• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI II PERCOBAAN 2 PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIFUNGI

N/A
N/A
Wilandani Sabilla

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI II PERCOBAAN 2 PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIFUNGI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI II PERCOBAAN 2

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIFUNGI

Shift / Kelompok : D / 1 Disusun oleh:

Mega Suryani Putri (10060318146)

Dita Pratiwi Utami (10060318147)

Yasmin Ramadhania B. (10060318148)

Devi Revita Amalia (10060318149)

Andri Ryandi (10060318150)

Fitriana Asni (10060318151)

Asisten Penanggung Jawab : Mumammad Fakhrur Rajih, S.Farm.

Tanggal Pelaksanaan Praktikum: 11 Februari 2021 Tanggal Pengumpulan Laporan : 18 Februari 2021

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2021 M / 1442 H

(2)

PERCOBAAN 2

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIFUNGI

I. Tujuan Percobaan

1. Menentukan lama waktu pertumbuhan fungi dibandingkan bakteri.

2. Melakukan pengujian aktivitas Antifungi ekstrak daun tanaman Sirih (Piper betle) dan Antibiotik.

II. Pendahuluan

2.1. Candida Albicans

Jamur atau fungi bervariasi dalam ukuran, dari ragi yang uniseluler sampai jamur multiseluler. Pada umumnya, jamur memiliki 3 karakteristik utama, yaitu (1) eukariotik, (2) menggunakan spora sebagai alat perkembangbiakannya, dan (3) heterotrof. Sebagai tambahan, jamur membutuhkan tempat yang lembab dan hangat agar dapat tumbuh. Oleh karena itu, jamur banyak ditemukan di makanan yang lembab, di dasar kulit batang pohon, di dasar lantai hutan, serta di lantai kamar mandi yang lembab. Oleh karena bersifat heterotrof, secara ekologi jamur sangat penting karena berperan sebagai pengurai dan ikut andil dalam daur nutrisi yang ada di tanah (Subahari, 2008).

Candida merupakan jamur yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu blastopore (blasroconidia) adalah bentuk fenotip yang bertanggung jawab dalam tranmisi dan penyebaran, serta germinated yeast. Oleh karena itu Candida disebut jamur dimorfik (Tortora, 2001).

Klasifikasi Candida albicans adalah berikut:

Division : Thallophyta Subdivisio : Fungi

Classis : Deuteromycetes Ordo : Moniliases Familia : Cryptococcaceae Genus : Candida

Spesies : Candida albicans (Frobisher, 1983)

(3)

Sel jamur Candida berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong. Koloninya pada medium padat sedikit timbul dari permukaan medium, dengan permukaan halus, licin atau berlipat-lipat, berwarna putih kekuningan dan berbau ragi. Besar koloni bergantung pada umur. Pada tepi koloni dapat dilihat hifa semu sebagai benang-benang halus yang masuk ke dalam medium. Pada medium cair jamur biasanya tumbuh pada dasar tabung (Suprihatin, 1982).

Pada umumnya Candida albicans tumbuh baik pada medium agar Sabouraud dekstrosa. Pada medium tersebut, organisme ini membentuk koloni seperti ragi (yeast-like colony) yang berbentuk bulat dengan diameter 2-4 mm, ber- warna putih kekuningan, dengan per-mukaan yang halus. Secara mikroskopik, Candida albicans merupakan organisme eukariot uniseluler. Sel ragi dan sel tunas umumnya berbentuk bulat, oval, sampai hampir silindris, dengan ukuran 2-7 x 3- 8,5 μm (Tyasrini dkk., 2006).

C. albicans menimbulkan suatu keadaan yang disebut kandidiasis, yaitu penyakit pada selaput lendir, mulut, vagina dan saluran pencernaan (Pelcar & Chan, 1986). Kandidiasis adalah infeksi jamur yang terjadi karena tidak terkontrolnya pertumbuhan dari spesies Candida, yang dapat menyebabkan sariawan, lesi pada kulit, vulvaginistis, candiduria, gastrointestinal candidiasis yang menyebabkan gastriculcer atau bahkan dapat menjadi komplikasi kanker. Pada orang sehathidup 30-60% Candida albicans yang hidup normal tanpa adanya keluhan namun dapat menjadi patogen bila terdapat faktor resiko seperti menurunnya imunitas, gangguan endokrin, terapi antibiotik jangka panjang, perokok dan kemoterapi (Kumamoto, 2004; Dinubile et al, 2005).

