• Tidak ada hasil yang ditemukan

Linoleic Acid Isolation from Watermelon Seeds Oil (Citrullus lanatus L) with Urea Inclusion Method

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Linoleic Acid Isolation from Watermelon Seeds Oil (Citrullus lanatus L) with Urea Inclusion Method"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LINOLEIC ACID ISOLATION FROM WATERMELON SEEDS OIL (Citrullus lanatus L) WITH UREA

INCLUSION METHOD

Divina Anindya Della1*, Hartati Soetjipto1*, November Rianto Aminu1*.

1 Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro No 52-60 Salatiga

E-mail: *[email protected]; *[email protected]; *[email protected]

Received: 07 Mei 2022. Accepted: 19 November 2022. Published: 31 Desember 2022 DOI: 10.30870/educhemia.v7i2.15128

Abstract: Nutritional problems still become a crucial issue in Indonesian public health.

Fulfillment of nutritional balance is expected to improve life quality. In humans, one of the nutrients that play a role in the growth of brain and nervous system functions is PUFA, such as omega-6 and omega-3. Besides, fulfillment of nutritional balance can prevent some diseases; especially linoleic acid used to prevent some diseases. Linoleic acid is an omega-6 and essential fatty acid. Linoleic acid is the main essential fatty acid because it is the precursor for GLA, DGLA, and AA. Omega-6 works with omega-3 and some omega-3 benefits are supported or can arise by omega-6 presence. Studies reveal that watermelon contains high linoleic acid. This study aimed to determine the optimum temperature and ratio of fatty acids: urea for the isolation of linoleic acid from watermelon seed oil. The method used was urea inclusion with a variety of temperatures (-6oC, 6oC, 18oC) and the ratio of fatty acid: urea (1:1; 1:3; 1:5). The results showed the optimum watermelon seed oil linoleic acid isolate at 18oC and the ratio of fatty acids: urea 1:5 with linoleic acid purity (%) of 82.53%.

Keywords: Isolation; Linoleic Acid; Watermelon Seeds Oil; Urea Inclusion

Abstrak: Sampai saat ini, masalah gizi masih menjadi hal krusial dalam kesehatan masyarakat Indonesia. Terpenuhinya keseimbangan nutrisi diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup. Pada manusia salah satu nutrisi yang berperan dalam pertumbuhan fungsi otak dan sistem saraf adalah asam lemak tak jenuh ganda seperti omega-6 dan omega-3.

Selain sebagai pemenuhan keseimbangan nutrisi juga sebagai pencegahan penyakit terutama asam linoleat yang digunakan untuk mencegah serangkaian penyakit. Asam linoleat adalah asam lemak omega-6 dan asam lemak esensial bagi manusia. Asam linoleat juga dikatakan sebagai asam lemak esensial utama karena merupakan prekursor pembentukan GLA, DGLA dan AA. Omega-6 bekerja bersama dengan omega-3 bahkan beberapa manfaat omega-3 didukung atau dapat timbul dengan adanya omega-6. Beberapa penelitian menyatakan bahwa semangka mengandung asam linoleat yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah menentukan suhu dan nisbah asam lemak: urea optimum dalam inklusi urea untuk isolasi asam linoleat minyak biji semangka. Metode yang digunakan yaitu inklusi urea dengan variasi suhu (-6oC, 6oC, 18oC) dan nisbah asam lemak: urea (1:1; 1:3; 1:5). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh isolat asam linoleat minyak biji semangka optimum yaitu pada suhu 18oC dan nisbah asam lemak: urea 1:5 dengan kemurnian asam linoleat (%) sebesar 82,53%.

(2)

251 EduChemia,Vol.7, No.2, 2022 Della, Soetjipto, Aminu

Kata kunci: Isolasi; Asam Linoleat; Minyak Biji Semangka; Inklusi Urea

PENDAHULUAN

Sampai saat ini, masalah gizi masih menjadi hal krusial dalam kesehatan masyarakat Indonesia. Terpenuhinya keseimbangan nutrisi diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup. Pada bayi dan balita salah satu nutrisi yang berperan dalam tumbuh kembangnya terutama pertumbuhan fungsi otak dan sistem saraf adalah asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) seperti omega-6 dan omega-3. Pada orang dewasa dan lansia keseimbangan konsumsi antara asam lemak esensial omega-3 dan omega-6 sangat dibutuhkan (Yang & Huffman., 2013; Sheppard & Cheatham, 2018).

Selain sebagai pemenuhan keseimbangan nutrisi juga sebagai pencegahan penyakit terutama asam linoleat yang digunakan untuk mencegah serangkaian penyakit dan disebut sebagai asam lemak esensial utama (Lv et al., 2015).

