• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEGAL OPINION Dosen: Dr. Insan Tajali Nur S.H., M.H.

N/A
N/A
Mustika Ayu

Academic year: 2024

Membagikan "LEGAL OPINION Dosen: Dr. Insan Tajali Nur S.H., M.H."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

LEGAL OPINION

Dosen: Dr. Insan Tajali Nur S.H., M.H.

Muhammad Adam 1908016043

Attariq Syamsuddin 2308016015

Muhammad Zacky 2308016019

Muhammad Alzivar Wardhana 2308016036 Muhammad Aulia Rahman 2308016044

Mustika Ayu 2308016055

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2024

(2)

1

A. Latar Belakang

Hak memilih di Indonesia diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa "segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya." Pasal 28 UUD 1945 juga menjamin hak asasi manusia, termasuk hak untuk memilih dan dipilih.

Namun untuk Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia Pasal tersebut tidak berlaku karena dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjelaskan bahwa TNI dan Polri tidak memiliki hak memilih dalam pemilihan umum legislatif dan eksekutif yang umumnya diikuti oleh warga negara sipil. Anggota TNI dan Polri dilarang untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis, termasuk memberikan dukungan atau memilih kandidat politik tertentu. Netralitas TNI-POLRI diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2017.

UU ini mengatur tentang tindak pidana pemilu dan memberikan wewenang kepada Bawaslu untuk mengawasi netralitas ASN, TNI, dan Polri dalam pemilu. Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menerima dan memanfaatkan hak mereka pada pemilu pertama di Indonesia yaitu Pemilu 1955. Itu juga berlaku untuk hak untuk dipilih.

Anggota ABRI yang maju sebagai caleg tidak perlu mengundurkan diri sebagai anggota ABRI pada saat itu. Pada pemilu Orde Baru, aturan berubah. Pasal 11 UU No.15/1969 menyatakan bahwa "Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih", dan undang-undang ini tetap berlaku hingga UU Pemilu No.7/2017 walaupun nama instansi telah berubah. Hal ini ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang isinya juga tidak memberikan hak memilih bagi anggota TNI dan Polri dalam pemilihan kepala daerah.

Aturan ini seharusnya didukung karena jika Pembatasan Hak Memilih untuk TNI dan Polri tidak dibuat maka dapat memperuncing segregasi dan konflik politik di masyarakat.

TNI dan Polri yang berfungsi untuk pencegahan konflik di masyarakat, menjaga ketertiban, dan menjaga kesatuan dan persatuan bangsa malah semakin memperkeruh situasi yang memang sudah tidak baik. Melibatkan kubu militer dalam mendukung partai ataupun pasangan calon pemimpin sama saja dengan memilih 1 partai atau 1 paslon saja karena dunia militer terkenal dengan kekompakannya, terutama mematuhi pimpinan dalam dunia mereka.

(3)

2

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, terdapat permasalahan-permasalahan yang dimintakan untuk diberikan Pendapat Hukum terkait hal-hal sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan pembatasan hak memilih anggota TNI dan Polri?

2. Bagaimana Sejarah mengenai hak memilih anggota TNI dan Polri?

3. Bagaimana Dampak positif diberlakukannya pembatasan hak memilih anggota TNI dan Polri?

4. Bagaimana yang akan terjadi dalam 5 tahun kedepan apabila pembatasan hak memilih anggota TNI dan Polri dihapuskan?

5. Apa syarat yang harus diterapkan apabila pembatasan hak memilih anggota TNI dan Polri dihapuskan?

C. Metode Penelitian

Pendapat Hukum ini kami berikan terbatas hanya berdasarkan pada peraturan perundang- undangan yang berlaku, yaitu:

1. Peraturan Perundang-undangan

a. Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945.

b. Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu

c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 2018 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Kami menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dalam legal opini kami, Menurut moleong pendekatan deskriptif kualitatif yaitu pendekatan penelitian dimana data-data yang dikumpulkan berupa katakata, gambar-gambar dan bukan angka. Data-data tersebut dapat diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumentasi pribadi, catatan, atau memo dan dokumentasi lainnya. Pada penelitian ini akan menggambarkan dan memahami adanya peristiwa di dalam masyarakat yang dianggap termasuk ke dalam penyimpangan sosial dengan pendekatan deskriptif kualitatif.