2.2. Flukonazol

Flukonazol merupakan suatu hidrofilik dari sintetik triazol, terdapat dalam bentuk oral dan parenteral. Flukonazol termasuk antifungi golongan triazol yang ditemukan pada tahun 1982 dan pertama diperkenalkan di Eropa kemudian di Amerika Serikat. Bentuk sediaannya adalah kapsul 50 mg, 150 mg, dan injeksi 200 mg/100 ml (Lubis, 2008).

Flukonazol bekerja dengan menghambat sintesis ergosterol pada membran sel jamur, yang bekerja dengan menghambat sistem enzim sitokrom P-450 14-α–

(4)

demethylase dan bersifat fungistatik. Flukonazol paling efektif terhadap jamur Candida, Coccidioides imminitis dan Crytococcus neoformans. Walaupun flukonazol efektif terhadap spesies Candida akan tetapi memiliki sifat resistan terhadap Candida krusei dan Candida glabrata (Lubis, 2008).

Flukonazol secara cepat dan sempurna diserap melalui gastrointestinal.

Bioavailabilitas oral flukonazol melebihi 90% pada orang dewasa. Konsentrasi puncak plasma dicapai setelah 1 atau 2 jam pemberian oral dengan eliminasi waktu paruh plasma ± 30 jam (20–50 jam) setelah pemberian oral. Absorbsinya tidak dipengaruhi oleh kadar asam lambung. Metabolisme flukonazol ini terjadi di hepar dan akan diekskresikan melalui urine. Flukonazol berisfat hidrofilik sehingga sangat banyak ditemukan di dalam cairan tubuh juga terkandung dalam keringat dalam konsentrasi tinggi (Lubis, 2008).

2.3. Daun Sirih

Klasifikasi Tanaman Sirih adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliopyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper betle L. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Sirih adalah salah satu jenis tumbuhan yang berasal dari family Piperaceae, tumbuh merambat atau menjalar. Pada pengobatan tradisional india, daun sirih dikenal sebagai zat aromatik yang menghangatkan dan bersifat antiseptik.

Kandungan eugenol pada daun sirih mampu membunuh jamur Candida albicans, mencegah ejakulasi dini dan bersifat analgesik. Flavonoid yang terkandung dalam daun sirih hijau berfungsi sebagai antialergi, antikanker, dan antiinflamasi. Tannin juga dikenal sebagai zat samak untuk pengawetan kulit, dimana efek tannin yang utama yaitu sebagai astringensia yang banyak digunakan sebagai pengencang kulit dalam kosmetika atau estetika. Daun sirih juga memiliki khasiat secara ilmiah sebagai antioksidan, antiulkus, antimikroba dan spasmogenik (Alfares, 2013).

(5)

III. Alat dan Bahan

IV. Prosedur 4.1. Persiapan

Yang pertama adalah melakukan Sterilisasi alat dan bahan, kemudian membuat biakan segar inokulum Candida albicans 48 jam sebelum praktikum dan membuat infusa 50 % daun sirih (satu hari sebelum praktikum). Selanjutnya disiapkan pengenceran infusa daun sirih 50% menjadi 40 %, 30 %, 20 % dan 10 %.

Dan dibuat larutan Ketokenazol 10 mg/ml.

