• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lingkungan Pengendapan Pada Fasies Batupasir, Formasi Kembelangan Bawah, Lapangan “Gee”, Cekungan Bintuni, Papua Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Lingkungan Pengendapan Pada Fasies Batupasir, Formasi Kembelangan Bawah, Lapangan “Gee”, Cekungan Bintuni, Papua Barat"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

81

Bulletin of Scientific Contribution GEOLOGY

Fakultas Teknik Geologi UNIVERSITAS PADJADJARAN

homepage: http://jurnal.unpad.ac.id/bsc p-ISSN: 1693-4873; e-ISSN: 2541-514X

Volume 20, No.2 Agustus 2022

LINGKUNGAN PENGENDAPAN PADA FASIES BATUPASIR, FORMASI KEMBELANGAN BAWAH, LAPANGAN “GEE”, CEKUNGAN BINTUNI, PAPUA BARAT

Gilang Diesty Nuarihidayah1*, Ildrem Syafri1, Febriwan Mohamad1

1Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jl. Ir. Soekarno Km.21 Jatinangor, Kab. Sumedang 45363, Jawa Barat

*Korespondensi: [email protected] ABSTRACT

The study was conducted in the “GEE” Field Area in the Bintuni Basin, Bird's Head, West Papua.

One method of supporting exploration is to identify facies and depositional environments in determining the distribution of the depositional environment. Understanding the depositional environment is the foundation of the exploration process and becomes a hydrocarbon reservoir development as well as for the multi-phase cycle in the oil and gas industry. In knowing the distribution of the depositional environment, this study used qualitative analysis namely lithofacies with the final stages of facies association and electrofacies analysis. Results of lithofacies with the presence of sandstone facies, there are Sandstone cross-laminated (Sxl), Sandstone bioturbated (Sb), Sandstone bioturbated argillaceous (Sba), Sandstone bioturbated fossiliferous (Sbf), Sandstone rippled/flaser-laminated (Srx/Sfl), and Calcareous Sandstone.

Meanwhile, the results of electrofacies analysis showed bell, funnel and cylindrical types. The integration results of the two analyzes generated shallow marine depositional environment, there are the transgressive shelf (which contains tidal channels and shoreface) with the transgressive systems tract (TST) depositional process which reflect retrogradation events with sea level rise and the carbonate shelf-margin (which contains the transgressed shoreline) with the regressive systems tract (RST) depositional process which reflect progradation events with decrease in sea level.

Keywords: Sandstone Facies, Lower Kembelangan Formation, Shallow Marine, Bintuni Basin ABSTRAK

Penelitian dilakukan di Area Lapangan “GEE” pada Cekungan Bintuni, Kepala Burung, Papua Barat. Salah satu metode penunjang eksplorasi yaitu mengidentifikasi fasies dan lingkungan pengendapan dalam menentukan distribusi lingkungan pengendapannya. Memahami lingkungan pengendapan merupakan landasan dalam proses eksplorasi dan menjadi development reservoir hidrokarbon serta untuk siklus multi-fase pada industri migas. Dalam mengetahui penyebaran lingkungan pengendapan tersebut, pada penelitian ini digunakan analisis kualitatif yaitu analisis litofasies dengan tahapan akhir asosiasi fasies dan analisis elektrofasies. Hasil analisis litofasies menunjukkan adanya keterdapatan fasies batupasir yaitu Sandstone cross-laminated (Sxl), Sandstone bioturbated (Sb), Sandstone bioturbated argillaceous (Sba), Sandstone bioturbated fossilifereous (Sbf), Sandstone rippled/flaser- laminated (Srx/Sfl), dan Calcareous Sandstone. Sedangkan, hasil analisis elektrofasies menunjukkan tipe bell, funnel dan cylindrical. Hasil integrasi kedua analisis tersebut dihasilkan lingkungan pengendapan laut dangkal yaitu transgressive shelf (yang didalamnya terdapat tidal channel dan shoreface) dengan terjadi proses pengendapan yaitu transgressive systems tract (TST) yang merefleksikan adanya peristiwa retrogradasi dengan terjadi penaikan muka air laut dan carbonate shelf-margin (yang didalamnya terdapat transgressed shoreline) dengan terjadi proses pengendapan yaitu regressive systems tract (RST) yang merefleksikan adanya peristiwa progradasi dengan terjadi penurunan muka air laut.

