• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum II Ekologi Umum Acara IV & V

N/A
N/A
adorelaze

Academic year: 2025

Membagikan "Laporan Praktikum II Ekologi Umum Acara IV & V"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM II EKOLOGI UMUM ACARA IV & V

DISUSUN OLEH:

NAMA : CECILIANA CHARSYAH

NIM : M0821017

KELOMPOK : 1

ASISTEN : DESTA EKA FAHRUROZI

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2022

(2)

2

ACARA IV: DISTRIBUSI POPULASI DAN ASOSIASI SPESIES I. TUJUAN

1. Memahami metode analisis penyebaran populasi tumbuhan pada suatu habitat.

2. Memahami metode analisis asosiasi antar spesies dalam suatu populasi II. KAJIAN PUSTAKA

Ekosistem merupakan perpaduan dari populasi dan lingkungan fisik yang dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan dan pertumbuhan. Populasi merupakan suatu kelompok dengan spesies yang sama pada suatu Kawasan atau daerah yang sama. Populasi memiliki karakteristik berupa terdapat kepadatan (densitas), tingkat kelahiran (natalitas), tingkat kematian (mortalitas), penyebaran (distribusi) umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku, dan pemencaran (dispersi) (Rahman, 2021).

Individu yang berkelompok menjadi strategi dalam menghadapi perubahan cuaca, musim, habitat, dan proses reproduksi (Permana dkk, 2018). Penyebaran individu populasi pada suatu wilayah disebut dengan distribusi populasi. Distribusi populasi memiliki pola tertentu yang menjadi pembeda dan disebut dengan pola distribusi.

Pola distribusi merupakan susunan dan jaringan dengan lingkungan yang disebabkan dari adanya penyebaran makhluk hidup di alam (Lubis dkk, 2021).

Menurut Amaral et al. (2015) bahwa salah satu metode untuk mengevaluasi pola distribusi spesies di alam adalah Indeks Morisita (IΞ΄). Perhitungan Indeks Morisita dipengaruhi oleh jenis distribusi, jumlah atau ukuran sampel, dan ukuran rata-rata (Ferraz et al, 2020).

Hubungan antar makhluk hidup yang saling ketergantungan dan merupakan hal alamiah yang dapat terjadi di alam disebut dengan asosiasi. Asosiasi memiliki ciri- ciri berupa memiliki komposisi floristik yang serupa, fisiognomi serupa, dan habitat yang berkarakteristik (Putra dan Nurlaily, 2021). Selain itu, asosiasi dapat bersifat positif, negatif, dan tidak berasosiasi.

III. PEMBAHASAN

Distribusi populasi merupakan penyebaran dari individu-individu suatu populasi pada suatu wilayah. Distribusi populasi dipengaruhi oleh kondisi habitatnya dan faktor lainnya seperti intensitas cahaya, kondisi iklim, pergerakan air, angin, reproduksi, sosial atau tingkah laku teritorial, perlindungan dari predator,

(3)

3

dan persaingan. Pola persebaran setiap populasi berbeda-beda dengan populasi lainnya. Distribusi populasi memiliki tiga macam pola yang tersebar di alam yaitu acak (random), mengelompok (clumped), dan merata (uniform). Pola distribusi acak (random) merupakan pola dimana masing-masing individu dapat menyebar di beberapa tempat dan mengelompok di tempat lainnya. Pola distribusi acak dapat terjadi apabila kondisi lingkungannya homogen, seragam, atau konsisten dan tidak ada persaingan antar individu, sehingga pola ini relatif tidak umum terjadi di alam.

Pola distribusi mengelompok (clumped) merupakan pola dimana setiap individu terdapat dalam kelompok-kelompok dan jarang terlihat terpisah dari kelompoknya.

Pola distribusi mengelompok menjadi pola yang umum terdapat di alam, dikarenakan kondisi lingkungan abiotik yang jarang seragam atau heterogen dan kebutuhan terkait faktor lingkungan yang serupa. Selain itu juga didukung dengan pola reproduksi spesies menjadi pendorong kelompok dapat terbentuk serta pola perilaku menjadi pendukung kesatuan dapat terbentuk. Pola distribusi merata (uniform) merupakan pola dimana dalam komunitas terdapat individu-individu yang berada pada tempat tertentu. Pola distribusi ini jarang terdapat di alam, dapat terjadi apabila memiliki kondisi lingkungan habitat yang cukup merata dan terdapat persaingan kuat antar individu populasi sehingga terciptanya pembagian tempat dan distribusi individu yang sama. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui pola distribusi populasi adalah dengan Indeks Morisita (IΞ΄).

