• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengawetan Fisika Menggunakan Teknik Dehidrasi Terhadap Kualitas dan Umur Simpan Sayur Pakcoy (Brassica chinensis L.) Segar dengan Food Dehydrator

N/A
N/A
Amanda Korda

Academic year: 2023

Membagikan "Pengaruh Pengawetan Fisika Menggunakan Teknik Dehidrasi Terhadap Kualitas dan Umur Simpan Sayur Pakcoy (Brassica chinensis L.) Segar dengan Food Dehydrator"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 | Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Pengaruh Pengawetan Fisika Menggunakan Teknik Dehidrasi Terhadap Kualitas dan Umur Simpan Sayur Pakcoy (Brassica chinensis L.) Segar dengan Food Dehydrator

Amanda Alifia Devardiani Korda.*; Kamarisima; Noor Rahmawati

Program Studi Teknologi Pasca Panen, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Jl. Let. Jend. Purn. Dr. (HC) Mashudi No.1, Sayang, Kec. Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363, Indonesia

*penulis korespondensi: 11920023@mahasiswa.itb,ac,id.

ABSTRAK

Pakcoy (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat, namun sangat mudah mengalami kerusakan karena sifatnya yang perishable. Terdapat beberapa indikator yang menunjukkan terjadinya kerusakan pada pakcoy, seperti hilangnya kandungan air, pelayuan, perubahan warna dan aroma, serta penyusutan bobot sayur. Diperlukan penanganan yang tepat supaya pakcoy dapat dipertahankan kualitasnya dan memiliki umur simpan yang lebih panjang. Salah satu penanganan yang dapat dilakukan adalah pengawetan dalam bentuk pengeringan dengan teknik dehidrasi. Teknik dehidrasi merupakan suatu metode pengawetan produk dalam upaya memperpanjang umur simpan dengan cara menghilangkan kandungan air di dalam produk menggunakan sumber panas.

Pengawetan dilakukan dengan cara menata rapi pakcoy di atas tray, lalu dimasukkan ke dalam dehidrator pada suh dan waktu yang telah ditentukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengawetan dalam menentukan batas umur simpan sayur pakcoy dengan kualitas yang dapat diterima berdasarkan evaluasi sensori, perubahan susut bobot, nilai pH, warna, jumlah mikroba yang tumbuh, dan konsentrasi total fenol. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh bahwa pengawetan pakcoy menggunakan teknik dehidrasi dapat menyebabkan terhambatnya proses metabolisme pakcoy dan dapat mempertahankan kualitasnya hingga 3-4 hari.

Kata Kunci: Pakcoy, pengawetan, dehidrasi, dehidrator

ABSTRACT

Bok choy (Brassica chinensis L.) is a horticultural commodity that has many benefits, but is very susceptible to damage due to its perishable nature. There are several indicators that indicate the occurrence of damage to bok choy, such as loss of water content, withering, changes in color and aroma, and shrinkage of vegetable weight. Proper handling is needed so that bok choy can maintain its quality and have a longer shelf life. One of the treatments that can be done is preservation in the form of drying with dehydration techniques. Dehydration technique is a method of preserving products in an effort to extend shelf life by removing the water content in the product using a heat source. Preservation is done by neatly arranging pakcoy on a tray, then put into a dehydrator at a predetermined temperature and time. This study aims to analyze the effect of preservation in determining the shelf life of bok choy vegetables with acceptable quality based on sensory evaluation, changes in weight loss, pH value, color, number of microbes growing, and total phenol concentration.

Based on the test results, it was found that preservation of bok choy using dehydration techniques can cause inhibition of bok choy metabolic processes and can maintain its quality for up to 3-4 days.

Keywords: Bok choy, preservation, dehydration, dehydrators

PENDAHULUAN

Sayuran menjadi salah satu komoditas hasil pertanian dengan potensi yang besar untuk dapat dikembangkan di Indonesia. Sayuran berperan dalam menyalurkan dan memenuhi gizi masyarakat dalam bentuk kandungan vitamin dan mineral di dalamya, sehingga menimbulkan permintaan yang semakin meningkat setiap harinya.