Kata Kunci: Fasies Batupasir, Formasi Kembelangan Bawah, Laut Dangkal, Cekungan Bintuni

(2)

82

PENDAHULUAN

Fasies dan lingkungan pengendapan merupakan salah satu metode penunjang eksplorasi dalam menentukan distribusi lingkungan pengendapannya. Memahami lingkungan pengendapan merupakan landasan dalam proses eksplorasi dan menjadi development reservoir hidrokarbon serta untuk siklus multi-fase pada industri migas (Radwan, 2021). Sehingga, metode ini diharapkan dapat menghasilkan modal awal dalam menentukan daerah ekplorasi dan menggambarkan keadaan persebaran reservoir di suatu daerah.

Penentuan penyebaran lingkungan pengendapan pada penelitian ini, dilakukan di Area Lapangan “GEE” pada Cekungan Bintuni, Kepala Burung, Papua Barat.

Batuan geologi yang tersebar di Cekungan Bintuni berumur tersier dengan beberapa formasi yaitu Formasi Steenkool yang memiliki litologi batupasir dan lempung, Formasi Klasafet yang memiliki litologi batupasir dan lempung, dan New Guinea Limestone yang memiliki litologi batugamping dan lempung. Sedangkan untuk umur pretersier disusun oleh beberapa formasi yaitu Formasi Kemblengan yang memiliki litologi batupasir gampingan dan lempung, Formasi Tipuma yang memiliki batulempung, dan Formasi Kemum yang memiliki litologi batupasir (Ririn, et al., 2012), ditunjukan oleh Gambar 1.

Papua Barat memiliki geomorfologi yang mengalami deformasi di Tersier Akhir, pada umur ini terjadi proses transgresi secara besar dengan arah barat daya hingga berakhir pada New Guinea Mobile Belt sehingga terbentuk kepala dan leher burung.

Daerah kepala burung pada umur Paleogen (Oligosen-Resen) memiliki tatanan geologi yang dibentuk oleh gaya kompresi (Marten, 2012). Selain itu, pada Gambar 2 ditunjukkan daerah Kepala Burung memiliki sejarah tektonik yang kompleks dengan keterdapatan rifting dan compressional yang banyak dengan ditunjukkan beberapa tren kelurusan utama yaitu Triassic thrusts (struktur permian terbalik), Oligocene strike-slip faults dan Plio-Pleistocene strike- slip faults (Birt, et al., 2017).

Pada Gambar 3 ditunjukkan garis penampang A – A’ sebagai perkiraan lokasi Lapangan “GEE” yang berada pada umur Jurassic yang ditandai oleh kotak berwarna merah sebagai formasi Kembelangan Bawah. Gambar 3 juga memperlihatkan secara regional Lapangan “GEE” memiliki tiga sesar yang terbentuk ditunjukkan oleh garis oranye berumur Permo-Triassic, garis biru tua berumur Eocene-Oligocene (dengan keterdapatan formasi Top Kais

Carbonate, Base Kais Carbonate, Top Faumai 2, Top Faumai 3, Top Paleocene, dan Base Cretaceous atau Kembelangan) dan garis merah berumur Plio-Pleistocene (dengan keterdapatan formasi Top Steenkool 3, Top Kais Carbonate, dan Base Kais Carbonate). Keterdapatan truncation pada seismik dapat dilihat dibawah Base Jurassic Unconformity yang berkaitan dengan Triassic inversion dan dibawah Base Oligocene Unconformity yang berkaitan dengan Oligocene transpression dan pelipatan Oligocene. Penebalan bagian klastik Steenkool diatas karbonat Kais ke timur mencatat kemiringan sub-regional ke cekungan tanjung (foreland basin) di depan Lengguru Fold dan Thrust Belt, yang telah aktif selama Late Miocene / Pliocene.

METODE PENELITIAN

Lingkungan pengendapan didapatkan dari analisis kualitatif diantaranya analisis litofasies dengan tahapan akhir asosiasi fasies dan analisis elektrofasies. Pada analisis litofasies, lingkungan pengendapan diperlihatkan dari karakteristik fisik batuan pada karakter fasies tertentu. Sedangkan, analisis elektrofasies memperlihatkan pola log gamma ray yang mencirikan karakter suatu lingkungan pengendapan dengan melakukan integrasi dengan litofasies.

Analisis Litofasies

Analisis litofasies merupakan analisis dalam mengetahui satuan batuan atau sedimen yang dicirikan oleh tekstur tertentu atau fitur lainnya yang dapat digunakan untuk mengkorelasikan karakteristik penting dari suatu formasi.

Analisis Litofasies didapatkan dari deskripsi data core, data hanya terdapat pada sumur GD-3 dan GD-5 yang diambil dari deskripsi core report.