Asam linoleat (C18H32O2) adalah asam lemak omega-6 tak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty acids (PUFA) yang memiliki nama IUPAC asam 9Z, 12Z- oktadekadienoat. Asam linoleat juga dikatakan sebagai asam lemak esensial utama karena merupakan prekursor pembentukan DGLA (dihomo

gamma-linolenic acid), GLA (gamma linolenic acid) dan AA (arachidonic acid) ketiga senyawa ini juga merupakan omega-6. Omega-6 seringkali bekerja bersamaan dengan omega-3. Beberapa manfaat omega-3 didukung atau bahkan hanya dapat timbul dengan adanya omega-6. Asam linoleat terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dan mencegah berbagai penyakit mulai dari gangguan neurologis, inflamasi, depresi hingga kardiovaskular yang akan menyebabkan penyakit jantung coroner (Farvid et al., 2014; Lv et al., 2015;

Orsavova et al., 2015). Di sisi lain asam linoleat sering digunakan dalam pembuatan produk kosmetik dan perawatan tubuh karena bersifat melembabkan kulit, kuku dan rambut (Muhamad et al., 2017).

Asam linoleat dapat ditemukan pada minyak nabati dari bunga matahari, kesumba, kedelai, kenari, dan jagung.

Akan tetapi, berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Petchsomrit et al (2020) minyak biji semangka merupakan sumber asam lemak yang mempunyai kandungan asam lemak tak jenuh cukup tinggi terutama asam linoleatnya. Minyak biji semangka

(3)

mengandung asam linoleat (60,10 ± 1,87%), asam oleat (17,57 ± 0,74%) dan asam palmitat (12,08 ± 3,62%).

Semangka (Citrullus lanatus L) adalah tanaman famili Cucurbitaceae.

Tahun 2018 konsumsi semangka global mencapai 166 juta ton (FAOSTAT, 2020), tetapi umumnya pemanfaatan dan konsumsi semangka hanya berfokus pada daging buahnya saja. Meskipun demikian beberapa wilayah di Asia telah mengolah biji semangka menjadi tepung dan makanan ringan (Petchsomrit et al., 2020). Dengan itu membuktikan bahwa biji semangka tidak dimanfaatkan secara optimal.

Ada beberapa cara untuk mengisolasi asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) PUFA seperti inklusi urea, chromatography, enzimatis, destilasi, ekstraksi fluida super kritik, dan kristalisasi pada suhu rendah. Akan tetapi, kelemahan dari teknik chromatography, enzimatis, destilasi, ekstraksi fluida super kritik, dan kristalisasi pada suhu rendah yaitu lebih lambat, mahal, dan sulit untuk penggunaan skala besar sehingga dianggap kurang efisien (Jumari dkk., 2015).

Metode yang paling sederhana, efisien, terjangkau, dan ramah lingkungan adalah inklusi urea (Li et al.,

2016; Martinez et al., 2022). Prinsip metode ini adalah dengan penambahan urea yang akan membentuk kisi-kisi kristal dengan ruang cukup besar sehingga molekul yang ingin dipisahkan dapat masuk ke dalamnya. Pada metode ini asam lemak jenuh dan Monounstaurated Fatty Acids (MUFA) akan membentuk kompleks dengan urea, metode ini tidak membutuhkan pendinginan dengan suhu yang sangat rendah (<-15oC) (Lv et al., 2015). Hasil inklusi urea dipengaruhi oleh rasio urea:

asam lemak, waktu dan temperatur inklusi (Rosabal et al., 2019).

Urea adalah salah satu molekul induk (host molecule) yang umumnya digunakan dalam inklusi. Biasanya bentuk kristal urea yaitu tetragonal.

Namun, jika molekul tamu (guest) masuk ke dalamnya maka urea akan berubah bentuk menjadi heksagonal. Stabilitas dari bentuk heksagonal ini dipengaruhi oleh gaya van der waals (Guo et al., 2017).

Molekul tamu yang bersifat lebih non polar akan terperangkap di dalam kisi- kisi urea, contohnya molekul dengan ikatan rangkap bersifat lebih polar dibanding ikatan tunggal, sehingga asam lemak yang kurang polar akan mudah terperangkap. Molekul yang terlalu besar akan susah masuk ke dalam kisi-kisi urea

(4)

253 EduChemia,Vol.7, No.2, 2022 Della, Soetjipto, Aminu

dan jika terlalu kecil akan keluar melalui lubang bawah. Asam lemak jenuh memiliki ikatan tunggal antar karbonnya, sehingga molekul lebih fleksibel. Selain itu molekulnya dapat berotasi sehingga molekul lebih mudah terperangkap ke dalam kisi-kisi urea dibanding asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap antar karbon. Kehadiran ikatan rangkap ini menyebabkan molekul asam lemak tak jenuh lebih kaku (Fasya dkk., 2012). Asam lemak bergeometri E akan lebih mudah terperangkap daripada geometri Z (Ibadurrohman, Hamidi and Yuliati.,2022).

Berdasarkan fakta-fakta diatas maka pemanfaatan minyak biji semangka merupakan alternatif sumber asam linoleat yang baik dan secara otomatis dapat meningkatkan pemanfaatan biji semangka. Isolasi asam linoleat dari minyak biji semangka belum pernah dilakukan sebelumnya, melainkan hanya sampai tahap karakterisasi dan komposisi penyusun minyak biji semangka. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini untuk menghasilkan isolat asam linoleat optimum dari minyak biji semangka (Citrullus lanatus L) ditinjau dari suhu dan nisbah asam lemak: urea dalam inklusi urea.