4.2. Pengujian

Sebelum melakukan pengujian, pada bagian belakang cawan petri diberi tanda menggunakan spidol dengan membagi 3 bagian, setiap area diperuntukkan 1 konsentrasi larutan uji lalu diberi tanda atau label. Kemudian suspensi jamur dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah diberi tanda tadi menggunakan mikropipet sebanyak 500 μg/ml, lalu dimasukkan juga media SDA cair sebanyak 40 mL ke dalam cawan petri yang sudah berisi suspensi jamur, media diambil menggunakan pipet ukur dan semua pengerjaan dilakukan secara aseptis. Campuran (suspense jamur + media SDA cair) kemudian diputar

Alat Bahan

Bunsen Aquadest

Cawan petri Candida albicans

Gelas kimia Flukonazol

Jarum ose bundar Infusa Daun Sirih

Labu Erlenmeyer NaCl fisiologis

Perforator Sabouraud Dextrose Agar (SDA) Pipet ukur

Rak tabung Tabung reaksi

(6)

hingga homogen dan dibiarkan beberapa menit sehingga menjadi padat. Setelah agar menjadi padat, dibuat sumuran menggunakan alat perforator 9 mm yang mana sumuran ini nantinya digunakan untuk menempatkan larutan uji, sumuran dibuat pada setiap area konsentrasi pada cawan petri sehingga terdapat 3 sumuran dalam 1 cawan petri.

Selanjutnya masing-masing konsentrasi bahan uji dimasukkan ke dalam sumuran yang telah terbentuk sesuai dengan label konsentrasi yang terdapat pada cawan petri menggunakan mikropipet sebanyak 40 μL. Kemudian dilakukan prainkubasi selama 60 menit pada suhu ruang, selama prainkubasi cawan petri tetap disimpin di area aseptis.

Setelah itu cawan petri diinkubasi dalam inkubator pada suhu 25℃ selama 24-48 jam.

Kemudian setelah dilakukan inkubasi, diamati dan diukur diameter hambat yang ditandai dengan adanya zona bening disekitar sumuran dengan menggunakan jangka sorong.

V. Data Pengamatan 6.1 Pengamatan

- Sebelum di Inkubasi selama 60 menit (Pra-Inkubasi):

- Proses Inkubasi:

(7)

- Setelah di Inkubasi:

6.2 Aktivitas Antijamur Terhadap Candida Albicans

Bahan Diameter Hambat (mm)

Uji Pengamatan 24 jam Pengamatan 48 jam

Flukonazol 10 mg/ml 30 30

Infusa Daun Sirih 50% 15 15

Infusa Daun Sirih 40% 13 13

Infusa Daun Sirih 30% 12 12

Infusa Daun Sirih 20% 10 10

Infusa Daun Sirih 10% 8 8

Kontrol (Aquadest) - -

Keterangan: (-)  Tidak ada diameter hambat 6.3 Perhitungan

- Flukonazol

 Kekuatan Sediaan: 200 mg/100 ml = 2 mg/ml

 Dibuat Larutan Induk

V1 . N1 = V2 . N2

V1 . 2 mg/ml = 10 ml . 10 mg/ml

V1 = 50 ml ad 100 ml aquades

(8)

- Infusa Daun Sirih

1. Infusa Daun Sirih 50%

= 500 𝑔𝑟𝑎𝑚

100 𝑚𝑙 = 5 𝑔𝑟𝑎𝑚

10 𝑚𝑙

2. Infusa Daun Sirih 40%

V1 . N1 = V2 . N2 V1 . 50% = 10 ml . 40%

V1 = 8 ml ad 100 ml aquades 3. Infusa Daun Sirih 30%

V1 . N1 = V2 . N2 V1 . 40% = 10 ml . 30%

V1 = 7,5 ml ad 100 ml aquades 4. Infusa Daun Sirih 20%

V1 . N1 = V2 . N2 V1 . 30% = 10 ml . 20%

V1 = 6,67 ml ad 100 ml aquades 5. Infusa Daun Sirih 10%

V1 . N1 = V2 . N2 V1 . 20% = 10 ml . 10%

V1 = 5 ml ad 100 ml aquades

VI. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian aktivitas antifungi dengan menggunakan Candida albicans. Menurut (Ganjar dkk, 2006) bahwa fungi berdasarkan kelompoknya terdiri dari jamur benang (kapang), khamir, dan cendawan. Adapun fungi yang digunakan pada praktikum adalah jamur Candida albicans. Karakteristik Candida albicans yaitu pada kondisi anaerob dan aerob mampu melakukan metabolism sel. Pertumbuhan juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan dengan pH normal atau alkali. Candida albicans dan patogenesisnya dipengaruhi oleh genetic, lingkungan dan fenotipik dimana faktor- faktor seperti pH, suhu, kondisi anaerob dan faktor gizi dalam jaringan pencernaan

(9)

berperan dalam meningkatkan penetrasi Candida albicans melalui sel mukosa.

Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semuu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora yang berbentuk bulat atau lonjong disekitar septum (Biswan dan Chaffin, 2005).

Antijamur adalah antibiotik yang mampu menghambat hingga mematikan pertumbuhan jamur. Antijamur mempunyai dua pengertian yaitu fungisidal dan fungistatik. Fungisidal didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat membunuh jamur, sedangkan fungistatik dapat menghambat pertumbuhan jamur tanpa mematikannya. Tujuan utama pengendalian jamur adalah untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi jamur pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan dan perusakan oleh jamur (Pelczar dan Chan, 2005).

Zat antifungi dalam melakukan efeknya, harus dapat mempengaruhi bagian-bagian vital sperti membrane sel, enzim-enzim dan protein structural. Menurut (Siswandono dan Soekardjo, 2000) mekanisme kerja antifungi dapat dikelompokkan menjadi:

1. Gangguan Pada Membrane Sel

Gangguan ini terjadi karena adanya ergosterol dalam sel jamur.

Ergosterol adalah komponen steril yang sangat penting, sangat mudah diserang oleh antibiotik turunan polien. Kompleks polien-ergosterol yang terjadi dapat membentuk suatu pori dan melalui pori tersebut konstituen essensial jamur seperti ion K, fosfat anorganik, asam karboksilat, asam amino dan ester fosfa bocor keluar hingga menyebabkan kematian sel jamur. Contoh: Nistatin, Amfoterisin B dan Kandisidin.

2. Penghambatan Biosentitesis Ergosterol Dalam Sel Jamur

Mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan imidazole karena mampu menimbulkan ketidakteraturan membrane sitoplasma jamur dengan cara mengubah permeabilitas membrane dan mengubah fungsi membrane dalam proses pengangkutan senyawa-senyawa essensial yang dapat menghambat pertumbuhan atau menimbulkan kematian sel jamur. Contoh:

Ketokonazol, Klortimazol, Mikonazol, Bifonazol.

(10)

3. Penghambatan Sintesis Asam Nukleat Dan Protein Jamur

Mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan pirimidin. Efek antifungi terjadi karena senyawa turunan pirimidin mampu mengalami metabolism dalam sel jamur menjadi suatu anti metabolic. Metabolic antagonis tersebut kemudian bergabung denga asam ribonukleat dan kemudian menghambat sintesis asam nukelat dan protein jamur.

4. Penghambatan Mitosis Jamur

Efek antifungi terjadi karena adanya senyawa antibiotik griseovulfin yang mampu mengikat protein mikrotubuli dalam sel, kemudian merusak struktur spindle mitotic dan menghentikan metafasa pembelahan sel jamur.

Media yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu SDA atau Sabouraud Dextrose Agar, media memiliki fungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah koloni mikroorganisme, menguji sifat-sifat fisiologi, dan perhitungan jumlah mikroba yang dimana dalam proses pembuatannya harus dalam kondisi harus steril dan menetapkan metode aseptis agar menghindari kontaminasi pada media. SDA adalah suatu medium yang mengandung mycological peptone 10 g sebagai nitrogen dan sumber vitamin, glukosa 40 g sebagai sumber energy, agar 15 g sebagai bahan pemadat (Hadioetomo, 1993).

