MAKALAH TUGAS AKHIR
AGAMA DAN TANTANGAN RADIKALISME
DISUSUN OLEH HIABATUL FADJRI ZAIN
DOSEN PENGAMPU : DEPI DASMAL S.Ag, M.Ag JURUSAN SISTEM INFORMASI (SI-4)
FAKULTAS ILMU KOMPUTER 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan rangkaian penulisan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pendidikan Agama,dengan judul : “ Agama dan tantangan radikalisme”.
Terimakasih kami ucapakan kepada bapak Depi Dasmal, S.Ag, M.Ag yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman teman yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan baik segi penyusunan, Bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca, guna menjadi pembelajaran bagi kami agar lebih baik.
Padang… September 2022
HIBATUL FADJRI Z.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB I...1
BAB II...5
BAB III...9
DAFTAR PUSTAKA...10
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Radikalisme merupakan salah satu paham yang berkembang di masyarakat yang menuntut adanya perubahan dengan jalan kekerasan. Jika ditinjau dari sudut pandang keagamaan, radikalisme dapat diartikan sebagai sifat fanatisme yang sangat tinggi terhadap agama yang berakibat terhadap sikap penganutnya yang menggunakan kekerasan dalam mengajak orang lain yang berbeda paham untuk sejalan dengan paham yang mereka anut.
Di Indonesia, meningkatnya radikalisme ditandai dengan berbagai aksi kekerasan dan teror (Mulyadi, 2017). Aksi-aksi teror yang sering terjadi adalah yang disebut terorisme. Kajian-kajian mengenai terorisme dilakukan seiring dengan munculnya kelompok-kelompok yang dianggap radikal dan terjadinya pengeboman World Trade Center (WTC) pada tahun 2001. Sunsten (dalam Vellas dan Corr, 2017) mengatakan jika pemerintah fokus pada pencegahannya, maka para peneliti menaruh prihatin pada efek psikologis yang terjadi dimasyarakat. Namun penelitian mengenai istri teroris belum banyak dilakukan (Rufaidah, Sarwono dan Putra, 2017). Di Indonesia sendiri terorisme mulai ramai dibicarakan sejak adanya bom Bali 1 dan 2, bom JW Marriot, dan bom Ritz Calton (Nursalim, 2014). Hingga tahun kemarin di Indonesia masih terjadi kasus-kasus teror seperti ledakan bom di Kampung Melayu pada 24 Mei 2017, ditemukannya bahan-bahan peledak di rumah-rumah terduga teroris seperti yang ditemukan di Bandung yang membuat pemerintah harus melakukan berbagai cara untuk menanggulangi teror yang terjadi. Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Setyo Wasisto dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat mengatakan bahwa dalam kurun waktu 2001, kasus Bom Bali dan sampai sekarang
lebih dari seribu orang terduga teroris telah ditangkap dan ditahan. Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelejen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menjelaskan lebh rinci bahwa sejak tahun 2001, jumlah terduga terorisme ditanah air yang meninggal dunia sekitar 85 orang. Sebanyak 37 diantaranya tewas atas kehendaknya sendiri atau karena bom bunuh diri.
Dan selebihnya meninggal karena melawan aparat atau Densus 88 (Kuwado, 2017).
Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan (atau sejenisnya) serta tata kaidah yang berhubungan dengan adat istiadat, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan, pelaksanaan agama bisa dipengaruhi oleh adat istiadat daerah setempat. Pada zaman sejarah adat menjadi alat untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama.
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris"
dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, militan, mujahidin, dan lain-lain.
Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism: "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state terorism). Misalnya seperti dikemukakan oleh Noam Chomsky yang menyebut Amerika Serikat ke
dalam kategori itu. Persoalan standar ganda selalu mewarnai berbagai penyebutan yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika Amerika Serikat banyak menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain liputan media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah disepakati (Wikipedia.2022).