Pengelompokan pola distribusi populasi berdasarkan nilai Indeks Morisita meliputi pola distribusi merata (uniform) bila nilai Indeks Morisita < 1, pola distribusi acak (random) bila nilai Indeks Morisita = 1, dan pola distribusi mengelompok (clumped) bila nilai Indeks Morisita > 1. Dalam ekologi spesies, terdapat interaksi spesies yang menjadi salah satu hal penting. Sejumlah faktor biotik dan abiotik berpengaruh pada distribusi, kelimpahan, dan interaksi spesies dalam suatu komunitas. Asosiasi antar spesies spesifik tercipta dengan adanya interaksi antar spesies, dimana polanya dipengaruhi oleh salah satu spesies menang atau diuntungkan, kalah atau dirugikan, dan terdapat keseimbangan. Interaksi yang tercipta disebut dengan simbiosis, dengan jenis berupa mutualisme, komensalisme, predasi, kompetisi, amensalisme, dan neutralisme. Asosiasi dapat bersifat positif, negatif, dan tidak berasosiasi.

Asosiasi bersifat positif apabila terdapatnya suatu jenis organisme dengan jenis organisme lainnya secara bersamaan atau pasangan jenis organisme lebih dari yang diharapkan. Asosiasi bersifat negatif terjadi apabila suatu jenis organisme dengan

(4)

4

jenis organisme lainnya tidak ada secara bersamaan atau pasangan jenis organisme tidak sesuai dari yang diharapkan. Dapat dikatakan bahwa pada asosiasi negatif tidak terdapat hubungan yang saling menguntungkan atau timbal balik serta tidak terdapat toleransi hidup beriringan pada wilayah yang sama. Berbagai spesies yang berada dalam komunitas organisme memberi peluang terciptanya persaingan atau kompetisi antar individu atau antar spesies sehingga terbentuk komposisi dan dominansi yang beraneka ragam. Asosiasi antar spesies ini dapat diketahui dengan tabel kontingensi 2x2 dan menggunakan rumus Chi-square.

Analisis vegetasi merupakan cara untuk mengetahui dan mempelajari komposisi jenis, dominansi, besar penyebaran ataupun asosiasi antar spesies secara struktur dari komunitas tumbuhan. Salah satu metode untuk analisis vegetasi adalah metode transek garis. Metode transek sendiri merupakan metode jalur melintang pada wilayah yang akan di analisis. Bila vegetasi yang di analisisnya sederhana maka penggunaan garis dapat semakin pendek. Panjang garis bila pengukuran dilakukan di wilayah hutan adalah sekitar 50-100 m, untuk semak belukar sekitar 5- 10 m, dan bila vegetasinya lebih sederhana maka cukup 1 m. Transek ini bertujuan guna dapat mengetahui hubungan terkait perubahan pada vegetasi dan perubahan pada lingkungan serta dapat mengetahui jenis vegetasi yang terdapat pada suatu wilayah dengan cepat. Kelebihan dari analisis menggunakan metode transek yaitu data yang dapat memiliki tingkat akurasi yang baik dan data jumlah yang dapat dicatat dengan lebih teliti. Metode transek garis (Line Transect) digunakan untuk mengetahui dan mempelajari komunitas pada suatu habitat. Pada metode ini, dua titik pusat garis transek ditentukan terlebih dahulu. Panjang garis yang digunakan dapat berupa 10 m, 25 m, 50 m, atau 100 m dengan tebal garis 1 cm serta pada garis transek dibuat beberapa segmen dengan panjang 1 m, 5 m, atau 10 m. Kemudian vegetasi pada segmen-segmen tersebut diamati. Selain merode transek garis, terdapat juga metode plot atau petak. Metode plot (metode kuadrat) merupakan metode dengan pengamatan pada petak sampel yang dibuat yang luasnya satuan kuadrat. Luas dari petak contoh yang diamati harus dapat mencerminkan keadaan yang sesuai dengan komposisi tumbuhan yang sebenarnya, sehingga analisis vegetasinya efisien. Metode plot dapat dilaksanakan dengan dua macam bagian, yaitu dengan petak tunggal dan petak ganda. Metode petak tunggal merupakan metode yang membutuhkan satu petak sampel dengan ukuran tertentu yang

(5)

5

mewakili suatu vegetasi, sedangkan metode petak ganda membutuhkan beberapa petak sampel dengan ukuran tertentu yang sistematik.