Pengujian aktvitas antifungi menggunakan larutan flukonazol 10%, infusa daun sirih yang dibuat dalam beberapa konsentrasi yaitu 50%, 40%, 30%, 20%, dan 10% pada susnpensi jamur Candida albicans, pengamatan dilakukan dua kali yaitu pertama 24 jam dan kedua 48 jam. Dibuat infusa daun sirih dengan cara metoda imfusa pada simplisia daun sirih yang telah kering, diremas lalu ditimbang, kemudian ditambahkan aquadest untuk membasahkan simplisia hingga terendam, lalu dipanaskan diatas penangas air selama 15 menit, dihitung ketika suhu dalam panci mencapai 90℃ sambil diaduk sesekali, selanjutnya diserkai dengan kain flannel sehingga didapatkan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% metode infusa merupakan metode ekstraksi dengan cara panas. Infusa daun sirih dibuat dengan pengenceran secara bertingkat yaitu pertama dibuat infusa daun sirih dengan konsentrasi 50% dimana melarutkan 5 gram daun sirih dengan 10 ml aquades. Selanjutnya infusa daun sirih 40% dilarutkan 8 ml infusa daun sirih

(11)

konsentrasi 50% yang di ad 100 ml aquades dan yang digunakan sebanyak 10 ml.

Infusa daun sirih 40% dilarutkan 8 ml infusa daun sirih konsentrasi 50% yang di ad 100 ml aquades dan yang digunakan sebanyak 10 ml. Kemudian infusa daun sirih 30% dilarutkan 7,5 ml infusa daun sirih konsentrasi 40% yang di ad 100 ml aquades dan yang digunakan sebanyak 10 ml. Setelah itu infusa daun sirih 20% dilarutkan 6,67 ml infusa daun sirih konsentrasi 30% yang di ad 100 ml aquades dan yang digunakan sebanyak 10 ml. Dan infusa daun sirih 10% dilarutkan 8 ml infusa daun sirih konsentrasi 20% yang di ad 100 ml aquades dan yang digunakan sebanyak 10 ml. Sedangkan larutan flukonazol dibuat larutan induknya dengan melarutkan 50 ml antifungi flukonazol dengan 100 ml aquades steril dan yang digunakan sebanyak 10 ml.

Pertama-tama dilakukan sterilisasi alat dan bahan yang digunakan agar tidak ada kontaminan pada saat pengujian antifungi dilakukan. Selanjutnya pengujian antifungi menggunakan metode difusi agar dengan cara dibuat 3 area pada bagian bawah cawan petri untuk setiap konsentrasi dan diberi label, kemudian dimasukkan suspensi Candida albicans sebanyak 0,5 ml lalu ditambahkan media SDA cair menggunakan pipet ukur sebanyak 40 ml dan metode suspensi jamur uji dilakukan dengan metode inokulasi lansgung. Menurut (Ghoni, 2013) inokulasi langsung suspensi jamur uji ke dalam media. Pengerjaan dilakukan secara aseptis yaitu pengerjaan diantara dua api bunsen yang menyala dengan tujuan agar mencegah adanya kontaminasi mikroorganisme pada media. Setelah dimasukkan campuran media SDA dengan suspensi jamur maka cawan petri diputar agar homogen.

Selanjutnya setelah campuran memadat dibuat sumuran pada tiap konsentrasi di cawan petri menggunakan preforator sebagai tempat larutan pengujian aktivitas antifungi, setelah itu dimasukkan larutan uji flukonazol dan infusa daun sirih dengan konsentrasi yang berbeda-beda.

Kemudian dilakukan prainkubasi selama 60 menit sebelum melalukan inkubasi, lalu diinkubasi selama 24 sampai 48 jam pada suhu 25℃ atau suhu kamar dengan tingkat kelembapan yang tinggi dan untuk melihat aktivitas antijamur pada media SDA. Adapun proses inkubasi pada jamur memerlukan waktu lebih lama dibandingkan bakteri dikarenakan proses pertumbuhan jamur lebih lambat. Suhu

(12)

yang sesuai pada setiap masing-masing media digunakan pada proses ikubasi dikarenakan suhu tersebut sangat optimum untuk pertumbuhan bakteri. Fungsi proses inkubasi dalam supaya media dapat terisolasi dengan baik sebelum dilakukannya pengamatan dan pengukuran atas zona bening yang terbentuk. Isolasi berguna untuk melindungi media dari suatu mikroaba yang terdapat dari lingkungan kita baik seperti substrat padat, substrat cair atau bahkan pada diri kita sebab mikroba yang sulit untuk diamati atau dibedakan secara langsung oleh panca indra sehingga akan mempermudah kita untuk melihat dan mengamati bentuk-bentuk pertumbuhan mikroba pada beberapa medium (Ghoni, 2013).

