yang terbentuk. Pada sampel CH/EUC/AVG dan CH/AVG terdapat dua peak yang terbentuk, sehingga dapat diketahui

(10)

9

bahwa kemungkinan nanopartikel yang terbentuk adalah nanowire. Sementara pada sampel CH dan CH/EUC pada grafik tersebut, hanya memiliki satu peak yang menandakan bahwa kemungkinan nanopartikel yang terbentuk adalah nanosphere.

3.3.DATA ANALISIS PSA

Gambar 3. Hasil analisis PSA (a) distribusi ukuran pada sampel CH/EUC, (b) grafik real time sampel CH/EUC, (c) distribusi ukuran pada sampel CH/AVG, (d) grafik real time sampel CH/AVG, (e) distribusi ukuran pada sampel CH//AVG/EUC, dan (f) grafik real

time sampel CH/AVG/EUC

Gambar 2 merupakan hasil analisis PSA pada sampel CH/EUC, CH/AVG dan CH/AVG/EUC. Gambar 2 (a) dan (b) merupakan hasil analisis PSA pada sampel CH/EUC.

Dapat dilihat bahwa rentang nanopartikel yang terbentuk pada emulsi tersebut sekitar 1500

a b

c d

e

f

(11)

10

hingga 4500 nm dengan diameter rata-rata sebesar 2652.2 nm dan Polydispersity Index (PI) sebesar 0.732. Grafik real time pada sampel CH/EUC (gambar 2.b) menunjukkan banyak peak yang terbentuk yang menandakan bahwa sampel tersebut tidak terlalu homogen.

Gambar 2 (c) dan (d) merupakan hasil analisis PSA pada sampel CH/AVG. Dari gambar 2.c dapat diketahui bahwa rentang ukuran nanopartikel yang terbentuk pada emulsi tersebut berada di sekitar 2000 hingga 3600 nm dengan diameter rata-rata sebesar 3126.1 nm dan PI sebesar 0.271. Grafik real time pada sampel CH/AVG (gambar 2.d) menunjukkan banyak peak yang terbentuk tetapi 2200 hingga 3200 nm yang menandakan bahwa sampel tersebut homogen, yang diperkuat dengan nilai PI yang kecil. Gambar 2 (e) dan (f) merupakan hasil analisis PSA pada sampel CH/AVG/EUC. Gambar 2.e menunjukkan bahwa rentang ukuran nanopartikel yang terbentuk pada emulsi diantara 2000 hingga 4500 nm dengan diameter rata-rata sebesar 2978.1 nm dan nilai PI sebesar 0.713. Gambar 3.f menunkukkan grafik real time pada sampel CH/AVG/EUC yang menunjukkan banyak peak yang terbentuk yang menandakan bahwa sampel tersebut tidak terlalu homogen.

Dari semua sampel yang dianalisis dengam menggunakan PSA ini, tidak ada satupun sampel yang memiliki ukuran nanometer. Semua sampel memiliki rata-rata sekitar 2-3.1 𝜇𝑚. Hal ini menunjukkan bahwa semua emulsi yang dibentuk bukanlah nanoemulsi karena pada literatur, ukuran nanoemulsi sebesar 20–600 nm (Jaiswal et al., 2015). Nanoemulsi tidak dapat terbentuk pada saat melakukan analisis PSA ini kemungkinan dapat terjadi karena ultrasonikasi yang dilakukan sebelum analisis PSA kurang. Pada literatur, dengan menggunakan ultrasonikasi yang cukup, maka ukuran partikel bisa berkurang (Yang et al., 2021). Karena sampel-sampel tersebut sebelumnya telah disimpan di dalam kulkas selama beberapa hari, kemungkinan telah terjadi aglomerasi karena performa dari tween 80 berkurang. Dapat dilihat pula dari ketiga sampel yang dianalisis, sampel CH/AVG merupakan sampel dengan diameter terbesar. Selain karena terjadi aglomerasi, sampel tersebut tidak mengandung tween 80 sehingga tidak ada stabilizer yang dapat menstabilkan sampel. Berbeda dengan sampel CH/EUC dan sampel CH/AVG/EUC yang memiliki kandungan tween 80 di dalamnya, partikel yang terbentuk masih sekitar 2 𝜇𝑚.