Hal ini yang menjadikan sayuran mendapatkan peluang besar untuk dikembangkan. Dalam upaya memperoleh sayuran yang segar, sehat, dan memiliki mutu tinggi, diperlukan penanganan dan pengolahan yang baik, seperti pemilihan lokasi, benih, hingga cara pemupukan (Jamalludin, 2018; Dzulfahmi, 2020).

Pakcoy (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak diminati oleh masyarakat sehingga produksinya mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Bardasarkan data

yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2018), tingkat produktivitas pakcoy di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2017, yaitu sebesar 10,27 ton.

Nilai tersebut meningkat sebesar 3,53% dibandingkan tahun 2016 lalu dengan tingkat produktivitas sebesar 9,92 ton. Tanaman pakcoy memiliki segudang manfaat bagi manusia khususnya di bidang kesehatan karena banyak mengandung protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, vitamin A, B, C, E, dan K. Selain itu, batang daun daunnya yang lebar banyak digemari masyarakat dan digunakan sebagai bahan berbagai masakan. Akan tetapi, meskipun pakcoy mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia, pakcoy merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki sifat mudah rusak atau perishable (Dzulfahmi, 2020; Barokah, 2017).

(2)

2 | Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Ketika komoditas hortikultura telah dipanen, produk

seperti pakcoy umumnya akan selalu mengalami kemunduran mutu. Mutu pascapanen suatu produk disebabkan oleh kondisi lingkungan selama prduk tersebut disimpan. Pakcoy yang sudah melewati tahap panen, seringkali masih melakukan proses metabolisme yang ditunjukkan oleh adanya kehilangan air, pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme karena adanya proses respirasi (Lengkey et al, 2023). Umumnya, umur simpan sayuran hijau seperti pakcoy pada suhu ruang hanya berkisar antara 1-2 hari. Namun, penyimpanan pakcoy pada suhu ruang memiliki resiko terjadinya kerusakan dan pelayuan jika ruang penyimpanan tersebut mempunyai tingkat kelembaban udara yang rendah, terutama pada musim panas (Harnanik, 2018).

Selain itu, beberapa faktor yang mendukung terjadinya kerusakan pada pakcoy, antara lain kesuburan tanah, faktor alam seperti hujan, serta adanya organisme perusak seperti hama yang menimbulkan penurunan kualitas dari sayuran (Dzulfahmi, 2020; Barokah, 2017;

Monica, 2022). Bentuk peningkatan kualitas pakcoy dapat diperhatikan dari cara penanganannya. Salah satu penanganan yang dapat dilakukan untuk memperpanjang umur simpan pakcoy adalah dengan pengeringan menggunakan teknik dehidrasi.

Teknik dehidrasi adalah metode pengawetan suatu produk dalam upaya memperpanjang umur simpan dengan menggunakan sumber panas dan udara untuk menghilangkan kandungan air di dalam produk. Teknik dehidrasi juga dilakukan untuk mencegah semakin berkembangnya pertumbuhan mikroba di dalam produk.

Pada dasarnya, teknik ini dilakukan untuk menghilangkan kadar kelembaban suatu produk menggunakan panas dari sumber panas, seperti listrik ataupun matahari. Pengawetan dengan menggunakan metode pengeringan modern seperti dehidrasi lebih memungkinkan dalam menghasilkan produk kering yang lebih baik dibandingkan metode tradisional. Hal tersebut disebabkan karena alat pengering modern memiliki suhu tertentu yang konsisten. Suhu yang digunakan pada dehidrator harus diatur sesuai dengan jenis produk yang didehidrasi, karena setiap produk memiliki kelembaban yang berbeda pada bagian dalam dan luar produk (Sulaiman et al, 2020).