Analisis Elektrofasies

Analisis elektrofasies menjadi salah satu tahapan penting untuk melakukan penentuan stratigrafi batuan dengan melihat pattern kurva gamma ray. Analisis ini memiliki tujuan untuk mengelompokkan batuan dan menginterpretasikan lingkungan pengendapan. Analisis elektrofasies ini mengacu pada klasifikasi Kendall (2003).

Analisis Elektrofasies didapatkan dari data wireline log yang terdapat pada lima sumur yaitu GD-1, GD-2, GD-3, GD-4, dan GD-5.

Data ini disajikan dalam format Log ASCII Standard (LAS) sehingga akan terlihat sebagai kurva.

(3)

83

Analisis Asosisasi Fasies dan Lingkungan Pengendapan

Asosiasi fasies menjadi tahapan akhir pada analisis litofasies. Analisis asosiasi fasies ini didapatkan dari hasil interpretasi gabungan beberapa fasies sehingga akan saling berhubungan secara genetik satu sama lain dan membentuk satu tubuh batuan dalam suatu lingkungan pengendapan (Walker, 1992). Dan dibutuhkan interpretasi analisis elektrofasies dalam melakukan integrasi dengan hasil lingkungan pengendapan pada asosasi fasies.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil ketiga analisis pada metode penelitian, didapatkan lima fasies dengan dua tipe elektrofasies dan menghasilkan dua lingkungan pengendapan.

Analisis Litofasies

Data core sumur GD-3 dibagi menjadi empat unit, yaitu: Unit 1 berada pada interval kedalaman xx.558 – xx.565,65 ft, Unit 2 berada pada interval kedalaman xx.565,65 – xx.601,6 ft, Unit 3 berada pada interval kedalaman xx.601,6 – xx.637,3 ft, dan Unit 4 berada pada interval kedalaman xx.637,3 – xx.649,6 ft. Sedangkan, data core sumur GD-5 dibagi menjadi tiga unit, yaitu: Unit 1 berada pada interval kedalaman xx.585 ft, Unit 2 berada pada interval kedalaman xx.797 ft, dan Unit 3 berada pada interval kedalaman xx.004,5 ft.

Data Core pada Sumur GD-3

Pada data core sumur GD-3 ditunjukkan oleh Gambar 4, setiap interval kedalaman diketahui terdapat empat jenis fasies, sebagai berikut:

1. Sandstone cross-laminated (Sxl) xx.646,08 – xx.646,8 ft

Fasies ini memiliki batupasir dengan bagian atas terbioturbasi (Sb) terdapat pada atas scoured contact (Sc) atau kontak gerusan dengan butiran halus hingga sedang (dominansi menengah kebawah), kasar secara lokal, dan terdapat batupasir cross- laminated dengan pemilahan sedang (Sxl).

Fasies ini mengindikasikan lingkungan pengendapan tidal channel.

2. Sandstone bioturbated (Sb) xx.595,28 – xx.596 ft

Fasies ini memiliki batupasir berbutir halus hingga sedang dan sesekali kasar hingga sangat kasar, pemilahan buruk, batupasir terbioturbasi sedang dengan umunya terdapat Paleophycus burrows (Pa) dan porositas terlihat buruk terisi dengan semen calcite (Ca) dengan kemungkinan terdapat semen kuarsa sebelumnya. Selain itu, terdapat sedikit tipe Skolithos burrows (Sk).

Fasies ini mengindikasikan lingkungan pengendapan upper shoreface.

3. Sandstone bioturbated argillaceous (Sba) xx.625,61 – xx.626,36 ft

Fasies ini memiliki batupasir berbutir halus hingga sedang, kasar yang langka, pemilahan sedang, berada pada sudut rendah bersamar pada batupasir cross- laminated dengan sedikit klasit (Sxl) terdapat pada atas bioturbated contact (BC) oleh batupasir biotrubasi argillaceous dengan keterdapatan Thalassiniodes (Th) dan Paleophycus burrows (Pa).

Keterdapatan transisi dari batupasir cross- laminated relatif bersih ke batupasir bioturbasi argillaceous yang mengindikasikan tren retrogradational di lingkungan pengendapan upper hingga lower shoreface yang menunjukkan transgression. Fasies ini tetapi lebih dominan menunjukkan lingkungan pengendapan lower shoreface.