3.4.DATA ANALISIS WEIGH LOSS

Analisis weight loss dilakukan untuk mengetahui massa yang hilang karena terdehidrasi dan juga teroksidasi. Analisis ini dilakukan dengan cara mengukur massa apel sebelum di- coating (pada hari ke-0) dan massa apel setelah tujuh hari pengamatan (pada hari ke-7).

Setelah diukur, persentase massa dihitung secara gravimetri dengan persamaan di bawah ini dengan Wi adalah massa pada hari ke-0 dan Wf adalah massa pada hari ke-7.

𝑊𝑖−𝑊𝑓

𝑊𝑖 × 100 (1) Setelah dilakukan analisis, apel hijau sampel kontrol mengalami weight loss sebesar 5.809%, sampel CH mengalami weight loss sebesar 3.757%, sampel CH/AVG mengalami weight loss sebesar 3.466%, sampel CH/EUC mengalami weight loss sebesar 3.839% dan sampel CH/AVG/EUC mengalami weight loss sebesar 4.354%. Dapat dilihat bahwa sampel yang mengalami weight loss terbesar adalah sampel kontrol dan yang terkeci adalah sampel CH/AVG. Weight loss yang tergolong kecil setelah apel di-coating ini disebabkan oleh pembentukan penghalang semi-permeabel yang mencegah transpirasi. Pembentukan penghalang semi-permeabel ini dapat mencegah terjadinya dehidrasi dan oksidasi yang terjadi pada apel hijau. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel kontrol mengalami

(12)

11

dehidrasi dan oksidasi yang sangat tinggi sehingga proses pembusukan yang terjadi lebih cepat.

Pada apel merah sampel kontrol mengalami weight loss sebesar 3.035%, sampel CH mengalami weight loss sebesar 2.790%, sampel CH/AVG mengalami weight loss sebesar 1.533%, sampel CH/EUC mengalami weight loss sebesar 1.926% dan sampel CH/AVG/EUC mengalami weight loss sebesar 1.881%. Berbeda dengan pada saat observasi visual yang menandakan bahwa perubahan warna pada sampel kontrol tidak terlalu terlihat, pada analisis weight loss ternyata sampel kontrol merupakan sampel yang mengalami weight loss terbesar dibandingkan dengan sampel lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadi kebusukan di dalam apel merah sampel kontrol yang tidak terlihat di permukaannya. Selain itu weight loss yang dialami oleh apel merah terlihat lebih kecil dibandingkan dengan apel hijau. Sama seperti penjelasan pada observasi visual, hal ini dapat terjadi karena kemungkinan apel merah telah diberi lapisan lilin sebelumnya yang dapat mencegah terjadinya kebusukan dengan cepat.