Oleh karena itu, penelitian dengan judul β€œPengaruh Pengawetan Fisika Menggunakan Teknik Dehidrasi Terhadap Kualitas dan Umur Simpan Sayur Pakcoy (Brassica chinensis L.) Segar dengan Food Dehydrator”

ini penting untuk dilakukan. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menentukan dampak dari pengawetan dengan teknik dehidrasi terhadap kualitas pakcoy, dan menentukan apa pengaruh pengawetan dengan teknik dehidrasi yang dilakukan terhadap umur simpan pakcoy pada penyimpanan suhu ruang. Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan bahwa teknik dehidrasi sebagai metode pengawetan pakcoy dalam upaya mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan memiliki potensi sebagai penanganan efektif dan efisien terhadap sayur pakcoy, sehingga permasalahan-permasalahan pascapanen pakcoy dapat teratasi.

METODE PENELITIAN Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini, antara lain alu dan mortar, batang L, batang pengaduk, bunsen, cawan petri, dehidrator, erlenmeyer 500 mL, gelas kimia 1000 mL, gelas kimia 500 mL, gelas ukur 10 mL, gelas ukur 100 mL, magnetic stirrer, mikropipet, pipet tetes, pisau dan talenan, rak tabung reaksi, tabung reaksi, dan timbangan digital. Selain itu, digunakan pula instrumentasi, seperti colorimeter, pH meter, dan spektrofotometer UV-vis.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini, antara lain air deionisasi, alkohol 70%, aluminium foil, aquades, cling wrap (seal tape), kapas lemak, medium EMB (37,5 g/1 L), medium PDA (39 g/1 L), methanol 70%, microtip, Na2CO3 2%, NaCl (8,5 g/1 L), NaOH 0,2 M, pakcoy segar yang didapatkan dari Pasar Induk Caringin, plastik tahan panas, reagen DPPH 0,2 mM, reagen Folin-Ciocalteu, silica gel, dan tisu kering.

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 28 Februari 2023 hingga 16 Maret 2023 di Laboratorium Instruksional 1 dan 2, Laboratorium Instruksional Bersama, serta Laboratorium Rekayasa Proses Hilir yang berlokasi di Labtek 1A SITH, Kampus ITB Jatinangor.

Persiapan Sampel

Pakcoy yang akan dilakukan perlakuan, sebelumnya harus dicuci terlebih dahulu menggunakan air mengalir hingga bersih supaya kotoran menghilang. Selanjutnya pakcoy dikeringkan dan disortasi terlebih dahulu berdasarkan ukuran dan tingkat kerusakan. Pakcoy dengan ukuran yang seragam dan tingkat kerusakan yang rendah, kemudian diawetkan dengan teknik dehidrasi menggunakan food dehydrator (dehidrator) pada suhu 60Β°C selama 12 hingga 24 jam. Pakcoy yang telah didehidrasi disimpan ke dalam wadah kedap udara dan diberi tambahan silica gel dengan headspace rendah.

Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menyiapkan sampel pakcoy yang sudah diberi perlakuan pengawetan dengan teknik dehidrasi untuk selanjutnya dilakukan pengujian. Pelaksanaan pengujian dilakukan setiap 2 hari dengan titik pengujian sebanyak 6 titik, yaitu hari ke-0 (T0), hari ke- 2 (T1), hari ke-4 (T2), hari ke-6 (T3), hari ke-8 (T4), dan hari ke-10 (T5). Adapun pengujian yang dilakukan terhadap sampel pakcoy kering hasil dehidrasi, antara lain uji organoleptik, susut bobot, pH, warna, mikrobiologi, dan konsentrasi total fenol.

Pengujian Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap 4 atribut pengujian, yaitu tekstur, aroma, warna, dan kenampakan. Pengujian organoleptik dilakukan dengan

(3)

3 | Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati mengambil 4 buah sampel pakcoy sebagi pengulangan.

Penilain atau scoring organoleptik dievaluasi oleh lima orang panelis menggunakan skala 1 hingga 5 dengan rincian, sebagai berikut :

Tabel 1. Skala Uji Organoleptik Pakcoy

Skala Tekstur Aroma Warna Kenampakan

5 Keras Sangat segar

100%

hijau

Sangat baik

4 Agak

keras Segar

75%

hijau, 25%

coklat

Baik

3 Agak

lunak

Agak segar

50%

hijau, 50%

coklat

Agak buruk

2 Lunak Busuk

25%

hijau, 75%

coklat

Buruk

1 Sangat lunak

Sangat busuk

100%

coklat

Sangat buruk

Pengujian Susut Bobot

Pengujian susut bobot dilakukan dengan cara menimbang bobot awal pakcoy setelah perlakuan dehidrasi (Wa) dan menimbang bobot pakcoy pada waktu tertentu setelah perlakuan dehidrasi (Wn).

