LTM 4 PBL 3
Teori dan Prinsip Moral dalam Keperawatan
Maria Vianny, 2206083962, FG 2, Profesionalisme dalam Keperawatan C Dosen pengampu: Prof. Rr. Tutik S Hariyati, MARS
Fakultas Ilmu Keperawatan
Etika dan moral adalah sumber yang digunakan untuk merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang dijadikan panutan dan melakukan tindakan dan membuat keputusan.
Setiap profesi memiliki kode etik masing-masing tidak terkecuali perawat. Kode etik keperawatan ini merupakan alat yang digunakan untuk mengukur perilaku moral seorang perawat. Sehingga organisasi profesi perawat dapat mengambil keputusan dan bertanggung jawab terhadap masyarakat, profesi kesehatan lain, dan juga profesi perawat itu sendiri.
Dalam keperawatan, etika dan moral didasari oleh beberapa teori yang mana teori ini dapat digunakan perawat untuk mengembangkan keputusan etis dan tindakan dalam mendiskusikan situasi masalah dengan orang lain. Teori moral yang banyak digunakan adalahconsequences, principles, danrelationships(Berman, 2016).
1.Consequence-Based Theory(Teleologi)
Teori merupakan pendekatan yang melihat ke hasil (konsekuensi) dari suatu tindakan dalam menilai apakah tindakan itu benar atau salah. Teori ini sering disebut sebagai ungkapan “the end justifies the means” atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori teleologi ini juga sering disebut dengan utilitarian, karena utilitarian ini salah satu bentuk teori konsekuensi yang artinya memandang tindakan baik sebagai tindakan yang berguna. Teori teleologi biasanya berfokus pada isu-isu keadilan.
2.Principles-Based Theory(Deontologi)
Teori deontologi merupakan teori yang melibatkan logika, proses formal dan menekankan pada hak individu serta kewajiban. Apabila pada teori teleogi benar dan salah ditentukan oleh hasil akhir dan konsekuensi, pada teori deontologi moralitas ditentukan oleh tindakan menurut prinsip objektif yang tidak memihak. Dalam konteks ini, pengambilan keputusan benar salah ditentukan oleh tindakan melakukan
tanggung jawab moral yang mana prinsip moral ini bersifat universal, tidak kondisional dan imperactive.
3.Relationship-Based Theory(Caring)
Teori caring ini lebih menekankan pada keberanian, komitmen, dan kebutuhan untuk memelihara hubungan. Berbeda dengan teori sebelumnya (teleologi &
deontologi), yang berfokus pada nilai keadilan dan penalaran formal, teori caring ini menilai tindakan benar salah menurut perspektif kepedulian dan tanggung jawab. Jika teori deontologi lebih menekankan pada hak individu, teori caring ini lebih menekankan pada mempromosikan kepedulian demi kebaikan bersama dan kesejahteraan kelompok (Berman, 2016).
Umumnya moralitas merupakan acuan pada standar pribadi tentang apa yang benar dan salah dalam perilaku, karakter, dan sikap seseorang (Berman, 2012). Merujuk pada wacana kasus pemicu tiga. Pada suatu pertemuan yang dihadiri oleh head nurse dan nurse officer, diangkat isu tentang handphone. Disampaikan bahwa dari hari kehari perawat pelaksana di sela-sela kerja menggunakan handphone entah untuk keperluan apa saja.
Menurut Head Nurse dan Nurse Officer fenomena ini mengganggu untuk kedekatan intervensi atau relasi perawat pasien. Walau sudah beberapa kali disampaikan pada perawat pelaksana, namun belum tampak suatu perubahan. Head Nurse dan Nurse Officer tidak tahu lagi cara menyelesaikan masalah ini.
Menurut pendapat saya, perawat yang sedang bersama klien lalu ia menggunakan handphone di sela-sela waktunya merupakan perbuatan yang salah. Perawat merupakan aset dalam dunia kesehatan, sebaiknya perawat disiplin dalam menjalankan tugasnya karena bila tidak hal ini dapat memberikan pandangan buruk terhadap kinerja perawat di rumah sakit tersebut, terutama dalam sikap profesionalisme. Hal ini juga berdampak pada citra perawat di dalam masyarakat.
Menurut saya, disaat perawat menggunakan handphonepribadinya klien akan merasa terganggu dan merasa tidak nyaman. Kemungkinan hal terburuknya yaitu pertama, klien dapat berfikir bahwa perawat tidak fokus pada asuhan keperawatn yang akan ia berikan.
Kedua, klien akan merasa terganggu privasinya, sebab terdapat kamera di dalam handphone.
Seringkali terjadi seorang tenaga kesehatan, ia mengabadikan foto klien tanpa izin untuk diunggah ke dalam sosial medianya. Lalu klien akan merasa dirinya tidak dihargai, sebab perawat bisa saja lalai dan asik terus memainkan handphone pribadinya. Hal ini jelas melanggar moral di tingkat pasca konvensional, yaitu perawat tidak menghormati martabat kliennya. Hal ini tentunya bertentangan dengan prinsip moral dalam keperawatan.
Prinsip moral adalah pernyataan tentang konsep filosofis yang luas dan umum, seperti otonomi dan keadilan. Prinsip moral memberikan dasar untuk aturan moral, yang merupakan resep khusus untuk tindakan. Prinsip moral yang pertama adalah autonomy atau autonomi.