METODE

Preparasi sampel (Soetjipto dkk., 2020 dimodifikasi)

Biji semangka dicuci, dikering- anginkan terhindar dari paparan langsung cahaya matahari, dimasukkan ke drying cabinet pada suhu 60oC selama 2 jam.

Selanjutnya, biji dihaluskan menggunakan grinder.

Ekstraksi Minyak Biji Semangka (Soetjipto dkk., 2020 dimodifikasi)

Serbuk biji semangka sebanyak 70 g diekstraksi dengan 225 mL n-heksana menggunakan soxhlet selama 8-10 jam pada suhu 75oC (hingga bening). Hasil ekstraksi dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada tekanan vakum dan suhu 65oC.

Hidrolisis Minyak Biji Semangka (Fasya dkk., 2012 dimodifikasi)

Minyak biji semangka sebanyak 12 g dalam labu didih, ditambah 24 mL metanol dan 9,62 mL larutan KOH 12%.

Campuran direfluks selama 6,5 jam pada suhu 80oC. Selanjutnya, hasil refluks diekstrak dan dipisahkan menggunakan corong pisah dengan penambahan 30 mL akuades serta 7,5 mL n-heksana.

Dipisahkan lapisan air (bawah) dari lapisan organik (atas), lapisan air ditambahkan H2SO4 1 M sampai pH 1, dimasukkan ke corong pisah dan

(5)

diekstrak dengan 20 mL n-heksana.

Didiamkan sampai terbentuk dua lapisan.

Selanjutnya, dipisahkan dan dipekatkan lapisan atas yang mengandung asam lemak bebas dengan gas N2. Asam lemak bebas dianalisis dengan Gas Chromatograpy- Mass Spectrometry (GC-MS).

Optimasi Inklusi Urea dengan Variasi Suhu dan Nisbah Asam Lemak: Urea (Fasya dkk., 2012 dimodifikasi)

Dibuat 3 variasi campuran asam lemak-urea [nisbah asam lemak: urea yaitu 1:1; 1:3 dan 1:5 (w/w)]. Asam lemak sebanyak 1,3 g dimasukkan ke dalam larutan urea-metanol hangat 1:4 (w/v) dengan variasi massa urea 1,3; 3,9;

6,5 g. Setelah dialiri gas N2, setiap variasi campuran asam lemak-urea didinginkan pada suhu -6 oC, 6 oC, dan 18oC selama 15 jam. Kristal asam lemak-urea yang terbentuk dipisahkan dari asam lemak yang tidak membentuk kristal dengan disaring menggunakan kertas saring Whatman no. 1. Selanjutnya kristal dibilas dengan pelarut n-heksana dingin.

Filtrat dipindahkan ke corong pisah, ditambahkan 18,2 mL akuades dan 0,26 mL HCl 6 N, lalu dikocok. Setelah itu, campuran diekstrak menggunakan 5 mL n-heksana. Lapisan organik dipisahkan dari lapisan airnya, kemudian diuapkan

menggunakan rotary evaporator.

Selanjutnya, ekstrak pekat dianalisis dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

Isolasi Asam Linoleat pada Kondisi Optimum Inklusi Urea (Fasya dkk., 2012 dimodifikasi)

Asam lemak sebanyak 7,5 g dimasukkan ke dalam larutan urea- metanol (1:4, w/v) 40oC dengan jumlah urea sesuai dengan nisbah asam lemak:

urea optimum yang telah diperoleh.

Setelah dialiri gas N2, campuran didinginkan pada suhu optimum yang telah diperoleh selama 15 jam. Kristal asam lemak-urea yang terbentuk dipisahkan dari asam lemak yang tidak membentuk kristal dengan disaring menggunakan kertas saring Whatman no.

1, lalu kristal dibilas dengan n-heksana dingin. Filtrat dipindahkan ke dalam corong pisah, ditambahkan 112,5 mL akuades dan 2,25 mL HCl 6 N, lalu dikocok. Selanjutnya, campuran diekstrak menggunakan n-heksana 2×20 mL. Lapisan organik dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Dengan langkah yang sama cairan pekat tersebut diinklusi kembali 2 kali (inklusi tahap 2 dan 3). Selanjutnya cairan pekat yang diperoleh dari setiap inklusi (inklusi 1, 2 dan 3) dianalisis dengan HPLC.

(6)

255 EduChemia,Vol.7, No.2, 2022 Della, Soetjipto, Aminu

Analisis Asam linoleat dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) (Guarrasi et al., 2010)

Asam linoleat hasil isolasi dianalisis menggunakan HPLC (Knauer seri smartline, Germany) di Laboratorium Kimia FSM UKSW dengan kolom Chromosorb RP C18 (5 µm, 250 × 4 mm). Komposisi fase gerak yaitu metanol, n-heksana dan asetonitril (8 : 2 : 90, v/v) yang ditambah asam asetat 0,2%

dengan flow rate 1 mL/min. Suhu kolom, panjang gelombang deteksi dan volume injeksi berturut-turut 30oC, 208 nm dan 20 µm.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan rancangan perlakuan faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu suhu terdiri dari 3 aras (-6oC, 6oC, dan 18oC) dan nisbah asam lemak: urea terdiri dari 3 aras (1:1, 1:3, dan 1:5).