Perhitungan persentase susut bobot dilakukan menggunakan rumus, sebagai berikut :

𝑆𝑒𝑠𝑒𝑑 π‘π‘œπ‘π‘œπ‘‘ (%) =π‘Šπ‘Ž βˆ’ π‘Šπ‘›

π‘Šπ‘Ž Γ— 100%

Pengujian pH

Nilai pH diuji dengan cara mengancurkan sampel pakcoy kering menggunakan alu dan mortar sebanyak 10 gram dan penambahan aquades sebanyak 100 ml (1:10). Lalu siapkan pH meter yang dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7.

Pengukuran nilai pH dilakukan pada dua sampel pakcoy sebagai pengulangan (duplo) di setiap titik pengujian.

Pengujian Warna

Pengujian warna pakcoy dilakukan menggunakan instrumentasi berupa colorimeter pada bagian daun depan, daun belakang, batang depan, dan batang belakang. Sebelum pengujian, colorimeter terlebih dahulu dikalibrasi lalu ditempelkan pada sampel pakcoy. Data hasil pengukuran warna akan muncul dengan koordinat L*, a*, dan b*. Sampel pakcoy yang digunakan untuk pengujian warna adalah sebanyak dua sampel (duplo).

Pengujian Mikrobiologi

Pengujian mikroba pada pakcoy kering hasil dehidrasi dilakukan terhadap perhitungan jumlah jamur dan coliform menggunakan media tumbuh EMB dan PDA.

Pengujian mikrobiologi dilakukan dengan cara

menimbang sampel pakcoy kering sebanyak 1 gram dari dua sampel pakcoy yang berbeda sebagai ulangan (duplo). Kemudian haluskan pakcoy menggunakan alu dan mortar dan pindahkan secara aseptis ke dalam tabung reaksi yang sudah diisi dengan 9 mL larutan fisiologis (NaCl 0,85%), lalu beri tabung reaksi dengan label pengenceran 10-1. Pindahkan larutan fisiologis pada pengenceran 10-1 sebanyak 1 mL menggunakan mikropipet ke dalam tabung reaksi yang baru berisi 9 mL larutan fisiologis dan ditandai sebagai pengenceran 10-2. Langkah ini diulangi hingga terbentuk larutan fisiologis pengenceran 10-5. Sebanyak tiga pengenceran terakhir (10-3, 10-4, 10-5) digunakan untuk pengujian mikrobiologi dengan cara melakukan perhitungan mikroba menggunakan metode sebar (spread) pada medium EMB dan PDA yang telah dibuat di cawan petri. Setelah itu, sampel tiap pengenceran diinokulasikan pada media sebanyak 10 uL dan dilakukan penyebaran menggunakan batang L. Media EMB dan PDA kemudian diinkubasi dengan keadaan terbalik selama 24 jam dan 48 jam untuk EMB, serta 48 jam dan 72 jam untuk PDA. Setelah sampai waktu pengujian, lakukan perhitungan terhadap jumlah koloni yang tumbuh.

Pengujian Konsentrasi Total Fenol

Pengukuran total fenol pakcoy dilakukan menggunakan metode FolinCiocalteu, dengan cara mengekstrak pakcoy kering menggunakan metode maserasi dengan pelarut methanol 70% selama kurang lebih 30 menit.

Digunakan variasi konsentrasi asam galat untuk pembuatan kurva baku, antara lain 0,25; 0,50; 0,75; dan 1 mM. Pengujian dilakukan dengan mencampurkan sebanyak 2 mL ekstrak pakcoy dengan 0,2 mL larutan 2% Na2CO3, lalu diamkan selama 4 menit dan ditambahkan sebayak 0,4 mL larutan 0,5 M NaOH.