Tabel 2. Asosiasi Antar Spesies

𝐻0 = Tidak ada asosiasi antara spesies B dan C 𝐻1 = Ada asosiasi antara spesies B dan C

Spesies Spesies B Jumlah

Spesies C Ada Ada Tidak Ada 4

3 1

Tidak Ada 1 0 1

Jumlah 4 1 5

𝑋2 = 𝑛(|π‘Žπ‘‘ βˆ’ 𝑏𝑐| βˆ’ 0,5𝑛)2 (π‘Ž + 𝑐)(𝑏 + 𝑑)(𝑐 + 𝑑)(π‘Ž + 𝑏)

Keterangan:

π‘Ž : Jumlah petak contoh yang mengandung spesies A dan B 𝑏 : Jumlah petak contoh yang mengandung spesies A 𝑐 : Jumlah petak contoh yang mengandung spesies B

𝑑 : Jumlah petak contoh yang tidak mengandung spesies A dan B 𝑛 : Jumlah petak contoh yang dibuat

𝑋2 = 5(|0 βˆ’ 1| βˆ’ 0,5 Γ— 5)2 (3 + 1)(1 + 0)(1 + 0)(3 + 𝑏1)

𝑋2 = 5(|βˆ’1| βˆ’ 2,5)2 (4)(1)(1)(4)

𝑋2 = 11,25 16 𝑋2 = 0,703125

𝑋2 dengan Ξ± = 1% dan derajat bebas = 1, memiliki nilai sebesar 6,63 𝑋2 dengan Ξ± = 5% dan derajat bebas = 1, memiliki nilai sebesar 3,84

(6)

6

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis, didapat bahwa hasil setiap spesies di setiap plot memiliki jumlah yang berbeda-beda. Dari hasil perhitungan data sampling menggunakan Indeks Morisita seperti yang terlampir pada Tabel 1, menunjukkan bahwa spesies B, C, E, dan F memiliki nilai IΞ΄ lebih dari 1. Spesies B memiliki nilai Indeks Morisita sebesar 1,1712; spesies C sebesar 1,1788; spesies E sebesar 1,265; dan spesies F sebesar 1,0735. Sedangkan spesies A dan D memiliki nilai IΞ΄ kurang dari 1. Nilai Indeks Morisita spesies A sebesar 0,9092 dan spesies D sebesar0,6945. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola distribusi populasi spesies B, C, E, dan F adalah berkelompok (clumped) karena memiliki nilai Indeks Morisita lebih dari 1, sedangkan pola distribusi populasi spesies A dan D adalah merata atau seragam (uniform) karena memiliki nilai Indeks Morisita kurang dari 1. Dari hasil perhitungan asosiasi antar spesies yang terlampir pada Tabel 2, didapat bahwa Chi- square (𝑋2) sebesar 0,703125. Hasil tersebut lebih kecil dari 6,63 dengan Ξ± = 1%

dan derajat bebas = 1 serta 3,84 dengan α = 5% dan derajat bebas = 1. Sehingga dapat disimpulkan 𝐻0 diterima, bahwa tidak ada asosiasi antara spesies B dan C, baik yang nyata (α = 5%) dan sangat nyata (α = 1%)

Pengelolaan lingkungan yang tidak baik dan benar dapat menyebabkan berbagai dampak yang merugikan. Maka dari itu perlu dilakukan analisis distribusi populasi dan asosiasi antar spesies untuk dapat mendukung upaya pengelolaan lingkungan.

Analisis distribusi populasi berguna untuk dapat mengetahui penyebaran populasi pada suatu wilayah dan mengetahui apakah suatu populasi pada wilayah tersebut jumlahnya sedang berkembang, kritis, atau punah. Sedangkan asosiasi antar spesies berguna untuk dapat mengetahui hubungan perubahan pada vegetasi dan perubahan pada lingkungannya serta mengetahui berbagai jenis vegetasi yang terdapat di lingkungan atau habitatnya. Dengan begitu, kehadiran populasi dan kondisi lingkungan dapat terus dipantau serta kepunahan atau kritisnya suatu populasi dapat ditindak lanjuti dengan sesuai dan seimbang dalam upaya pengelolaan lingkungan.