Jumlah kombinasi perlakuan yaitu 32 = 9.

Rancangan dasar yang digunakan adalah RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 3 ulangan, sebagai kelompok adalah waktu proses percobaan.

Pengujian antar purata perlakuan dilakukan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi Minyak Biji Semangka Purata rendemen minyak kasar (crude oil) biji semangka (Gambar 1) yang diperoleh sebesar 18,12 ± 0,47%.

Minyak berwarna kuning dan memiliki aroma khas. Hasil ini lebih tinggi daripada hasil penelitian Ariani dkk.

(2015) yang melakukan ekstraksi biji semangka dengan metode dan pelarut yang sama selama 18 jam sebesar 11,17±0,63%. Perbedaan rendemen tersebut dimungkinkan karena minyak pada biji semangka bervariasi sekitar 10- 31% tergantung pada karakteristik buah semangka yang digunakan, antara lain dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan lokasi tanam (Astuti dkk., 2014; Mahla et al., 2018).

Hidrolisis Minyak Biji Semangka

Purata rendemen asam lemak hasil hidrolisis (Gambar 1) sebesar 40,42 ± 0,53% dari total minyak kasar yang diperoleh. Asam lemak selanjutnya dianalisis menggunakan instrumen Gas Chromatograpy-Mass Spectrometry (GC- MS). Hasil analisis dengan instrumen GC-MS (Gambar 2) menunjukkan adanya 10 puncak yang didominasi oleh 2 puncak dengan persen area tertinggi yaitu puncak nomor 6 pada waktu retensi 46.702 dengan % area sebesar 44,27 dan

(7)

nomor 3 pada waktu retensi 45.325 dengan % area sebesar 25,59.

Gambar 1. Asam Lemak Hasil Hidrolisis

Selanjutnya, tiap puncak difragmentasi dengan Mass Spectrometry, kemudian pola fragmentasi yang muncul dibandingkan dengan senyawa reference pada database Wiley9. Senyawa yang memiliki pola fragmentasi serupa dengan senyawa reference pada database Wiley9 diyakini merupakan senyawa yang sama. Hasil fragmentasi puncak nomor 6 disajikan pada Gambar 3.

Gambar 2. Kromatogram GC-MS Asam Lemak Hasil Hidrolisis

Gambar 3. Pola Fragmentasi (a) puncak nomor 6 (b) 9,12- Octadecadienoic acid (Z, Z)- (CAS) (Asam linoleat) pada database Wiley9

(8)

257 EduChemia,Vol.7, No.2, 2022 Della, Soetjipto, Aminu

Pola fragmentasi puncak nomor 6 dan 3 jika dibandingkan dengan pola fragmentasi 9,12- Octadecadienoic acid (Z, Z) (asam linoleat) dan 9,12- Octadecadienoic acid (Z, Z)-, methyl ester (metil linoleat) pada database wiley9 memiliki kesamaan sehingga kedua puncak tersebut berturut-turut diyakini sebagai asam linoleat dan metil linoleat.

Dengan cara yang sama semua puncak yang lain juga diidentifikasi yaitu dibandingkan dengan database Wiley9 sehingga dapat ditentukan komponen senyawa yang terdapat di dalam hasil hidrolisis minyak biji semangka. Hasil identifikasi komponen senyawa penyusun minyak biji semangka disajikan pada Tabel 1.

Asam linoleat dan metil linoleat merupakan dua senyawa paling dominan dalam minyak biji semangka kemudian diikuti oleh metil oleat (7,51%) dan metil palmitat (5,49%). Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Petchsomrit et al. (2020) yang menyatakan bahwa asam lemak dominan pada minyak biji semangka yaitu asam linoleat (60,10 ± 1,87%), asam oleat (17,57 ± 0,74%) dan asam palmitat (12,08 ± 3,62%).

Tabel 1. Komponen Senyawa Penyusun Hasil Hidrolisis Minyak Biji Semangka Puncak Waktu

retensi %

Area Nama 1 41.320 5,49 Hexadecanoic

acid, methyl ester (CAS) (Metil palmitat) 2 42.624 2,43 Pentadecanoic

acid (CAS) (Asam pentadekanoat)

3 45.325 25,59 9,12-

Octadecadienoic acid (Z, Z)-, methyl ester

(CAS) (Metil linoleat) 4 45.453 7,51 9-Octadecenoic acid (Z)- methyl ester-, (CAS)

(Metil oleat) 5 46.034 4,22 Octadecanoic

acid, methyl ester (CAS) (Metil stearat)

6 46.702 44,27 9,12-

Octadecadienoic acid (Z, Z)-(CAS)

(Asam linoleat) 7 49.753 1,78 Hexadecanoic

acid, 2-hydroxy- 1,3 propanediyl ester (CAS) 8 53.291 5,29 Bicyclo [10. 1. 0]

tridec- 1- ene 9 53.360 1,72 Oxacyclodecan- 2-

one 10 53.854 1,00 Hexadecanoic

acid, 1- (hydroxymethyl)-

1,2-ethanediyl ester (CAS)