Pendekatan yang bercirikan deskriptif kualitatif ini bertujuan mengkaji dan mengklarifikasi mengenai adanya suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Suatu fenomena atau kenyataan di masyarakat yang mengungkapkan jika dengan adanya metode deskriptif kualitatif bisa dijadikan prosedur untuk memecahkan masalah yang sedang diteliti.

Masalah yang sedang diselidiki adalah berdasarkan fakta-fakta yang ada dan tampak di dalam masyarakat Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong 2000:

(4)

3

3) adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sulistyo-Basuki (2006:

110) juga menjelaskan mengenai penelitian deskriptif tersebut untu mencoba mengkaji lebih dalam deskripsi yang tepat dan mencakup dari semua aspek aktivitas, objek, proses dan manusia. Maka penelitian deskriptif disini merupakan sebuah teori untuk membantu menggambarkan segala objek kajian yang akan dimasukkan sesuai dengan judul penelitian.

Deskripsi kualitatif bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang suatu fenomena atau objek penelitian. Metode ini memungkinkan peneliti untuk menjelajahi aspek-aspek kompleks dan subyektif dari fenomena tersebut yang mungkin tidak terukur secara langsung melalui metode kuantitatif.

Melalui deskripsi kualitatif, peneliti dapat menggali dan menjelaskan kompleksitas dari suatu fenomena, termasuk hubungan yang rumit antara berbagai faktor yang mempengaruhinya. Metode penelitian deskriptif kualitatif dapat digunakan untuk menganalisis sejarah dan pengertian pembatasan hak memilih TNI dan Polri secara lebih baik. Dalam metode ini, penulis akan melakukan analisis mendalam terhadap data kualitatif yang diperoleh dari berbagai sumber seperti dokumen sejarah, wawancara dengan ahli atau tokoh terkait, serta studi literatur yang relevan. Pertama-tama, penulis akan melakukan analisis terhadap sejarah pembatasan hak memilih TNI dan Polri. Ini melibatkan penelusuran terhadap kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan sejak masa kolonial hingga era kemerdekaan dan setelahnya. Penelitian ini juga akan mengidentifikasi faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi adanya pembatasan hak memilih bagi anggota TNI dan Polri. Selanjutnya, penulis akan mendalami pengertian atau konsep dari pembatasan hak memilih TNI dan Polri. Hal ini melibatkan analisis terhadap aspek hukum, politik, dan sosial yang menjadi dasar pembatasan tersebut. Selain itu, penulis juga dapat memeriksa pandangan para ahli atau pemikir terkait tentang pentingnya atau relevansinya pembatasan hak memilih ini dalam konteks keamanan nasional dan stabilitas politik. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, penulis dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan mendalam tentang sejarah serta pengertian pembatasan hak memilih bagi anggota TNI dan Polri. Metode ini memungkinkan untuk menggali pemahaman yang lebih baik tentang konteks, tujuan, dan implikasi dari kebijakan tersebut.

(5)

4

D. Pembahasan

1. Pengertian Pembatasan Hak Memilih Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pembatasan hak memilih anggota TNI dan Polri adalah aturan yang mengatur bahwa anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam kegiatan politik, termasuk dalam pemilihan umum. Hal ini bertujuan untuk menjaga netralitas dan independensi TNI dan Polri dalam menjalankan tugas-tugasnya demi kepentingan negara dan masyarakat. Jadi, sebagai warga negara, anggota TNI dan Polri tidak dapat menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon dalam pemilihan umum Anggota TNI dan Polri diharapkan untuk tetap netral dalam konteks politik praktis. Hal ini mencakup larangan terlibat dalam kegiatan politik praktis, seperti kampanye politik, dukungan terhadap kandidat tertentu, dan pemilihan umum untuk posisi legislatif dan eksekutif.

2. Sejarah Hak Memilih Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia

Hak memilih anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan Polri (Kepolisian Republik Indonesia) memiliki perkembangan yang berbeda-beda di setiap periode sejarah Indonesia.

Terdapat 3 periode perubahan mengenai pembatasan hak memilih pada anggota Tni dan Polri. Yakni terjadi selama di Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, anggota TNI dan Polri tidak memiliki hak memilih dalam pemilihan umum. Hal ini karena pada masa tersebut, fokus utama pemerintah adalah untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan stabilitas negara yang baru merdeka dari penjajahan. Anggota TNI dan Polri dianggap sebagai bagian dari aparat negara yang memegang tanggung jawab khusus dalam menjaga keamanan dan ketertiban, sehingga mereka tidak terlibat dalam proses politik secara langsung.