Ketika sudah 10 menit, campuran larutan ditambahkan dengan reagen Folin-Ciocalteu yang sudah diencerkan dengan air de-ion (1:1(v/v)) sebanyak 0,2 mL.

Kemudian diamkan larutan selama 30 menit dan jika sudah, absorbansi dapat diukur menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang 750 nm. Kadar total fenol yang diperoleh, dihitung sebagai mM gallic acid equivalent (mM GAE) dengan asam galat sebagai kurva baku.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model rancangan penelitian yang terdiri dari dua perlakuan, yaitu penyimpanan pakcoy di dalam wadah kedap udara pada suhu ruang dan pengawetan dengan cara pengeringan menggunakan teknik dehidrasi.

(4)

4 | Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Respon Pengujian Organoleptik

Gambar 1. Grafik Organoleptik Pakcoy (Brassica chinensis L.) dengan Pengawetan Teknik Dehidrasi Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh bahwa pakcoy dengan perlakuan pengawetan menggunakan teknik dehidrasi mengalami penurunan mutu setiap harinya. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa untuk masing-masing atribut pengujian organoleptik, skor yang dihasilkan semakin rendah dengan nilai yang cukup stabil. Skor organoleptik tekstur pada hari ke-0 memperoleh nilai 4,5; sedangkan pada hari terakhir pengujian, yaitu hari ke-10 memperoleh nilai 2,67. Penurunan mutu tekstur ini disebabkan oleh hilangnya kandungan air pada pakcoy dan semakin lama waktu penyimpanan dilakukan, sehingga tekstur pakcoy menjadi semakin lunak (Pranata et al, 2023). Selain itu, dapat disebabkan pula oleh hilang atau sobeknya bagian-bagian pakcoy kering yang semakin rapuh seiring waktu penyimpanan, sehingga bagian pakcoy yang ditimbang ketika pengujian tidak utuh. Selanjutnya pada skor organoleptik aroma, terlihat bahwa pada hari ke-0 didapatkan nilai sebesar 4,25; sedangkan pada hari ke- 10 sebesar 2,88. Menurut Solihin et al (2015), penyebab terjadinya perubahan aroma pada pakcoy seiring dengan penyimpanan adalah karena adanya gangguan mikroorganisme yang menghasilkan bau tidak sedap (off odors). Beberapa mikroorganisme tersebut, antara lain bakteri, jamur, dan mikroflora alami. Selanjutnya dilihat dari skor organoleptik warna, pakcoy kering pada hari ke-0 memperoleh nilai 4,17;

sedangkan pada hari ke-10 sebesar 2,83. Terlihat bahwa semakin lama waktu penyimpanan, warna pakcoy akan semakin berubah menjadi kecoklatan. Perubahan tersebut disebabkan karena terjadinya degradasi atau perombakan klorofil selama dilakukan penyimpanan (Lengkey et al, 2023). Pengawetan dengan teknik dehidrasi juga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan warna pada pakcoy, di mana suhu yang digunakan ketika pengeringan dapat menyebabkan pakcoy mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan karena panas suhu dehidrator.

Selanjutnya ditinjau dari hasil orgnaoleptik kenampakan, diperoleh skor pada hari ke-0 adalah 4,29;

dan pada hari ke-10 adalah 2,63. Kenampakan ini disesuaikan dengan atribut-atribut lainnya, di mana secara penampilan, pakcoy yang sudah disimpan selama beberapa hari terlihat mengalami penurunan mutu. Hal tersebut dapat ditinjau dari adanya

perubahan yang terlihat, bahwa pakcoy mengalami perubahan warna yang awalnya berwarna hijau menjadi warna kecoklatan. Selain itu, dilihat dari aromanya yang semakin busuk dan tekstur yang semakin lunak.

Sehingga secara keseluruhan, pakcoy kering hasil dehidrasi mengalami penurunan mutu seiring dengan waktu penyimpanan.