Berdasarkan data pada Tabel 1 juga dapat diketahui bahwa hasil hidrolisis minyak biji semangka mengandung unsaturated dan saturated fatty acid berturut-turut sebesar 86,44% dan 13,56% dari total asam lemak. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Albishri et al. (2013) yang menyatakan

(9)

bahwa hasil hidrolisis minyak biji semangka mengandung unsaturated dan saturated fatty acid berturut-turut sebesar 78,4% dan 21,6% dari total asam lemak yang terkandung. Perbedaan jumlah kandungan senyawa yang sama dimungkinkan terjadi karena adanya perbedaan varietas semangka yang digunakan, lokasi tanam ,maupun metode yang digunakan untuk memperoleh minyak tersebut (Astuti dkk., 2014;

Mahla et al., 2018).

Optimasi Inklusi Urea dengan Variasi Suhu dan Nisbah Asam Lemak: Urea

Hasil proses inklusi urea disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil Proses Inklusi Urea Selama15 jam

Keterangan:

a. Non-urea Complexed fraction (NUCF) b. Urea Complexed fraction (UCF) (Dokumentasi pribadi, 2021)

Gambar 4a Non-urea Complexed Fraction (NUCF) merupakan fase yang tidak membentuk kompleks dengan urea dan mengandung banyak asam lemak tak jenuh ganda. Gambar 4b Urea Complexed Fraction (UCF) merupakan fase kristal kompleks urea-asam lemak.

Menurut Guo et al. (2017), terbentuknya kristal kompleks tersebut karena molekul tamu (guest) yang merupakan asam

lemak jenuh dan MUFA

(Monounsaturated Fatty Acid) masuk ke urea yang berperan sebagai molekul induk (host molecule) sehingga urea akan berubah bentuk dari tetragonal berdiameter 5Å (0,558 nm) menjadi heksagonal berdiameter 8-12Å (0,798 nm).

Bagian kisi-kisi kristal urea luar lebih polar daripada bagian dalam yang mengakibatkan asam lemak jenuh dan MUFA lebih mudah terperangkap ke dalam urea karena memiliki kepolaran yang lebih rendah dibanding PUFA.

Perbedaan kepolaran ini disebabkan oleh sifat ikatan rangkap yang lebih polar daripada ikatan tunggal serta jumlah ikatan rangkap. Asam lemak jenuh seperti asam palmitat memiliki ikatan tunggal antar karbonnya yang menyebabkan bentuk rantainya lurus, molekul lebih fleksibel dan dapat berotasi. Asam lemak tak jenuh seperti asam linoleat memiliki ikatan rangkap antar karbon yang menyebabkan molekul akan lebih kaku dan bentuk rantainya melekuk sehingga diameternya menjadi lebih besar, akibatnya asam lemak tak jenuh lebih sulit terperangkap ke dalam

(10)

259 EduChemia,Vol.7, No.2, 2022 Della, Soetjipto, Aminu

kisi-kisi kristal urea berdiameter 5Å (0,558 nm) dibanding asam lemak jenuh.

(Fasya dkk., 2012; Jumari dkk., 2015).

Data rendemen (%) NUCF bebas pelarut hasil inklusi urea yang diperoleh

disajikan pada Tabel 2. Gambar 5. Non-urea Complexed Fraction (NUCF) Bebas Pelarut yang Mengandung

PUFA (Dokumentasi pribadi, 2021)

Tabel 2. Rendemen (%) NUCF Bebas Pelarut Kombinasi perlakuan (% Rendemen)

N1S1 N1S2 N1S3 N2S1 N2S2 N2S3 N3S1 N3S2 N3S3 Purata 52,82 84,36 52,31 29,23 30,51 40,16 24,36 24,10 29,23 SE 12,43 4,41 3,31 6,62 2,92 1,44 5,84 2,92 1,08×10-14 Keterangan:

S1 = Suhu -6oC N1 = Nisbah asam lemak: urea 1:1 S2 = Suhu 6oC N2 = Nisbah asam lemak: urea 1:3 S3 = Suhu 18oC N3 = Nisbah asam lemak: urea 1:5

Selanjutnya, dari data rendemen tersebut dilakukan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%

untuk menentukan purata rendemen (%)

NUCF tertinggi ditinjau dari interaksi suhu × nisbah asam lemak: urea disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Purata Rendemen (%) NUCF Bebas Pelarut Ditinjau dari Interaksi Suhu × Nisbah Asam Lemak:Urea

Nisbah Suhu (oC)

-6 6 18

Purata ± SE W = 1,16

1:1 52,82± 10,43(c)

(a) 84,36± 4,41(c)

(b) 52,31± 3,31(c)

(a) 1:3 29,23± 6,62(b)

(a)

30,51± 2,92(b) (b)

40,16± 1,44(b) (c) 1:5 24,36± 5,84(a)

(a) 24,10± 2,92(a)

(a) 29,23± 1,08×10-14(a) (b)

Keterangan:

* W = BNJ 5%

*Angka-angka yang diikuti dengan huruf tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata, sedangkan angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan antar perakuan tidak berbeda nyata

Purata rendemen (%) NUCF bebas perlarut tertinggi ditinjau dari interaksi suhu × nisbah asam lemak: urea yaitu pada nisbah asam lemak: urea 1:1 dan suhu 6oC. Hal ini dimungkinkan terjadi

karena pada nisbah asam lemak: urea (1:1), jumlah urea tidak cukup untuk menjerap semua asam lemak jenuh dan MUFA, sehingga masih banyak asam lemak jenuh dan MUFA yang belum

(11)

membentuk kompleks dengan urea akibatnya rendemen NUCF masih tinggi.