Selama masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, hubungan antara TNI/Polri dengan politik semakin kuat. Anggota TNI dan Polri diwajibkan untuk mendukung pemerintah dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan. Meskipun demikian, hak memilih bagi anggota TNI dan Polri tetap terbatas. Mereka dilarang secara aktif terlibat dalam kegiatan politik dan pemilihan umum sebagai bentuk netralitas institusi militer dan kepolisian.

(6)

5

Setelah jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia memasuki era Reformasi yang ditandai dengan reformasi politik, ekonomi, dan sosial. Salah satu perubahan penting adalah pemberian hak memilih bagi anggota TNI dan Polri. Hal ini terjadi sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat demokrasi dan mengakhiri keterlibatan politik dalam institusi militer dan kepolisian. Pada tahun 1999, setelah amendemen Konstitusi Indonesia, anggota TNI dan Polri diperbolehkan untuk memberikan suara dalam pemilihan umum seperti warga sipil lainnya. Namun demikian, ada batasan-batasan tertentu yang tetap berlaku, seperti larangan bagi anggota TNI dan Polri untuk terlibat dalam kampanye politik aktif atau mendukung partai politik tertentu. Penegakan netralitas institusi militer dan kepolisian tetap menjadi prioritas, namun dengan memberikan hak memilih, diharapkan anggota TNI dan Polri dapat lebih merasakan keterlibatan dalam proses demokrasi dan memahami pentingnya pemerintahan yang berdasarkan aturan hukum.

3. Dampak Positif Diberlakukannya Pembatasan Hak Memilih Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pembatasan hak memilih bagi TNI dan Polri dapat memiliki beberapa dampak positif, Salah satunya yaitu mereka dapat fokus pada tugas utama dengan tidak terlibat dalam proses politik melalui pemilihan umum, personel TNI dan Polri dapat lebih fokus pada tugas-tugas keamanan dan pertahanan negara serta penegakan hukum tanpa adanya pengaruh politik yang mempengaruhi kinerja mereka. Selain itu pembatasan hak memilih dapat membantu memastikan netralitas personel TNI dan Polri dalam menjalankan tugas- tugasnya, menghindari konflik kepentingan, dan memelihara integritas institusi keamanan dan pertahanan negara.

Dengan tidak terlibat dalam proses politik, pembatasan hak memilih dapat mengurangi potensi konflik kepentingan antara personel TNI/Polri dengan pihak politik atau calon politik tertentu, sehingga memperkuat independensi dan profesionalisme kedua lembaga tersebut. Namun demikian, penting untuk memastikan bahwa pembatasan tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, serta tidak digunakan sebagai alat untuk menekan kebebasan berpendapat atau partisipasi politik yang konstruktif.

Anggota TNI dan Polri memiliki peran penting dalam mencegah konflik di masyarakat, memelihara ketertiban, serta menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Jika mereka

(7)

6

diberikan hak pilih yang dapat digunakan, ada kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat menimbulkan konflik batin dan memperkeruh situasi yang sudah terfragmentasi.

4. Prediksi 5 tahun kedepan apabila Pembatasan Hak Memilih Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dihapuskan.

Jika pembatasan hak memilih anggota TNI dan Polri dihapuskan, kemungkinan besar akan ada dampak besar terhadap dinamika politik dan keamanan di Indonesia.

Kemungkinan terjadi politisasi yang lebih besar dari TNI dan Polri karena anggota dapat lebih bebas terlibat dalam aktivitas politik, termasuk kampanye dan pencalonan politik.

Keterlibatan aktif anggota TNI dan Polri dalam politik bisa mengubah lanskap politik secara keseluruhan, dengan potensi pengaruh yang lebih besar dari institusi militer dan kepolisian dalam keputusan politik. Selain itu, Penghapusan pembatasan tersebut bisa menimbulkan ketegangan antara pemerintah dan militer jika ada konflik kepentingan politik atau ketidaksepakatan terkait kebijakan.

Terdapat kekhawatiran bahwa penghapusan pembatasan ini dapat mengancam hak asasi manusia, karena anggota militer dan kepolisian dapat memiliki pengaruh yang lebih besar dalam memengaruhi kebijakan dan tindakan pemerintah. Kemungkinan adanya perubahan dalam regulasi dan kelembagaan untuk mengakomodasi peran yang diperluas dari anggota TNI dan Polri dalam ranah politik.