4. Sandstone bioturbated fossilifereous (Sbf) xx.636,85 – xx.637,57 ft

Fasies ini memiliki sandstone diwarnai besi (iron-stained) bioturbated berbutir halus hingga kasar dengan keterdapatan Paleophycus (Pa) dan sesekali Skolithos terpotong diatas erosion surface (ES) oleh sandstone calcitic bioclastic berbutir halus hingga sangat kasar, pemilahan buruk dengan fragmen cangkang sisa yang samar dan adanya kemungkinan leached echinoid (Ec). Fasies ini mengindikasikan lingkungan pengendapan shoreface.

Data Core pada Sumur GD-5

Pada data core sumur GD-5 ditunjukkan oleh Gambar 4, setiap interval kedalaman diketahui terdapat satu jenis fasies, yaitu:

Calcareous Sandstone dengan sebagian besar terdiri dari fragmen bivalvia pada silty sandstone dengan butir halus yang tiba-tiba overlying di atas mudstone dengan lapisan lentikular. Diinterpretasikan sebagai endapan transgressed shoreline.

Analisis Elektrofasies

Analisis ini dilakukan pada sumur GD-3 terlebih dahulu ditunjukkan oleh Gambar 5.

Pada sumur GD-3 diperlihatkan memiliki dua tipe elektrofasies yaitu pola bell dan funnel. Pada Gambar 6 didapatkan hasil korelasi analisis elektrofasies seluruh sumur dengan diperlihatkan terdapat satu pola baru yaitu cylindrical pada zona TS3 di sumur GD-1, GD-4, dan GD-5. Sedangkan, pada Sumur GD-2 dan GD-3 hanya memiliki dua tipe elektrofasies yaitu pola bell (pada zona TS1, TS2, dan TS3) dan funnel (pada zona SB2 dan SB3).

Pola bell diinterpretasikan sebagai lingkungan pengendapan transgressive

(4)

84

shelf, pada tipe ini terjadi proses pengendapan yaitu transgressive systems tract (TST). Pola funnel diinterpretasikan sebagai lingkungan pengendapan shoreface, pada tipe ini terjadi proses pengendapan yaitu regressive systems tract (RST).

Sedangkan, pola cylindrical diinterpretasikan sebagai lingkungan pengendapan carbonate shelf-margin, pada tipe ini terjadi kembali proses pengendapan yaitu transgressive systems tract (TST).

Analisis Asosisasi Fasies dan Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan hasil litofasies daerah penelitian terdapat pada lingkungan pengendapan tidal channel, shoreface (lower shoreface dan upper shoreface), dan transgressed shoreline. Sedangkan, pada hasil analisis elektrofasies daerah penelitian terdapat pada lingkungan pengendapan transgressive shelf, shoreface, dan carbonate shelf-margin. Menurut klasifikasi Palaeoenvironment dan Batimetri (Allen, 1965), lingkungan pengendapan berada pada laut dangkal dengan transgressive shelf sudah termasuk tidal channel dan shoreface serta lingkungan pengendapan carbonate shelf-margin sudah termasuk transgressed shoreline ditunjukkan oleh Gambar 7.

1. Transgressive Shelf

Asosiasi fasies ini mengalami serangkaian siklus fining upward dari sedang hingga halus merefleksikan adanya peristiwa retrogradasi dengan terjadi penaikan muka air laut. Sandstone bioturbated sebagian bersih di atas kontak erosi bertransisi ke atas menjadi fasies Sandstone bioturbated argillaceous. Terdapat Ichnofacies Skolithos yang dominan. Shelly tertinggal pada dasar di atas kontak erosi. Proses fining upward dari upper shoreface menuju lower shoreface (penciri berupa batupasir cross- laminated dan bioturbasi yang menghalus menjadi batupasir bioturbasi argillaceous).

Selain itu, terjadi asosiasi fasies yang mengalami perubahan butiran halus hingga sedang, pemilahan sedang dari Sandstone clay-laminated, Sandstone rippled, Sandstone cross-laminated dan Sandstone bioturbated dengan lapisan mud ganda sesekali dan ichnofabric Paleophycus.

Asosiasi fasies ini terjadi di lingkungan pengendapan tidal flat dan tidal bar dalam jangkauan yang lebih rendah dari tidal inlet atau distributary mouth di lower deltaic atau estuarine setting (penciri berupa laminasi- lempung dan fasies ripple cross-laminasi dengan lapisan mud ganda). Pada Gambar 8 memperlihatkan penyebaran upper shoreface dan lower shoreface sebagai

lingkungan pengendapan transgressive shelf pada zona TS3 di Sumur GD-1, GD-2, GD-3, dan GD-4.