Analisis Respon Pengujian Susut Bobot dan pH

Gambar 2. Grafik Susut Bobot dan pH Pakcoy (Brassica chinensis L.) dengan Pengawetan Teknik Dehidrasi

Perubahan susut bobot pakcoy berdasarkan grafik hasil pengamatan pada Gambar 2 terlihat mengalami kenaikan seiring dengan waktu penyimpanan. Bobot pakcoy kering pada hari ke-0 hingga hari ke-10 mengalami penurunan sebesar 6,55%. Menurut Lengkey et al (2023), penurunan bobot ini berkaitan dengan kandungan air dan perubahan cadangan makanan pada produk hasil panen, serta karena terjadinya proses respirasi dan transpirasi pada sayur pakcoy. Laju respirasi ini mengakibatkan penurunan bobot pakcoy yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu. Peningkatan susut bobot ini juga terjadi karena ketika dilakukan proses dehidrasi, semakin tinggi suhu yang digunakan akan menyebabkan kecepatan aliran udara pada proses pengeringan dapat mempercepat penguapan di dalam sel-sel pakcoy sehingga berpengaruh pada susut bobotnya (Parfiyanti et al, 2016). Lalu pada hari ke-6 terlihat bahwa susut bobot pakcoy kering mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan hari-hari lainnya. Hal ini disebabkan karena pada pengujian hari ke-6, pakcoy kering sudah mulai rapuh dan mengalami kerusakan pada bagian daunnya sehingga terdapat beberapa sobekan daun yang hilang dan tidak tertimbang.

Selanjutnya pada pengujian pH, terlihat pada Gambar 2 bahwa nilai pH pakcoy kering mengalami penurunan seiring dengan waktu penyimpanan, di mana nilai pH pada hari ke-0 adalah 5,84 dan hari ke-10 adalah 5,57.

Hasil ini tidak berbeda jauh dengan literatur yang menyebutkan bahwa pH sayur dengan jenis famili yang sama dengan pakcoy (Brassica) memiliki nilai pH dengan rentang 5,47-5,83 (Nicoletto et al, 2016).

Pakcoy hasil pengeringan akan mengalami penurunan metabolisme sehingga aktivitas pernapasannya menurun. Hal tersebut mempengaruhi kandungan oksigen yang semakin berkurang di dalam pakcoy sehingga pH pakcoy akan mengalami penurunan pula

(5)

5 | Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati seiring dengan waktu penyimpanan. Menurut Purnama

et al (2020), penurunan nilai pH disebabkan oleh suhu pengeringan yang digunakan, di mana semakin tinggi suhu dan lama proses pengeringan yang dilakukan, maka akan mempercepat penguapan dan menyebabkan kandungan senyawa yang ada di dalam produk berkurang sehingga mempengrauhi penurunan kadar pH.

Analisis Respon Pengujian Warna

Gambar 3. Grafik Warna Pakcoy (Brassica chinensis L.) dengan Pengawetan Teknik Dehidrasi

Dari hasil pengamatan perubahan warna pakcoy pada bagian daun di hari ke-0, didapatkan nilai L* sebesar 50,14; nilai a* sebesar -13,54; dan nilai b* sebesar 24,08; serta pada bagian batang didapatkan nilai L*

sebesar 61,78; nilai a* sebesar -11,06; dan nilai b*

sebesar 28,89. Nilai ini mengalami peningkatan pada hari ke-10, di mana bagian daun memperoleh nilai L*

sebesar 54,96; nilai a* sebesar -9,81; dan nilai b*

sebesar 27,01; serta pada bagian batang diperoleh nilai L* sebesar 65,74; nilai a* sebesar -6,40; dan nilai b*

sebesar 30,14. Penelitian menurut Utama (2022) menyebutkan, bahwa pakcoy segar memiliki hasil analisis warna, di mana nilai L* sebesar 69,92Β±1,64; a*

sebesar -16,52Β±0,56; dan b* sebesar 37,96Β±2,39.

Apabila perolehan nilai warna pakcoy hasil dehidrasi dibandingkan pakcoy segar, dapat diketahui bahwa pakcoy kering hasil dehidrasi memiliki warna yang lebih gelap dan warna hijaunya berkurang dibandingkan pakcoy segar. Hal ini disebabkan oleh degradasi klorofil yang terjadi akibat kondisi asam serta suhu tinggi pada pengeringan, sehingga dapat menghasilkan senyawa feofitin (Riansyah et al, 2021).