Pada nisbah asam lemak: urea (1:5) diberbagai variasi suhu jumlah urea sudah mencukupi untuk menjerap sebagian besar asam lemak jenuh dan MUFA sehingga terbentuk kompleks dan mengakibatkan NUCF yang dihasilkan memiliki rendemen rendah. Rendahnya NUCF mengindikasikan bahwa kemurnian PUFA tertinggi pada nisbah asam lemak: urea (1:5) (Fasya dkk., 2012). Selanjutnya, pada suhu 6oC diberbagai variasi nisbah asam lemak:

urea diperoleh purata rendemen (%) NUCF bebas pelarut tertinggi. Hasil ini berbeda dengan penelitian Setyawardhani et al. (2015) yang menyatakan jika suhu semakin tinggi maka rendemen NUCF akan meningkat tetapi kadar kemurnian

PUFA dalam NUCF akan menurun dan sebaliknya. Hal ini dikarenakan suhu optimum inklusi urea tidak dapat ditentukan hanya dari besarnya rendemen NUCF yang diperoleh karena suhu optimum inklusi urea bergantung pada jenis PUFA yang ingin dipisahkan (Jumari dkk., 2015).

Dengan demikian untuk mengetahui kondisi optimum (suhu dan nisbah asam lemak: urea) inklusi urea isolasi asam linoleat yang tepat, maka NUCF bebas pelarut perlu dianalisis secara kuantitatif menggunakan HPLC. Uji linearitas dilakukan dengan konsentrasi asam linoleat standar sebesar 5, 10, 15, 20, 25 (µg/mL) dan puncak asam linoleat standar berada pada waktu retensi 13.483-14.167 menit.

Gambar 6. Kurva Baku Asam Linoleat Standar y = 2671,2x + 3277

R² = 0,9948

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000

0 5 10 15 20 25 30

area (mAU.min)

ppm (µg/ mL)

(12)

261 EduChemia,Vol.7, No.2, 2022 Della, Soetjipto, Aminu

Hasil uji linearitas yaitu berupa persamaan garis kurva baku y = 2671,2x + 3277 (R2 = 0,9948). Selanjutnya,

dilakukan analisis asam linoleat pada setiap NUCF bebas pelarut sehingga diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Analisis HPLC Asam Linoleat dalam NUCF Bebas Pelarut

Suhu Nisbah Waktu Retensi Area (mAu.min) Asam linoleat (%)

-6 1:1 12.033 14681 20,42

1:3 12.033 12845 20,81

1:5 12.150 12850 21,44

6 1:1 12.167 9550 12,73

1:3 12.133 15933 24,52

1:5 12.217 15190 25,02

18 1:1 15.183 45042 80,69

1:3 14.950 38180 77,89

1:5 14.650 42290 81,70

Berdasarkan data pada Tabel 4 yang direpresentasikan melalui Gambar 6 dapat diketahui bahwa setiap NUCF hasil inklusi urea pada berbagai kondisi mengandung asam linoleat dibuktikan dari analisis setiap sampel NUCF

menggunakan HPLC muncul puncak pada waktu retensi berkisar antara 12.033-15.183 menit dan relatif sama dengan waktu retensi asam linoleat standar.

Gambar 7. Kromatogram HPLC asam linoleat dalam NUCF pada Suhu 18oC dan Nisbah Asam Lemak: Urea (1:5)

Kondisi optimum inklusi urea yang diperoleh dari hasil analisis menggunakan HPLC yaitu pada suhu 18oC dan nisbah asam lemak: urea (1:5) dengan konsentrasi asam linoleat 14,62 µg/mL dan kadar kemurnian 81,70%.

Suhu optimum yang diperoleh sesuai dengan hasil penelitian Wu et al. (2008) yang menyatakan bahwa purifikasi asam linoleat minyak bunga matahari optimal pada suhu inklusi urea 18oC. Hal ini disebabkan oleh jenis asam lemak tak

(13)

jenuh yang ingin dipisahkan dalam penelitian ini dan penelitian Wu et al.

(2008) sama yaitu asam linoleat karena suhu optimum inklusi urea tergantung pada jenis asam lemak tak jenuh yang

ingin dipisahkan. Sementara nisbah asam lemak: urea optimum bergantung pada jenis dan komposisi minyak sehingga berkaitan dengan jenis sampel (Jumari dkk., 2015).

Isolasi Asam Linoleat pada Kondisi Optimum Inklusi Urea

Dilakukan isolasi asam linoleat pada kondisi optimum inklusi urea yaitu pada suhu 18oC dan nisbah asam lemak: urea

(1:5). Isolasi asam linoleat menggunakan metode inklusi tiga tahap yang bertujuan untuk mendapatkan isolat asam linoleat dengan kemurnian yang lebih tinggi.