Selanjutnya dilakukan pengamatan secara visual pada cawan petri ada atau tidaknya zona bening pada sekitar sumuran dan dibandingkan antar cawan petri yang berisi media SDA dengan kontrol yang berisi aqaudes steril. Lalu zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dari tiap larutan antifungi yang digunakan pada percobaan serta kontrol, pengamatan dan pengukuran dilakukan setelah waktu inkubasi selama 24 sampai 48 jam.

Zona hambat didefinisikan sebagai zona bening yang terbentuk disekitar sumuran, yang dimana ketika terbentuknya zona bening menunjukkan adanya aktivitas antifungi pada media yang telah dibiakkan suspensi jamur. Zona hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong dan dikategorikan kuat apabila diameter zona hambat yang terbentuk pada kisaran > 20 mm, rincinya kategori kuat dalam rentang 10-20 mm, sedang rentang 5-10 mm, dan lemak rentang < 5 mm (Nopiyanti et al, 2016). Hasil pengamatan selama 24 jam pada flukonazol 10 mg/ml terdapat zona hambat dengan diameter 30 mm, pada infusa daun sirih 50% terdapat zona hambat 15 mm, pada infusa daun sirih 40% terdapat zona hambat 13 mm, pada infusa daun sirih 30% terdapat zona hambat 12 mm, pada infusa daun sirih 20%

terdapat zona hambat 10 mm, pada infusa daun sirih 10% terdapat zona hambat 8 mm dan pada kontrol tidak terdapat zona hambat. Sedangkan hasil pengamatan selama 48 jam pada flukonazol 10 mg/ml terdapat zona hambat dengan diameter 30 mm, pada infusa daun sirih 50% terdapat zona hambat 15 mm, pada infusa daun sirih 40% terdapat zona hambat 13 mm, pada infusa daun sirih 30% terdapat zona hambat 12 mm, pada infusa daun sirih 20% terdapat zona hambat 10 mm, pada

(13)

infusa daun sirih 10% terdapat zona hambat 8 mm dan pada kontrol tidak terdapat zona hambat.

KHM merupakan konsentrasi minimal zat antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri setelah proses inkubasi dan untuk mengetahui tumbuh atau tidaknya koloni mikroorganisme dengan cara diamati banyaknya koloni mikroorganisme yang tumbuh dengan menggunakan metode dilusi (Tortora, dkk, 2010). Nilai KHM pada pengamatan antifungi baik selama 24 dan 48 jam terdapat pada infusa daun sirih 10% dikarenakan konsentrasi terkecil atau minimal yang ditunjukkan dari aktivitas zat antifungsi atas media yang telah diberi suspensi jamur Candida albicans dalam pengujian.

Infusa daun sirih menunjukkan aktivitas sebagai antifungsi sebab pada bagian daun sirih mengandung metabolit sekunder salah satunya sesquiterpen yang terdapat pada minyak atsiri. Daun sirih mengandung sesquiterpen, pati, diatase gula, dan zat samak serta kavikol. Dimana kavikol memiliki daya mematikan kuman, antioksidan, dan fungisida, selain itu daun sirih juga bersifat menanahan perdarahan, menyembuhkan luka pada kulit, dan gangguan saluran pencernaan.

Selain itu juga daun sirih bersifat mengerutkan, mengeluarkan dahak, meluruhkan ludah, hemostatic dan menghentikan perdarahan (Sudarmo, 2005). Sedangkan flukonazol memiliki spektrum aktivitas antifungi sama dengan ketokonazol yaitu memiliki aktivitas antifungi terhadap Candida, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans, H capsulatum, B.sermatis, Sporothix spp, dan Paracoccidioides brasiliensis. Dan kelompok antifungi golongan ampothericin dan golongan azole (flukozanol dan ketokonazol) dapat menghambat pertumbuhan spesies Candida secara berturut-turut 100% dan 80% (Wanger, 2009).