Selain itu, karena perubahan warna terjadi seiring waktu penyimpanan pada suhu ruang, Lengkey et al (2023) menyatakan bahwa warna hijau yang semakin hilang secara cepat pada pakcoy yang disimpan pada suhu ruang disebabkan oleh kerusakan klorofil yang semakin meningkat dengan adanya sintesis pigmen Ξ²- karoten dan likopen yang terjadi selama proses pematangan. Gejala yang terlihat pada pakcoy ini pun ditunjukkan pula oleh perubahan warna pakcoy menjadi kecoklatan, di mana hal ini dipengaruhi oleh kemunduran fisiologis pakcoy dan serangan mikroorganisme pembusuk yang muncul seiring waktu penyimpanan (Lengkey et al, 2023).

Analisis Respon Pengujian Mikrobiologi

Gambar 4. Grafik Mikroba Pakcoy (Brassica chinensis L.) dengan Pengawetan Teknik Dehidrsi Pengujian mikrobiologi pada penelitian ini sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan keamanan sebuah produk untuk dikonsumsi dan tingkat kerusakan yang terjadi pada produk (Waryat dan Handayani, 2020). Hasil pengamatan pakcoy pada Gambar 4 menunjukkan hari ke-0 hingga hari ke-4 mengalami peningkatan dan pada pengujian hari seterusnya mengalami penurunan. Penurunan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroorganisme pada pakcoy kering terhambat akibat perlakuan pengeringan, sehingga Aw dan MC pakcoy menjadi semakin rendah (Duygu dan Bulanteki, 2021). Menurut Saidi dan Wulandari (2019), pengolahan pangan dapat menyebabkan jumlah mikroba mengalami penurunan dan dapat menginaktivasi enzim yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan. Selain itu, dilakukannya pengolahan pada produk pangan juga dapat mendestruksi toksin yang secara alami sudah ada di dalam produk ataupun dari mikroba kontaminan.

Analisis Respon Pengujian Konsentrasi Total Fenol

Gambar 5. Grafik Kadar Total Fenolik Pakcoy (Brassica chinensis L.) dengan Pengawetan Teknik Dehidrasi

Berdasarkan grafik pada Gambar 5, terlihat bahwa kadar total fenol pada pakcoy hasil dehidrasi selama penyimpanan terlihat cukup stabil. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Trisna et al (2021) yang mengatakan bahwa penyimpanan produk pada suhu ruang (Β±25Β°C), dapat memberikan efek kestabilan pada senyawa fenolik yang dihasilkan. Akan tetapi, dari hasil grafik tersebut dapat dianalisis bahwa pada hari ke-8, kadar fenol yang diperoleh mengalami peningkatan dan pada hari ke-10

(6)

6 | Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati mengalami penurunan. Penurunan senyawa fenolik di

dalam pakcoy ini kemungkinan terjadi akibat perlakuan pengeringan menggunakan dehidrator. Pernyataan tersebut sesuai dengan literatur yang menyebutkan, bahwa suatu produk yang telah diberi perlakuan pengeringan pada suhu 60°C dapat mengalami penurunan kandungan fenolik bebas, seperti asam vanilat, asam ferulin, dan asam ρ-kumarin. Hal tersebut berkaitan dengan suhu yang berpengaruh terhadap pelepasan fenolat terikat matriks, polimerisasi, ataupun oksidasi senyawa fenolik, serta degradasi atau transformasi thermal menjadi senyawa fenolik yang lebih sederhana (Trisna et al, 2021).

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pengaruh pengawetan menggunakan teknik dehidrasi terhadap sayur pakcoy dapat mempengaruhi kualitas serta batas umur simpan.