IV. KESIMPULAN

Analisis distribusi populasi berguna untuk dapat mengetahui penyebaran populasi pada suatu wilayah dan mengetahui apakah suatu populasi pada wilayah tersebut jumlahnya sedang berkembang, kritis, atau punah. Sedangkan asosiasi

(7)

7

antar spesies berguna untuk dapat mengetahui hubungan perubahan pada vegetasi dan perubahan pada lingkungannya serta mengetahui berbagai jenis vegetasi yang terdapat di lingkungan atau habitatnya. Sehingga analisis distribusi populasi dan asosiasi antar spesies memiliki peran penting dalam pengelolaan lingkungan.

Metode yang dapat digunakan untuk analisis penyebaran populasi dan asosiasi antar spesies adalah metode transek garis dan metode plot. Metode transek garis (Line Transect) digunakan untuk mengetahui dan mempelajari komunitas vegetasi pada suatu habitat dengan garis melintang pada wilayah yang akan dianalisis. Metode plot (metode kuadrat) merupakan metode dengan pengamatan pada petak sampel yang dibuat yang luasnya satuan kuadrat, dapat dilakukan dengan petak tunggal ataupun petak ganda.

(8)

8

ACARA V: DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN VERTIKAL HEWAN TANAH I. TUJUAN

1. Mahasiswa memahami metode sampling hewan tanah & menginden-tifikasinya.

2. Mahasiswa memahami analisis distribusi horizontal dan vertikal hewan tanah.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan kaitan antara diversitas dan distribusi hewan tanah dengan kondisi lingkungan.

II. ALAT, BAHAN, CARA KERJA A. Alat

Alat yang digunakan dalam pengamatan ini berupa gelas air mineral, sumpit, infraboard atau mika, sekop, dan spidol permanen.

B. Bahan

Bahan yang diperlukan dalam pengamatan ini adalah larutan deterjen.

C. Cara Kerja

Tahap awal pada pengamatan atau metode Pit Fall Trap adalah persiapkan laturan detergen dengan mencapur air dan detergen serta tambahan alkohol (opsional). Kemudian pilih lokasi yang akan digunakan sebagai lokasi pengambilan data, lalu tanah pada lokasi tersebut diratakan, dibersihkan, dan dilubangi atau digali sedalam ukuran gelas atau wadah yang digunakan.

Selanjutnya gelas air mineral atau wadah dimasukan kedalam lubang dan tanah sekitarnya diratakan, kemudian dilanjut dengan pemasangan kanopi menggunakan sumpit dan infraboard atau mika. Pit Fall Trap dibuat dengan jarak 30 cm dan jebakan ditinggal selama 1Γ—24 jam - 3Γ—24 jam.

III. KAJIAN PUSTAKA

Ekosistem merupakan suatu kesatuan semua unsur atau komponen lingkungan hidup yang saling mempengaruhi satu sama lain atau disebut juga dengan hubungan timbal balik. Dalam hubungan tersebut terdapat komponen seperti komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik dan biotik memiliki peran sebagai faktor pendorong dalam keadaan ekosistem. Masing-masing komponennya memiliki peran yang berbeda dan tiap kombinasinya akan berpengaruh terhadap ekosistem (Yang et al, 2018). Komponen-komponen tersebut juga membawa pengaruh tersendiri dan berbeda-beda ke ekosistem atau lingkungannya (Qiu et al, 2018).

(9)

9

Pada dasarnya, ekosistem terbagi menjadi dua macam yaitu ekosistem akuatik (air) dan ekosistem terestrial (tanah). Ekosistem terestrial merupakan ekosistem yang lingkungan fisiknya adalah daratan, baik di atas permukaan tanah maupun di dalam tanah. Jenis-jenis ekosistem terestrial meliputi ekosistem gurun, savana, hutan hujan tropis, padang rumput, ladang dan glacier (Priastomo dkk, 2021). Salah satu komponen pada ekosistem ini adalah hewan tanah dengan berbagai macam jenis, ukuran, dan bentuk kehidupannya. Kehadiran hewan tanah menjadi hal penting dalam memperbaiki struktur tanah, keseimbangan ekosistem, siklus hara tanah, dan kualitas tanah (Pariyanto dkk, 2020).