Pada sampel apel hijau maupun apel merah, sampel yang mengandung kitosan di dalamnya mengalami pengurangan weight loss dibanding sampel yang tidak mengandung kitosan. Pada literatur, penggunaan kitosan sangat menurunkan permeabilitas uap air dari bahan coating sehingga mengurangi kehilangan massa buah dan sayuran yang di-coating selama penyimpanan (Basumatary et al., 2022). Selain itu aloe vera gel dapat meningkatkan hidrofobisitas kitosan dengan cross-linking dengan gugus hidroksil dalam lapisan komposit, yang dapat mengurangi permeabilitas uap air lapisan, dan dengan demikian menurunkan weight loss.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa didapatkan pada praktikum kali ini yaitu coating yang dilakukan untuk melapisi apel dengan menggunakan kitosan yang dikompositkan dengan aloe vera gel yang ditambahkan dengan nanoemulsi Eucalyptus sebagai sebagai lapisan aktif dalam pengawetan buah berhasil dilakukan. Apel yang di-coating mengalami perlambatan pembusukan karena laju oksidasi dan dehidrasi dari apel-apel tersebut melambat. Pada observasi visual yang diamati dari luar serta dalam apel, diketahui bahwa apel dengan coating mengalami perubahan warna yang tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan apel yang tidak di coating. Dengan menggunakan UV-Vis, dapat diketahui bahwa peak dari kitosan muncul pada panjang gelombang sekitar 275-300 nm. Saat analisis PSA, semua sampel yang dianalisis memiliki ukuran mikrometer, yang menandakan bahwa nanoemulsi yang telah dibuat sudah tidak berukuran nanometer dikarenakan aglomerasi yang terjadi kan kurangnya perlakuan ultrasonikasi. Pada analisis weight loss, pada apel merah maupun apel hijau yang memiliki persentase weight loss terbesar berada pada sampel kontrol yang menandakan bahwa dibandingkan dengan sampel yang lain, sampel kontrol merupakan sampel yang paling cepat membusuk. Selain itu, pada apel yang di-coating mengalami pengurangan massa yang tergolong sedikit yang menandakan bahwa apel tersebut masih dalam keadaan segar.

(13)

12 DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Raouf, M. E. (2012). Crude Oil Emulsions- Composition Stability and Characterization.

InTech EBooks. https://doi.org/10.5772/2677

Akbari, S., & Nour, A. H. (2018). Emulsion types, stability mechanisms and rheology: A review. International Journal of Innovative Research and Scientific Studies, 1(1), 11–

17. https://doi.org/10.53894/ijirss.v1i1.4

Aranaz, I., Alcántara, A. R., Civera, C., Arias, C., Elorza, B., Caballero, Á. M. H., & Acosta, N. (2021). Chitosan: An Overview of Its Properties and Applications. Polymers, 13(19), 3256. https://doi.org/10.3390/polym13193256

Basumatary, I. B., Mukherjee, A., Katiyar, V., Dutta, J., & Kumar, S. (2022). Chitosan-based active coating for pineapple preservation: Evaluation of antimicrobial efficacy and shelf-life extension. Lebensmittel-Wissenschaft & Technologie, 168, 113940.

https://doi.org/10.1016/j.lwt.2022.113940

Cheba, B. A. (2020). Chitosan: Properties, Modifications and Food Nanobiotechnology.

Procedia Manufacturing, 46, 652–658. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2020.03.093 Duan, C., Meng, X., Meng, J., Khan, I. A., Wang, L., Khan, A., An, X., Zhang, J., Huq, T., &

Ni, Y. (2019). Chitosan as A Preservative for Fruits and Vegetables: A Review on Chemistry and Antimicrobial Properties. Journal of Bioresources and Bioproducts, 4(1), 11–21. https://doi.org/10.21967/jbb.v4i1.189

Koswandy, L. F., & Ramadhania, Z. M. (2016). Kandungan Senyawa Kimia dan Bioaktivitas dari Eucalyptus globulus Labill. Farmaka, 14(2), 63–78.

https://doi.org/10.24198/jf.v14i2.10815

Nicolau-Lapeña, I., Colás-Medà, P., Alegre, I., Aguiló-Aguayo, I., Muranyi, P., & Viñas, I.

(2021). Aloe vera gel: An update on its use as a functional edible coating to preserve fruits and vegetables. Progress in Organic Coatings, 151, 106007.

https://doi.org/10.1016/j.porgcoat.2020.106007

Surjushe, A., Vasani, R., & Saple, D. G. (2008). Aloe vera: A short review. Indian Journal of Dermatology, 53(4), 163. https://doi.org/10.4103/0019-5154.44785

Yang, G., Lin, W., Lai, H., Tong, J., Lei, J., Yuan, M., Zhang, Y., & Cui, C. (2021).

Understanding the relationship between particle size and ultrasonic treatment during the synthesis of metal nanoparticles. Ultrasonics Sonochemistry, 73, 105497.

https://doi.org/10.1016/j.ultsonch.2021.105497

Referensi

Dokumen terkait