Perlakuan pengawetan menggunakan teknik dehidrasi ini dapat mempertahankan mutu visual pakcoy sedikit lebih lama, meminimalisasi terjadinya peningkatan susut bobot, mencegah penurunan nilai pH yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroba, dan dapat mempertahankan kandungan senyawa fenolik secara stabil. Pakcoy dengan pengawetan teknik dehidrasi juga terbukti dapat menurunkan kandungan air di dalam pakcoy sehingga proses metabolisme di dalamya dapat terhambat. Sehingga perlakuan dehidrasi dapat mempertahankan pakcoy hingga 3-4 hari lebih awet jika dibandingkan dengan pakcoy tanpa perlakuan apapun.

DAFTAR PUSTAKA

Barokah, R. (2017). Respon pertumbuhan dan produksi tanaman sawi pakcoy (Brassica chinensis L.) akibat pemberian berbagai jenis pupuk kandang. [Thesis]. Semarang : Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro.

Duygu, A., & Bulantekin, O. (2021). The microbiological quality of various foods dried by applying different drying methods : a review. Europian Food Research and Technology, 247, 1888-1343.

Dzulfahmi, F. (2020). Pengaruh konsentrasi pupuk cair limbah sayuran pasar dan takaran pupuk npk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy (Brassica rapa L.). [Thesis].

Tasikmalaya : Fakultas Pertanian, Universitas Siliwangi.

Harnanik, S. (2018). Kajian perubahan karakteristik mutu sawi segar selama penyimpanan dengan pencucian air berozon pada suhu dan kemasan berbeda. Prosiding Seminar Nasional I Hasil Litbangyasa Industri, Palembang.

Jamalludin. (2018). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha tani sayur- sayuran di kelurahan maharatu kecamatan marpoyan damai kota pekanbaru. Jurnal Agribisnis, 20(1), 52-67.

Lengkey, L. C. C. E., Akume, I. W., & Longdong, I. A.

(2023). Kajian perubahan mutu pakcoy (Brassica rapa L.) dalam kemasan LDPE (low density polyethylene) dengan dua metode pre cooling selama penyimpanan dingin. Jurnal Agroekoteknologi Terapan, 4(1), 173-181.

Monica, D. C. (2022). Variasi konsentrasi ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) dalam 0,05%

surfaktan mengakibatkan perbedaan mortalitas ulat tritip (Plutella xylostella) pada tanaman pakcoy (Brassica rapa L.). [Thesis]. Singaraja : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Ganesha.

Nicoletto, C., Santagata, S., Pino, S., & Sambo, P.

(2016). Antioxidant characterization of different italian broccoli landraces.

Horticultura Brasileira, 34(1), 74-79.

Parfiyanti, E. A., Budihastuti, R., & Hastuti, E. D.

(2016). Pengaruh suhu pengeringan yang berbeda terhadap kualitas cabai rawit (Capsicum frutescnes L.). Jurnal Biologi, 5(1), 82-92.

Pranata, T. P., Pudja, I. A. R. P., & Kencana, P. K. D.

(2023). Pengaruh perbedaan suhu dan jenis kemasan plastik terhadap kesegaran buncis (Phaseolus vulgaris L) selama penyimpanan dingin. Jurnal BETA, 11(1), 72-84.

Purnama, I. N. C., Kencana, P. K. D., & Utama, I. M. S.

(2020). Pengaruh waktu steam blanching dan suhu pengeringan terhadap karakteristik kimia serta sensori teh daun bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ).

Jurnal BETA, 8(2), 272-283.

Riansyah, H., Maharani, D. M., & Nugroho, A. (2021).

Intensitas dan stabilitas warna ekstrak daun pandan, suji, katuk, dan kelor sebagai sumber pewarna hijau alami. Jurnal Riset Teknologi Industri, 15(1), 103-11.

Saidi, I. A., & Wulandari, MP. F. E. (2019).

Pengeringan sayuran dan buah-buahan.

Sidoarjo : UMSIDA Press.

Solihin., Muhtarudin., & Sutrisna, R. (2015). Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air kualitas fisik dan sebaran jamur wafer limbah sayuran dan umbi-umbian. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 3(2), 48-54.

Waryat., & Handayani, Y. (2020). Implementasi jenis kemasan untuk memperpanjang umur simpan sayuran pakcoy. Jurnal Ilmiah Respati, 11(1), 33-45.

Referensi

Dokumen terkait