Distribusi populasi hewan tanah terbagi menjadi dua macam yaitu distribusi horizontal dan distribusi vertikal. Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui distribusi populasi hewan tanah adalah metode Pit Fall Trap. Metode Pit Fall Trap merupakan metode penangkapan hewan dengan menggunakan perangkap di permukaan tanah (Jaya dan Widayat, 2018). Metode ini ditujukan pada hewan tanah yang aktif di permukaan (Anggriawan dkk, 2020).

IV. PEMBAHASAN

Tanah merupakan media kelangsungan hidup makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan. Hewan-hewan yang berlangsung hidup di tanah, baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah tersebut dinamakan dengan hewan tanah. Hewan tanah memiliki peran penting dalam siklus hara tanah, penentu kualitas tanah, perbaikan struktur tanah, dan menjadi pengendali seimbangnya ekosistem.

Kehadiran dan kepadatan populasi hewan tanah dipengaruhi oleh faktor lingkungannya yaitu lingkungan abiotik dan biotik. Faktor lingkungan abiotik yang dimaksud dapat berupa faktor fisika dan kimia tanah. Faktor fisika meliputi kadar air, tekstur tanah, suhu dan porositas, sedangkan faktor kimia meliputi kadar organik tanah, unsur mineral tanah, pH, dan salinitas. Hewan tanah dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu berdasarkan ukuran tubuh, habitat, kehadiran di tanah, dan aktivitas makan. Berdasarkan ukuran tubuhnya, hewan tanah terbagi menjadi empat kelompok yaitu mikrofauna, mesofauna, makrofauna, dan megafauna. Hewan mikrofauna memiliki ukuran tubuh 0,02-0,2 mm seperti protozoa, hewan mesofauna memiliki ukuran tubuh 0,2-2 mm seperti acarina dan nematoda, hewan makrofauna memiliki ukuran tubuh 2-20 mm seperti rayap dan semut, dan hewan

(10)

10

megafauna memiliki ukuran tubuh lebih dari 2 cm contohnya seperti bekicot.

Berdasarkan habitatnya, hewan tanah dikelompokkan menjadi epigeon, hemieudafon, dan eudafon. Berdasarkan kehadirannya, hewan tanah terbagi menjadi transien (sementara), temporer (mendiami sementara), periodik, dan permanen. Berdasarkan aktivitas makannya, hewan tanah terbagi menjadi herbivora, saprovora, fungivora, dan predator. Identifikasi hewan tanah diperlukan sebagai upaya untuk dapat menganalisis keanekaragaman, kepadatan populasi, dan klasifikasi hewan tanah yang didapat. Tahapan awalnya yaitu pengambilan sampel tanah. Selanjutnya koleksi hewan tanah dan sortasi atau klasifikasikan berdasarkan sifat fisiknya. Kemudian di analisis sesuai kebutuhan dan kepentingan. Untuk makrofauna, pengambilan dapat dilakukan dengan metode kuadrat (plot) atau bor tanah. Sedangkan untuk kelompok Arthropoda tanah, dapat menggunakan metode Pit Fall Trap (perangkap jebak) dan kemudian pola distribusi populasi dapat dianalisis dengan Indeks Morisita.

Distribusi populasi dikelompokkan menjadi tiga macam pola yaitu acak (random), mengelompok (clumped), dan merata (uniform). Selain itu, distribusi populasi hewan tanah dapat terbagi menjadi distribusi horizontal dan vertikal.

Distribusi horizontal merupakan penyebaran hewan tanah yang hidup atau menempati permukaan tanah, sedangkan distribusi vertikal merupakan penyebaran hewan tanah yang hidup di kedalaman atau volume tanah tertentu. Distribusi horizontal suatu spesies hewan tanah di suatu area atau wilayah dapat diketahui dengan dengan melakukan perhitungan hewan tanah di permukaan tanahnya dan dianalisis lebih lanjut. Sedangkan distribusi vertikal dapat diketahui dengan penggalian tanah terlebih dahulu dan dianalisis lebih lanjut. Analisis pola distribusi populasinya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Indeks Morisita (IΞ΄) yaitu:

IΞ΄ = π‘›βˆ‘ 𝑋2βˆ’ 𝑁 𝑁(𝑁 βˆ’ 1)

Dengan keterangan bahwa (𝑛) adalah jumlah plot, (𝑁) adalah jumlah total individu spesies seluruh plot, dan (𝑋2) adalah kuadrat jumlah individu tiap plot.

Distribusi horizontal dan vertikal hewan tanah dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik yang memberi banyak pengaruh adalah kondisi tanah

(11)

11

berupa kandungan bahan organik pada tanah, struktur tanah, dan tekstur tanah.