2. Carbonate Shelf-Margin

Asosiasi fasies terjadi di sebagian besar fragmen bivalvia pada batupasir berlumpur dengan butir halus yang tiba-tiba overlying di atas mudstone dengan lapisan lentikular.

Asosiasi tersebut sebagai penciri lingkungan pengendapan transgressed shoreline yang merefleksikan adanya peristiwa progradasi dengan terjadi penurunan muka air laut.

Pada Gambar 8 memperlihatkan penyebaran transgressed shoreline sebagai lingkungan pengendapan carbonate shelf- margin pada zona TS3 di Sumur GD-1, GD- 2, GD-3, dan GD-4.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis litofasies terdapat fasies batupasir yaitu Sandstone cross-laminated (Sxl), Sandstone bioturbated (Sb), Sandstone bioturbated argillaceous (Sba), Sandstone bioturbated fossilifereous (Sbf), dan Sandstone rippled/flaser-laminated (Srx/Sfl), dan Calcareous Sandstone. Dengan hasil analisis elektrofasies memiliki tiga tipe yaitu bell, funnel dan cylindrical. Hasil integrasi kedua analisis tersebut dihasilkan lingkungan pengendapan laut dangkal yaitu transgressive shelf (yang didalamnya terdapat tidal channel dan shoreface) dengan terjadi proses pengendapan yaitu transgressive systems tract (TST) yang merefleksikan adanya peristiwa retrogradasi dengan terjadi penaikan muka air laut dan carbonate shelf-margin (yang didalamnya terdapat transgressed shoreline) dengan terjadi proses pengendapan yaitu regressive systems tract (RST) yang merefleksikan adanya peristiwa progradasi dengan terjadi penurunan muka air laut.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, J.R.L. (1965). Late quaternary Niger delta, and adjacent areas: sedimentary environments and lithofacies. AAPG Bull.

49, 547–600. https://doi.org/10.1306/

A663363A-16C0-11D7- 8645000102C1865D.

Birt, C., Dee, S., Wospakrik, S., & Fitriannur, M. (2017). Estimating The Amount of Lateral Movement on Re-Activated Strike-Slip Faults at The Tangguh Gas Fields – Implications for Reservoir

Mapping and Structural

Compartmentalization. Proceedings, Indonesian Petroleum Association, Forty-First Annual Convention &

Exhibition. IPA17-389-G.

(5)

85

Kendall. (2003). Carbonate and Relatives Change in Sea Level. Mar. Geol. 44 Marten, R. (2012). Lithology and Fluid

Prediction Refresher. The Use (and Abuse) of Geophysics in Hydrocarbon Exploration and Development, BP Indonesia, Unpublished.

R. G. Walker, P. Noel James. (1992). Facies Models Response to Sea Level Change.

2nd ed., Canada: Geological Assosiation of Canada.

Radwan, A. E. (2021). Modeling the Depositional Environment of the Sandstone Reservoir in the Middle Miocene Sidri Member, Badri Field, Gulf of Suez Basin, Egypt: Integration of Gamma-Ray Log Patterns and Petrographic Characteristics of Lithology.

Natural Resources Research, 30(1), 431–449.

https://doi.org/10.1007/s11053-020- 09757-6.

Yulianti, R., Rasimeng, S., Karyanto, Hidayat & Indragiri N, M. (2012).

Identifikasi Struktur Bawah Permukaan.

2, 216–228.

https://doi.org/10.23960/jge.v4i2.1.

(6)

86

Gambar 1. Peta Geologi Cekungan Bintuni (modifikasi Ririn, et al., 2012)

Gambar 2. Kelurusan Struktural Kepala Burung Penninsula Papua Barat, Indonesia Timur (modifikasi Birt, et al., 2017)

Gambar 3. Korelasi Stratigrafi (kiri) dan Depth Seismic Line (kanan) dalam menunjukkan struktur (modifikasi Birt, et al., 2017)

Kembelangan Bawah

(7)

87

Gambar 4. Data Core pada Sumur GD-3 dan GD-5

Gambar 5. Interpretasi Elektrofasies pada Sumur GD-3

Gambar 6. Korelasi Analisis Elektrofasies pada Semua Sumur

(8)

88

Gambar 7. Lingkungan Pengendapan Transgressive Shelf dan Carbonate

Shelf-Margin pada Klasifikasi Palaeoenvironment dan Batimetri (modifikasi Allen, 1965)

Gambar 8. Model Lingkungan Pengendapan Daerah Penelitian pada zona TS3 di Sumur GD-1, GD-2, GD-3, dan GD-4

Transgressive Shelf Carbonate Shelf-Margin

Referensi

Dokumen terkait