Tabel 5. Hasil Inklusi Urea pada Kondisi Optimum Inklusi Berat Sampel (g) Berat Hasil (g) Rendemen

NUCF (%)

asam linoleat (%)

Tahap1 7,5 1,54 20,53 -

Tahap2 7,5 0,38 5,07 -

Tahap3 7,5 0,37 4,93 82,53

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada inklusi tahap I, diperoleh hasil rendemen NUCF tinggi karena masih adanya asam lemak jenuh dan MUFA yang belum membentuk kompleks dengan urea dan harus dipisahkan. Hasil rendemen NUCF inklusi urea tahap II dan III relatif lebih rendah serta tidak berbeda jauh. Data ini mengindikasikan sebagian besar atau

seluruh asam lemak jenuh dan MUFA telah membentuk kompleks dengan urea sehingga kemungkinan kemurnian asam linoleat yang diperoleh lebih tinggi daripada dengan metode inklusi urea satu tahap (Fasya dkk., 2012). Hal tersebut dibuktikan dengan hasil analisis HPLC (Gambar 8).

Gambar 8. Kromatogram HPLC Isolat Asam Linoleat Hasil Inklusi Urea Tiga Tahap pada Kondisi Optimum

(14)

263 EduChemia,Vol.7, No.2, 2022 Della, Soetjipto, Aminu

Gambar 8 menunjukan munculnya sebuah puncak pada waktu retensi 14.117 menit yang diyakini sebagai puncak dari asam linoleat dengan konsentrasi 17,17 µg/mL dan kadar kemurnian sebesar 82,53%. Hasil ini relatif tidak berbeda jauh dengan hasil inklusi urea satu tahap yang sebesar 81,70%.

KESIMPULAN

Diperoleh isolat asam linoleat minyak biji semangka optimum yaitu

pada suhu 18oC dan nisbah asam lemak:

urea 1:5 dengan kemurnian asam linoleat (%) sebesar 82,53%.

Implikasi dari penelitian ini adalah dalam bidang gizi dan kesehatan khususnya untuk memperoleh asam linoleat dengan tingkat kemurnian tinggi, sehingga sekaligus menjadi salah satu alternatif pemanfaatan biji semangka sebagai sumber minyak dan sumber asam linoleat.

DAFTAR RUJUKAN

Albishri, H. M., Almaghrabi, O. A. and Moussa, T. A. A. 2013,

‘Characterization and chemical composition of fatty acids content of watermelon and muskmelon cultivars in Saudi Arabia using gas chromatography / mass spectroscopy’, PHCOG MAG, vol. 9, no. 33, hh. 58–66. doi:

10.4103/0973-1296.108142.

Ariani, P. W., Soetjipto, H. and Andini, S. 2015, ‘Pengaruh Lama Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Parameter Fisiko-kimia Minyak Biji Semangka (Citrulus lanatus) Varietas Sengkaling’, Makalah disajikan pada Seminar Nasional Kimia dam Pendidikan Kimia VII dengan Tema

‘Penguasaan Profesi Bidang Kimia

dan Pendidikan Kimia melalui Riset dan Evaluasi’. Surakarta, 18 April.

Astuti, E., Sunarminingsih, R., Jenie, U.

A., Mubarika, S. and Sismindari.

2014, ‘Pengaruh Lokasi Tumbuh, Umur Tanaman dan Variasi Jenis Destilasi Terhadap Komposisi Senyawa Minyak Atsiri Rimpang Curcuma mangga Produksi Beberapa Sentra di Yogyakarta. Jurnal Manusia dan Lingkungan’, vol. 21, no. 3, hh. 323–330.

FAOSTAT. 2020, ‘Statistical database.

Food and Agriculture Organization of the United Nations’.

http://www.fao.org/faostat/en/#data/

QC

Farvid, M. S., Ding, M., Pan, A., Sun, Q., Chiuve, S. E., Steffen, L. M.,

(15)

Willett, W. C. and Hu, F. B. 2014,

‘Dietary linoleic acid and risk of coronary heart disease: A systematic review and meta-analysis of prospective cohort studies’, Circulation, vol. 130, no. 18, hh.

1568-1578.

doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.1 14.010236.

Fasya, A. G., Retnowati, R., Rahman, M.

F. and Duengo, S. 2012, ‘Isolasi asam-9Z,12Z-Oktadekatrienoat dari Biji Selasih (Ocimum basilicum)’, Alchemy, vol. 2, no. 1, hh. 1–11.

Guarrasi, V., Mangione, M. R., Sanfratello, V., Martorana, V., and Bulone, D. 2010, ‘Quantification of Underivatized Fatty Acids From Vegetable Oils by HPLC with UV Detection’, Journal of Chromatographic Science, vol. 48, hh. 663–668.

Guo, W., Zhu, Y., Han, Y., Wei, Y. and Luo, B. 2017, ‘Separation Mechanism of Fatty Acids from Waste Cooking Oil and Its Flotation Performance in Iron Ore Desiliconization’, Minerals, vol. 7, no. 244, hh. 1-13. doi:

10.3390/min7120244.