Faktor abiotik lainnya yaitu suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, pH tanah, kadar hara, dan ketersediaan makanan. Distribusi vertikal secara spesifik dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti kelembaban tanah, suhu, dan ruang pori pada tanah. Selain itu juga terdapat faktor biotik yang dapat mempengaruhi distribusi horizontal dan vertikal yaitu interaksi antar spesies, persaingan antar spesies, predator, tumbuhan dan manusia yang hidup disekitarnya.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui distribusi populasi hewan tanah adalah metode Pit Fall Trap. Metode Pit Fall Trap atau perangkap jebak merupakan metode efektif penangkapan hewan dengan menggunakan perangkap di permukaan tanah. Metode ini digunakan untuk dapat mengetahui kepadatan dari makrofauna tanah dan ditujukan untuk hewan tanah seperti serangga yang aktif di atas permukaan tanah. Selain itu, metode ini cukup sederhana, dimana perangkap seperti gelas air mineral atau wadah hanya perlu dibenamkan ke dalam tanah dengan syarat mulut gelas atau bagian terbukanya harus sejajar dengan permukaan tanah dan tanah tidak masuk ke dalam gelasnya. Dalam metode Pit Fall Trap terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil sehingga perlu diperhatikan seperti pemilihan lokasi perangkap lebih baik pada daerah datar supaya tanah atau kotoran tidak masuk, gunakan infraboard atau mika sebagai kanopi guna mencegah daun dan kotoran masuk, dan jangka waktu serta kedalaman wadah atau gelas mempengaruhi jumlah hewan tanah yang dapat ditangkap oleh perangkap.

Metode ini juga dibagi menjadi dua macam, yaitu Pit Fall Trap menggunakan umpan dan Pit Fall Trap tanpa menggunakan umpan. Pada perangkap tanpa umpan, hewan tanah didapat secara kebetulan karena berkeliaran di sekitar permukaan tanah yang terdapat perangkap lalu masuk perangkap dan terjebak. Sedangkan pada perangkap menggunakan umpan, hewan tanah didapat karena hewan tersebut tertarik dengan umpan yang ada dalam perangkap dan kemudian hewan tanah dapat terawetkan dikarenakan formalin atau bahan pengawet dalam perangkap.

Jurnal yang direview berjudul β€œStudi Hubungan Keanekaragaman Makrofauna Tanah dengan Kandungan C-Organik dan Organophosfat Tanah di Perkebunan Cokelat (Theobroma cacao L.) Kalibaru Banyuwangi. Latar belakang jurnal membahas tentang biodiversiras sebagai kawasan atau habitat tertentu dan struktur yang ada di dalamnya pada daerah terestrial, dan membahas juga peran aktif

(12)

12

makrofauna tanah dalam melakukan penguraian bahan organik tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja keanekaragaman makrofauna tanah, organopshosfat tanah dan, kandungan C-Organik yang ada di kecamatan Kalibaru kabupaten Banyuwangi. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai bulan April 2015 di perkebunan coklat Kecamatan Kalibaru Kabupaten banyuwangi. Metode yang digunakan adalah metode jebakan untuk mengetahui apa saja keanekaragaman yang ada di makrofauna tanah, kandungan C-Organik, dan organopshosfat tanah. Bahan yang digunakan ialah makrofauna yang ditemukan di setiap stasiun penelitian.

Teknik sampling yang digunakan ialah random sampling, dengan menggunakan 6 stasiun dan tiap stasiun terdiri atas 4 jebakan. Hasil dari penelitian adalah peneliti menemukan jenis makrofauna tanah yang terdiri atas 7 kelas dengan 14 bangsa dan tergolong dalam 17 suku, 20 marga, dan 20 jenis. Dari hasil penelitian diketahui bahwasannya indeks keanekaragaman makrofauna tanah berkisar antara 1,61 ingga 2,26. Adapun indeks keanekaragaman makrofauna tanah paling tinggi ada dalam stasiun penelitian ke 5 yaitu 2,26. Kandungan C-Organik pada lokasi penelitian sangat tinggi namun indeks keanekaragaman makrofauna tanah masih sangat rendah, dikarenakan adanya organophosfat yang ada di dalam tanah.