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tata cara peperangan, seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak, serta sering kali merupakan warga sipil.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan problematika yang telah dipaparkan di atas terdapat beberapa poin permasalahan yang akan dikaji dalam materi ini, diantaranya:
1. Faktor apa saja yang membuat berkembangnya paham radikalisme?
2. Bagaimana bentuk radikalisme dalam beragama?
3. Bagaimana ciri ciri orang yang menganut paham radikalisme?
BAB II
PEMBAHASAN
Paham radikalisme berkembang di Indonesia disebabkan tiga faktor utama (Khammami 2002). Faktor pertama adalah perkembangan global bahwa kelompok radikal menjadikan situasi di Timur Tengah sebagai inspirasi untuk mengangkat senjata dan aksi teror atas dasar penderitaan sesama muslim. Kondisi di Afghanistan, pencaplokan Palestina oleh Zionis, Irak, Yaman, Syiria, dan seterusnya dipandang sebagai campur tangan kerjasama Amerika Israel dengan bantuan blok pendukungnya (Khammami 2002). Adapun faktor kedua adalah terkait dengan kian tersebar luasnya paham Wahabisme yang mengagungkan budaya Islam ala Arab yang konservatif (Khammami 2002). Wahabisme dianggap bukan sekadar aliran, pemikiran, atau ideologi, melainkan mentalitas yang membuat batas kelompok yang sempit dari kaum muslimin sendiri, sehingga dengan mudah mereka mengatakan diluar kelompok mereka yang berbeda sikap, pandangan dan pemikiran adalah kafir, musuh, dan wajib diperangi. Faktor ketiga adalah karena kemiskinan atau keadilan sosial. Kondisi ini tidak berpengaruh langsung terhadap merebaknya aksi radikalisme, namun perasaan termarjinalkan adalah hal utama yang kemungkinan membuat keterkaitan kuat antara kemiskinan yang terjadi dan laten radikalisme. Situasi seperti itu menjadi persemaian subur bagi radikalisme dan terorisme (Khammami 2002)
Radikalisme muncul di Indonesia disebabkan perubahan tatanan sosial dan politik (Asrori 2015) yang tidak sepaham dengan kelompok radikalis. Ideologi baru yang dianut lebih keras dan tidak mengenal toleransi, sebab banyak dipengaruhi oleh mazhab pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi (Asrori 2015). Menurut Al-Qardawi (1986).
Menjelaskan kemunculan radikalisme atau gerakan “al-tatharruf”
disebabkan oleh (1) Pengetahuan agama yang parsial bahkan melalui proses belajar yang doktriner pada kalangan pelajar atau mahasiswa dari sekolah atau perguruan tinggi berlatar belakang umum (2) Literal dalam
memahami konsep agama sehingga kalangan radikal hanya memahami Islam dari perspektif subjektif saja tetapi dan minim wawasan tentang esensi agama (3) Berlebihan dalam mengharamkan banyak hal yang memberatkan umat (4) Lemah dalam wawasan sejarah dan sosiologi sehingga fatwa paham radikalis sering bertentangan dengan kemaslahatan umat, akal sehat,dan semangat zaman (5) Radikalisme muncul sebagai reaksi terhadap bentuk yang dianggap radikalisme yang lain seperti sikap radikal kaum sekular yang menolak agama. (6) Perlawanan terhadap ketidakadilan perlakuan sosial, ekonomi, hukum dan politik ditengah masyarakat.
Menurut Khammami (2002), kemunculan radikalisme dari sisi agama disebabkan karena dua faktor yaitu faktor internal dari dalam umat Islam karena adanya penyimpangan norma agama dengan pemahaman agama yang totalistik sempit dan formalistik yang bersikap kaku dalam memahami konsep agama. Paham ini memandang agama dari satu arah yaitu tekstual, tanpa melihat dari sumber lain. Faktor kedua berasal dari kondisi eksternal diluar umat Islam yang menjadi pendukung untuk melakukan penerapan syari`at Islam dalam sendi-sendi kehidupan (Kammami 2002).
Radikalisme dalam agama dapat berbentuk sifat-sifat menarik diri tidak mau berinteraksi dengan pihak lain yang dianggap merugikan, atau melakukan tindakan kekerasan (violence) pada pihak lain yang dirasakan telah melakukan perbuatan tidak adil terhadap mereka atau ajaran agama mereka (Ancok,2008). Radikalisme dalam beragama salah satunya disebabkan ketidakadilan yang dilakukan oleh negara-negara barat.