VII. Kesimpulan

1. Fungi memiliki waktu untuk pertumbuhan lebih lama dibandingkan dengan bakteri dikarenakan bakteri bersifat aseksual sehingga langsung membelah diri, sedangkan fungi bersifat seksual sehingga diperlukan proses perkawinan terlebih dahulu sebelum membelah diri.

(14)

2. Pengujian aktivitas antifungi terhadap Candida albicans dari ekstrak tanaman daun sirih hijau (Piper betle Linn) dilakukan dengan metode difusi agar dengan membuat sumuran dan ditambahkan sampel uji pada konsentrasi tertentu ke dalam sumur tersebut, kemudian diamati zona hambatnya. Dari hasil percobaan ekstrak tanaman, yaitu infusa daun sirih hijau (Piper betle Linn) pada konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20%, 10% dan antifungi flukonazol pada konsentrasi 10μg/mL dapat menghambat semua pertumbuhan fungi ditandai dengan adanya diameter hambat atau zona bening pada KHM dikonsetrasi 10%.

VIII. Daftar Pustaka

Alfares, I.F., 2013. Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn.).

Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Biswas, SK dan Chaffin, W.L. 2005. Anaerobic Growth Of Candida Albicans Does Not Support Biofilm Formation Under Similar Condition Used For Aerobic Biofilm Current Microbiologic. Journal 51 (2): 100-4.

Dinubile MJ, Bille D, Sable CA and Kartsonis NA. 2005. Invasive candidiasis in cancer patients: observations from a randomized clinical trial. J Infect.

50(5): 443-9.

Dumilah, S. 1992. Candida Dan Kandidiasis Pada Manusia. Jakarta: FK UI.

Frobisher & Fuerst’s. 1983. Microbiology in Health and Diesease. 15 edition. Igaku Shoin. Sounders International Edition.

Ghoni, Achmad. 2013. Isolasi dan Inokulasi bakteri. Jakarta: Gramedia.

Hadioetomo. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: PT. Gramedia.

Kumamoto C.A And Vinces M.D. 2004. Alternative Candida albicans lifestyles:

growth on the surfaces. Annu Rev Microbiol (Epub Ehead of print).

Lubis, R. D. 2008. Pengobatan Dermatomikosis. Tesis. Departemen Ilmu Kesehatan dan Kelamin. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(15)

Nopiyanti et al. 2016. Screening of Nypa Fructions as Antibacterial of Bacillus subtilis, E.coli, and S.aureus. Journal Maspori, 8:2, 83-90.

Pelczar, M.J and Chan, E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.

Siswando dan Soekardjo, B. 2000) Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya: Universitas Airlangga.

Subahari, T. S. S. 2008. Biologi. Surabaya: Penerbit Quadra.

Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati, Pembuatan Dan Pemanfaatannya.

Yogyakarta: Kanisius.

Suprihatin, Siti Dumilah. 1982. Candida dan Kandidiasis pada Manusia. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Syamsuhidayat dan Hutapea, J.R., 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia, 305- 306, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarata: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Tortora, G. J., Funke, B. R., Case, C. L. 2001. Microbiology. San Fransisco:

Benjamin Cummings.

Tortora, dkk. 2010. Microbiology An Introduction. California: The Benjamin Cummings Publishing Company, Inc.

Tyasrini, E., Winata, T., dan Susantina. 2006. Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida sp. dengan Patogenesis Kandidiasis. JKM.6(1): 52-67.

Wanger, T. C., Iskander, D. T, Motzke, I., Brook, B. W, Sodhi, N. S., Clough, Y.

2009. Effects Of Land-Use Change On Community Composition Of Tropical Amphibians And Reptiles In Sulawesi, Indonesia. Conservation Biology.

Referensi

Dokumen terkait