V. KESIMPULAN

Metode sampling hewan tanah yang dapat digunakan adalah metode perangkap jebak (Pit Fall Trap). Metode ini merupakan penangkapan hewan dengan menggunakan perangkap di permukaan tanahnya dan digunakan untuk dapat mengetahui kepadatan dari makrofauna tanah serta ditujukan untuk hewan tanah seperti serangga yang aktif di atas permukaan tanah. Pola distribusi salah satu spesies hewan tanah yang tertangkap dapat dianalisis dengan Indeks Morisita.

Selain pola distribusi acak, mengelompok dan merata, distribusi populasi hewan tanah dapat terbagi menjadi distribusi horizontal dan vertikal. Distribusi horizontal merupakan penyebaran hewan tanah yang hidup atau menempati permukaan tanah, sedangkan distribusi vertikal merupakan penyebaran hewan tanah yang hidup di kedalaman atau volume tanah tertentu. Diversitas atau keanekaragaman dan distribusi hewan tanah memberi kontribusi terhadap stabilitas kondisi lingkungan.

Dengan diversitas dan distribusi hewan tanah yang baik dan beranekaragam dapat

(13)

13

membantu dalam menjaga siklus hara tanah, menentukan kualitas tanah, memperbaiki struktur tanah, dan menjadi pengendali keseimbangan ekosistem.

(14)

14 VI. DAFTAR PUSTAKA

Amaral, M.K., N.S. Pellico, C. Lingnau, and F.A. Figueiredo. 2015. Evaluation of The Morisita Index For Determination of The Spatial Distribution of Species in a Fragment of Araucaria Forest. Applied Ecology and Environmental Research.

13(2):361-372. https://doi.org/361-372. 10.15666/aeer/1302_361372

Ferraz, J.C.B., S.M.D.S. Silva, S.M.D. Franca, P.R.R. Silva, J.W.D.S. Melo, and D.B.D. Lima. 2020. Host Preference, Population Dynamics, Distribution, and Injuries of Oligonychus Punicae (Acari: Tetranychidae) in an Eucalyptus Clonal Minigarden. Systematic & Applied Acarology. 25(6): 1649-1660.

https://doi.org/10.11158/saa.25.9.10

Jaya, A.S. dan W. Widayat. 2018. Pengaruh Umpan Terhadap Keefektifan Pitfall Trap Untuk Mendukung Praktikum Ekologi Hewan di Laboratorium Ekologi FMIPA Unsyiah. Jurnal Bioleuser. 2(3): 72-77.

https://doi.org/10.24815/jobioleuser.v2i3.14963

Lubis, N.S., I. Iqbar, dan S. Sugianto. 2021. Populasi dan Pola Penyebaran Burung Rangkong (Famili Bucerotidae) di Tahura PMI Dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian. 6(1): 77-85.

https://doi.org/10.17969/jimfp.v6i1.16705

Nurrohman, E., A. Rahardjanto, dan S. Wahyuni. 2018. Studi Hubungan Keanekaragaman Makrofauna Tanah dengan Kandungan C-Organik dan Organophosfat Tanah di Perkebunan Cokelat (Theobroma cacao L.) Kalibaru

Banyuwangi. Bioeksperimen. 4(1): 1-10.

https://doi.org/10.23917/bioeksperimen.v4i1.2795

Pariyanto, E. Sulaiman, dan B. Ihdana. 2020. Keanekaragaman Makrofauna Tanah di Perkebunan Kopi Desa Batu Kalung Kecamatan Muara Kemumu Kabupaten Kepahiang. Jurnal Biosilampari: Jurnal Biologi. 2(2): 44-51.

https://doi.org/10.31540/biosilampari.v2i2.885

Permana, A., U. Toharudin, dan Suhara. 2018. Pola Distribusi dan Kelimpahan Populasi Kelomang Laut di Pantai Sindangkerta. Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 10(2):

87-98. http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v10i1.16334

Priastomo, Y., E. Sitorus, D.W.I. Marzuki, M. Ghazali, A. Onasis, M.C.M. Sari, J.S. Tangio, dan F. Mastutie. 2021. Ekologi Lingkungan. Medan: Yayasan Kita Menulis.

(15)

15

Putra, I.L.I. dan N.A.Z. Nurlaily. 2021. Asosiasi Jenis-Jenis Burung Di Kemantren Kraton, Ngampilan, dan Gondomanan, Kota Yogyakarta. Biotropika: Journal

of Tropical Biology. 9(2): 105-114.

https://doi.org/10.21776/ub.biotropika.2021.009.02.02

Qiu, H., T. Ge, J. Liu, X. Chen, Y. Hu, J. Wu, Y. Su, and Y. Kuzyakov. 2018.