Radikalisme 10 dalam beragama tidak hanya terjadi pada agama Islam.
Kriteria yang terdapat dalam golongan radikal yaitu: 1) menilai pihak berwenang atau pemerintah keji, 2) ada dorongan dari gerakan tersebut untuk menjadikan negara yang diduduki memiliki bentuk kesalehan
tunggal (one of religiousity). Radikalisme beragama diasosiasikan dengan fundamentalisme atau bentuk dari agama yang mencoba menemukan kembali akar atau bagian fundamental dari keyakinan kemudian meletakkannya pada bagian mendasar dari praktik sosial-politik ( Mc Laughlin ,2012) . Hal tersebut dapat diartikan bahwa fundamentalisme berada pada tataran gagasan dan aksi radikalisme pada tataran aksi dan politis. (Fealy,2004). Dari uraian diatas maka dapat disimpulan bahwa radikalisme beragama tidak hanya sebatas pada masalah keyakinan yang menganggap bahwa orang-orang non muslim, Pemerintah, dan Polri disalahkan dan dimusuhi. Apabila orang-orang atau kelompok tersebut tidak mau kembali pada ajaran yang dianggap benar maka harus dihukum dengan melakukan jihad. Atas dasar inilah maka gerakan-gerakan radikalisme sebagai bentuk upaya mengembalikan aturan, norma dan ajaran dianggap sebagai sesuatu yang benar.
Melakukan upaya penolakan secara terus-menerus dan menuntut perubahan drastis yang diinginkan terjadi.
Orang-orang yang menganut paham radikalisme biasanya memiliki keyakinan yang kuat terhadap program yang ingin mereka jalankan.
Penganut radikalisme tidak segan-segan menggunakan cara-cara kekerasan dalam mewujudkan keinginan mereka.
Penganut radikalisme memiliki anggapan bahwa semua pihak yang berbeda pandangan dengannya adalah bersalah. Penganut radikalisme punya tujuan yang jelas dan sangat yakin dengan tujuan tersebut.
Penganut radikalisme memiliki kesetiaan dan semangat juang yang sangat besar dalam mewujudkan tujuannya Penganut radikalisme tidak dapat melihat kenyataan yang sebenarnya karena beranggapan bahwa semua yang berseberangan pendapat adalah salah.
Umumnya memakai cara kekerasan dan cara negatif lainnya dalam upaya mewujudknya tujuannya.
Penganut radikalisme menganggap semua pihak yang berbeda pandangan dengannya adalah musuh yang harus disingkirkan.
Penganut radikalisme tidak perduli dengan HAM (Hak Asasi Manusia).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari makalah ini kami menyimpulkan Radikalisme di Indonesia umumnya didasari oleh isu agama. Radikalisme terjadi karena adanya ketimpangan baik dalam segi sosial, politik, dan ekonomi.
Radikalisme terbentuk dari respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung, respon tersebut diwujudkan dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan. Tindakan radikal yang terjadi bahkan memunculkan kasus terorisme atas dasar keagamaan.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis merasa masih begitu banyak yang perlu dijabarkan mengenai radikalisme dan upaya pencegahannya berdasarkan perspektif lain. Hal ini guna memperbanyak referensi mengenai paham radikalisme agama itu sendiri, mengingat dalam beberapa tahun terakhir, di Indonesia banyak terjadi permasalahan yang didasari radikalisme agama dan intoleransi, mulai dari masalah skala besar hingga persoalan kecil di tengah masyarakat. Permasalahan yang didasari fanatisme keagamaan tersebut kebanyakan masih dianggap wajar dan belum menjadi perhatian. Seperti halnya demokratisasi yang terjadi pasca orde baru yang secara tidak langsung memberi ruang pada kelompok radikal dan menjadi persoalan serius saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi, 2017 “ Perkembangan radikalisme”
Vellas dan Corr, 2017 “Dampak radikalisme ke Psikologi masyarakat”
Mursalim, 2014 “ Terorisme”
Wikipedia, 2022 “ Terorisme”