1. Autonomi
Mengacu pada hak atau kebebasan untuk menentukan keputusan sendiri tanpa kontrol atau pengaruh eksternal. Penerapan autonomi pada pelayanan keperawatan mengacu pada keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan dan perencanaan asuhan keperawatan.
Sebelum memberikan pasien autonomi untuk menerima atau menolak perawatan, perawat dan tenaga kesehatan lainnya berkewajiban untuk menyediakan informasi mengenai manfaat dan risiko dari rencana perawatan, menjelaskan prosedurnya dan memastikan pasien paham terhadap prosedur tersebut. Setelah itu perawat boleh memastikan apakah pasien menyetujui atau menolak perawatan tersebut. Pada beberapa kasus (prosedur pembedahan), persetujuan atau penolakan pasien harus di dokumentasikan disertai dengan tanda tangan pasien. Jika pasien masih di bawah umur atau tidak dalam keadaan yang dapat membuat keputusan sendiri maka keputusan akan diberikan kepada orang tua atau wali dari pasien.
2.Non-Maleficence(Tidak Membahayakan)
Nonmaleficence mengacu pada kewajiban untuk tidak menyebabkan atau menimbulkan bahaya. Bahaya berarti dapat dengan sengaja menyebabkan kerugian, menempatkan seseorang pada risiko kerugian, dan secara tidak sengaja menyebabkan kerugian, bahaya yang dimaksud disini adalah bahaya fisik maupun psikologis. Oleh karena itu, perawat wajib untuk mempertimbangkan manfaat dan risiko yang akan didapatkan pasien saat merencanakan asuhan keperawatan. Pada saat yang sama perawat harus berupaya untuk meminimalisir peluang munculnya bahaya dalam pelayanan keperawatan.
3.Beneficence(Berbuat Baik)
Prinsip beneficencemengacu pada tindakan positif kepada orang lain dan merupakan hal yang fundamental pada pelayanan keperawatan dan praktik medis. Dalam menerapkan prinsip beneficence, perawat juga harus mempertimbangkan kondisi pasien sehingga tidak menimbulkan bahaya. Misalnya, perawat menyarankan untuk menjalankan aktivitas fisik yang berat pada pasien yang memiliki risiko terkena serangan jantung.
4.Justice(Keadilan)
Penerapan prinsip justice dilakukan ketika perawat bekerja sesuai ilmu keperawatan dengan memperhatikan keadilan sesuai standar praktik dan hukum yang berlaku. Misalnya terdapat pasien yang memakai BPJS untuk biaya pengobatan dan pasien yang memakai biaya
mandiri untuk pengobatan, pada kasus tersebut perawat harus memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang pasien butuhkan tanpa membedakan status finansial pasien.
5.Fidelity(Kesetiaan)
Fidelity mengacu pada kesepakatan untuk menepati janji. Penerapan prinsip fidelity pada pelayanan keperawatan dilakukan dengan membuat komitmen untuk menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain. Misalnya, perawat membuat janji bahwa akan kembali mengecek keadaan pasien pada pukul 10 pagi maka perawat harus datang kembali pada waktu yang dijanjikan dan mengabarkan jika ada keterlambatan. Fidelity juga mengacu pada keengganan untuk meninggalkan pasien dengan apapun situasi yang dihadapinya, seperti perawat memiliki perbedaan pandangan dengan pasien yang dapat berupa ternyata pasien pro terhadap LGBT, pasien merupakan pengedar narkoba, atau pasien pernah melakukan aborsi.
6.Veracity(Kejujuran)
Veracity mengacu pada menyampaikan kebenaran atau mengatakan yang sebenarnya.
Informasi yang disampaikan pun harus arus akurat, komprehensif, dan objektif. Dalam menerapkan prinsipveracity,perawat seringkali dihadapkan pada posisi dilema. Antara harus jujur walaupun menyakitkan bagi pasien atau berbohong demi menghilangkan kecemasan pasien. Pada kondisi ini, perawat harus mempertimbangkan kondisi pasien, jika pasien sedang dalam keadaan yang tidak layak untuk menerima informasi yang menyakitkan maka perawat harus menunda pemberian informasi dengan tidak berbohong. Berbohong akan menyebabkan hilangnya kepercayaan pasien kepada perawat dan membuat asuhan keperawatan yang diberikan tidak maksimal.
7.Accountability(Akuntabilitas)
Accountability mengacu pada kemampuan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan. Dalam penerapannya perawat harus mampu untuk menjelaskan maksud dan tujuan di setiap tindakan asuhan keperawatan yang diberikan.
Prinsip moral dalam keperawatan, yaitu autonomy, non maleficence, beneficence, justice, fidelity, veracity, accountability (Berman, et al. 2016). Prinsip-prinsip moral yang telah dijelaskan sebelumnya harus diterapkan oleh perawat dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan kepada pasien. Tindakan yang dilakukan untuk pasien harus didasarkan atas pertimbangan dari prinsip-prinsip moral dan kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Berman, A., Snyder, S., J., & Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing:
Concepts, Process, and Practice 10th Edition. New Jersey: Pearson Education Budiono. (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Perry, P., & Hall, S. (2020). Dasar-Dasar Keperawatan(9th ed., Vol. 1; E. Novitasari, K.
Ibrahim, Deswani, & S. Ramdaniati, Trans.). Elsevier. (Original work published 2017) Retno. (2012). Masalah Kedisiplinan Keperawatan.Kedisiplinan, 5.
Suhaemi, M. (2010). Etika Keperawatan Aplikasi pada Praktik. Jakarta: EGC Masalah moral berkaitan dengan nilai