Effects of Biotic and Abiotic Factors on Soil Organic Matter Mineralization:

Experiments and Structural Modeling Analysis. European Journal of Soil Biology. 84: 27-34. https://doi.org/10.1016/j.ejsobi.2017.12.003

Qomariyah, N., A.S. Nugroho, dan M.S. Hayat. 2021. Makrofauna Tanah Di Lahan Hortikultura Desa Losari Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang.

Quagga: Jurnal Pendidikan dan Biologi. 13(1): 68-73.

https://doi.org/10.25134/quagga.v13i1.3613

Rahman, D.A. 2021. Dasar-Dasar Ekologi Kuantitaf: Teori dan Aplikasi. Bogor:

PT Penerbit IPB Press.

Yang, Y., Y. Dou, S. An, and Z. Zhu. 2018. Abiotic and Biotic Factors Modulate Plant Biomass and Root/Shoot (R/S) Rations in Grassland on the Loess Plateau, China. Science of the Total Enviroment. 636: 621-631.

https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2018.04.260

(16)

16 VII. LAMPIRAN

Gambar 1. Abstrak Review Jurnal

(17)

17 Tabel 1. Perhitungan Indeks Morisita

Spesies A Spesies B Spesies C Spesies D Spesies E Spesies F

Plot 1 2 6 38 1 4 5

Plot 2 3 0 16 2 9 14

Plot 3 0 32 24 1 1 9

Plot 4 2 23 11 3 2 15

Plot 5 5 30 0 2 7 7

Jumlah Total Individu Seluruh Plot (N)

12 91 89 9 23 50

Kuadrat Jumlah Individu Per Plot (βˆ‘ 𝑋2)

42 2489 2397 19 151 576

Indeks Morisita (IΞ΄)

0,9092 1,1712 1,1788 0,6945 1,265 1,0735

Spesies Indeks Morisita (IΞ΄) Spesies A IΞ΄ = π‘›βˆ‘ 𝑋2βˆ’ 𝑁

𝑁(π‘βˆ’1)

IΞ΄ = 442βˆ’ 12

12(11) = 0,9092 Spesies B IΞ΄ = π‘›βˆ‘ 𝑋2βˆ’ 𝑁

𝑁(π‘βˆ’1)

IΞ΄ = 42489βˆ’ 91

91(90) = 1,1712 Spesies C IΞ΄ = π‘›βˆ‘ 𝑋2 βˆ’ 𝑁

𝑁(π‘βˆ’1)

IΞ΄ = 42397βˆ’ 89

89(88) = 1,1788 Spesies D IΞ΄ = π‘›βˆ‘ 𝑋2βˆ’ 𝑁

𝑁(π‘βˆ’1)

IΞ΄ = 519 βˆ’ 9

9(8) = 0,6945 Spesies E IΞ΄ = π‘›βˆ‘ 𝑋2βˆ’ 𝑁

𝑁(π‘βˆ’1)

IΞ΄ = 5151 βˆ’ 23

23(22) = 1,265 Spesies F IΞ΄ = π‘›βˆ‘ 𝑋2βˆ’ 𝑁

𝑁(π‘βˆ’1)

IΞ΄ = 5576 βˆ’ 50

50(49) = 1,0735

(18)

18 Tabel 2. Asosiasi Antar Spesies

Spesies Spesies B Jumlah

Spesies C Ada Ada Tidak Ada 4

3 1

Tidak Ada 1 0 1

Jumlah 4 1 5

(19)

19 Tabel 3. Spesies-Spesies Tumbuhan

Spesies A Spesies B

Spesies C Spesies D

Spesies E Spesies F

(20)

20

Tabel 4. Pembuatan Pit Fall Trap dan Pengaplikasiannya

No. Tahapan Gambar

1. Pembuatan lubang

2. Gelas air mineral dibenamkan ke dalam lubang

3.

Larutan detergen atau umpan dimaksukan ke dalam gelas air mineral

4. Pemasangan kanopi

(21)

21 5. Pit Fall Trap selesai

6. Ditinggal selama 1Γ—24 jam - 3Γ—24 jam.

Gambar

Tabel 2. Asosiasi Antar Spesies
Tabel 4. Pembuatan Pit Fall Trap dan Pengaplikasiannya

Referensi

Dokumen terkait