5. Syarat yang harus diterapkan apabila Pembatasan Hak Memilih Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dihapuskan Apabila pembatasan hak memilih anggota TNI dan Polri dihapuskan, beberapa syarat yang mungkin perlu diterapkan termasuk:

a. Penetapan mekanisme pemilihan yang transparan dan adil untuk anggota TNI dan Polri.

b. Pembatasan aktivitas politik aktif bagi anggota TNI dan Polri untuk memastikan netralitas dan profesionalisme.

c. Penegakan kode etik yang ketat untuk memastikan netralitas dalam menjalankan tugas-tugas mereka.

d. Pendidikan dan pelatihan yang diperlukan tentang hak-hak dan kewajiban kewarganegaraan bagi anggota TNI dan Polri yang terlibat dalam proses pemilihan.

(8)

7

e. Mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang kuat untuk memastikan bahwa anggota TNI dan Polri tidak menyalahgunakan kekuasaan mereka dalam proses pemilihan.

F. Kesimpulan

1. Pembatasan hak memilih anggota TNI dan Polri diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Hal ini dilakukan untuk menjaga netralitas dan independensi TNI dan Polri dalam menjalankan tugas-tugasnya demi kepentingan negara dan masyarakat. Pembatasan ini mencakup larangan terlibat dalam kegiatan politik praktis, seperti kampanye politik dan dukungan terhadap kandidat tertentu.

2. Sejarah hak memilih anggota TNI dan Polri mengalami perubahan dalam tiga periode berbeda: Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi. Pada awal kemerdekaan Indonesia, anggota TNI dan Polri tidak memiliki hak memilih untuk fokus pada menjaga keamanan dan ketertiban. Namun, setelah era Reformasi, anggota TNI dan Polri diberikan hak memilih sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat demokrasi.

3. Pembatasan hak memilih bagi TNI dan Polri memiliki dampak positif, seperti memungkinkan fokus pada tugas utama tanpa campur tangan politik yang mempengaruhi kinerja mereka. Selain itu, pembatasan ini juga membantu memastikan netralitas institusi militer dan kepolisian, mengurangi potensi konflik kepentingan, dan memelihara integritas kedua lembaga tersebut.

4. Jika pembatasan hak memilih anggota TNI dan Polri dihapuskan, kemungkinan besar akan terjadi politisasi yang lebih besar dari kedua lembaga tersebut, dengan potensi dampak negatif terhadap netralitas dan independensi mereka.

5. Jika pembatasan hak memilih anggota TNI dan Polri dihapuskan, beberapa syarat yang mungkin perlu diterapkan termasuk mekanisme pemilihan yang transparan, pembatasan aktivitas politik aktif, penegakan kode etik yang ketat, pendidikan dan pelatihan tentang hak-hak dan kewajiban kewarganegaraan, serta mekanisme pengawasan yang kuat.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Sulistyo, Basuki. (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Moleong, Lexy J. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rizal, Lutfi Fahrul. (2015). Analisis Prinsip Al-Hurriyah Terhadap Hak Politik Pegawai Negeri (TNI Dan Polri) Di Indonesia Ditinjau Dari Demokrasi Dan HAM: Jurnal Hukum Dan Kemanusiaan, 9(1).

Kadarsih, Setiajeng dan Sudrajat, Tedi. (2011). Analisis Terhadap Hak Pilih Tni Dan Polri Dalam Pemilihan Umum:Jurnal Dinamika Hukum, 11(1).

Haruma, Issha. (2022). Kenapa TNI dan Polri Tidak Boleh Ikut Pemilu?. Diakses pada 16 Maret 2024, dari https://nasional.kompas.com/read/2022/03/19/00150001/kenapa-tni- dan-polri-tidak-boleh-ikut-pemilu-

Jinan, Ruhma. (2024). Apakah TNI Polri Boleh Ikut Pemilu 2024? Cek Aturannya. Diakses Pada 19 Maret 2024, dari https://tirto.id/apakah-tni-polri-ikut-pemilu-2024-cek- aturannya-gUgH

Salabi, Amalia. (2020). Pembatasan Hak Pilih TNI/Polri di Indonesia, Masihkah Dipertahankan. Diakses pada 16 Maret 2024, dari https://rumahpemilu.org/pembatasan-hak-pilih-tni-polri-di-indonesia-masihkah-

dipertahankan/

Referensi

Dokumen terkait