Ibadurrohman, I. A., Hamidi, N. and Yuliati, L. 2022, ‘The role of the unsaturation degree on the droplet

combustion characteristics of fatty acid methyl ester’, Alexandria Engineering Journal. Faculty of Engineering, Alexandria University, vol. 61, no. 3, hh. 2046–2060. doi:

10.1016/j.aej.2021.07.038.

Jumari, A., Rahmani, A. S. and Riana, F.

R. 2015, ‘Fraksinasi Kompleksasi Urea pada Minyak Dedak Padi’, Ekuilibrium, vol. 14, no. 1, hh. 17–

22.

Li, D. et al. 2016, ‘Concentration of omega-3 polyunsaturated fatty acids from rana egg oil by urea complexation and response surface methodology’, American Journal of Food Technology. Science Alert, vol.

11, no. 3, hh. 76–83. doi:

10.3923/ajft.2016.76.83

Lv, H., Chen, S. and Xu, X. 2015, 'Isolation of Linoleic acid from Sambucus williamsii seed oil extracted by high pressure fluid and its antioxidant, antiglycemic, hypolipidemic activities', International Journal of Food Engineering, vol. 11, no. 3, hh. 383–

391. doi: 10.1515/ijfe-2014-0234.

Mahla, H. R., Rathore, S. S., Venkatesan, K. and Sharma, R. 2018, 'Analysis of fatty acid methyl esters and oxidative stability of seed purpose watermelon (Citrullus lanatus)

(16)

265 EduChemia,Vol.7, No.2, 2022 Della, Soetjipto, Aminu

genotypes for edible oil', Journal of Food Science and Technology.

Springer India, vol. 55, no. 4, hh.

1552–1561. doi: 10.1007/s13197- 018-3074-5.

Martinez, A. E., Magallanes, L. M., Tarditto, L. V, Pramparo, M. C. and Gayol, M. F. 2022, ‘Fatty acids methyl esters from soybean oil for biobased surfactants industry:

Obtention C16/C18 concentrate for use as feedstock’, Industrial Crops and Products, vol. 190, no. 4, hh.

120–128.

https://doi.org/10.1016/j.indcrop.202 2.115892.

Muhamad, I. I., Hassan, N. D., Mamat, S. N. H., Nawi, N. M., Rashid, W. A.

and Tan, N. A. 2017, 'Extraction Technologies and Solvents of Phytocompounds From Plant Materials : Physicochemical Characterization and Identification of Ingredients and Bioactive Compounds From Plant Extract Using Various Instrumentations, Ingredients Extraction by Physicochemical Methods in Food'.

Elsevier Inc. doi: 10.1016/b978-0- 12-811521-3.00014-4.

Orsavova, J., Misurcova, L., Vavra Ambrozova, J., Vicha, R., and Mlcek, J. 2015, 'Fatty acids

composition of vegetable oils and its contribution to dietary energy intake and dependence of cardiovascular mortality on dietary intake of fatty acids'. International Journal of Molecular Sciences, vol. 16, no. 6, hh.

12871–12890.

https://doi.org/10.3390/ijms160612871 Petchsomrit, A., McDermott, M. I. and

Chanroj, S. 2020, 'Watermelon seeds and peels: Fatty acid composition and cosmeceutical potential', OCL - Oilseeds and fats, Crops and Lipids, vol. 27, no. 54, doi: 10.1051/ocl/2020051.

Rosabal, G. D., Rodriguez, A., Contreras, E., Viedma, J. O., Munoz, M., Trigo, M., Aubourg, S. P. and Espinosa, A. 2019, ‘Concentration of EPA and DHA from Refined Salmon Oil by Optimizing the Urea – Fatty Acid Adduction’, Molecules, vol. 24, no. 9, h. 1642.

Setyawardhani, D. A., Sulistyo, H., Sediawan, W. B., and Fahrurrozi, M.

2015, 'Separating polyunsaturated fatty acids from vegetable oil using urea complexation: The crystallisation temperature effects', Journal of Engineering Science and Technology, 10(Spec.issue3), hh.

41–49.

Soetjipto, H., Putra, Y. A. and

(17)

Kristijanto, A. I. 2020, 'Pengaruh Pemurnian Terhadap Kualitas dan Kandungan Skualen Minyak Biji Kemangi Hutan (Ocimum gratissimum L.)', ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, vol. 16, no. 2, hh.

190-198.

doi:10.20961/alchemy.16.2.41110.19 0-198.

Wu, M., Ding, H., Wang, S. and Xu, S.

2008, 'Optimizing conditions for the purification of linoleic acid from sunflower oil by urea complex

fractionation', JAOCS, Journal of the American Oil Chemists’ Society, vol.

85, no. 7, hh. 677–684. doi:

10.1007/s11746-008-1245-7.

Yang, Z. and Huffman, S. L. 2013,

‘Modelling linoleic acid and α- linolenic acid requirements for infants and young children in developing countries’, Maternal and Child Nutrition, 9(SUPPL.1), hh. 72–77.

https://doi.org/10.1111/j.1740- 8709.2012.00448.x.

Referensi

Dokumen terkait